Luka Ying berangsur membaik setiap hari, suasana hati Amy pun semakin membaik. Senyum mengembang di bibirnya sambil memandang Huo Ensi—tentu dengan sorot mata penuh kelakar. Karena postur tubuh Huo Ensi yang pendek, ia sama sekali tak menyadari kehadiran Ying yang terbaring di tandu di belakang Amy.
"Ayah Nona Ying datang—" Huo Ensi menangkap nuansa jahil dalam senyum Amy. Sambil berkata demikian, senyum licik juga mengembang di wajahnya.
"Ha—" Amy masih belum menyadari situasi, sementara Ying justru terkesiap.
Huo Ensi baru saja melihat tandu di belakang Amy: "Hah? Nona Ying, apa Amy mengganggumu? Aduh, aku heran kenapa. Ternyata orang tuanya datang menuntut kejelasan. Pantas saja raut mukanya sangat masam."
Amy serentak ingin tertawa dan menangis. Bertemu ayah Ying di saat seperti ini sungguh menyiksa—putrinya baru saja terluka parah, sementara dirinya tak bisa bersikap sembarangan seperti pada orang lain. Kepala Amy seolah membesar dua kali lipat, belum pernah sebelumnya ia merasa begitu takut bertemu seseorang di dunia ini.
Dengan wajah getir ia menatap Ying. Di wajah gadis itu terlihat keraguan dan sedikit ketakutan.
"Sudah tidak apa-apa, sayang." Aimi menggenggam tangan kecil Ying untuk menenangkannya, "Antara kita, aku lebih tua, aku laki-laki sedangkan kamu perempuan. Aku sudah lama di luar sini, kamu baru saja keluar. Dari segala aspek, jika ada kesalahan di antara kita, pasti itu salahku. Kalau ayahmu menegur, serahkan saja padaku, setuju?"
Huo Ensi langsung menempatkan ayah Ying di tempat tinggal Aimi. Kamar ini bukan yang terbaik tapi paling luas - awalnya Aimi memang terbiasa menangani urusan pekerjaan di dalam kamar.
Begitu memasuki halaman, terlihat seorang peri laki-laki berdiri di bawah tangga. Dengan naluri peri yang tajam, dia langsung mengenali situasi dimana beberapa orang mengelilingi seseorang di halaman Pasukan Bayaran Kecil yang jarang terjadi ini.
Aimi bergegas mendekati peri laki-laki itu dan membungkuk sedikit, "Apakah Anda ayah Ying? Saya temannya, Aimi*Haber."
"Ayah, kenapa Ayah datang?" Suara Ying terdengar dari belakang Aimi.
Laki-laki peri ini berbeda dengan sebagian besar Elf Hutan yang dikenal Amy. Umumnya rambut peri berwarna hitam atau coklat, namun rambut ayah Ying berwarna hitam kekuningan. Kulit peri biasanya putih dan halus, mungkin karena sering terpapar cuaca, kulit ayah Ying tampak gelap dan relatif kasar. Perbedaan utama dengan Elf Hutan lainnya adalah pola tidur mereka yang sangat teratur, sehingga bagian putih mata mereka berwarna biru sehat dengan pupil hitam atau coklat, serta sorot mata yang lincah dan ramah. Namun ayah ini sepertinya kurang istirahat bertahun-tahun, bagian putih matanya kekuningan dengan urat merah di sudut mata, dan pandangannya terlihat sangat tajam. Ia mengenakan pakaian manusia yang agak kebesaran.
Melihat Amy, raut wajah ayah Ying sedikit melunak. Ia mengangguk pada Amy lalu menoleh ke Ying: "Aku, ayah Ying, namanya Qing Xin."
"Paman, mari kita bicara di dalam rumah." Amy segera mempersilakan calon mertuanya masuk ke dalam rumah.
"Amy, aku juga pernah mendengar tentangmu." Tak disangka, setelah masuk ke dalam rumah justru ayah Ying yang pertama kali berbicara, "Awalnya kupikir kau pemuda yang cukup berbakat. Tapi sebelum membawa pergi putriku, seharusnya kau bicara dulu denganku. Apa maksudmu tiba-tiba membawanya pergi seperti ini?"
Mendengar perkataan seperti itu, Huo Ensi memberikan kode mata ke Da Qing Shan. Dengan alasan urusan dinas yang sibuk, mereka bersama-sama meninggalkan komandan yang malang di kursi pengadilan mertua. Sebelum keluar, mereka sangat hati-hati menutup pintu untuk Amy.
Sepanjang hidup sebelumnya, bahkan ketika menghadapi Naga Jahat Yin Feng, Amy tidak pernah sehati-hati ini. Banyak orang menganggap Amy memiliki sikap sinis terhadap dunia, namun sebenarnya Amy sangat jelas dalam membedakan objek sikapnya. Apakah Amy menyukai peri ini atau tidak, dia adalah ayah Ying. Itu sudah cukup. Bagi Amy, dia harus menjaga hubungan baik dengannya, jika tidak akan merepotkan. Ditambah lagi, perkataan ayah Ying tadi memang benar - Amy memang melakukan kesalahan. Belum lagi Ying yang terluka - mengingat ini, hati Amy langsung terasa perih.
Amy pertama-tama meminta maaf dengan tulus kepada ayah Ying. Dia menceritakan bagaimana pertama kali bertemu Ying, kemudian menemani Ying menjalani Ujian Peri. Setelah itu, dalam perjalanan pulang, Amy mengajak Ying bermain ke Xilin yang berujung pada luka Ying - mungkin karena merasa bersalah, atau takut ayah Ying khawatir, Amy sama sekali tidak menceritakan petualangan mereka di Wilayah Terlarang Dewa Pencipta bersama Ying.
Sedikit melegakan Amy, wajah ayah Ying perlahan membaik. Di tengah perjalanan, Huo Ensi secara khusus mengirimkan beberapa makanan. Percakapan di meja makan pun terasa lebih santai. Ayah Ying juga menyatakan harapannya agar putrinya dapat menemukan pria yang kompeten, tidak terkurung seumur hidup di desa kecil, dan sebagainya.
Tampaknya Qing Xin sendiri adalah sosok yang sangat pandai berbicara. Setelah sedikit menyalahkan Amy karena membawa pergi putrinya, obrolan berikutnya berlangsung cukup menyenangkan, setidaknya tidak secanggung sebelumnya.
Dalam percakapan, Amy juga mengetahui bahwa calon mertuanya dahulu pernah bergabung dengan militer sebagai Pemanah, sangat mahir dalam panah. Yang mengejutkan, Qing Xin tampaknya juga sangat familiar dengan kehidupan militer dan petualangan tentara bayaran, bahkan mampu mengimbangi pembicaraan Amy tentang kehidupan petualangan. Yang aneh adalah kejujuran Qing Xin bahwa karena kesibukannya di masa lalu, ia kurang memperhatikan Ying dan saudaranya. Di sini, peri paruh baya itu menunjukkan kesedihan yang nyata dalam ucapannya, nada yang datar namun menyiratkan perasaan yang sangat... Amy melihat kilau air mata di mata Ying.
Mungkin ini adalah pemikiran sebenarnya Qing Xin, dalam percakapan Qing Xin bahkan mengatakan hal seperti ini: "Sebenarnya harapan terbesar orang tua itu sederhana, bukankah hanya ingin setelah meninggal, ada yang menaruh dupa di kuburan mereka, agar tidak merasa terlalu kesepian." Ini... Bagi Amy yang umurnya hanya sekitar 80 tahun sebagai manusia, ingin memenuhi keinginan paling biasa yang dimiliki orang biasa seperti Qing Xin, mungkin lebih sulit daripada memanjat langit. Tentu saja saat ini Amy juga sama sekali tidak bisa berkata: "Eh... Ini, ini, lebih baik serahkan pada cucu atau cicit saya untuk menyelesaikan tugas mulia ini." Dibandingkan dengan peri, kehidupan manusia benar-benar seperti embun pagi yang hilang dalam sekejap.
Setelah mengobrol sebentar lagi, Qing Xin menyatakan akan pergi. Lagipula orang yang sudah menikah lagi perlu merawat keluarga barunya. Ia berharap Amy merawat Ying dengan baik. Saat pergi, Qing Xin setengah bercanda berkata: "Pastikan merawat putriku dengan baik, kalau tidak, awas kupermalukan kau."
Amy mengangguk sedikit: "Paman, tenang saja. Saya pasti akan merawatnya sepenuh hati. Lagipula dia begitu hebat, mana berani saya menyinggung perasaannya."
Melihat Qing Xin keluar dari halaman Pasukan Bayaran Kecil, Amy dengan hati-hati memapah Ying kembali ke kamar. Begitu masuk, terlihat ruangan dipenuhi orang - Da Qing Shan, Chi Aotian, Huo Ensi, Balbas... Para petinggi utama Pasukan Bayaran Kecil. Tampaknya hanya Sha Ruo yang tidak hadir - mungkin karena malu sebagai perempuan, dan karena Da Qing Shan hadir, semua informasi pasti akan transparan nantinya.
Dibandingkan dengan tatapan penuh perhatian Da Qing Shan, mata yang lain memancarkan ekspresi nakal. Biasanya ekspresi seperti ini lebih sering terlihat dari Amy saat menatap orang lain, tapi kali ini posisi korban tampak terbalik sepenuhnya.
Tentu saja ekspresi mereka berbeda-beda. Balbas pasti merasa sebagai figur orang tua yang punya tanggung jawab: "Amy, selama beberapa hari ini, tahukah kau akulah yang menjamu calon mertuamu? Ini hampir menjadi tugas terpentingku. Kau harus mengganti rugi moralku - bayangkan betapa sulitnya membela penipu perdagangan manusia yang menculik gadis di bawah umur! Tekananku selama ini sangat besar, sulit tidur setiap hari, terus memikirkan cara menghindarkanmu dari tuntutan pidana!"
Segitu parahkah? Ekspresi Amy menunjukkan keterkejutan yang sangat. Namun yang lebih mengejutkan adalah perkataan Huo Ensi berikutnya.
“Kakak Amy……” Begitu Huo Ensi memanggil “Kakak Amy”, Amy langsung tahu pasti ada maksud tersembunyi, “Aku ini masih anak-anak，（Hmm, anak-anak 200 tahun lebih? Aneh.）Aku penakut, beberapa hari ini hatiku selalu gelisah, hampir menangis ketakutan beberapa kali. Aku juga minta kompensasi simbolis… Kalau tidak, terpaksa aku lapor ke kantor polisi… Oh, kalau tidak ada kantor polisi, aku akan menyerahkan diri ke Satuan Keamanan di kota kecil ini.”
Mengenai Tuan Chi Aotian, karena tidak pandai bicara, dia sadar mustahil mendapat keuntungan melalui kata-kata. Dengan gerakan tangan yang meski pertama kali dilakukan tapi terampil: menggesekkan jempol pada jari tengah dan telunjuk, wajahnya menampakkan ekspresi khas.
Tampaknya pepatah “Dekat dengan tinta akan hitam” setidaknya separuhnya benar.
Ekspresi pahit terpancar di wajah Amy, matanya terus memberi isyarat: Masih ada Nenek kecil di sini, bisakah kalian menunda pembicaraan ini.
Namun jelas, para pejabat utama Pasukan Bayaran Kecil di bawah pengaruh komandan mulai gigih mengejar “keuntungan maksimal”. Tentu, keahlian komandan adalah meminta uang dari pihak luar, sedangkan kemampuan stafnya terletak pada cara “menjarah harta” dari sang komandan. Hmm… Sejujurnya, ini cukup praktis.
Bagi Amy, menyelesaikan urusan kecil seperti ini tentu bukan masalah sulit.
“Oh, hal ini kita bicarakan nanti, jangan buru-buru. Ngomong-ngomong, apakah ada perkembangan terbaru? Aku memanggil Chi Aotian kembali karena khawatir akan serangan mendadak. Apakah departemen militer kekaisaran memiliki data terbaru?” Amy sangat memahami karakter teman-temannya - mereka bisa bercanda, tapi saat membahas hal serius pasti akan sangat serius.
Benar saja, suasana langsung tegang – beberapa orang segera terjebak dalam taktik ini. Huo Ensi segera mengeluarkan peta laut luar Pulau Xilin, meletakkannya di meja, dan semua orang berkerumun mengelilinginya.
