Pohon yang miring itu tidak sepenuhnya roboh, ditopang oleh ranting-ranting pohon lain.
Yan Baoru tak mungkin membiarkan Niu Daomei kabur. Ia mengibaskan lengannya untuk membersihkan serpihan kayu, lalu melesat mengejar.
Niu Daomei yang telah memegang pedang di udara, mengayunkan kilau pedang yang menyemburkan energi pedang ganas ke arah Yan Baoru.
Lengan baju Yan Baoru bagai awan besi berputar, menghancurkan energi pedang yang menyerang dengan gemuruh, atau menangkis dengan menyampingkan badan.
Pohon-pohon yang terkena energi pedang langsung patah dengan suara "Braak!".
Kedua orang itu melesat ke sana kemari di dalam hutan, sesekali berpijak di batang pohon secepat bayangan.
Satu mengejar, satu lagi terbang mundur sambil terus mengayunkan pedang untuk menghalangi.
Yan Baoru yang sedang mengejar tiba-tiba menendang batang pohon, menyamping menghindar. Batang pohon yang diinjaknya hancur lebur oleh energi pedang.
Braak! Bola kristal ungu yang ditopang satu tangan berhamburan di tanah.
Yan Baoru yang menghindar ke samping itu mendarat dengan badan yang sedikit bergoyang, satu tangan menopang batang pohon di sebelahnya, tangan lain menutupi dadanya, tak sempat lagi mengurus Benih-Benih Spiritual itu.
Niu Daomei yang sedang menghindari pengejaran juga berhenti melarikan diri, muncul dari balik pohon di depan dengan darah mengering di sudut bibir, wajah datar memegang pedang miring. Melihat kondisi Yan Baoru, senyum sinis mengembang di wajahnya.
Tak lagi kabur, juga tak terburu-buru melawan, hanya menunggu seperti ini, berharap lawannya akan roboh.
Keduanya terpisah sekitar belasan zhang. Yan Baoru yang masih menopang pohon dan menutup dada itu perlahan menengadah, berseru keras: "Kultivasimu bukan Tahap Fondasi!"
Saat baru saja berhadapan langsung, dia sudah merasakan keanehan. Awalnya energi pedang yang dihujamkan Niu Daomei tak begitu kuat, selevel kultivasi Tahap Fondasi. Namun tiba-tiba kekuatannya melonjak drastis - itu mustahil berasal dari kultivasi Tahap Fondasi! Itu adalah kekuatan keras yang nyata, tak mungkin dipalsukan!
Niu Daomei membalas datar: "Lalu apa?"
Yan Baoru bertanya: "Kau terkena telapak tanganku tapi tak apa-apa? Kau tidak cedera?"
Niu Daomei: "Apakah itu penting? Jika kubilang lukaku sengaja kubuat sendiri dan tidak parah, mau percaya?"
Yan Baoru tak bisa mempercayainya. Kultivasinya sudah termasuk unggul di Tahap Pil Emas. Sekalipun lawannya selevel Tahap Pil Emas, mustahil bisa selamat dari telapak tangannya yang langsung mendarat. Jangan-jangan ini kultivasi Yuan Ying?
Tapi tak mungkin. Jika benar Tahap Yuan Ying, untuk apa repot-repot berurusan dengannya seperti ini?
Dia akhirnya mengerti, menggigit gigi dengan penuh kebencian: "Niu Daomei, si pencuri licik ini benar-benar ahli menyembunyikan diri!"
Sungguh kemarahan yang meluap, menyadari telah tertipu, orang ini rela melukai diri sendiri hanya untuk memukulnya dengan telapak tangan. Dia sudah merasakan pahitnya serangan itu.
Niu Daomei: "Urusanku menyembunyikan diri atau tidak, itu bukan urusanmu. Kita tak punya permusuhan, kau yang memaksakan konflik. Menyalahkanku itu tidak logis."
Dia memiliki kesabaran tak terbatas untuk bermain waktu. Lambat laun lawannya pasti akan kehabisan tenaga.
Menyadari kondisi fisiknya yang semakin memburuk, Yan Baoru akhirnya memahami maksud Niu Daomei. Tiba-tiba dia melompat keluar, bertekad menghabiskan seluruh kultivasinya untuk membunuh Niu Daomei.
Menyaksikan aura serangan lawan yang meledak drastis, Niu Daomei diam-diam mengerikan. Tubuhnya bergerak gesit dengan goyangan halus.
Segala sesuatu di sekitarnya menjadi kabur. Dia melupakan seluruh dunia, bahkan dirinya sendiri, hanya berpegang pada satu tekad di hati.
Di luar hati hanyalah kekacauan, hatiku bagai teratai yang keluar dari lumpur tanpa ternoda. Inilah Kesadaran Teratai Kekacauan - Mantra Pedang Tai Yi!
Satu tekad hati adalah tekad pedang, disebut juga Tekad Teratai Hijau.
Keluar dari lumpur tanpa ternoda, tekad pedang yang muncul akan membelah dunia chaos ini.
Pergelangan tangan Niu Daomei bergetar, dalam sekejap jurus Pedang Taiyi Fenguang tercipta. Seluruh kultivasinya mekar bagai teratai di puncak keindahannya, tenaga magisnya memancarkan sinar pedang yang berkilauan.
"Aliran udara di hutan bergolak, sinar-sinar pedang seolah hendak membelah ruang hampa udara, bagai ratusan aliran cahaya yang memancar memesona.
Kecepatan dan intensitas sinar pedang itu membuat Yan Baoru terkejut, serangan tekad pedang yang rapat ini tak bisa sepenuhnya dinetralisir oleh kibasan lengan bajunya yang gesit.
Dalam kepanikan, Yan Baoru yang melayang di udara mengibaskan lengan bajunya bagai sayap Burung Peng raksasa, mengerahkan seluruh tenaga kultivasinya sambil mempersiapkan mantra dengan kedua tangan.
Udara membeku, sinar-sinar pedang gemerlap pun seolah terperangkap dalam ruang hampa, bergerak maju dengan lambat seperti gerak ulat hingga akhirnya tak bisa bergerak sama sekali.
Niu Daomei pun merasakan tekanan dahsyat, pergelangan tangannya yang lincah mengayun pedang kini terasa berat, seolah seluruh tubuhnya terjebak dalam getah amber.
"Hah!" Menghadapi kesulitan ini, Niu Daomei tiba-tiba berseru. Ia melepaskan strategi tenaga magis berhadap-hadapan langsung, mengaktifkan Jalan Langit dan Bumi sambil menyeret pedangnya. Dengan tubuh fisik, ia tiba-tiba melangkah cepat sruukk-sruukk, menyeret pedang sambil berlari kencang menuju Yan Baoru di seberang.
Bagaimana mungkin? Yan Baoru shock. Mantra besarnya yang meminjam kekuatan langit-bumi ternyata tak berpengaruh berarti pada Niu Daomei?
Ia bisa merasakan, dalam ruang yang dikendalikan tenaga magisnya ini, postur tubuh Niu Daomei justru bergerak leluasa bak ikan dalam air.
"Jika ruang yang dikendalikan mantra-nya diibaratkan laut dalam bertekanan tinggi, maka Niu Daomei bagaikan seekor ikan di kedalaman samudera, tubuhnya bergerak lincah menghindari sinar pedang yang membeku di ruang hampa udara."
Yan Baoru tidak menerima kenyataan ini, berusaha mati-matian meningkatkan tekanan untuk membatasi pergerakan Niu Daomei.
"Qiankun Huti, Sungai Besar Mengalir ke Timur, Hancurkan!" teriak Niu Daomei sambil mengumpulkan energi. Tubuhnya melesat ke udara, pedang di tangannya menyala dengan sinar magis yang memancarkan kilatan sekejap mata.
Yan Baori yang melayang di udara nyaris panik, dengan gesit memutar tubuh untuk menghindari serangan mematikan itu.
Serangan pertama meleset, Niu Daomei yang masih menggenggam pedang dengan kedua tangan langsung memutar pinggang dan melancarkan tebasan kedua.
Percikan darah beterbangan. Mata pedang menyayat pakaian di punggung Yan Baoru, mengoyak dagingnya dalam sekejap, hampir membelah tulang belakangnya secara diagonal.
Braak! Braak! Braak!...
Sinar pedang yang membeku di angkasa tiba-tiba lepas kendali, kehilangan daya pacu, lalu berhamburan meledak bertubi-tubi.
Dalam debu tebal yang beterbangan, Yan Baoru yang nyaris kehilangan nyawa melompat keluar. Saat mendarat, ia ingin melanjutkan pertarungan, tapi tubuhnya gemetar tak terkendali. Kedua tangannya refleks menutupi dadanya.
Hanya dirinya yang paling paham kondisi tubuhnya saat ini. Benci!
Tanpa bicara, segera melompat ke kedalaman hutan, mengabaikan luka pedang berdarah di punggungnya.
Dari asap ledakan, Niu Daomei muncul dengan tatapan dingin, melihat tumpukan Benih Spiritual ungu berkilau di tanah depan.
Tak peduli apa itu Benih Spiritual, ia menyeret pedangnya mengejar sruukk-sruukk di antara pepohonan dengan kecepatan penuh.
Meski jarak antara mereka semakin jauh, Niu Daomei tetap mengejar tanpa henti.
Yan Baoru tahu rahasianya dengan sekutu luar negeri. Ini mengancam Rencana dan kesempatan hidupnya. Bagaimana mungkin dia melepaskannya?!
Mengapa sebelumnya sengaja membuat suara saat bisa kabur diam-diam?
Untuk apa pura-pura terluka oleh serangan lawan?
Kesenjangan kekuatan dengan Yan Baoru nyata. Jika sampai lolos, takkan bisa dikejar lagi.
Yan Baoru tahu terlalu banyak. Harus dibantai sebelum membocorkan rahasia!
Yan Baoru yang kabur terus menoleh, melihat Niu Daomei yang takkan berhenti sebelum membunuhnya.
Dia mengabaikan luka punggung dan transformasi ajaib dalam tubuhnya, fokus pada pelarian menyelamatkan nyawa.
Perasaan marah dan sedih dalam hatinya tak terucapkan. Terlepas dari apakah Daftar Alkimia itu bahan tertawaan, setidaknya dia adalah ahli bela diri peringkat kedua di Daftar Alkimia. Tak disangka kali ini terperosok di selokan, ternyata bertemu orang yang berpura-pura lemah untuk menaklukkan harimau!
Bukankah tingkat kultivasinya Tahap Fondasi? Seluruh dunia kultivasi ternyata tak ada yang tahu tingkat kultivasi sejati si brengsek itu? Verifikasi identitas dan pemeriksaan sebelum memasuki Lembah Surgawi pun tak bisa mendeteksi tingkat kultivasi orang ini?
Punya kemampuan sehebat itu tapi bersembunyi di sudut-sudut tersembunyi begitu lama, bahkan pura-pura terluka. Dia tahu mungkin ada orang yang menyimpan kemampuan sejati di dunia ini, tapi di dunia kultivasi yang penuh utang piutang, baru kali ini dia melihat orang yang bisa menyembunyikan diri sedalam ini.
Di sisi lain, jika tidak tersembunyi sedemikian dalam, sedikit saja ada kecurigaan, dia takkan terjebak dalam perangkap seperti ini.
Karena kecerobohan hingga terjerat begitu parah, Yan Baoru semakin memikirkannya semakin merasa hina. Ada dorongan untuk muntah darah karena marah, menyesal sampai ususnya menghitam.
Dia tahu kondisi fisiknya sekarang sebaiknya mencari tempat untuk segera memulihkan luka, menggunakan sihir untuk menetralisir transformasi ajaib dalam tubuhnya.
Namun dia tak berani melanjutkan pertikaian dengan Niu Daomei. Dia tahu jika jatuh ke tangan orang ini akan berakhir seperti apa, terpaksa dengan nekat menggigit gigi dan melarikan diri.
Berlari menghindar di antara pepohonan, dia semakin tak sanggup bertahan. Tiba-tiba melesat ke atas dan mencapai mahkota pohon, terbang cepat menghindar.
Niu Daomei pun mengejar, menyeret pedang di tangan, mengejar dengan ganas tak kenal lelah!
Awalnya, jarak antara dua orang semakin melebar. Perlahan, kecepatan terbang Yan Baoru semakin melambat, hingga jarak mereka pun semakin dekat.
Dalam penerbangannya, badan Yan Baoru sesekali gemetar. Warna kulit wajahnya memerah di satu sisi dan pucat di sisi lain.
Sesekali menoleh ke belakang, melihat sosok yang kian mendekat, keputusasaan menguasai hati Yan Baoru.
Satu mengejar, satu berlari. Keluar dari hutan, mereka berdua berderap menuju padang terbuka.
Keduanya melesat di atas hamparan rumput, hutan di belakang kian menjauh.
Tiba-tiba, pijakan Yan Baoru goyah. Kaki yang menginjak hamparan rumput untuk berpijak terperosok, membuatnya tersandung dan terjerembab di ilalang.
Sruukk! Sebilah energi pedang membelah hamparan rumput bak kapal pemecah ombak. Yan Baoru mengelak dengan terjungkal.
Setelah terhuyung-huyung bangkit, separuh rambutnya ternyata diselimuti embun beku. Menengadah, ia melihat Niu Daomei yang sudah berdiri dengan pedang terhunus.
Yan Baoru yang compang-camping tak lagi berlari. Ia tak sanggup lagi. Wajahnya dipenuhi kemarahan.
Niu Daomei yang sudut bibirnya berlumuran genangan darah berkata dingin, "Lari! Kenapa berhenti? Kalau lelah bilang saja! Siapa yang menyuruhmu membunuhku? Mengaku, aku akan mengampunimu!"
Yan Baoru menekan dada sambil terengah-engah, "Bunuh saja! Buang-buang waktu!"
Niu Daomei melesat mendekat, mengayunkan lengan untuk menampar.
Prak! Suara keras terdengar, Yan Baoru terpental berputar dan jatuh ke tanah, darah menyembur dari mulut dan hidungnya.
Kemudian, dia perlahan bangkit di kaki Niu Daomei, menunjukkan sikap pantang menyerah. Dengan darah masih menyesak di tenggorokan, dia bergumam: "Si pencuri licik, andai bukan karena trik tak tahu malu itu, mana mungkin kau bisa jadi lawanku."
Niu Daomei yang bermata dingin tak menunjukkan belas kasihan. Kaki nya menghantam tanpa ampun.
Brak! Tendangan tepat di perut membuat Yan Baoru terlempar dua zhang (±6.6 meter) dan menghantam tanah. Darah muncrat lagi dari mulutnya, disertai suara braak tulang rusuk yang patah.
