Niu Daomei dengan patuh membungkuk: "Yang Rendah Hati."
Sha Huanli penuh rasa ingin tahu, "Teknik melukis, saya sedikit memahami. Metode apa ini? Ada filosofi khusus?"
Hei Mudan memandang penuh harap - ini sedang meminta petunjuk! Ia berharap Niu Daomei menyambar kesempatan untuk berkomunikasi baik. Sungguh ia menginginkan yang terbaik untuk Niu Daomei, semakin tinggi air, semakin tinggi perahu.
Di luar paviliun, Bendahara Xiang Ming pelan-pelan masuk, berdiri di samping pintu tidak bersuara, diam-diam mengamati.
Niu Daomei enggan berdebat dengan istilah-istilah rumit. Bagi yang tak paham, penjelasan justru akan menimbulkan lebih banyak pertanyaan. "Cuma coretan iseng, tak ada makna khusus," jawabnya dingin.
Hei Mudan sungguh kehilangan kata. Kesempatan emas seperti ini tak tahu dihargai.
Sha Huanli menatapnya, entah apakah dia sengaja menyimpan rahasia teknik atau bagaimana. Secara formal sepertinya tak mau banyak bicara, juga tidak terlihat gugup atau takut. Lalu bergumam pelan: "Lautan yang pernah ada sulit menjadi air/Selain Gunung Wu bukanlah awan/Menyusuri bunga malas menoleh/Setengah demi bertapa setengah demi Jun... Puisi ini apakah ciptaanmu? Ada makna khusus?"
Ini memang sengaja ditinggalkan Niu Daomei. Dia tidak tahu selera Sha Huanli - apakah puisi atau lukisan. Maka keduanya dipertahankan. Dengan tenang menjawab: "Puisi itu kudengar secara tak sengaja dari orang lain. Saat melukis, hatiku tergerak lalu dengan mudah mengisi bagian putih yang kosong. Tak ada makna khusus."
"Oh!" Sha Huanli terlihat berpikir, benar-benar menyadari, sepenuhnya bersikap asal, tak mau berbicara lebih banyak dengannya, memiringkan kepala ke kiri-kanan, "Apakah kalian tidak bersikap kurang ajar terhadap Guru?"
"Tidak!"
"Wali Kota, Guru baru saja tiba, bahkan belum sempat berbicara."
Orang-orang di kiri-kanan segera membersihkan diri.
Justru Niu Daomei berseru membantu menetralisir situasi, "Wali Kota, apakah objek lukisan yang diminta adalah Anda? Jika iya, bisakah kita mulai."
Sha Huanli juga ingin segera melihat karya tersebut, segera tersenyum, "Baik! Sesuai keinginan Guru."
Niu Daomei: "Kedatangan yang terburu-buru, masih perlu mempersiapkan perlengkapan melukis."
“Apa yang diperlukan, Guru silakan sebutkan.” Sha Huanli mengangguk halus.
“Kertas, penyangga lukis, pensil arang…” Niu Daomei menjelaskan detail struktur peralatan yang dibutuhkan.
Dua orang segera bergegas pergi untuk mempersiapkan.
Tak lama kemudian, penyangga lukis darurat serta alat tulis dibawa. Karena pensil arang kurang cocok, Niu Daomei meminta pisau kecil untuk merautnya kembali.
Menyaksikan ini, Sha Huanli mengamati dengan saksama, berjalan mendekat untuk mempelajari tekniknya.
Setelah semua siap, Niu Daomei bertanya: “Wali Kota, apakah dilukis di sini?”
Sha Huanli yang pernah melihat lukisan latar belakang sebelumnya—sebagai orang yang paham seni—balik bertanya: “Lebih baik menurut Guru. Tempat mana yang Guru anggap sesuai?”
Niu Daomei: “Melukis Wali Kota tentu tak boleh asal. Yang Rendah Hati pertama kali datang, tak tahu pemandangan mana di tempat ini yang paling cocok.”
Sha Huanli tersenyum: “Paham. Guru bisa berkeliling mencari spot yang sesuai.”
“Baik!” Niu Daomei memberi hormat lalu berjalan memutar, mengamati detail arsitektur kediaman wali kota dengan seksama.
Sha Huanli mengikuti dari jarak sedang, diiringi pelayan yang membawa perlengkapan lukis.
Kepala Pengurus Xiang Ming tetap mengawasi gerak-gerik Niu Daorei dengan raut wajahnya yang tenang.
"Pola konstruksi Kediaman Wali Kota dibangun mengikuti kontur gunung, berlapis-lapis ke atas." Niu Daomei terus naik tanpa menemukan tempat yang memuaskan, terus menggelengkan kepala. Baru saat mencapai paviliun tertinggi di kompleks, dia berdiri di balkon memandangi kota kuno sambil mengangguk, lalu berpaling: "Bagaimana kalau di sini?"
Sha Huanli: "Baik, saya akan mengikuti instruksi Guru."
Para pekerja yang membawa peralatan bertanya penempatan yang tepat. Niu Daomei menoleh menatap pemandangan: "Ganti dengan kanvas besar dan kertas..." Membentangkan kedua lengannya mengilustrasikan ukuran.
"Setelah dibawa keliling sejauh ini, Tuan malah tidak menggunakannya?" Para pelayan menghela napas.
Sha Huanli justru bersemangat, menyadari ini akan menjadi karya besar. Dia segera memerintah: "Segera lakukan sesuai permintaan Guru!"
"Siap!" Beberapa pelayan menjawab dan segera pergi untuk mempersiapkan ulang.
Berkat sumber daya manusia dan material yang memadai, peralatan baru segera tersedia di paviliun sesuai spesifikasi Niu Daomei.
Sha Huanli sendiri diarahkan untuk berjemur di teras undakan bawah paviliun.
"Membelakangi, sandar di pagar. Geser kiri sedikit. Jangan menghadap langsung ke sini. Miringkan kepala ke kanan. Tatapan ke depan, bukan ke bawah. Ya, begitu..."
Di bawah arahan detail Niu Daomei, Sha Huanli diposisikan berulang kali tanpa keluhan.
Adegan ini membuat Hei Mudan diam-diam berkeringat dingin, khawatir Niu Daomei tak sengaja membuat orang marah.
Tak disangka, Niu Daomei sama sekali tidak khawatir. Berdasarkan pengalaman kehidupan sebelumnya, saat menghadapi pemotretan dan melukis, IQ wanita langsung turun ke nol tanpa imunitas. Dua profesi ini juga paling mudah membujuk wanita - bahkan membuat mereka telanjang pun bukan masalah, mana mungkin ada protes.
Setelah membujuk Sha Huanli, Niu Daomei baru mengambil kuas dan membagi proporsi di kertas. Baru kemudian ia mulai <> menorehkan garis cepat dengan teknik gesit.
Saat ini, Hei Mudan yang membantu akhirnya bisa menyaksikan proses melukis.
Para pelayan tak berani mendekat, hanya mengangkat kepala memandang dari jauh.
Xiang Ming juga penasaran dengan teknik melukisnya. Sebagai orang dalam, ia bisa mendekat untuk mengamati. Melihat perubahan siluet objek yang dilukis, ia terkesima. Teknik melukis ini benar-benar belum pernah dilihat atau didengar sebelumnya. Sesekali ia melirik Niu Daomei yang sedang sangat fokus.
Saat Sha Huanli sedikit bergerak dan melirik ke arahnya, Niu Daomei langsung berseru, "Jangan bergerak sembarangan!"
Sha Huanli langsung diam patuh, tak berani membuat gerakan lagi.
Lukisan ini berukuran besar, proses melukisnya memakan waktu hampir satu shichen. Sha Huanli dengan patuh berdiri di bawah terik matahari selama hampir satu shichen, tak bergerak sedikit pun. Banyak pelayan yang menyaksikan diam-diam merasa cemas, khawatir apakah Sha Huanli sanggup bertahan. Banyak orang luar tidak tahu, tapi mereka paham - perlu diketahui, Sha Huanli secara alami tidak cocok untuk kultivasi, dia bukan kultivator!
Saat Niu Daomei selesai mengangkat kuas dan berkata "sudah", Sha Huanli yang selama ini bersandar di jeruji dengan pose sama baru mengubah posturnya. Begitu sedikit bergerak, wajahnya langsung mengernyit kesakitan. Menyadari badannya kaku, beberapa orang segera berlari mendekat dan menuntunnya berjalan.
Begitu masuk ke menara, seseorang segera mempersiapkan sihir untuk melancarkan darah dan meridiannya. Tak lama, kondisinya pulih kembali.
Menyaksikan adegan ini, Niu Daomei tertegun sejenak. Dia dan Hei Mudan saling pandang. Termasuk Hei Mudan yang baru menyadari dan mengetahui bahwa Sha Huanli bukan kultivator.
Xiang Ming mengajukan beberapa pertanyaan kepada Sha Huanli. Sha Huanli menggelengkan kepala, lalu mendekat dengan wajah yang memerah akibat terik matahari, tak sabar ingin melihat lukisan.
Niu Daomei segera memberi hormat dan meminta maaf, "Saya tidak tahu Wali Kota bukan kultivator. Andai tahu sebelumnya, pasti akan menyediakan kursi untuk Wali Kota duduk."
“Tidak apa-apa!” Sha Huanli justru sangat terbuka, penderitaan pun sudah dialami, mana akan mempermasalahkan ini. Yang sekarang ia perhatikan adalah apakah lukisan dirinya cantik atau tidak, pandangan sudah mulai mengintip ke papan lukis, mengitari Niu Daomei yang menghalangi, berjalan ke depan papan lukis, matanya langsung terpaku pada lukisan tersebut, kedua bola mata tiba-tiba memancarkan kelegaan yang ditutupi.
Wanita dalam lukisan, sehelai gaun panjang yang lembut, wajah muda nan santun, menyamping ke satu arah, memandang jauh ke depan, sepertinya sedang merenungkan sesuatu. Latar langit-bumi yang luas kosong, sosok perempuan kesepian di antara langit dan bumi bersandar di pagar, di belakangnya reruntuhan dekaden kota kuno, toko-toko dan rumah-rumah yang melompat di dalam kota, semuanya berada di bawah kakinya.
Melihat lukisan ini, langsung tahu bahwa kota itu adalah kotanya, tapi baginya ini tidak penting, yang penting adalah makna realisme dalam lukisan, seolah benar-benar melihat potret nyata dirinya yang kesepian.
Latar belakang membuat seluruh sosoknya memancarkan pesona dewasa yang khas, Sha Huanli agak tak menyangka dirinya dalam lukisan ternyata secantik ini.
Jangankan dia, bahkan orang-orang di sekitarnya pun merasa wali kota dalam lukisan terlihat lebih cantik, tak disadari Niu Daomei melakukan sedikit rekayasa yang tampak tidak mencolok.
Melihat pemandangan dalam lukisan, lalu membandingkan dengan benda nyata di luar papan lukis, Sha Huanli merasa senang di hati, menggelengkan kepala takjub, "Guru Xuanyuan benar-benar berbakat besar!"
Niu Daomei tersenyum, "Yang penting wali kota menyukainya."
Sha Huanli tidak berbicara lagi. Ia berdiri di depan lukisan mengamati dengan seksama cukup lama, tiba-tiba menoleh ke sekelompok pelayan, menunjuk yang paling cantik dan menyuruhnya mendekat. Kepada Niu Daomei ia bertanya: "Bisakah Guru melukisnya sekali lagi?"
Pelayan itu terkejut sekaligus girang, matanya berbinar penuh harap meski mulutnya berkata sopan: "Hamba tidak berani."
Perempuan ini salah sangka. Sha Huanli sebenarnya ingin menyaksikan langsung proses melukis Niu Daomei, mempelajari teknik dan taktik yang digunakan sang pelukis.
Niu Daomei mengerutkan kening: "Kita sudah sepakat hanya satu lukisan."
Sha Huanli tersenyum: "Berdiri sebentar saja kakiku sudah pegal. Guru pasti sangat lelah, tenaganya terkuras untuk melukis. Jika memang capek, kita bisa melanjutkan lain hari."
Tiba-tiba Niu Daomei menoleh ke arah pemilik kedai yang berdiam diri di pojok: "Pemilik kedai, kau sudah lihat lukisan Hei Mudan yang kubuat? Satu lukisan ini setara dengan beberapa karya itu. Awalnya kita sepakat 100.000 koin emas untuk ukuran sebesar Hei Mudan. Karena ini untuk wali kota, kubuatkan versi lebih besar secara gratis. Sekarang wali kota minta lukisan lagi... Tentu hamba tidak bisa menolak, tapi bagaimana perhitungan harganya?"
Setelah memastikan ini adalah pesanan Sha Huanli yang jelas sangat kaya, ia tak ragu untuk merampas keuntungan tambahan.
Xiang Ming mendengar ini, kelopak matanya bergetar halus.
Keringat dingin mengucur di dahi pemilik kedai. Hampir saja ia berlari menghampiri untuk menutup mulut Niu Daomei. Sang kepala bendahara sudah memperingatkan untuk tidak memberitahu wali kota tentang harga 100.000 koin emas per lukisan. Kenapa tiba-tiba bocor juga? Ia bingung harus menjawab bagaimana.
“Lukisan ini bernilai 100.000 koin emas?” Sha Huanli juga terkejut. Sepengetahuannya, bahkan lukisan maestro kelas dunia sekalipun harganya paling tinggi hanya seribu keping emas.
Pelayan yang semula berharap pun terperanjat. 100.000 koin emas untuk menggambarnya? Itu terlalu berlebihan.
Niu Daomei mengernyit. Tangannya terentang ke arah pemilik kedai, seolah bertanya: Apa maksudmu? Jangan-jangan mau mangkir dari utang?
