“Huo Ensi, Amy dan Da Qing Shan mana?” Moye dan Huo Ensi hanya pernah bertemu sekali tidak terlalu akrab, Long menyelak keluar dari rombongan kuda.
“Paman Long, mereka di belakang, segera sampai.” Huo Ensi sama seperti Amy dan Da Qing Shan memanggil generasi orang tua ini sebagai paman.
“Apakah kalian semua selamat?” Alis Long hampir berkerut menjadi satu, setengah membungkuk memegang bahul prajurit kurcaci. Long cukup memahami Huo Ensi, ini adalah prajurit kurcaci yang setara keterampilan tempurnya dengan Amy dan Da Qing Shan, tapi sekarang seluruh tubuhnya bau darah, janggut cokelatnya penuh dengan darah dan potongan daging kecil yang belum sempat dibersihkan, kapak biru besar yang terselip di punggungnya kehilangan kilau aslinya karena gumpalan darah hitam yang mengeras, rambut keriting cokelatnya terurai sampai bahu, keringat yang deras membasahi punggungnya. Tentara bayaran kecil di belakangnya juga tak kalah parah, dan sebagian besar masih terluka. Long dan Moye merasa sangat cemas.
“Aku... aku selalu di depan, Da Qing Shan bertanggung jawab di belakang. Tapi... pacar Amy terluka parah, Guru Lei Ge dan Lü'er sepertinya sudah kehabisan kekuatan sihir, korban Kelompok Tentara Bayaran, Da Qing Shan lebih tahu.” Mata cokelatnya menyembunyikan kegelisahan, Huo Ensi sudah tidak tahu harus berkata apa lagi. Sejak tadi malam sampai sekarang, dia hampir tidak punya waktu atau lebih tepatnya tidak berani menengok ke korban di pasukan belakang.
Pacar perempuan Amy? Dua pria paruh baya saling pandang, sosok penting yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Gadis yang bisa menarik perhatian Amy pasti memiliki kualitas luar biasa. Gadis seperti ini terluka parah di bawah perlindungan Amy dan kawan-kawan? Yang lain...
Saat itu, pasukan tengah dan Batalion Pendekar Burung Ganas yang mengawal belakang tiba satu per satu. Pasukan bayaran muda diam-diam membuka jalan kosong, mengeluarkan para pemimpin utama seperti Amy, Da Qing Shan, Lei Ge, Chi Aotian, Sha Ruo, dan Balbas.
Long dan Moye berjalan menyusuri kerumunan: "Da Qing Shan, Amy, 8284, kalian semua berhasil keluar?" Suara gemetar itu mengandung perpaduan antara sukacita dan kekhawatiran.
Da Qing Shan yang lebih banyak berada di pasukan belakang masih sedikit berlumuran darah, menancapkan perisainya ke tanah: "Paman Long, Paman Moye, kami semua keluar. Tapi sepertinya Pasukan Bayaran Kecil menderita kerugian besar... Banyak saudara tentara bayaran sepertinya..." Dua kali pengulangan ragu-ragu.
Dibandingkan Amy dan Da Qing Shan, Long dan Moye adalah veteran lapangan yang terbiasa berhadapan dengan Malaikat Maut di medan perang. Mereka sudah biasa melihat rekan menghilang setelah pertempuran. Namun kali ini berbeda... Baik Moye, Long, maupun Balbas yang berhasil lolos, untuk pertama kalinya mereka diam-diam berdoa agar tidak melihat kematian, karena sebagian besar pemuda dalam pasukan yang baru lolos ini adalah anak-anak angkat mereka.
"Bagaimanapun, mereka tidak ingin melihat orang tua mengantar anak yang lebih muda."
Sayangnya……
"Kakak……" Tangisan menyayat hati seorang gadis kecil terdengar dari belakang barisan, suara pilu itu menarik perhatian semua orang.
Di belakang barisan, seorang gadis berbaju jubah sihir biru terjatuh sambil menangis histeris di atas tandu sederhana. Dari bawah selimut tipis di tandu terlihat wajah pucat seorang pemuda. Seorang Pastor dari Pasukan Bayaran Kecil terlihat lesu berjongkok di sampingnya dengan ekspresi muram.
"Kakak, buka matamu lihat aku……" Gadis itu mengguncang-guncang lengan bocah lelaki itu, "Kakak, jangan tinggalkan aku begini……Kamu janji pada Ayah Ibu akan menjagaku……Kakak……"
Melihat Amy, Da Qing Shan dan lainnya berkerumun, Pastor tua itu mengusap air mata di sudut matanya: "Barusan masih baik-baik saja, bilang mau beli makanan untuk adiknya, siapa sangka……begitu cepat……"
"Berapa banyak yang pergi?" Perasaan Long terhadap anak-anak ini selama dua tahun tak terucapkan, suaranya gemetar nyata.
Da Qing Shan membuka jalan melewati beberapa tentara bayaran. Di belakang mereka tergeletak puluhan kereta luncur, masing-masing membawa jenazah anggota Pasukan Bayaran Kecil.
Long dan Moye tiba-tiba tampak seperti menua 30 tahun. Long berjalan gemetar di antara kereta salju, berhati-hati seolah takut mengganggu sesuatu. Dengan suara lirih ia memanggil nama-nama tentara bayaran yang dikenalnya: "Linda... Yosef... Hanbo... Yilisha... Xiao Zhongzi... A Kai... Si Adik dari Keluarga Boming..." Sesekali ia berjongkok menutupkan mata rekan-rekannya yang tewas, air mata sebesar kacang berderai-derai.
"Long... jangan baca lagi, kumohon..." Balbas berkata dengan suara tersekat.
Di depan kereta salju terakhir, tubuh Long tiba-tiba gemetar hebat: "Xiaodou?"
Moye yang mendengar, menatap tak percaya ke arah kereta salju di depan Long. Ia tersandung mendorong Long dan berjongkok. Balbas juga menghampiri: Di tengah kereta salju, tertidur lelap seorang bocah lelaki 14-15 tahun. Satu tangan erat menggenggam Pedang Besar di sampingnya, tangan lain terulur setengah di dada, sudut bibirnya ada bekas darah, tubuhnya diselimuti selimut wol hitam.
Laki-laki sejati tak mudah menitikkan air mata, hanya karena belum tiba saatnya kesedihan yang mendalam...
Tiga orang pria dewasa itu serentak memenuhi matanya dengan kabut air, butiran air mata berderai menetes ke kereta salju.
Xiaodou? Hati Amy, Da Qing Shan, dan Huo Ensi serasa ditusuk pisau tajam. Tiga bocah lelaki itu teringat musim gugur tiga tahun lalu, di luar gerbang barat Benteng Es, Moye pernah berteriak sama ke arah gubuk reyot: "Xiaodou."
"Seorang bocah lelaki berusia sedikit di atas 10 tahun keluar, melihat mereka, wajah kekuningannya tersenyum, menyapa para bapak secara bergiliran: "Paman Mo, Paman Wulanfu, Paman 8284, apa kabar?""
Masih teringat, Moye berjongkok menggendong bocah bernama Xiaodou ini. "Di mana ibumu?"
Masih teringat, Xiaodou meraba pedang panjang di punggung Moye, "Dia pergi bekerja untuk orang lain." Ekspresi penuh kekaguman terpancar.
Lebih lagi teringat, Wulanfu khawatir melihat gubuk jerami yang atapnya hampir terbang tertiup angin: "Musim dingin segera tiba, ibumu tidak bilang kapan rumah ini akan diperbaiki? Bagaimana bisa melewati musim dingin begini?"
Bocah kecil itu menjawab sangat bijaksana: "Ibu bilang: Tahun sulit tetap dilalui, masa sukar tetap dijalani, nanti kalau aku sudah besar semuanya akan baik."
"Aku ingin seperti ayahku, menjadi prajurit pemberani." Wajah bocah itu masih penuh keluguan.
Da Qing Shan tidak bisa menahan diri lagi, berjongkok sambil menutup mulutnya, bahu dan rambut hitamnya bergetar halus ditiup angin sepoi-sepoi. Isak tangisan pelan mulai terdengar membesar. Di hati Amy, rasanya campur aduk tak karuan. Hingga hari ini dia baru tahu, pendekar pedang besar bernama Yase yang tak suka bicara itu ternyata adalah Xiaodou dari tiga tahun lalu. Ingat suatu kali saat mengobrol dengan tentara bayaran, dia pernah secara santai menyebutkan kisah Xiaodou. Saat itu Yase ada di sampingnya, tapi tak menunjukkan ekspresi sama sekali seolah sedang mendengar cerita orang lain. Sungguh saudara sejati, tak pernah sekalipun menyebut kenal dengan Amy, apalagi menunjukkan dirinya di hadapan orang banyak.
Perlahan-lahan Moye menarik tangan Xiaodou dari pelukannya. Isakan tangis tiba-tiba berubah menjadi tangisan meledak-ledak. Di tangan putih bocah lelaki itu tergenggam erat sebuah terompet tulang anjing laut kecil, ujung terompetnya diikat dengan tali merah yang melingkar di leher. Long dan Balbas mengenali terompet ini. Lima tahun lalu, Moye merebutnya dari peniup terompet Orang Hami dalam pertempuran perbatasan. Saat itu Moye belum menikah dan sangat menyayangi Xiaodou. Selama berbulan-bulan, dengan kikir baja kecil dia mengikir terompet besar itu hingga menjadi lebih kecil dan indah. Sambil bekerja, dia terus mengoceh akan memberikannya kepada Xiaodou. Orang-orang pernah bercanda, jika kelak Moye punya anak perempuan, dia bisa mengambil Xiaodou sebagai menantu...
Moye dengan kasar mengangkat jenazah Xiaodou dari tandu ke pelukannya, semua orang berteriak kaget. Moye menunduk memandang, hampir pingsan: Xiaodou tewas ditusuk oleh formasi sisik bulan sabit yang dirancang licin oleh manusia serigala saat menyerbu pasukan 1000 orang Merlin. Dalam pertempuran itu, setiap tentara bayaran yang gugur ditusuk minimal empat bilah pedang sekaligus - pedang melengkung berbentuk bulan sabit manusia serigala nyaris membelah tubuh Xiaodou, organ dalam yang masih tersambung tipis menjulur dari perut depan, darah telah habis mengucur, kemerahan yang memucat.
Viscount Fan dan puluhan bangsawan berdiri jauh-jauh, menyaksikan pemandangan ini dengan hidung terasa pedih. Viscount Fan diam-diam menghampiri, menepuk bahu Long yang bergetar: "Mereka... lebih baik segera dimakamkan dengan tenang."
Satu per satu kereta luncur dikumpulkan. Jenazah suku Elf Padang Rumput diletakkan terpisah. Beberapa pastor senior membersihkan noda darah di wajah jenazah dengan kain basah penuh hati-hati. Setiap kali berpindah dari satu jenazah, mereka melantunkan kidung pengantar jiwa Gereja Suci dengan suara rendah: "Jiwa yang suci, pulanglah ke tanah suci yang jauh..."
Long membuka guci tulang dari bungkusan, menuangkan bubuk pembakar sambil bercampur air mata, lalu menaburkannya ke jenazah anak-anak. Tak lama kemudian nyala api merah menjilat dari tubuh-tubuh itu, semua kereta luncur berubah menjadi bola-bola api.
Di bawah kobaran api yang membara, satu per satu jiwa yang pernah penuh vitalitas berubah menjadi asap tipis yang mengepul ke atas - apakah benar ada surga di langit? Akankah aula roh Malaikat Maut menerima jiwa suci para pejuang yang membuka jalan darah untuk rekan-rekan, mengorbankan nyawa mereka demi keselamatan rekan senjata?
Moye memegang terompet kecil dengan kedua tangan, menaruh pipa panjang yang ramping di mulutnya. Lagu isak tangis keluar dari terompet - yang dimainkan Moye adalah melodi terompet yang sangat familiar bagi prajurit Federasi Utara kekaisaran. Konon berasal dari Orang Hami, lagu ini paling sering digunakan dalam upacara peringatan mereka. Sebag besar prajurit perbatasan pernah melihat Orang Hami duduk kaku seperti mayat sambil mendekap saudara yang tewas, bergumam melantunkan lagu ini setelah perang.
Awalnya, seiring naiknya api, melodi yang lembut dan panjang seolah mengajak para kawan mengenang masa lalu. Kemudian, nada pilu yang mengharukan seperti nyanyian tangisan merasuk ke seluruh bagian lagu. Terompet di tangan Moye adalah adaptasi dari terompet besar markas Orang Hami, dimodifikasi menyerupai cornu yang digunakan solo dalam kelompok Bard. Kekerasan tulang anjing laut ditambah dengan kesedihan khas para Bard...
Long dan Balbas memandang nyala api yang membara, mengiringi terompet Moye, menyanyikan lagu Orang Hami itu - saat ini, di benak Long dan Balbas terbayang para prajurit Hami yang terdiam seperti mayat hidup dalam duka kehilangan rekan seperjuangan bertahun silam, mungkin inilah keadaan mereka sekarang.
Saudara,
Lenganmu adalah pohon pinus,
Kau bilang, bahu-membahu kita bisa melangkah lebih jauh;
Saudara,
Dadamu adalah lautan luas,
Kau ingat, berapa malam kita berbagi bantal;
Saudara,
Tubuhmu adalah gunung menjulang,
Siapa yang memintamu berjanji menahan pedang tajam dengan dadamu;
Saudara,
Kini yang telah menjadi pinus, samudra, dan gunung,
Apa kau rasakan duka nestapa yang tak terhapuskan dariku?
Saudara, bagaimana kabarmu di surga?
......Bagian selanjutnya menggunakan bahasa kuno Hami yang sukar dipahami, hanya sebagian pendeta Hami yang mengerti makna pastinya.
Saat melodi berakhir, terompet putih melengkung mendarat tepat di kereta luncur Xiaodou, api tiba-tiba menjilat tinggi menyambut persembahan baru.
Musim gugur Tahun 4 Kalender Sihir, dalam pertempuran yang kelak disebut Pertempuran Pulau Xilin, Pasukan Bayaran Kecil mengalami pukulan terberat sejak berdiri.
Dalam pertempuran ini:
Markas besar Pasukan Bayaran Kecil memiliki total 623 personel. Di antaranya, Batalion Pendekar Pedang Besar total 302 orang, Batalion Pendekar Penghalang 90 orang, Batalion Pendekar Pedang Magis 60 orang, Batalion Pendekar Burung Ganas 112 orang, Batalion Pemanah 52 orang, dan 7 orang pemimpin utama. Total 601 orang berpartisipasi dalam pertempuran ini, sedangkan 22 orang lainnya ditempatkan di berbagai Bar Pohon di Benua Eminoll.
Dalam pertempuran ini, total tentara bayaran yang gugur mencapai 176 orang: Batalion Pendekar Pedang Besar 126 orang, Batalion Pendekar Penghalang 24 orang, Batalion Pendekar Pedang Magis 12 orang, dan Batalion Pemanah 14 orang.
Jumlah korban luka: 384 orang, di mana 45 orang di antaranya harus pensiun secara permanen dari medan perang.
Dalam konflik skala kecil ini, rasio korban mencapai 80%. Jika hanya menghitung angka ini, kemenangan Pasukan Bayaran Kecil hanyalah kemenangan pahit.
Generasi kemudian sering menyebut kemenangan dengan total korban di atas 60% sebagai "kemenangan ala Pulau Xilin". Tak ada satupun yang bisa bertahan melewati dua kali kemenangan ala Pulau Xilin, bahkan ular derik gelap berkepala dua sekalipun.
Dalam hal kepemilikan pasukan pengawal dan milisi pribadi oleh berbagai tingkat bangsawan, Kekaisaran memberlakukan kontrol ketat. Ini adalah pelajaran berdarah dari keruntuhan Kekaisaran Tang yang agung 1200 tahun silam.
Kekaisaran Tang memiliki wilayah yang lebih luas daripada Kekaisaran Amy saat ini, membentang 4.000 li dengan populasi 40 juta jiwa. Pasukannya mencapai 1 juta prajurit bersenjata, lebih dari 50 magister dan Magister Sihir, serta 30 Kesatria Naga. Namun kekaisaran sebesar ini runtuh total hanya 157 tahun setelah berdiri. Penyebab utamanya adalah pasukan pribadi bangsawan.
Kekaisaran Tang memiliki puluhan gubernur wilayah, sebagian besar berstatus Pangeran, Adipati, atau Marquis. Di antara mereka, Adipati An Lushan memiliki 280.000 pasukan lapis baja, sementara Earl Guo Ziyi memiliki 40.000 kavaleri ringan... Total pasukan pribadi para bangsawan ini mencapai tiga kali lipat pasukan kerajaan Kekaisaran Tang. Para bangsawan dengan pasukan pribadi yang signifikan mulai mendirikan kadipaten-kadipaten otonom, hanya mematuhi perintah militer namun mengabaikan dekrit kerajaan. Akibatnya, Kekaisaran Tang yang sudah tinggal nama itu akhirnya runtuh hanya dalam 23 tahun.
Kekaisaran Amy secara resmi membatasi jumlah pasukan pribadi (termasuk tentara bayaran): Keluarga kerajaan dan adipati maksimal 3.000, marquis 2.000, earl 1.000, viscount 500, baron 100, dan ksatria kerajaan 50 orang. Marsekal kerajaan diperbolehkan memiliki pengawal dan pasukan pribadi hingga 6.000 orang. Untuk keluarga bangsawan terkemuka, total pasukan pribadi tiga generasi keturunan langsung tidak boleh melebihi 6.000.
——Perpustakaan Nasional Skambray, Catatan tak bertanda di halaman pembuka 《Tugas Suci Bangsawan Kekaisaran》
