“Prajurit rendahan ini tak mampu, pantas mati seribu kali!”
Di dalam tenda komando pusat pasukan Han, seorang komandan berbaju zirah compang-camping bersujud dengan muka berkeringat dingin, mengaku bersalah.
Pasukan 100.000 orang di bawah komandonya mengejar musuh ke sebuah lembah. Tiba-tiba gunung runtuh, batu guling memutus jalan mundur. Pasukan depan disergap, pasukan belakang berusaha menyelamatkan, tapi tak menyangka pasukan Song menggunakan taktik mengelilingi titik untuk memukul bala bantuan. Saat pasukan mundur setelah kekalahan besar, kembali dihadang pasukan penyergap di jalan retret.
Saat maju atau mundur, terus-menerus menderita kekalahan, 100.000 pasukan hampir punah seluruhnya, yang berhasil kabur diam-diam hanya ribuan orang. Jenderal ini juga hampir kehilangan nyawa, berhasil lolos dari bahaya berkat kultivator yang berjuang mati-matian menyelamatkannya.
Di dalam tenda, semua orang berekspresi serius. Sejak Han dan Song mulai berperang, ini pertama kalinya pasukan Han mengalami kerugian sebesar ini.
Jinjue mengintai orang yang bersujud itu beberapa saat, lalu menghela nafas, "Kekalahan dalam pertempuran ini bukan kesalahanmu. Akulah yang meremehkan lawan dan gegabah. Pergilah beristirahat."
"Terima kasih Panglima yang tidak akan membunuh hamba." Jenderal itu penuh rasa syukur memberi hormat dengan menyentuhkan kepala ke tanah sebelum bangkit, menyeka air mata lalu pergi.
Jinjue berbalik, berjalan ke depan peta sambil bergumam pelan: "Persiapan umpan musuh dengan serangan balik dan pengalihan visual ini sangat rapi ritmenya. Cara memindahkan pasukan sangat sesuai tata aturan, tidak seperti gaya Zhao Zhihuan. Ini lebih mirip Luo Zhao... Apakah Luo Zhao sudah pulang?"
Baru saja kata-katanya terucap, terdengar teriakan laporan dari luar. Kurir informasi datang membawa kabar mendesak: "Panglima! Pengintai melaporkan, panglima pasukan Song Zhao Zhihuan telah dicopot! Luo Zhao sudah kembali untuk memimpin pasukan Song lagi!"
"Apa? Luo Zhao sudah pulang?" Suasana di dalam tenda langsung gempar.
Bagi pasukan Song, Jinjue bagai selimut yang menyesakkan napas. Tapi bagi pasukan Han, Luo Zhao juga merupakan tulang keras yang sulit dikunyah.
Menghadapi Luo Zhao, pasukan Han harus bertahan langkah demi langkah. Jika ingin menyelesaikan pertempuran secepatnya, Luo Zhao bukanlah lawan main-main yang mudah dijatuhkan.
Benar Luo Zhao yang kembali! Jinjue perlahan menutup matanya, menghela napas, "Ini kesalahanku meremehkan lawan, pertempuran ini telah meningkatkan moral pasukan Song!"
……
Di pasukan Song suasana penuh sukacita, namun Luo Zhao di dalam tenda komando pusat yang terus mengeluarkan perintah militer tak merasa lega.
Setelah lama berhadapan dengan Jinjue, dia paham kemenangan kali ini lebih karena keberuntungan - gegabahnya pasukan Han yang memberi kesempatan untuk menyerang.
Saat mengambil alih komando di sini, dia agak terkejut, tak mengerti mengapa gaya Jinjue berubah drastis pasca pencairan situasi perang.
Tanpa disadari, perubahan itu terjadi setelah Jinjue menerima ancaman Niu Daomei. Kekhawatiran tersembunyi membuatnya ingin menyelesaikan Song sebelum Perang Yan-Zhao berakhir, menghindari serangan dari dua front. Keberuntungan Luo Zhao juga tak lepas dari kegagalan komandan sebelumnya Zhao Zhihuan yang terus kalah, membuat Jinjue lengah dengan kerugian besar.
Kabar kemenangan yang sampai ke Songjing menyemangati pengadilan Song. Untuk meningkatkan kepercayaan rakyat, mereka mengumumkannya secara besar-besaran.
Namun sukacita tak bertahan lama. Upaya Luo Zhao mencegah laju pasukan Han hanya sementara, tak mampu menghentikan gerak maju mereka yang bertahap.
Pejabat istana Song yang awalnya penuh harap mulai kecewa lagi.
Situasi semakin memburuk. Zi Pingxiu akhirnya membuat keputusan pahit: mengirim Jia Wuqun secara diam-diam menghubungi orang-orang Tiga Sekte Besar Song.
Bagi Tiga Sekte Besar Song, mana yang lebih penting: menjaga kekuasaan Kaisar Mu atau mempertahankan negara Song? Apa perlu dipikirkan lagi?
Dalam kondisi normal, tiga sekte besar Song pasti akan mempertahankan kekuasaan kaisar klan Mu, karena tidak ingin kerusuhan dalam negeri Song memengaruhi keuntungan mereka. Namun kini keadaan sudah seperti ini, mereka masih bisa merebut kembali wilayah di selatan yang diduduki Wu Gongling. Ditambah dengan kesediaan Zi Pingxiu membantu menstabilkan situasi internal dan mencegah kekacauan besar.
Pada momen ini, mempertahankan Song berarti melindungi kepentingan tiga sekte besar. Untuk urusan eksternal, masing-masing pihak hanya membersihkan salju di depan pintu sendiri, sudah tidak berharap lagi pada Kerajaan Yan untuk mengirim pasukan.
Jia Wuqun dengan mudah membujuk tiga sekte besar Song tanpa kesulitan sama sekali.
Setelah itu, tiga sekte besar Song segera mengirim orang untuk mengawal Jia Wuqun secara rahasia ke wilayah selatan Song, melakukan pertemuan rahasia dengan Wu Gongling.
Dalam pertemuan rahasia itu, setelah Jia Wuqun pergi, Wu Gongling memungut kertas di lantai. Melihat coretan tangan yang ditinggalkan Jia Wuqun, sambil mengusap keringat dingin, matanya memancarkan kegirangan bagai binatang buas, "Didapat tanpa usaha! Dewata berpihak padaku!"
……
Di bawah bubungan atap, di koridor yang berderet kursi kayu, Feng Guan'er duduk bersandar. Matanya dipenuhi kecemasan, seluruh tubuhnya terlihat jauh lebih kurus.
Kembalinya Luo Zhao ke medan perang tidak mengubah dinamika pertempuran, membuatnya sangat khawatir akan nasib buruk yang mungkin menimpa Luo Zhao.
"Nyonya, Pemimpin Sekte datang!" Teriak seorang penjaga rumah yang berlari memberikan laporan mendesak.
Feng Guan'er tertegun, ragu: "Pemimpin Sekte?"
"Guan'er!" Suara familiar terdengar. Ketika Feng Guan'er menoleh, ternyata tamu penting yang tak terduga benar-benar datang - Guan Jitai, Pemimpin Menara Langit, datang secara langsung dengan prosesi resmi.
Dia buru-buru bangkit dan berlari menuruni tangga untuk menghadap, terkejut bukan main. Ini pertama kalinya Pemimpin Sekte secara pribadi mengunjungi rumahnya.
Keduanya duduk di aula. Guan Jitai menyuruh pengawal mundur lalu menjelaskan maksudnya: berharap Feng Guan'er bisa membujuk Luo Zhao untuk kerja sama dengan operasi ini, mengingat Luo Zhao kini memegang kendali pasukan di garis depan.
Ganti kaisar? Feng Guan'er terkejut, "Ini tidak mungkin! Luo Zhao yang angkuh pasti takkan mau jadi pengkhianat. Apalagi dia adalah anak angkat Yang Mulia. Mohon Pemimpin berpikir tiga kali!"
Guan Jitai: "Kalau mudah dibujuk, takkan kumintamu. Kau sudah jadi istrinya bertahun-tahun. Bujuklah dia sekuat tenaga."
Feng Guan'er menggelengkan kepala, "Pemimpin, percuma. Dia takkan mendengarku dalam hal begini. Lagipula... sikapnya padaku sekarang..."
Guan Jitai: "Aku tahu masalah kalian. Dia hanya sedang frustasi karena kekalahan berturut-turut, melampiaskan amarahnya padamu. Katakan padanya: selama kooperatif, Menara Langit akan menjaga masa depannya - bahkan hanya demi harga dirimu!"
Feng Guan'er menahan malu. Andai bukan karena khawatirkan keselamatan Luo Zhao dan persiapan jalan mundur jika Song runtuh, mungkin dia sudah menggantung diri dengan tali di balok itu.
"Pemimpin, percuma! Dia takkan menyetujui!"
"Kau yakin?"
"Sungguh! Dia pasti menolak!"
Tanpa bicara lagi, Guan Jitai langsung bangkit dan pergi.
Feng Guan'er dalam hati ketakutan, Luo Zhao adalah anggota faksi pro-kerajaan yang fanatik. Jika Tiga Sekte Besar memutuskan mengganti kaisar, sementara Luo Zhao lebih baik mati daripada menyerah, akibatnya sulit dibayangkan.
"Pemimpin, Pemimpin..." Feng Guan'er buru-buru mengejarnya keluar.
Dua kultivator menyelinap mendekat dan menghentikannya, "Nyonya, ikutlah kami!"
……
Guan Jitai tiba di istana, bertemu dengan Pemimpin Kuil Darah Qu Fan dan Pemimpin Istana Lie Tian Wu Chengyu yang datang lebih dulu, lalu bersama-sama menemui Kaisar Song Mu Zhuozhen.
"Pedang Shang?" Mu Zhuozhen penuh keraguan, tak tahu mengapa ketiga pemimpin sekte ingin memeriksa artefak legendaris penjaga negara saat ini, lalu bertanya, "Mengapa harus sekarang?"
Qu Fan menjawab: "Ada rumor di luar bahwa artefak legendaris telah hilang, jadi kami datang memeriksa."
Mu Zhuozhen mulai menyadari keanehan, menolak mengeluarkannya: "Tiga Pemimpin tak perlu khawatir, artefak legendaris ada di gudang rahasia. Selain zhen, tak ada yang bisa membukanya. Mustahil hilang!"
Wu Chengyu berkata dingin: "Apa salahnya membukanya? Apakah kami tak berhak melihat?"
Mu Zhuozhen mengamati reaksi ketiganya dengan tajam, tiba-tiba mengaku: "Rumor itu benar, memang sudah hilang!"
Guan Jitai melambaikan tangan memberi isyarat. Murid di belakangnya tiba-tiba melompat keluar, langsung menangkap Mu Zhuozhen dan memaksanya berlutut di tanah.
Kepala Pengawas Istana Mo Gao berteriak kaget: "Apa maksud kalian? Datang orang!"
Sekelompok kasim kultivator menerobos masuk mendengar suara, namun kilatan cahaya dingin menyambar, sebilah pedang telah menyentuh leher Mu Zhuozhen, membuat para penerobos menjadi waspada.
Kekacauan besar tiba-tiba melanda dalam dan luar istana, murid-murid Tiga Sekte Besar tiba-tiba melawan, menangkap seluruh anak-anak Mu Zhuozhen dan menggiring mereka ke dalam istana.
Di dalam istana, lapisan-lapisan pasukan penjaga istana mengepung para Pemimpin Sekte Besar, namun kaisar yang disandera membuat pasukan penjaga tidak berani gegabah bertindak!
Saat anak-anaknya digiring masuk, pasukan penjaga terpaksa membuka jalan.
Tiga Sekte menggunakan anak-anak Mu Zhuozhen sebagai ancaman, namun Mu Zhuozhen tetap tidak mau melepaskan artefak legendaris penjaga negara.
Tiga Sekte kemudian menyiksanya dengan kejam. Dalam jerit kesakitan, Mu Zhuozhen yang tak tahan siksaan dan menyaksikan anak-anaknya jatuh bergelimpangan di genangan darah, akhirnya menyerah.
Brankas tembaga-besi yang tak bisa dibuka paksa akhirnya terbuka. Sebilah pedang kuno berwarna hitam legam selebar telapak tangan jatuh ke genggaman Tiga Sekte.
Braak! Guan Jitai mengayunkan pedangnya, memotong sebilah pedang bermata dingin seperti membelah besi. Setelah memverifikasi keaslian, ia mengangguk pada Qu Fan dan Wu Chengyu...
Di ruang sidang istana, para pejabat berkumpul. Zi Pingxiu duduk tegak bermeditasi dengan mata terpejam.
Setelah lama menunggu, seorang pejabat bertanya: "Perdana Menteri, mengapa kami harus menunggu sia-sia di sini?"
Zi Pingxiu tetap tidak membuka mata, berkata datar: "Tunggulah saja."
Suara gemuruh kacau datang dari luar, seseorang melirik melalui jendela dan melihat Pasukan Penjaga Istana bolak-balik di dalam istana. Tak tahan ia memanggil kerumunan, "Ada apa ini?"
Seorang ingin keluar mencari tahu, tapi dihalangi kultivator di luar pintu yang tak mengizinkannya pergi.
Setelah menunggu sejenak, beberapa murid Tiga Sekte Besar menerobos masuk. Mendekati Zi Pingxiu, mereka berjaga di kiri-kanannya. Seorang membungkuk dan berbisik di telinganya.
Zi Pingxiu perlahan membuka mata, bangkit berdiri dengan suara berat: "Situasi Song Agung saat ini, Tuan-tuan semua sepenuhnya paham. Kini hamba tua ini ingin bertanya: Masihkah kalian ingin mempertahankan Song Agung?!"
……
"Panglima Besar, Nyonya datang."
Suara laporan terdengar dari luar tenda. Luo Zhao di depan peta dalam tenda menoleh, melihat Feng Guan'er tiba ditemani beberapa murid Menara Langit.
Begitu melihatnya, hati Luo Zhao hancur. Dengan muka masam ia bertanya, "Untuk apa kau datang?"
Feng Guan'er bergulat batin, melirik ke kiri-kanan. Kepada yang lain di tenda ia berkata, "Kalian mundur dulu."
Beberapa juru tulis membungkuk hormat lalu pergi.
Feng Guan'er kemudian menjelaskan maksud kedatangannya: Membujuk Luo Zhao mematuhi arahan Tiga Sekte Besar, menstabilkan pasukan dan mengikuti instruksi.
Wajah Luo Zhao berkerut. Lengannya gemetar mengangkat jari ke arahnya. Lama tak bisa bicara!
Air muka Feng Guan'er penuh derita. Ia tak ingin membujuk, tapi harus menurut. Tak boleh ia biarkan Tiga Sekte Besar mencelakai Luo Zhao.
“Bajingan!” Luo Zhao dengan suara 'sruukk' menghunus pedang, jari pedang mengarah ke Feng Guan'er, "Kau tak tahu malu sudah keterlaluan, kini masih mau menyuruhku berbuat khianat dan tak bermoral! Mana mungkin aku memaafkanmu!"
Usai berkata langsung menyerbu hendak memenggal, namun kultivator pengikutnya bukan main-main, seketika melawan dan menguasai Luo Zhao yang sedang menggemuruh.
Tirai tenda terbuka lagi, masuk seseorang dengan wajah penuh senyum mengeluarkan dekrit Kaisar.
Tamu itu tak lain adalah Zhao Zhihuan, mantan panglima garis depan yang sebelumnya diganti: "Luo Zhao, maukah kau patuh pada dekrit Kaisar? Dengan dekrit-Nya, pasukan garis depan kini kupimpin. Kau boleh istirahat dulu!"
"Penjahat! Pasti kau palsukan dekrit suci!" Luo Zhao berjuang dan memaki. Seorang kultivator di sampingnya kembali bertindak, membuatnya tak bisa bersuara lagi.
Zhao Zhihuan tersenyum sinis, membawa dekrit lalu berbalik keluar untuk membacakan dekrit itu ke seluruh prajurit.
