Bab 407: Pakaiannya tertutup rapat sampai kamu tidak bisa melihat jelas?
Sanbao langsung terkena titik lemahnya!
Ia tertegun di tempat, hatinya meronta-rona hebat.
Orang dewasa benar-benar curang.
Dulu pakai alasan ini untuk merebut Ibu, sekarang pakai alasan yang sama lagi.
Sanbao membuat wajah cemberut, matanya yang berkilau membelalak lebar, "Kalau Ayah cium Ibu, nanti Ibu punya Baby?"
"Dijelaskan juga kamu tidak akan paham."
Sanbao membantah, "Tapi bagaimana kalau Ayah menipuku? Dulu juga bilang begitu, kenapa dulu Ibu tidak punya Baby?"
Mu Yibei mengerutkan alis, "Hal seperti ini perlu usaha bertahap."
"Ayah jamin?"
"Aku jamin!"
"Sanbao memutar matanya dengan lincah, akhirnya setuju, 'Baiklah, Ayah pelan-pelan berusaha.'"
Untuk bisa punya adik ipar, dia merasa pengorbanannya sangat besar.
Tapi di pihak Kakak, harus memikirkan metode apa ya?
Sanbao berpikir dengan serius beberapa saat, lalu muncul ide.
"Kakak, kamu punya cara supaya Ibu pulih ingatannya?"
Gadis kecil itu bersandar lesu di meja laptop, kepala bulatnya menempel pada lengan.
"Kakak hentikan dulu permainannya, beri tahu aku ada cara atau tidak."
Erbao pusing, tak tahu apakah Ayah sudah menebak atau adiknya yang menebak.
Tangannya tak berhenti bermain game, matanya masih menatap gambaran permainan, pura-pura acuh tak acuh, "Bukannya kamu tidak peduli?"
"Mana ada! Aku rasa selama Ibu belum pulih ingatan sehari pun, tidak akan berpihak padaku."
"Hm?"
"Ayah melarangku tidur dengan Ibu hari ini." Sanbao menunjukkan ekspresi sedih sambil melirik emoji Kakak.
Erbao menjawab dengan tenang, "Apa yang aneh dari ini?"
"Kakak, apa kamu tidak suka Ibu yang sekarang?" Sanbao membuka matanya lebar, "Mari kita pulihkan ingatan Ibu? Jika Ibu ingat, pasti akan merasa sakit melihatku. Nanti Ayah tidak bisa berbuat apa-apa, kan?"
Erbao menoleh dengan hati-hati, "Masalah seperti ini kenapa tidak tanya Ayah langsung? Atau dia yang menyuruhmu bertanya padaku?"
“Aku tidak mau mencari si penipu yang merebut Ibu itu. Nanti kita diam-diam memulihkan ingatan Ibu, lalu tidak memberitahunya, setuju?” Sanbao langsung menyarankan dengan ekspresi jahat, "Kakak, pasti kamu punya metode."
Sejak kecil, di mata Sanbao, Kakak adalah sosok yang serba bisa.
Segala masalah pasti bisa diatasi Kakak.
Jadi dia merasa telah menemukan alasan sempurna bahwa Kakak tidak punya alasan untuk menolak.
Jika Kakak berani menolaknya, berarti ada yang bermasalah.
Tapi jelas terlihat, kali ini Kakak sangat aneh. Tidak langsung menyetujui, tapi juga tidak menolak.
"Kakak, kalau tidak mau membantuku, aku akan minta bantuan orang lain," Sanbao sengaja memancing, "George dari kelas sebelah bilang pamannya adalah detektif terhebat di dunia."
Erbao: "...Jangan sembarangan bicara."
"Aku akan memberi uang padanya!" Sanbao bersikap serius, "Detektif profesional pasti bisa dirahasiakan. Kakak boleh tenang main game, nanti aku kabari hasilnya."
"Tunggu," Erbao melihat ekspresi tulusnya, "Baiklah, aku setuju."
"Kalau gitu deal! Persiapan apa yang akan Kakak lakukan?"
Melihat semangatnya, dia terdiam sejenak, "Xingbao, jujur saja. Apa ini perintah Ayah? Kalau berhasil bertanya, boleh tidur dengan Ibu?"
Mata Sanbao membelalak lebar, tak percaya, terkejut, dan menolak menerima: "Kakak..."
“Jujur saja.” Erbao melihat reaksinya, semakin yakin, dengan senyum sama-sama jahat, “Kalau tidak, nanti benar-benar tidak akan membantu mengantar surat cinta untukmu lagi.”
“……” Sanbao terus-menerus bingung.
“Jangan juga menyuruhku untuk menanggapi rival asmaramu agar mereka pindah hati.”
“……”
“Kalian perempuan memang sangat merepotkan dalam hal seperti ini.”
Lelah mental.
Sanbao belum pernah merasa lelah mental seperti ini sebelumnya.
Setelah susah payah mengira dirinya akan berhasil merencanakan target bersama dengan kakak, dia punya alasan untuk sering berdiskusi rahasia kecil dengan kakak, sekaligus mengetahui rahasia kecil kakak.
Akhirnya Sanbao menyerah, mengaku dengan jujur.
“Kakak memang seperti itu, lagipula kamu sudah menebak dengan benar.” Sanbao menundukkan kepala.
Erbao memutar bola matanya, “Aku akan membantumu. Kuberi jawaban, kamu beritahu Ayah.”
Sanbao menatap dengan mata berbinar menunggu.
“Katakan saja... aku pacaran dini!”
“Kakak pacaran dini?!!!!!!”
“Sudah kukatakan ini hanya untuk membantumu, aku sendiri tentu tidak.” Erbao sangat pusing, setiap hari menerima banyak surat cinta dan lamaran memang melelahkan, tapi menggunakan ini sebagai tameng masih bisa, “Sudah, pergilah rebut Ibu.”
Di dalam kamar, Sheng Youran duduk tegang di sofa mewah.
Antara sofa dan balkom, dia bolak-balik beberapa kali.
Bukannya sudah janji tidur dengan putri, kenapa tiba-tiba jadi tidur di kamar ini?
Membayangkan hal yang mungkin terjadi malam nanti, dia merasa semuanya terlalu cepat.
Setelah berpikir panjang, dia memutuskan kabur sebelum Mu Yibei keluar dari kamar mandi.
"Mau ke mana?" Suara itu terdengar bersamaan dengan bunyi pintu kamar mandi yang terbuka, saat Sheng Youran baru saja hendak menuju depan pintu.
Ia menoleh sebentar. Mu Yibei hanya mengenakan handuk, rambutnya masih basah berkilau. Tetesan air mengalir di wajahnya yang tegas, terlihat sangat seksi.
Garis otot yang indah di tubuhnya, delapan abs padat, postur tubuhnya benar-benar sempurna.
Bahkan garis V (Adonis belt) di pinggang yang sebagian tertutup handuk itu membuat mata tak bisa berpaling.
Dalam ingatannya, ini pertama kalinya ia melihat langsung tubuh seperti ini.
Hanya pernah melihat di sinetron saat sedang bosan, tapi efek visual melihat langsung jauh lebih mengguncang dibanding di layar.
"Mau ke mana, hm?" Mu Yibei keluar sambil mengeringkan rambut dengan handuk. "Lapar?"
Ucapan santainya terhenti saat melempar handuk. Ia baru menyadari Sheng Youran yang sedang menatapnya dengan wajah merah padam.
Tatapan malu-malu namun tak bisa mengalihkan pandangan itu membuatnya nyaris tak bisa menahan tawa.
Rupanya usaha menjaga bentuk tubuhnya memang tidak sia-sia.
Di momen krusial, sangat berguna.
Mu Yibei mengangkat alis. "Kenapa diam saja?"
Sheng Youran segera memalingkan wajah saat melihatnya mendekat. "Aku... aku lapar, mau turun cari makanan."
Kepalanya yang baru dipalingkan itu segera diputar kembali oleh telapak tangan basahnya.
Mu Yibeu menunduk, melihat posisi di bawah handuk, bergumam dengan suara rendah yang penuh makna, "Tadi kamu melihat ke mana? Aku tidak melihat ada bagian mana yang menarik. Atau mungkin karena aku menutupinya terlalu rapi sehingga kamu tidak bisa melihat jelas?"
"Mu Yibeu, lepaskan aku dulu." Sheng Youran tampak gelagapan, "Aku tidak melihat."
Ia tersenyum santai, tangannya mengelus lembut wajahnya, "Aku tidak buta. Kalau kamu lihat, ya sudah. Masak aku melarangmu melihat? Aku suamimu, seluruh tubuhku sudah pernah kausentuh berkali-kali. Apakah dengan begitu hatimu bisa lebih tenang? Hm?"
