Bab 592 Bibi Ipar itu Polos
Nenek itu benar-benar merasa tidak nyaman, lalu mengangguk, "Gadis, benar-benar merepotkanmu. Nanti kalau cucu keponakan saya datang, akan saya suruh berterima kasih padamu."
"Tidak apa-apa."
Sheng Youran membantu nenek itu keluar dari tempat pelatihan, memanggil sopir untuk membantunya naik ke mobil, beberapa menit kemudian sudah sampai di rumah sakit.
Sayangnya Hua Bao hari ini tidak ada, dia pun mencari orang lain untuk mengatur kamar rawat inap.
"Gadis, maaf sekali, saya sudah telepon cucu keponakan saya, saya suruh dia datang untuk berterima kasih." Nenek itu melihatnya sibuk mengurus segala sesuatu, merasa sangat tidak enak, "Saya ini orang yang tidak mau berhutang budi! Lagipula cucu keponakan saya orangnya baik, saya tahu sekarang di masyarakat ada oknum yang menipu dengan meminta uang setelah ditolong, keluarga kami bukan tipe orang seperti itu."
"Tidak apa-apa, maksudku bukan begitu." Sheng Youran melirik jam, meski tadi sempat menelepon guru Sanbao saat mencari dokter, ia tak ingin membuat nenek menunggu terlalu lama. Selama orang tua ini masih di rumah sakit, semuanya akan baik-baik saja, "Usia Anda sudah sepuh, sebaiknya istirahat yang cukup. Saya masih ada urusan lain, harus menjemput putri saya pulang kuliah."
Sang nenek terkejut, "Ternyata yang kuliah di sana adalah putrimu? Kulihat usiamu masih muda sudah punya anak. Maafkan saya sudah membuang waktumu."
"Tak masalah, tadi saya sudah menelepon guru dan bilang akan terlambat sedikit. Apakah Nenek juga mau menjemput cucu? Siapa nama cicit Nenek? Mau saya sampaikan ke guru agar menunggu sampai keponakan Nenek datang?"
Raut wajah sang nenek menjadi kaku, seolah teringat sesuatu lalu menghela napas, "Tak usah. Saya bukan mau menjemputnya, sudah ada yang akan menjemput. Gadis, bolehkah saya minta nomor teleponmu? Biaya tadi semua kau yang bayar, nanti akan kusuruh keponakanku menghubungimu untuk mengembalikan uangnya."
Kebetulan telepon Sheng Youran berdering, "Tak perlu, ini hal kecil. Nenek istirahat saja, dokter akan mengantar Nenek pemeriksaan. Saya pergi dulu."
Melihat teleponnya masuk, sang nenek tak bisa berkata lebih banyak.
Setelah gadis itu pergi, barulah ia sadar belum menanyakan nama penyelamatnya.
Untunglah bertemu orang baik hati. Jika tidak, kalau sampai terjadi sesuatu yang serius, pasti Wen Ruohan si keponakan itu akan berkata: Sudah kubilang jangan melakukan ini itu!
“Nenek menghela napas, lain kali suruh dia ke sana cari tahu, ibu dari anak yang mana sebenarnya gadis ini.”
“Meski tahu dia pasti juga bukan orang kekurangan uang, bahkan ada sopir yang mengantar-jemput, tapi keluarga Mu tidak pernah punya hutang pada siapa pun!”
“Wen Ruohan datang dengan cepat, langsung panik begitu dengar nenek menelepon bilang ada di rumah sakit, bahkan tidak berani memberitahu kakak sepupunya.”
“Kepalanya pusing, terjepit di tengah jadi tidak diakui kedua belah pihak.”
“Tidak bisa menyakiti kakak sepupu, juga tidak berani membuat Nenek tidak senang.”
“Nenek yang satu ini ide-idenya tidak bisa ditebak, kalau sampai kepercayaannya hilang, kita tidak akan tahu apa lagi yang akan dilakukannya nanti.”
“Diam-diam datang ke Kota Suci mengunjungi dua anak saja bisa dilakukannya, benar-benar membuatnya mengakui kehebatan nenek ini!”
“Nenek, aku mohon pada Anda, bukankah sudah dijanjikan Anda tinggal menunggu di hotel saja, besok akan kubawa ke sana?” Wen Ruohan yang buru-buru datang menghela napas lega melihat nenek masih duduk tenang di ranjang pasien sambil minum teh, “Kenapa sampai pengawal pun tidak dibawa?”
“Nenek memutar mata, ‘Aku kan sudah menyuruh pengawal yang mengantarku. Tapi karena ingat tidak membawa barang apa-apa, jadi malu-maluin, suruh dia beli hadiah untuk harta berhargaku.’”
“……”
“Lagipula kamu buru-buru apa? Tidak ada yang perlu diburu-buru.” Nenek berbicara dengan tenang, “Sekarang banyak orang baik hati. Lihatlah, aku baik-baik saja. Dokter juga bilang, cuma kaki saya yang terkilir sedikit. Cuma sedih kacamata saya yang sudah menemani bertahun-tahun ini hancur terinjak...”
Wen Ruohan tahu percuma berdebat dengannya. Ia menghela napas dan membujuk dengan lembut, “Nenek, di usia Anda yang sudah lanjut ini, jika terjadi sesuatu, cucu Anda pasti akan membunuhku! Jadi...”
“Beraninya dia!” Nenek memegang cangkir teh sambil menghibur, “Tenang saja, selama aku masih ada, takkan ada yang berani menyentuhmu. Tapi kamu jangan sampai membocorkan rahasia ini!”
“……”
Wen Ruohan mengusap dahinya, “Saya tidak akan membocorkan, tapi Anda harus janji. Karena sudah datang, biar saya antar ke Kediaman Mu di mana ada yang akan merawat Anda. Kalau kakak sepupu tahu saya menyembunyikan Anda di sini... Meski tidak bisa berbuat apa, pasti dia akan sangat membenci saya. Nenek, saya sedang berusaha mandiri di sini. Takut dia diam-diam membuat masalah, nanti Ayah pasti memaksa saya pulang.”
Nenek tampak sedang mempertimbangkan.
“Tolonglah, saya benar-benar tidak bisa pulang. Masih ada urusan penting di sini.” Wen Ruohan melanjutkan, “Anda juga tidak ingin melihat saya hidup sendirian kan?”
“Lagi-lagi gadis yang kamu sebut itu?” Nenek mengangkat alisnya, “Aku juga tidak tahu bagaimana gadis itu. Menurutku, gadis yang mengantarku ke rumah sakit itu cukup baik, sayangnya dia sudah menjadi ibu. Kalau tidak, bisa kukenalkan padamu. Nanti kamu cari tahu juga, ibu siapa dia. Biaya rawat inapku semuanya dia yang bayar.”
Wen Ruohan langsung menyetujui, “Apa Nenek mau pertimbangkan untuk pulang ke Kediaman Mu setelah keluar dari RS? Aku akan telepon Kakak. Aku jamin Kakak pasti tidak akan protes sama sekali, malah sangat senang dengan kejutan ini dari Nenek.”
“Kejutan kentut!” Nenek mendengus kecil dengan sikap arogan, “Sekarang dia cuma mendengarkan istrinya, mana ada ruang untuk neneknya ini di matanya. Siapa tahu apa yang akan dikatakan perempuan itu kalau aku tiba-tiba muncul.”
“Sudah kubilang berkali-kali, bibi ipar bukan tipe orang seperti yang Nenek bayangkan. Wen Xin dan ibunya memang tidak bermoral dari awal, Nenek kok malah mau mendengarkan omongan mereka.”
Nenek tampak merasa malu sendiri setelah memikirkan hal-hal ini.
Lagipula Wen Xin sampai berani menyandera cicitnya!
“Terus kenapa! Kalian sehari-hari sibuk semua, cuma mereka yang mau menemani nenek ngobrol. Ini semua salah kalian! Apa nenek yang salah?” Nenek bersikap defensif, “Kalau kalian bisa kurangin cari uang dan lebih sering menjenguk, mana mungkin nenek percaya pada mereka?”
“Nenek benar, ini semua salah Kakak!” Wen Ruohan mengangguk setuju, “Tapi bibi ipar sama sekali tidak bersalah.”
Nenek mengeluarkan suara "Hmph", "Baru berapa lama kau mengenalnya, sudah begitu membelanya. Perempuan ini pasti bicara manis. Pintar menenangkan orang, belum tentu berasal dari keluarga baik!"
"Nenek, sebenarnya..."
"Cukup, jangan bantu dia bicara! Katakan saja padaku, mengapa dia berani-berannya membawa cucu keluarga Mu kabur bertahun-tahun? Kalau tidak, aku sudah bisa bertemu cicit laki-laki dan perempuan, semua karena dia!"
Wen Ruohan sebenarnya sama sekali tak paham masalah ini, tapi menduga pasti ada kesalahpahaman.
"...Anda perlu melihat dari sudut lain, anak ini juga dilahirkannya dengan susah payah. Kalau dia tidak melahirkan, Anda tak bisa melihatnya sekarang."
