Sepanjang sore itu, Da Qing Shan, Sha Ruo, dan Baron Minas terus memperluas pencarian, namun tak menemukan jejak apapun. Selain lapangan salju yang berantakan, tak ada darah atau bukti lain yang menjelaskan kejadian sebenarnya. Wajah Da Qing Shan semakin menghitam, sementara wajah Sha Ruo semakin pucat...
Terpaksa, Baron Minas menyarankan Sha Ruo untuk kembali ke Kota Dataran Salju terlebih dahulu. Keesokan harinya pagi-pagi, mereka akan menghadap Raja Yi Su III dari Kerajaan Hami, mengerahkan pasukan pengawal kerajaan untuk menyisir area hutan ini secara menyeluruh guna menyelamatkan rombongan duta secepat mungkin.
Matahari terbenam seperti darah, menyinari hutan putih yang membentang tak berujung. Da Qing Shan menggigit bibir atasnya kuat-kuat, matanya menyala-nyala menatap kegelapan hutan. Ia sangat gelisah, teringat kejadian pagi tadi. Jika bukan karena performa luar biasa Lü'er, pasti nasibnya sudah buruk. Sedangkan musuh yang dihadapi Amy dan rombongan jumlahnya beberapa kali lipat lebih banyak. Hatinya bergetar...
Sha Ruo menunggang kuda di sisi depan Da Qing Shan. Melihat sorot mata muramnya, hatinya ikut sedih. Ia mengarahkan kudanya ke sisi kiri Da Qing Shan, menarik lengan bajunya. Da Qing Shan tersentak dari lamunannya, dengan perasaan tak rela menoleh sekali lagi ke arah hutan. Ia memberi isyarat ke Lü'er yang terbang di angkasa, lalu bersama-sama melanjutkan perjalanan menuju Kota Dataran Salju.
Musim panas di benua beku, siang hari sangat panjang. Saat tiba di Kota Dataran Salju, matahari masih belum terbenam.
Setelah menunjukkan arah Pos Peristirahatan kepada Sha Ruo, Baron Minas kembali ke kediaman resminya untuk mempersiapkan bahan laporan kepada Yi Su III besok pagi.
Da Qing Shan dan Sha Ruo duduk diam sejenak, lalu dengan beban berat di hati, mereka menunggang kuda menuju Pos Peristirahatan.
Pos Peristirahatan sudah terlihat di depan mata. Tembok putih bersalju, atap genteng biru kehijauan, pilar pintu merah menyala, dan anak tangga batu putih. Di atas anak tangga itu duduk seorang manusia.
"Da Qing Shan dan Sha Ruo baru saja tiba di pintu, langsung mendengar suara lembut seorang anak laki-laki: "Kalian berdua naik kuda, masih datang selambat ini?"
Da Qing Shan hampir terjatuh dari kudanya. Sha Ruo tak percaya dengan pendengarannya sendiri. Orang yang duduk di tangga itu - setelan kulit putih salju, wajah gelap, hidung mancung seperti diukir pisau, rambut panjang berwarna linen, menggigit batang rumput di mulut dengan senyum khas bak malaikat - Amy, itu Amy!
Da Qing Shan langsung melompat turun dari kuda, membuka kedua tangan dan langsung menyergap Amy. Amy juga membuka pelukannya sambil tersenyum. Tapi tiba-tiba bayangan hijau raksasa turun dari langit dengan kecepatan lebih tinggi. Sayap besar membawa angin dingin langsung menerjang. Amy yang tidak waspada langsung tertabrak Lü'er dengan kecepatan 30 km/jam. Amy terjatuh ke tanah. Lü'er antusias menjilati wajah Amy dengan lidahnya.
"Jangan gini, jangan gini. Da Qing Shan bisa cemburu." Amy menggaruk belakang kepala sambil mendorong makhluk raksasa seberat hampir 500 jin ini, "Aduh... mau membunuhku... atau ingin dendeng biawak? Langsung bilang saja, tidak perlu seperti ini." Dia mengeluarkan beberapa makanan dari dalam baju dan memasukkan sembarangan ke mulut Lü'er, memuaskan kebutuhan paling mendesak bayi naga dalam masa pertumbuhan. "Masuk dulu, semua orang sudah datang."
Wisma pos sangat besar, rombongan Amy ditempatkan di halaman belakang, sebuah perlakuan yang hanya diberikan kepada tamu negara. Di halaman, seorang gadis bernama Lin Yu Shang terus berjalan mondar-mandir gelisah. Mendengar langkah kaki, dia mengangkat kepala dan melihat Sharuot dan Da Qing Shan. Segera berlari menghampiri sambil menggenggam tangan Sharuot penuh semangat - seolah sudah setahun tidak bertemu, air matanya langsung mengalir: "Aku sangat khawatir, kupikir kita tidak akan bertemu lagi."
……
Ketika prajurit Batalyon Glacier mengetahui Amy adalah anak satu-satunya mantan komandan batalyon, semua permusuhan lenyap. Seorang prajurit paruh baya bernama Long merebut Pisau Es dari tangan Amy, matanya berkaca-kaca: "Ini dia, ini dia, benar-benar pedang komandan. Aku tahu ini terlihat familiar, hanya... warnanya berbeda."
Sebagian besar prajurit ini adalah veteran pasukan perbatasan kekaisaran yang pernah bertugas di bawah komando Lake*Haber. Perwira bernama Moye yang merebut Pisau Es dari Amy bahkan pernah bersama Haber mengawal Magister Sihir Dumbledore ke Menara Permohonan Es.
Amy tersenyum tipis: "Konon katanya pedang ini awalnya berwarna hitam." Beberapa prajurit mengangguk. "Guruku Lei Ge membawanya saat keluar dari Menara Permohonan. Ayahku yang menyuruhnya memberikanku. Karena terlalu lama tertancap di pintu menara, warnanya berubah menjadi seperti es."
Moye bertanya lagi: "Kau tahu kapan ayahmu bisa keluar? Kami semua merindukannya. Jika dia yang memimpin pasukan kali ini, pasti semua ksatria hitam ini sudah dikalahkan."
Ekspresi Amy terlihat muram, dia menggelengkan kepala: "Guru Lei Ge berkata, ayahku harus belajar menciptakan domain sendiri sebelum bisa keluar."
Dalam pasukan Kekaisaran, terutama pasukan perbatasan yang selalu menghadapi bahaya maut, ikatan persaudaraan antar prajurit sangat kuat. Bahkan rekan sejawat bisa saling mempercayakan nyawa, apalagi terhadap putra komandan batalyon yang sangat mereka hormati. Sikap beberapa prajurit langsung berubah 180 derajat.
Melihat kehangatan para prajurit terhadap Amy, Lin Yushang bertanya-tanya dalam hati: "Seperti apa ayahnya? Apakah seperti dirinya? Sama-sama doyan uang? Tapi sepertinya sangat dihormati oleh bawahan."
Entah apakah Haber yang sedang bersusah payah belajar di Menara Permohonan saat ini tiba-tiba menggigil kedinginan - reputasi baik seumur hidupnya telah dihancurkan begitu mudah oleh anak kesayangannya sendiri.
Faktanya, ketika Haber akhirnya benar-benar keluar dari Menara Permohonan, semua yang mengenal Amy tidak bisa membayangkan betapa ayahnya ternyata sosok yang sangat kalem. Mereka terkecoh oleh pemikiran tradisional "naga melahirkan naga, tikus melahirkan anak pandai menggali lubang". Padahal pengaruh sebenarnya bukan dari ayahnya, melainkan dari pria paruh baya nakal yang suka memanggilnya "anak" untuk mengambil keuntungan.
Keesokan harinya, Amy memimpin rombongan berangkat pagi-pagi dan mempercepat perjalanan.
Sesuai jadwal perjalanan, sekitar pukul 5:00 sore, rombongan utusan mendekati tepi hutan. Hanya tersisa dua jam sebelum gelap. Amy menyuruh seorang prajurit menemani dirinya dan Lin Yusheng berjalan di depan, sementara prajurit lainnya tetap di belakang. Mereka memanfaatkan waktu terakhir ini untuk memasang tali perangkap kuda di koridor utama hutan, sekitar 1 meter di atas tanah. Amy berulang kali menekankan agar tali dipasang setinggi lebih dari 1 meter.
Setelah memeriksa tali-tali perangkap yang mereka pasang satu per satu, Amy mengangguk puas. Ia mengayunkan batang pohon panjang untuk memberi isyarat pada anjing pemimpin agar terus berlari.
Jalan semakin terjal. Amy menyerahkan batang pohonnya ke prajurit kerajaan, memberi isyarat untuk memperlambat kecepatan kereta luncur. Ia berdiri tegak, menyipitkan mata menembus rimbunnya pepohonan untuk mengawasi kemungkinan munculnya musuh.
Tiba-tiba suara gagak yang ribut terdengar dari hutan sebelah kiri. Dua burung salju putih terbang dari dahan. Ranting-ranting di area itu bergetar hebat, jelas menunjukkan ada binatang besar yang bergerak.
Amy melambaikan tangan, memberi isyarat pada prajurit kerajaan untuk berhenti. Dengan tangan di pinggang, ia berdiri di atas kereta luncur dan berteriak keras: "Keluarlah! Aku sudah tahu kalian ada di sini!"
Setelah ranting-ranting bergoyang lagi, empat ksatria berbaju hitam muncul dari hutan mengendarai kuda hitam. Berdasarkan pengetahuan yang diajarkan Chi Hanfeng kepada Amy, meski belum pernah melihat langsung, Amy bisa menebak bahwa kuda hitam ini adalah jenis Kuda Hitam Pekat yang merupakan spesialisasi daerah salju di utara Kekaisaran Amy. Kuda jenis ini sangat langka, hampir tidak bisa diproduksi massal, hanya ada sekitar ratusan ekor di pasukan perbatasan kekaisaran. Keunggulan terbesarnya terletak pada bulu panjang hitam di keempat kakinya yang anti slip, tahan beku, dan mampu berlari kencang di padang salju. Ini juga satu-satunya tunggangan yang bisa menyaingi Serigala Salju di daerah bersalju. Namun karena persyaratan pakan yang ketat, kekaisaran belum pernah menginvestasikan sumber daya khusus untuk memproduksi massal jenis kuda unik ini.
Keempat ksatria tersebut mengenakan baju zirah hitam legam, topeng hitam, dan tombak panjang hitam.
Ksatria di tengah mengangkat tangan, seketika keempat ksatria langsung membentuk formasi yang menyebar ke kedua sisi lalu bergerak membentuk setengah lingkaran untuk mengepung.
Senyum tipis mengembang di sudut bibir Amy. Metode pengepungan seperti ini jelas-jelas bermaksud buruk, ingin mengurung terlebih dahulu lalu menunggu pasukan utama. Ia memusatkan pendengarannya dengan seksama, dan dari balik hutan tadi benar-benar terdengar suara derap kuda yang semakin mendekat. Tampaknya pasukan berkuda yang muncul kembali akan mengepung dari tiga arah: kiri, kanan, dan belakang.
Senyum di sudut mulut Amy semakin lebar. Empat Ksatria Hitam tak mengerti bagaimana seorang remaja yang tampak seperti anak kecil bisa tersenyum begitu mencolok... Di medan perang hidup-mati, mereka belum pernah menyaksikan pemandangan aneh seperti ini. Andai... mereka tahu remaja ini adalah murid langsung Magister Kekaisaran Lei Ge, mungkin kebingungan mereka akan sirna...
Clang——Pisau Es di punggung Amy melompat keluar dari sarungnya. Kilatan emas menyambar dari ujung pedang. Dengan wajah ceria, Amy berteriak ke arah ksatria di depannya: "Cuaca dingin, kuhangatkan kau." Sang ksatria langsung tersambar petir. Kemudian Amy melambaikan tangan ke ksatria kedua yang ragu-ragu, seketika kilat menyambar. Ksatria ketiga yang melihat situasi buruk baru saja memutar kudanya, tapi Amy takkan melepaskannya. Dengan senyum manis ia berseru: "Hei, semua kebagian, jangan pergi dong", kilat emas ketiga menyambar dari langit.
Ksatria keempat sudah panik. Ia mencambuk kudanya habis-habisan dan kabur pontang-panting... Sayang... Tampaknya orang ini tak pernah belajar pengetahuan magis dasar. Petir adalah medium tercepat di dunia sihir, bagaimana mungkin lolos dengan kuda? Bahkan naik naga pun harus naga angin baru bisa... Kilat menyusul seketika, menjerat ksatria seperti jaring dan melemparkannya dari pelana kuda.
“Yah——” Amy berteriak lalu melompat turun dari kereta salju, dengan kecepatan yang mengagumkan berlari ke arah tiga ksatria yang lumpuh akibat sambaran petir, menarik mereka dari kuda dan menggeledah saku mereka. Setelah mengumpulkan semua uang, dia membuka topeng salah seorang ksatria dan menatap tajam ke matanya sambil mengancam: “Kalian miskin sekali! Lain kali bawa lebih banyak uang, atau... akan kubantai kalian semua!” Wajah ksatria itu memucat – siapa sangka dalam perang akan bertemu musuh yang lebih mementingkan uang daripada nyawa.
Long di atas kereta salju menggaruk lehernya lalu memandang Moye yang sama-sama terkejut. Mereka berbisik: “Komandan kita tidak seperti ini biasanya. Dari mana dia belajar begini?”
Lin Yushang memperhatikan suara derap kuda dari tiga arah. Jelas musuh tambahan datang. Dia berteriak memanggil Amy kembali. Amy segera mengikat pedangnya, lalu seperti rusa salju yang lincah, melompat ke kereta salju dan memacu anjing penariknya melarikan diri ke arah semula.
Jelas, di area terbuka kecepatan kuda masih sangat mengesankan. Terutama ketika semua tunggangan musuh adalah Kuda Hitam Legam – begitu muncul dari tepi hutan, mereka langsung mendekat dengan cepat. Tampaknya setidaknya ada 50 ksatria.
Kuda Hitam Legam terus mempersempit jarak. Hutan terdekat masih sekitar 2 kilometer. Dengan kecepatan seperti ini, kereta salju pasti akan terhadang.
Amy berdiri dengan susah payah di atas kereta salju yang berguncang, menghunus Pisau Es dari punggungnya, dan berteriak ke arah beberapa ksatria terdekat: "Pisau Es!" Udara seketika dipenuhi kristal es tebal yang bercampur salju dari tanah, menerjang ksatria seperti pisau tajam. Para ksatria sama sekali tidak menghentikan langkah, terlihat mereka sangat yakin dengan baju zirah mereka. Bilah es menggesek baju zirah dengan suara melengking. Meski Amy berharap bisa melukai kuda-kuda itu, ternyata pelindung kuda mereka sangat efektif. Hanya satu kuda yang terluka di mata, sementara lebih dari 10 kuda lainnya tetap melaju tanpa perlambatan.
Amy segera mengaktifkan mantra kedua dari Pisau Es: Badai Salju. Di depan Pisau Es muncul lapisan es dan salju tebal yang langsung membelenggu kaki Kuda Hitam Tinta. Meski kuat, beberapa kuda terdepan terpaksa memperlambat laju secara tiba-tiba. Ksatria di atasnya terlempar ke depan karena momentum.
Saat keributan terjadi di barisan depan, seekor Kuda Hitam Tinta yang perkasa tiba-tiba meloncat ke udara. Di bawah pelana ksatria berkilau cahaya putih yang sangat familiar bagi Amy: Ilmu Pengapungan Binatang Gaib.
Ksatria di atas Binatang Gaib merentangkan tangannya, kata-kata dingin keluar dari bawah helm hitam: "Kepung dari kedua sisi, jangan mendekat, siapkan panah, hidup atau mati tidak penting."
Para Ksatria Hitam dengan cepat menggantung tombak di tunggangan mereka, mengambil busur dari punggung. Memanfaatkan kesempatan ini, kereta luncur Amy telah meninggalkan mereka di luar jangkauan panah.
Hari sudah mulai gelap, jelas bahwa di hutan yang mulai diselimuti senja, sulit untuk melepaskan panah dengan akurat, bahkan bagi pemanah ulung sekalipun. Meski beberapa ksatria melepaskan panah, hampir semua tertahan oleh pepohonan. Melihat kereta luncur yang melesat hampir menghilang di hutan hitam, semua ksatria tergesa-gesa memacu Kuda Hitam mereka untuk mengejar.
Amy memberi isyarat pada prajurit kekaisaran untuk memperlambat kecepatan, lalu berbisik: "Tiarap." Saat itulah Lin Yushang baru menyadari mereka telah tiba di tempat para prajurit memasang tali penghenti kuda. Ketiganya langsung tiarap di kereta luncur, merasakan jelas tali-tali penghenti kuda yang tinggi-rendah menyapu bagian bawah kereta, beberapa yang lebih rendah hampir menyentuh punggung.
Pasukan Kuda Hitam yang mengejar secara terpisah hampir langsung menyusul. Melihat Amy dan kawan-kawan melewati hutan tanpa hambatan, mereka sama sekali tidak siap secara mental...
Guduk, guduk, guduk... Kuda hitam legam di depan semuanya tersandung tali perangkap. Dalam cuaca bersalju, para ksatria di belakang tak bisa mengendalikan kuda hitam mereka, bertabrakan keras. Rintihan kuda perang yang kesakitan, benturan senjata ksatria, tubuh ksatria yang terjatuh dari kuda... Berbagai suara bergema bersamaan.
Hanya sang Ksatria Binatang Legenda itu, berkat kelincahan binatang gaibnya, lolos dari malapetaka. Ia melayang di antara pepohonan, memandang penuh kegelisahan pada rekan-rekannya yang terluka parah bertebaran di tanah.
Dari kedalaman hutan, untuk pertama kalinya terdengar suara bocah merdu: "Bagaimana jika kita bertaruh?"
Teori Tombak
Tombak, hanya tombak, yang menekankan: Satu tusukan mematikan, tanpa kesempatan kedua.
Baik tombak ksatria maupun tombak infanteri berat, semuanya tak memiliki kemampuan bertahan. Semua harus membunuh pada serangan pertama.
Tombak yang paling umum adalah tombak ksatria berkuda, panjang standar 2,52 meter, terdiri dari mata tombak, pelindung tangan, dan batang. Dalam pasukan kavaleri reguler, tombak terkuat adalah milik Ksatria Naga Tanah - berat 20 kg, panjang 3,75 meter. Dengan momentum serbu naga darat, bisa menembus tubuh dua ksatria berbaju zirah sekaligus. Tentu ini masih kalah dengan tombak Ksatria Naga Terbang: panjang 5,5-8 meter, dipasang di punggung naga dengan katrol mekanis. Sang Kesatria Naga hanya perlu mengarahkan mata tombak, sementara naga yang menahan gaya tumbukan dahsyat dari tombak naga.
Tombak terpanjang justru digunakan dalam pasukan infanteri. Baik itu pasukan tombak khusus untuk menghadapi kuda perang ksatria maupun infanteri berat yang bergerak lambat, panjang tombak minimal lebih dari 5 meter. Dalam perang paling legendaris yang dipimpin Raja Tentara Bayaran Legendaris, pernah digunakan tombak perang sepanjang 10 meter yang membutuhkan lima infanteri berat untuk mengoperasikannya bersama.
Tombak paling terkenal di dunia bernama "Phoenix Emas". Konon tombak ini diberikan Dewa Naga Palatos kepada Kesatria Naga Suci Da Qing Shan. Sepanjang hidup Da Qing Shan, tombak ini jarang digunakan, namun setiap kali muncul, pasti ada dewa yang gemilang jatuh tersungkur.
Setelah Da Qing Shan meninggal, tombak ini hilang tak berbekas.
——《Pembahasan Senjata Legendaris*Diskusi tentang Tombak》
