"Hasilnya membuat Shao Liuer agak terkejut, berbagai argumen yang telah dipersiapkan ternyata tidak bisa berguna."
"Sudah lama mendengar bahwa orang ini sulit diajak bicara, tak disangka setelah bertemu belum dua kalimat berbicara, orang ini ternyata dengan mudah menyanggupi."
"Guru Xie, Guru Xie!" Shao Liuer yang sangat gembira terus mengucapkan terima kasih, setelah itu segera bangkit berdiri, tak berani membuang waktu, bergegas menjemput suaminya.
"Guo Man menyusul untuk menemani, tempat ini bukan area untuk orang luar berkeliaran."
"Yan Baoru mendekati Wu Xin, mencoba bertanya, 'Guru, apakah sebelumnya Anda mengenal Permaisuri ini?'"
"'Mengenal Permaisuri ini?' Wu Xin bergumam pada dirinya sendiri, tidak menjawab, perlahan memejamkan mata, tanpa kehadiran orang luar, akhirnya kesedihan muncul di wajahnya, 'Hm...' Mendadak mendengus kesakitan, tangan mencengkeram area jantung, wajahnya seketika pucat, seluruh tubuhnya goyah bagai akan terjatuh."
"'Guru!' Yan Baoru kaget besar, segera menopangnya."
"'Obat... obat... ambilkan obatku...' Wu Xin terengah-engah memanggil dalam kesakitan."
"'Tunggu sebentar, Guru.' Yan Baoru segera membaringkannya di lantai, memasukkan tangan ke lengan bajunya untuk mengambil obat."
"Setelah lama menemani Wu Xin, dia tahu Wu Xin memiliki riwayat serangan jantung, saat kambuh akan sangat menyiksa, jika terlambat minum obat, nyawa bisa terancam."
"Baik Yan Baoru maupun Guo Man pernah bertanya pada Wu Xin, 'Dokter Hantu yang brilian itu, masakan tidak bisa menyembuhkan penyakitmu?'"
"Untuk masalah ini, Wu Xin tidak memberikan jawaban apa pun..."
Di luar sebuah paviliun di tepi jalan dalam kota, tiba-tiba muncul gerombolan orang yang langsung mengepung kompleks. Banyak yang melompat masuk, bahkan di atap-atap sekitar terlihat orang-orang yang berjaga-jaga.
Para penyusup yang masuk ke dalam paviliun mencari ke segala penjuru, namun hasilnya tidak menemukan satu pun bayangan manusia.
Seorang pria kekar berdiri di tengah pekarangan, matanya mengawasi sekeliling seperti elang, wajahnya dingin tanpa ekspresi.
Yang datang adalah personel Dinas Intelijen yang menyamar, sedangkan lokasi yang digerebek adalah tempat persinggahan sebelumnya Shao Pingbo.
Kemampuan menemukan tempat persinggahan Shao Pingbo dengan cepat tanpa petunjuk jelas ini membuktikan betapa dahsyatnya energi Dinas Intelijen yang tersembunyi bagai jaring laba-laba di Qi Jing ketika diaktifkan sepenuhnya!
Beberapa personel pencari yang telah berkoordinasi mendekati pria berwajah dingin itu sambil memberi hormat: "Yang Mulia, target sudah pergi. Berdasarkan kesegaran berbagai jejak di TKP, diperkirakan mereka pergi tidak lebih dari satu shichen yang lalu. Kita terlambat!"
"Tidak lebih dari satu shichen?"
"Benar, sepertinya begitu."
Pria itu kembali memandang sekeliling, "Artinya, tempat ini sangat mungkin memang bekas persinggahan target."
Pelapor: "Sangat mungkin. Setelah mobilisasi penuh kekuatan kita, berbagai informan berhasil melacak adanya kultivator Jin yang menyamar keluar-masuk lokasi ini. Dari pengawasan lama terhadap mata-mata Jin yang kita endus, ada yang terlihat memasuki tempat ini. Kombinasi kedua faktor ini memberikan probabilitas tinggi."
“Satu shichen!” Pria dingin itu berucap pelan: “Artinya, tidak lama setelah kami melancarkan pencarian, mereka sudah pergi?”
“Kemungkinan begitu.”
“Tidak pergi lebih awal atau lebih telat, malah pergi tepat setelah operasi kami. Sepertinya ada kebocoran informasi internal. Masalah ini akan diselesaikan nanti.” Pria itu menggigit giginya dengan suara berat: “Segera beri tahu semua personel di gerbang kota! Tahan siapapun yang mencurigakan! Untuk mata-mata Jin yang sudah dalam pantauan di ibukota, lakukan serangan mendadak dan penangkapan rahasia. Pastikan menemukan jejak target!”
“Leluhur sudah menegaskan: Tugas kali ini hanya melihat hasil, tidak peduli proses. Siapapun yang menghalangi, tak peduli siapapun, jika tidak patuh bisa dibunuh di tempat!”
“Tempat ini tidak boleh ditinggalkan. Kirim pengawas rahasia, waspada kalau musuh main lentera bawah hitam dan balik menyerang!”
“Ya!” Pelapor itu pergi menjalankan perintah.
Di luar kota, seorang pria mengembara di dermaga kapal sungai. Matanya menyapu deretan kapal kargo, sepertinya sedang mencari sesuatu.
Tiba-tiba ia melihat sangkar burung tergantung di atap salah satu kapal. Di dalamnya ada tiga ekor burung.
Setelah melihat sekeliling, pria itu langsung menuju kapal tersebut. Ia melompat ke ujung kapal. Nakhoda berkaki telanjang yang sedang memilin tali rami di ujung kapal hanya menengadah sebentar.
Pria itu berjalan ke bawah atap gudang kapal, melepas sangkar burung sendiri, membuka sangkar, menangkap dua ekor burung kecil lalu melepaskannya, menutup sangkar, menyisakan seekor burung kecil, lalu menggantungkannya kembali di bawah atap. Setelah menyelesaikan semua ini, ia berdiri diam di bawah atap sambil menunggu, memperhatikan burung kecil yang sebatang kara itu melompat-lompat dan berkicau riang di dalam sangkar.
Tak lama kemudian, dua pria keluar dari kabin kapal. Seorang bertugas berjaga-jaga di sekeliling, sementara yang lain memanggil pemilik kapal dan memberi perintah: "Barang sudah lengkap, kita bisa berangkat."
"Baik!" Pemilik kapal segera berseru: "Berangkat!"
Juru mudi di haluan langsung meletakkan pekerjaannya, bangkit dan melepaskan tali tambat kapal. Beberapa awak kapal lagi keluar dari kabin. Dua orang bersama-sama berjalan ke haluan mengambil galah untuk mendorong kapal menjauhi tepian, sementara yang lain menarik tali untuk mengangkat layar.
Sebuah kapal kargo yang cukup besar, para awak menjalankan tugas masing-masing dengan riang dan tertib.
Pria yang memerintahkan pemberangkatan itu juga berjalan ke bawah atap, melepas sangkar, dan melepaskan burung terakhir. Sangkar kosong digantungkan kembali.
Kedua orang yang telah melepaskan tiga ekor burung secara berurutan itu saling memandang dan mengangguk. Yang kemudian datang membalikkan badan dan pergi, sementara yang sebelumnya mengikutinya menuju kabin kapal.
Setelah keduanya masuk ke kabin, penjaga yang bertugas juga menyusul masuk sambil mengunci pintu rapat-rapat.
Ketiganya menuruni tangga menuju dasar kabin. Seorang menutup lubang masuk ke kabin bawah, sementara yang lain menyalakan beberapa lentera minyak yang tergantung di dasar kabin.
Lentera minyak sedikit bergoyang, bisa merasakan seluruh kapal berubah arah dan mulai bergerak.
Orang yang menyalakan lampu berbalik mendekati pria yang baru saja naik ke kapal, bersuara berat: "Lepaskan, kami ingin lihat efeknya."
Pria yang baru naik itu menjawab "Ya", tangannya meraih bagian bawah kerah baju dan menarik kulit palsu, mengelupas lapisan penyamaran dari wajahnya. Wajah yang terungkap persis seperti Niu Daomei.
Dua pria lain yang sudah tahu sebelumnya tetap terkejut saling pandang melihat "Niu Daomei", akhirnya mendekat untuk memeriksa wajah pendatang itu.
Kedua pria ini tak lain adalah Duan Hu dan Wu Sanliang yang telah menyamar, diutus untuk menyambung kontak operasi ini.
Setelah memastikan wajah palsu "Niu Daomei" tak bermasalah, Duan Hu berkata lagi: "Tunjukkan bekas luka di tubuhmu."
Pendatang itu pun membuka pakaiannya, menampakkan torso bagian atas.
Duan Hu dan Wu Sanliang mengitarinya sambil memeriksa dengan cermat.
Usai memeriksa, Wu Sanliang berkata takjub, "Ya ampun, tidak terlihat sebagai luka baru. Murid Tabib Hantu memang sesuai reputasinya. Kemampuan mengubah penampilan ini benar-benar terlindungi sempurna."
"Pakai lagi, kembalikan penyamarannya." Duan Hu memberi isyarat agar pendatang itu kembali ke penampilan awal saat naik kapal.
Setelah berpenampilan normal kembali, pendatang itu akhirnya tak tahan bertanya, "Kalian sebenarnya siapa? Mengapa harus menyuruhku berpura-pura sebagai Niu Daomei?"
Duan Hu: "Masih penting?"
Pendatang itu agak panik, "Bagaimana tidak penting? Niu Daomei sudah pergi ke Tanah Suci. Begitu aku muncul di luar, semua orang akan tahu aku palsu. Kalian sebenarnya ingin aku melakukan apa?"
Duan Hu: “Kamu masih punya pilihan? Mau tidak kami kembalikanmu ke sekte dan biarkanmu menjelaskan pada pemimpin sekte bagaimana caramu memperkosa dan membunuh putrinya?”
Penumpang kapal itu langsung membungkam.
Wu Sanliang: “Setidaknya kami sudah memalsukan tanda kematianmu dan menghilangkan kekhawatiranmu akan pengejaran. Percayalah, janji kami akan ditepati. Selama kamu patuh menyelesaikan misi ini, kami jamin seumur hidupmu takkan kekurangan. Meski wajah aslimu tak bisa diperlihatkan, setidaknya kamu masih bisa hidup. Apa lagi yang perlu dipertimbangkan?”
Penumpang kapal: “Kalian akan membawaku ke mana?”
Duan Hu: “Nanti juga akan tahu.” Detail lokasi tidak dijelaskan. Kapal hanya berlayar sejauh beberapa li sebelum dijeput burung pengangkut manusia di luar Qi Jing, mustahil terus-menerus menghabiskan waktu di perjalanan.
“Jangan terlihat lesu! Berpura-puralah yang meyakinkan. Niu Daomei yang asli takkan pernah menunjukkan raut seperti ini meski menghadapi masalah.” Wu Sanliang menepuk bahu sang penumpang.
Di wilayah yang lebih jauh dari kota, atau tepatnya di daerah terpencil di luar Qi Jing.
Di tengah padang rumput yang tiba-tiba disela hutan, berdiri taman kerajaan. Di sanalah Adipati Jin Hao Qi yang mengajukan cuti sakit sedang beristirahat, jauh dari keramaian dunia fana.
Pengajuan cuti sakit itu hanyalah kedok. Tubuhnya sebenarnya sehat-sehat saja. Orang dengan statusnya selalu ditemani kultivator yang membantu pemulihan, sehingga penyakit biasa sulit menyerang.
Sebenarnya cuti ini diurusnya sendiri dengan gegabah. Penasihat di sekitarnya, Tian Guangfang, mengatakan bahwa bawahan yang menimbulkan masalah, menyarankannya untuk mengajukan cuti sebelum para pejabat istana melancarkan kritik. Di tengah situasi rumit ini, lebih baik tidak muncul di hadapan Yang Mulia agar tidak dicari-cari kesalahan. Jika Yang Mulia tidak melihatnya, paling-paling hanya mengirim teguran tertulis. Masalah ini bisa diulur-ulur hingga akhirnya terlupakan.
Namun meski telah menjauh dari keriuhan dunia fana, dia tak bisa menghindar dari gejolak di ibukota. Adipati Jin Hao Qi yang sedang berkeliaran di antara paviliun dan menara, memegang laporan darurat dari ibukota dengan gemetar: "Semua keracunan? Bagaimana mungkin? Adakah yang punya kesempatan bertindak di ruang sidang istana?"
Tian Guangfang yang mendampinginya mengusap janggut: "Bencana adalah tempat bersandarnya keberuntungan. Tampaknya Yang Mulia benar-benar diberkati langit. Awalnya hanya ingin menghindar dari masalah kecil, tak disangka malah lolos dari maut!"
Mendengar ini, Adipati Jin Hao Qi tertegun, lalu segera menangkap maksud sang penasihat. Dengan suara bergetar penuh trauma, dia berkata: "Perkataan Guru sangat tepat! Andai bukan karena ini, pasti hamba takkan selamat!" Jarinya membersihkan debu di laporan yang dipegangnya, tiba-tiba tertegun lagi, lalu menatap langit sambil tertawa terbahak-bahak: "Ini benar-benar pertolongan langit!"
Tian Guangfang heran: "Mengapa Yang Mulia tertawa?"
Adipati Jin mengetuk-ketukkan laporan itu: "Guru yang bijak, kenapa tiba-tiba bingung? Lihatlah! Semua pangeran yang menghadiri sidang istana keracunan. Hanya hamba sendiri yang selamat. Kini, siapa lagi yang pantas menduduki posisi putra mahkota kecuali hamba? Hahaha..." Sekali lagi dia tertawa gila menatap langit.
"Wangye bingung!" Tian Guangfang menghentakkan kaki penuh kecemasan, "Ini jelas pertanda malapetaka besar, mengapa Wangye masih bisa tertawa?"
Hao Qi yang sedang tertawa terbahak-bahak tiba-tiba seolah dicekik, senyumnya terpaksa ditahan dengan paksa, bertanya ragu: "Mengapa Guru berkata demikian?"
Tian Guangfang: "Musibah menyimpan berkah, berkah mengandung bencana. Memang benar Wangye lolos dari maut, tapi mengapa Wangye tidak berpikir - semua pangeran di istana menjadi korban, hanya Wangye yang selamat. Jika Wangye menjadi Kaisar, apa yang akan Wangye pikirkan?"
"..." Hao Qi tak bisa berkata-kata, mukanya memucat seketika. Kali ini benar-benar tak bisa tertawa lagi.
