Bab 491 Tujuan Erbao
Di atap gedung sekolah.
"Semudah itu?" Erbao menatap pria yang sedang mengoperasikan laptop, "Kamu yakin pamanmu ini sudah setuju?"
Rong Siqing menutup jendela obrolan, mengembalikan laptop padanya, "Dua hari lagi dia akan datang ke London."
Erbao yang sejak tadi memperhatikan, juga yakin paman dalam video itu memang telah menyetujui.
Tapi...
"Bukannya keluarga kalian bergerak di bisnis legal?" Erbao menutup laptop sambil berbasa-basi, "Katanya latar belakang paman ini kurang bersih."
Langkah Rong Siqing terhenti, ia menoleh.
Lima tahun lebih tua dari Erbao, wajahnya telah kehilangan sebagian besar keluguannya. Garis wajah mulai menampakkan ketampanan sempurna yang berlebihan.
Meski masih anak-anak sekitar sepuluh tahunan, aura kedewasaannya membuatnya tak seperti teman sebayanya.
"Kamu menyelidiki keluarga kami?" Nada Rong Siqing terdengar tak senang.
Erbao tersenyum, berdiri sambil membawa laptop, "Investigasi kecil-kecilan tetap diperlukan."
"Orang-orang yang kamu dekati juga tidak bersih, sama seperti latar belakang keluargamu."
Erbao tertegun, "Kamu juga menyelidiki keluarga kami?"
"Hanya menyelidikimu." Rong Siqing yang hampir setinggi kepala lebih darinya, memandangnya dengan sorot mata yang tak menganggapnya sebagai anak kelas satu bodoh.
Mu Lingxi, seusia adiknya.
Tapi jauh lebih pintar dari adik idiotnya itu.
Rupanya sekolah ini tidak sepenuhnya diisi bangsawan berparas sempurna yang bodoh.
“Kenapa teman-temanku tidak orang baik?” Erbao memutar mata, “Mereka adalah hacker terkenal di dunia, dan sangat adil—Hm, setidaknya mereka sendiri merasa begitu. Tapi Paman Doktor Jeniusmu ini, pernah jadi buronan Negara R, dan masih menyembunyikan kasus apa pun.”
Rong Siqing tidak tahu memikirkan apa, matanya melewati bayangan ejekan, “Kalau takut, kamu tidak perlu minta bantuanku.”
“Sudahlah, aku terpaksa percaya. Masa lalu kelam pamanmu ini bukan urusanku.” Erbao mengangkat bahu, “Asalkan dia bisa membantu Ibuku kali ini, ini tergantung kemampuannya, bukan integritas.”
“Tenang, dia sedang kekurangan uang.” Rong Siqing berkata datar, “Kalau janjimu mau ditepati, tidak ada masalah. Setelah selesai kasus ini, dia akan menghilang.”
Dia memandang gaya santai Erbao, “Tunggu, masih ada satu pertanyaan. Biarkan temanmu yang berinteraksi dengannya, kamu tidak perlu muncul.”
“Hm?”
Rong Siqing melirik wajah Erbao yang sebagian besar waktu hanya menampilkan ekspresi naif, “Agar dia tidak mengira aku sedang bermain-main dengannya.”
Erbao menarik sudut mulut, tak sengaja meraba wajahnya sendiri, “Pamanmu meremehkan anak kecil ini, kamu hanya lebih tua lima tahun dariku.”
“Tapi dia tidak mengenalmu!”
Rong Siqing tidak berniat melanjutkan, setelah bicara dia bersiap pergi dari atap.
“Kakak.” Sanbao berlari terengah-engah, masuk tanpa melihat dan langsung menubruk tubuh Rong Siqing.
Rong Siqing mundur dua langkah, alisnya berkerut, baru mengenali orangnya.
Sanbao meremas kepalanya sendiri, mengangkat wajah dengan ekspresi sedih, "Kakak Siqing, kenapa kamu menabrakku?"
Rong Siqing: "..."
Erbao menyaksikan adik kembarnya menabrak.
Tapi soal pertanyaan Sanbao ini...
"Kakak Siqing, kepalaku sakit karena ketabrak."
Rong Siqing berhenti sejenak, "Maaf."
Setelah berkata begitu, ia langsung berbalik menuju pintu keluar.
"Hei, aku di sini." Erbao membawa tas laptop, berjalan mendekat dengan kesal, "Kamu mencari aku atau dia?"
Sanbao segera menyusul ke pintu keluar, "Kakak cepat turun, Ibu sudah datang menjemput kita."
Dibandingkan Sanbao, langkah Rong Siqing jauh lebih lebar.
Dengan susah payah dia berusaha menyusul, "Kakak Siqing, adikmu sedang menunggu di gerbang sekolah."
"Hm."
"Kakak Siqing, kalian berdua di atap ngapain sampe misterius gitu? Kakakku bahkan ga keluar padahal Ibu sudah pulang."
"Tanya saja padanya."
"Tapi dia ga mau kasih tau."
"Kalau gitu aku juga ga bisa kasih tau."
Rong Siqing sama sekali tidak menoleh, suara cerewet di sampingnya terus berbunyi.
Sanbao yang baru saja berlari naik sudah kelelahan, sekarang belum sempat istirahat harus menyusulnya lagi, sudah kehabisan napas.
Karena tidak hati-hati, dia tidak melihat anak tangga di depannya, tubuhnya terjungkal ke depan dan menabrak punggung Rong Siqing.
Saat dia mengira wajahnya akan menghadap tanah, sebuah lengan menyelamatkannya dengan terseret.
Rong Siqing memandangnya dengan kesal, "Apa kau tidak bisa melihat jalan setapak saat berjalan?"
"Kakak yang berjalan terlalu cepat." Sanbao membelalakkan matanya yang bulat besar, memandangnya dengan wajah penuh kekecewaan.
"Memaksa ikut denganku?" Rong Siqing mulai sakit kepala.
"Iya, tolonglah bantu aku sekali ini saja!"
Adik Mu Lingxi ini, akhir-akhir ini karena alasan membosankan, terus memaksa mengikuti ke mana pun dia pergi.
"Lagipula Kakak juga mau ke depan pintu, aku juga mau ke sana."
Rong Siqing menarik napas dalam, melihat Erbao berjalan mendekat dengan santai, segera menyodorkan Sanbao padanya, "Ini adikmu."
Setelah menyerahkannya, dia langsung pergi ke luar sekolah tanpa menoleh.
Sanbao membelalakkan matanya, menggerutu memandangi kakaknya.
"Urusan cewek-cewek memang bikin ngantuk." Erbao tak tahan menarik sudut mulutnya, "Kebanyakan nonton sinetron ya."
Erbao mengepalkan tangan, mengangkat kepala, lalu menoleh ke gadis-gadis Inggris berbaju seragam yang sedang bergosip, "Aku sengaja mau bikin mereka mati kesal!"
Tiba-tiba muncul pemuda Inggris tinggi tampan dengan senyum cerah, melambaikan tangan, "Hai, Bintang."
Sanbao melompat menyambut tos dengannya, "Charlie, namaku bukan Bintang."
"Selamat tinggal Bintang!"
Melihat ke arah grup cewek itu, mereka semakin ingin merobeknya hidup-hidup.
"Karena di sekolah ini, tidak peduli ras apa pun, cowok populer semuanya punya hubungan baik dengannya."
"Bukan kakak laki-lakinya, pasti teman dekatnya."
"Bahkan murid pindahan yang langsung jadi tokoh populer itu, yang cuek ke semua orang, RELAAN mau menanggapinya."
Sanbao melototi mereka, baru kemudian berjalan menuju gerbang sekolah bersama kakaknya.
"Rong Sibai kenapa belum pulang?" Sanbao melihat si cowok ini masih ada, "Kakakmu sudah masuk mobil."
Rong Sibai jelas tidak suka dengan kakak ini, "PR-ku sudah selesai, ayo kita main."
"Nggak, Ibu sudah pulang, Selamat tinggal." Sanbao langsung tegas.
Sheng Youran tersenyum, "Lain kali ya, lain waktu Bibi traktir kalian makan."
"Oke, terima kasih Bibi!"
Erbao menoleh, benar melihat Rong Siqing sudah masuk ke mobil keluarga mereka dan menunggu.
Semoga paman Rong Siqing ini benar sebagaimana kabar yang tersiar, bisa menyelesaikan penelitian obat dari laboratorium Paman Ye Mo dalam waktu singkat.
Kalau bukan karena menemukan pemuda yang punya hubungan khusus dengan orang itu kebetulan pindah ke sekolah mereka, mungkin tidak ada kesempatan seperti ini.
