Ternyata ini siluman rubah setara kekuatan Yuan Ying! Niu Daomei merinding ketakutan. Tak disangka sarang rubah ini menyimpan ahli bela diri mencekam seperti ini.
Sebenarnya dia belum pernah bentrok dengan kultivator Yuan Ying yang alasan yang sah, di dunia kultivasi yang diketahui hanya ada Sembilan Santo sebagai ahli Yuan Ying, jadi dia sulit memastikan apakah Yin'er termasuk ahli Yuan Ying.
Karena Yin'er sendiri saat bisa berkomunikasi normal tak bisa menjelaskan kekuatannya, dan Yin'er yang sadar sama sekali tak ingat seberapa kuat versi liarnya.
Daya ledak serangan Yin'er bisa dibandingkan dengan rubah perak di hadapannya, jadi dia juga tak yakin apakah rubah perak ini berkekuatan Yuan Ying.
Tapi satu hal yang jelas: dia pernah bertarung dengan banyak kultivator tingkat Pil Emas, bahkan dengan Yan Baoru yang masuk Daftar Alkemis berpengaruh - hampir bisa dipastikan kultivator Pil Emas takkan mungkin menunjukkan keganasan selevel ini.
Tanpa trik serangan khusus, hanya dengan serangan kekuatan mentah saja sudah cukup membuat merinding.
Dia menggunakan teknik Jalan Langit dan Bumi untuk menetralisir sebagian besar daya serang, tapi sisa kekuatan yang lolos masih bisa membuatnya luka parah dengan mudah.
Daya serang lawan terlalu kuat, kecepatannya begitu mencekam sampai dia hanya bisa bertahan terburu-buru, bahkan teknik penetralan Qiankun-nya tak sempat mencerna tuntas kekuatan serangan itu.
Berdasarkan pengalamannya, mustahil ini adalah serangan kultivator tingkat Pil Emas.
Menghadapi kekuatan selevel ini, kultivator Pil Emas takkan punya kemampuan menangkap - bagaikan ikan di landasan potong yang siap disembelih. Andai bukan karena kultivasinya pada Jalan Langit dan Bumi yang menetralisir sebagian besar serangan, satu pukulan lawan sudah cukup membunuhnya seketika.
Dengan kekuatan sedemikian, selain ahli Yuan Ying, tak ada kemungkinan lain yang terpikir olehnya.
Yang lebih membuatnya ngeri adalah, ahli sekuat ini ternyata tak memberinya waktu terengah-engah, sama sekali tak peduli konteks, serangan pertamanya seolah ingin segera mencabut nyawanya - satu cakar merobek aura pedangnya, cakar lainnya melukainya parah, lalu dalam debu runtuhan tebing batu, bayangan rubah kilat muncul kembali.
Sebuah cakar menyambar bagai petir langsung menusuk jantungnya.
Niu Daomei yang mulut penuh darah tak sempat berkata apa-apa, bahkan kesempatan untuk menstabilkan situasi pun tak diberikan. Terpaksa ia mengangkat pedangnya lagi untuk bertahan.
Dalam sekejap, dua set skenario penyelamatan terlintas di otaknya.
Opsi pertama: Alihkan kekuatan ke tebing belakang, manfaatkan daya ledak serangan lawan untuk meruntuhkan ruang bawah tanah ini, lalu kabur saat kekacauan.
Opsi kedua: Paksa gunakan Teknik Membalik Langit-Bumi, manfaatkan gaya lawan untuk berbalik menyerang, mencoba menyergap saat lawan lengah dengan kekuatan mereka sendiri, baru kabur setelah berhasil melukai.
Metode pertama sepertinya kurang bisa diandalkan. Dengan kekuatan lawan, meski ruang bawah tanah runtuh, kecil kemungkinannya bisa lolos. Bahkan jika berhasil keluar, mustahil menghindar dari kecepatan pengejaran di rawa.
Akhirnya hanya bisa mencoba opsi kedua dengan sedikit harapan. Sangat berisiko. Teknik pinjam-tenaga ini tak diketahui berapa persen daya balik yang bisa disalurkan, dan apakah tubuhnya sanggup menanggungnya.
Orang yang sering bermain nyawa di ujung pedang, dalam situasi krisis memiliki pengalaman bertahan tertentu, atau reaksi bertahan hidup di ujung tanduk, mampu membuat penilaian paling menguntungkan dengan cepat. Mungkin tak berguna, tapi tetap lebih baik daripada duduk menunggu kematian.
Niu Daomei dengan sudut mulut berdarah menunjukkan ekspresi garang, mendorong pedangnya dengan sekuat tenaga menggunakan kedua tangan.
Aura serangan Silver Fox terlalu dahsyat, gelombang serangannya bahkan menerbangkan debu seperti lingkaran gelombang yang beriak, membuat manusia dan rubah berdiri berhadapan muka dengan jelas.
Momen ketika wajah kedua pihak terlihat jelas sangat singkat. Niu Daomei tak yakin apakah ini khayalannya, sepertinya melihat kilasan rasa kaget di mata lawan.
Adegan berikutnya membuat Niu Daomei semakin terkejut.
Ding! Dentang jernih bergema dari bilah pedang.
Cakar Silver Fox yang menyambar tiba-tiba menghentikan serangan. Saat cakar tajamnya menyentuh pedang Niu Daomei yang disilangkan, hanya memberikan pukulan keras, lalu menarik diri cepat dengan momentum tersebut.
Niu Daomei merasakan dengan jelas: lawan sengaja mengurangi daya serangan dan menarik siasat mautnya.
Hasil ini membuat Niu Daomei yang masih mendorong pedangnya tertegun, tak mengerti apa yang terjadi.
Para tetua Suku Rubah yang mengintip dari sekitaring juga terpaku. Mereka heran, dengan kekuatan Kepala Suku seharusnya bisa membunuh penyusup ini. Tak tahu mengapa tiba-tiba dihentikan.
Rubah Perak yang mendarat setelah melompat menggoyangkan ekornya, mengintai Niu Daomei yang berjaga-jaga sambil memegang pedang. Tiba-tiba suara wanita jernih terdengar bertanya, "Kamu ini siapa?"
Saat serangan pertamanya menghancurkan aura pedang, belum ada yang aneh. Tapi setelah benturan keras kedua dengan Niu Daomei, ia mulai merasakan keanehan - tenaga serangan kilatnya ternyata tidak sepenuhnya mengenai tubuh Niu Daomei.
Pada detik itu, ia merasakan sensasi familiar. Ilmu serupa pernah dihadapinya sebelumnya.
Dari pertarungan awal, ia sudah mengukur kemampuan kultivasi Niu Daomei. Saat asap beterbangan dan melihat Niu Daomei masih bisa melawan, fakta bahwa kultivasinya bisa bertahan dari pukulannya membuatnya yakin akan sensasi familiar itu, sehingga segera menghentikan serangan.
Niu Daomei yang bingung menjawab hati-hati, "Yang Rendah Hati Niu Daomei. Kedatangan saya benar-benar tanpa niat jahat. Ini salah paham dari kepala suku kalian. Saya datang untuk berteman dengan Suku Rubah."
"Berteman?" Rubah Perak membalas bertanya, "Apa hubunganmu dengan Shang Song?"
"Shang Song?" Niu Daomei tertegun. Kejutan berikutnya muncul saat tubuh Rubah Perak tiba-tiba goyah, lalu semua anggota badannya lunglai sebelum akhirnya roboh dengan kedua mata terpejam.
"Aduh!" Para tetua suku rubah di sekitar langsung berteriak panik, berebut mendekat.
Niu Daomei yang tetap siaga penuh memperhatikan reaksi para tetua. Sebelum Rubah Perak jatuh, ia sudah menangkap kekhawatiran yang terpancar dari raut wajah para pemimpin suku itu.
Saat itu, matanya berkilat, kecepatan reaksinya juga tidak lambat, langsung melompat ke arah Rubah Perak untuk merampas.
Tindakan ini sangat berisiko, Rubah Perak sudah menahan kekuatan, kalau dia bertindak lagi bisa memancing kemarahan Rubah Perak.
Tapi dia memiliki penilaian cepatnya sendiri, merasa Rubah Perak ini pasti mengalami kecelakaan atau ada masalah, seharusnya tidak menunjukkan kelemahan di hadapannya. Ditambah reaksi para tetua Suku Rubah, meski terluka parah dia tetap memutuskan untuk menyerang dan merampas!
Berkeliaran di dunia, berani mengejar sendirian sampai sini, kalau tidak punya nyali dan ketegasan menghadapi perubahan, itu bukanlah Niu Daomei.
"Berani!"
"Berhenti!"
Teriakan panik para tetua Suku Rubah yang menyelinap mendekat bergema, langsung mengepung Niu Daomei untuk membantu Rubah Perak.
Tapi reaksi Niu Daomei terlalu cepat, ditambah jaraknya dengan Rubah Perak yang dekat, setelah berusaha keras melepaskan diri dari kepungan, dia berhasil merampas Rubah Perak.
Ruang bawah tanah yang bergemuruh itu mendadak hening, debu beterbangan perlahan mengendap. Pria Rubah Hitam muncul kembali, bersama para tetua mengepung Niu Daomei dengan rapat, semua menunjukkan ekspresi khawatir merusak guci saat mengusir tikus.
Rubah Perak sudah berada di tangan Niu Daomei, satu tangan memegangnya sementara pedang menghunjam di leher Rubah Perak, siap memutuskan lehernya kapan saja. Matanya yang dingin memperingatkan sekeliling, jelas-jelas berkata: Siapa berani bergerak, coba saja!
Orang-orang Suku Rubah satu per satu menunjukkan ekspresi kejang-kejang. Adegan ini sama sekali tak mereka duga. Mereka tak menyangka kepala suku tua yang sebenarnya mampu membunuh musuh bersama tiba-tiba melepas genggaman dan memberi celah bagi lawan. Juga tak mengira Niu Daomei memiliki nyali sebesar ini, bereaksi dengan kilat meski sadar bukan tandingan sang kepala suku tua, tetap nekat menyerang.
Niu Daomei sendiri juga diliputi keraguan dalam hati. Meski berhasil menyambar kesempatan, reaksi rubah perak ini benar-benar di luar kewajaran.
Rubah perak kini berada dalam genggamannya. Dengan jelas ia merasakan napas makhluk itu tetap teratur. Setelah memeriksa dengan sihir, tak ditemukan luka sedikit pun. Sepertinya... sepertinya tertidur. Ini maksudnya apa, sialan? Sama sekali tak bisa ia pahami.
Pria rubah hitam berseru keras memecah kesunyian, "Niu Daomei, kau memang Niu Daomei! Lepaskan kepala suku kami sekarang juga!"
Ucapan ini membuat Niu Daomei menyipitkan matanya. Dari nada bicara, sepertinya mereka sudah mengenal dirinya. Ada apa ini? Dengan tenang ia berujar, "Nasib hidup mati kepala suku kalian tergantung sikap kalian. Jika tetap memilih kekerasan, aku siap menemani!"
Pria rubah hitam itu membentak marah, "Niu Daomei! Aku sudah tahu namamu! Aku melihat sendiri kau membunuh orang Piao Miao Ge! Jika kau berani main-main dengan kepala suku kami, Piao Miao Ge akan tahu semua perbuatanmu. Mereka takkan mengampunimu!"
Niu Daomei balik bertanya, "Kurasa jika kuserahkan kepala suku kalian ke Piao Miao Ge sebagai tebusan, mungkin bisa menghapus dosaku? Jika kalian memaksa, tidak ada salahnya kucoba!"
Tepat saat ini, dari pintu bawah tanah muncul dua ekor rubah bulu abu-abu. Saat langkah mereka sempoyongan, tubuh mereka berubah menjadi wujud manusia. Ternyata mereka adalah dua orang tua yang sebelumnya pernah bentrok dengan Niu Daomei.
Kedua orang tua itu menutupi dada mereka dengan tangan, raut wajah menunjukkan kesedihan. Badan mereka gemetar hebat sambil berjalan tersandung-sandung.
Niu Daomei melirik sekilas, sudut bibirnya sedikit mengerut membentuk senyum licik yang mencurigakan.
Melihat rubah perak berada di tangan Niu Daomei, kedua orang tua itu terkejut. Sepertinya mereka tidak menyangka rubah perak pun bukan lawan sang Niu Daomei.
"Kepala suku, kenapa kau bawa dia pulang ke istana?" Pria tua pengguna sabit marah dan panik, jelas-jelas menyalahkan pria rubah hitam yang membawa orang luar ke sarang mereka.
Pria rubah hitam diam-diam menggigit giginya. Dia juga tidak menduga hasilnya akan seperti ini. Tujuan membawa Niu Daomei ke sarang adalah meminta bantuan tetua klan untuk menutupi kejahatan. Tapi siapa sangka... Dia sadar kini mereka dalam masalah besar. Jika Niu Daomey berhasil kabur, lokasi sarang Suku Rubah pasti akan terbongkar.
Dengan kekuatan Sembilan Santo, memang sulit memberantas mereka di area rawa. Tapi jika lokasi sarang sudah diketahui, Sembilan Santo bisa menjatuhkan sarang mereka tanpa kesulitan.
Setelah insiden ini, mungkin mereka harus mencari tempat baru untuk membangun sarang.
"Ini bukan saatnya membahas itu," kata pria rubah hitam sambil bertanya pada keduanya, "Luka kalian bagaimana?"
Pria tua pengguna golok hantu menjawab, "Luka kami tidak parah, hanya..." Dia melirik Niu Daomei, lalu berbisik pada pria rubah hitam, "Sepertinya kami kena Telapak Langit-Bumi!"
Niu Daomei sedikit mengerutkan alis. Orang ini ternyata tahu Telapak Langit-Bumi. Mengingat kembali reaksi dan ucapan Silver Fox sebelumnya yang bahkan menyebutkan Shang Song, ekspresinya mulai terlihat berpikir.
Telapak Langit-Bumi? Pria rubah hitam itu matanya melotak penuh kecurigaan. Semua indikasi sebelumnya memang mencurigakan - bisa menghancurkan formasi Suku Rubah, leluasa menjelajah di bawah Jalan Buntu Huangze, semuanya sesuai dengan legenda. Kini muncul lagi Telapak Langit-Bumi, ditambah dengan sebutan nama itu langsung dari mulut Kepala Suku tua tadi.
Kepala Suku tua memang mengenal orang itu. Bahkan beliau sendiri yang menyebutkan namanya, semua kecurigaan sepertinya sudah bisa dikonfirmasi.
Kakek Sabit tiba-tiba berbisik di telinganya: "Kepala Suku, orang ini sepertinya ada hubungan dengan legenda itu."
Memperhatikan para siluman rubah yang berbisik-bisik ini, Niu Daomei yang sudah menetralisir bahaya dengan tenang merenung. Ia memeriksa lukanya, memperhitungkan jika terjadi hal tak terduga lagi. Selama tidak muncul ahli bela diri level Silver Fox lagi, kabur seharusnya masih mungkin.
Setelah berpikir matang, ia mengambil keputusan berisiko besar. Silver Fox yang digenggamnya tiba-tiba dilempar, membuang niat menyandera, mengembalikannya ke Suku Rubah.
