Di antara kota-kota besar Kekaisaran, Hamburg menempati tiga besar dalam hal kondisi geografis yang berbahaya.
Awalnya, ketinggian ekstrem seperti ini hanya dihuni ras rendah seperti bangsa kerdil. 780 tahun lalu, sekelompok kerdil di permukiman kecil tiba-tiba menemukan deposit bijih besi yang sangat luas saat menggarap gua mereka. Yang lebih menggoda, deposit itu juga disertai batu bara hitam.
Kerdil-kerdil itu sangat bersemangat. Karena hidup di bawah tanah, tubuh mereka berbau tajam dan tinggi badan tak sampai satu meter, membuat posisi sosial mereka selalu berada di strata terbawah benua, hidup dalam ketidakpastian. Mereka mengira tambang ini akan membawa kekayaan. Tapi yang datang lebih dulu justru bencana yang menghancurkan.
Orang-orang penasaran segera menemukan rahasia dari bijih besi kerdil. Tak lama kemudian, sebuah Kelompok Tentara Bayaran besar membantai lebih dari 200 penduduk di permukiman kerdil.
Padahal kenyataannya, kelompok tentara bayaran ini juga menjadi korban tambang tersebut - beberapa anak kurcaci yang sedang bermain di semak-semak selamat dari bencana. Mereka lari ke wilayah bangsa Kurcaci Pegunungan yang berjarak ratusan li untuk memberitahu Raja Kurcaci. Seperti diketahui umum, terdapat hubungan kekerabatan yang erat antara kurcaci dan bangsa kerdil. Baginda Raja Kurcaci, apapun motivasinya, akhirnya membalaskan dendam untuk bangsa kerdil - kelompok tentara bayaran besar berjumlah lebih dari 6.000 orang hancur, setidaknya 3.000 lebih tentara bayaran gugur di pegunungan salju.
Negara Kurcaci Pegunungan memiliki populasi lebih dari 400.000 jiwa, bahkan memiliki 3.000 personel militer profesional. Kekuatan seperti ini memaksa manusia untuk mengadopsi model kerja sama.
Kemudian, setelah proses ratusan tahun, di atas permukiman bangsa kerdil yang ternoda darah, dibangun sebuah kota besar dengan tinggi rata-rata tembok kota 20 meter. Selain hampir 100.000 warga kurcaci, terdapat juga lebih dari 200.000 penduduk manusia dan sedikit bangsa kerdil di dalamnya.
Semua personel militer yang pernah mengunjungi Kota Hamburg pasti akan takjub dengan kokohnya pertahanan kota ini. Hamburg menghadap ke selatan dengan sisi utara berbatasan dengan salah satu puncak utama lereng barat Pegunungan Salju - Puncak Salju Yelumei setinggi 3.700 meter. Puncak salju ini menjulang dengan sudut kemiringan 70° dan diselimuti salju putih sepanjang tahun. Mungkin ada segelintir penduduk asli pegunungan yang bisa mendaki puncak setinggi ini, namun pasukan militer dalam skala besar... sama sekali mustahil. Di sisi timur dan barat kota terdapat dua tebing curam, tebing timur sedalam 600 meter lebih dan tebing barat sedalam 1.300 meter lebih. Hanya 90 hari dalam setahun tebing barat bebas dari es dan salju. Saat pembangunan kota, para arsitek dengan cerdik membangun barak militer di kedua sisi tebing, sepenuhnya menghilangkan kemungkinan serangan militer dari jalur ini. Sebelah selatan kota awalnya merupakan jalan landai selebar 300 meter dengan kemiringan 30°. Selama 700 tahun pengembangan, para penjaga kota dari generasi ke generasi secara bijak menggali tanahnya (dan mengisinya ke lubang tambang bekas untuk mencegah longsor), sehingga secara bertahap jalan landai berubah menjadi serangkaian anak tangga besar yang terus menurun. Setiap anak tangga memiliki lebar 30 meter dan tinggi 15 meter, total tiga tingkat. Hanya tersisa satu jalur tengah selebar 30 meter.
Di atas tembok kota juga dipasang 120 unit katapul super besar. Karena tidak perlu mempertimbangkan mobilitas dan penyesuaian sudut, katapul-katapul ini 10 kali lebih besar dibandingkan alat sejenis di gudang persenjataan pasukan Kekaisaran manapun. Katapul tak bisa disesuaikan sudutnya di pasukan hanya bisa melontar maksimal 150 kati batu, sedangkan katapul yang bisa disesuaikan sudutnya hanya 10 kati, dengan jangkauan umum 100-300 meter. Uji lontar katapul terbesar di Kota Hamburg menggunakan keranjang batu (sangat sulit menemukan batu sebesar ini) berisi 35 batu dengan rata-rata berat 120 kati per batu. Katapul terkecil diuji dengan keranjang 7 batu, mencapai jangkauan 350 meter. Elastisitas dan kekuatan geser yang dibutuhkan katapul seperti ini melebihi daya tahan kayu manapun. Faktanya, semua katapul di Kota Hamburg terbuat dari baja murni dan tidak menggunakan tenaga manusia. Di sisi utara, jalur luncur dipahat di gletsier abadi puncak gunung, menggunakan prinsip tuas untuk mengangkat batu 3000 kati ke ketinggian 40 meter, lalu memanfaatkan gaya gravitasi batu untuk melontarkannya.
Sejak pembangunan kota, belum ada pasukan yang benar-benar merasakan perlakuan seperti ini. Kebanyakan personel militer yang melihatnya berpikir: "Mungkin naga raksasa, kesatria naga, bahkan seekor lalat pun akan terjatuh dari udara jika dihujani 2000 batu sekaligus."
Waktu yang Tepat, Tempat yang Menguntungkan, Harmoni Manusia - Hamburg adalah kota tak tertaklukkan.
Di tempat yang begitu tinggi dari permukaan tanah, memandang ke langit, bintang-bintang bertebaran seakan bisa diraih dengan tangan. Prajurit-prajurit dari Farnorth sebelumnya tinggal di hutan hujan tropis, dengan udara lembap dan cuaca hujan, melihat bintang saja sudah dianggap keberuntungan, apalagi menikmati pemandangan seperti ini. Jika bukan karena perbedaan suhu yang terlalu ekstrem, tentu para personel militer ini akan duduk mengobrol di sekitar api unggun bersama prajurit manusia yang baru bergabung.
Demikian pula, karena dinginnya, tugas jaga malam di tembok kota menjadi masalah besar. Perwira Legiun berusaha menugaskan sebanyak mungkin prajurit manusia untuk shift malam, namun jumlah prajurit manusia hanya 1000 orang. Prajurit ork dan setengah ork yang bertugas selalu membungkus diri dengan semua pakaian dan selimut yang bisa ditemukan, namun angin dingin tetap menembus hingga ke sumsum tulang. Akhirnya, Legiun mengizinkan prajurit berganti pos setiap setengah jam untuk menghangatkan diri di api.
Di mata para prajurit, pertahanan yang terlalu hati-hati ini jelas berlebihan. Dalam malam cerah seperti ini, prajurit ork bisa melihat hingga jarak 500 meter ke depan tembok kota yang tertutup salju putih - sama sekali tidak ada jejak aktivitas manusia atau hewan, apalagi pasukan yang mampu menyerang puncak berbahaya seperti ini.
Kedatangan maut ternyata jauh lebih cepat dan akurat dari perkiraan prajurit Legiun Farnorth.
Prajurit yang sekarat hanya melihat beberapa titik dingin tiba-tiba muncul dalam pandangan mereka, bahkan tak sempat mengenali apa itu. Malaikat Maut merenggut nyawa lebih dari 200 prajurit dalam sekejap. Segera setelahnya, gelombang kedua hujan panah menghujani tembok kota.
"Serangan musuh--!" Akhirnya seorang prajurit ork yang berjaga di belakang tembok menyadari prajurit-prajurit yang terus terjatuh di atas tembok, berteriak keras. Teriakannya baru saja keluar, lebih dari selusin bulu panah menancap di dadanya, kepala, dan bagian vital lainnya. Mayatnya jatuh berat ke bawah bangunan.
Pertempuran Pertahanan Hamburg akhirnya benar-benar dimulai - kembali menggunakan taktik serangan mendadak, hanya saja penyerang sebelumnya kini menjadi pihak yang diserang.
Karena keterbatasan panggung, Chi Hanfeng sebagai jenderal komandan sebelumnya tidak pernah mendapat kesempatan menunjukkan kemampuan perangnya. Dalam sebagian besar catatan, ia digambarkan sebagai anak bangsawan pemalas, licik, dan tidak bermoral (mirip sekali dengan data Amy di tangan peri malam? Mungkin faktor keturunan... Tapi tunggu, mereka tak punya hubungan darah). Bahkan penilaian tentangnya lebih rendah daripada Viscount Fan. Sayangnya, personel militer Farnorth di Kerajaan Hami tidak memiliki jaringan intel yang memadai. Seandainya tahu kisah "Batu Asah Kekaisaran", mungkin mereka akan memperbaiki kesalahan ini.
Begitu Chi Aotian, Huo Ensi, dan Da Qing Shan keluar dari aula pertemuan, ketiganya saling berpandangan lalu segera berlari ke markas Kelompok Tentara Bayaran. Mereka membuka surat yang secara khusus diperhatikan oleh Yang Mulia Jenderal.
Surat itu hanya berisi beberapa kalimat singkat:
“Suara ombak di barat, serangan ke Hamburg timur. Pasukan misterius turun di malam hari, menaklukkan dalam satu serangan.”
Dalam setiap pertempuran, meskipun komandan menggerakkan tongkat komandonya dengan sempurna, tetap membutuhkan jenderal-jenderal di bawahnya yang responsif. Tentu lebih ideal jika jenderal di level bawah mampu bertindak mandiri dan memahami situasi dengan cepat. Huo Ensi dan Da Qing Shan adalah talenta semacam ini. Chi Aotian agak lambat bereaksi, yang dibutuhkan hanya seseorang untuk membukakan tabir pemahaman baginya.
Tak lama kemudian, Huo Ensi dan Da Qing Shan bersama-sama mengunjungi Ratu Peri Ling Bao'er. Mereka mengusulkan agar Sang Ratu mengerahkan pemanah peri untuk ikut bertempur. Huo Ensi dengan serius menceritakan kisah Nona Ying dalam Pertempuran Pulau Xilin, dimana tiga anak panahnya di tengah kegelapan malam mengubah jalannya pertempuran. Tentu saja dia juga menekankan saat Pasukan Bayaran Kecil berada di ujung tanduk, Nona Ying demi cinta sejati dan sang kekasih, nekat menunggangi Burung Ganas yang belum dikuasainya, bahkan nyaris kehilangan nyawa.
Gadis muda mudah tertipu, apalagi Ling Bao'er yang baru mekar perasaannya dan belum memahami rasa cemburu. Huo Ensi juga pandai bercerita. Sebelum kisah selesai, Ling Bao'er sudah menangis tersedu-sedu: "Kami akan belajar dari Kakak Ying, kami semua akan bertempur. Meski Kakak Ai Mi tidak ada, kami pasti menang!"
Bangsa elf pada dasarnya baik hati, dan para Elders Elf berharap anggota ras mereka dapat mempelajari seni perang. Belajar perang melalui peperangan itu sendiri tak diragukan lagi merupakan metode paling efektif. Oleh karena itu, keputusan Sang Ratu yang masih dalam masa pertumbuhan ini tentu diamini secara diam-diam.
Dalam pertahanan Pelabuhan Duan Bing, semua unit Pasukan Bayaran Kecil mengalami pengurangan personel langsung lebih dari 30%, termasuk Batalion Pendekar Burung Ganas yang bahkan lebih parah. Prajurit dari batalion lain bisa kembali ke unit asal setelah pengobatan selama tidak ada cedera serius, sementara sebagian pendekar Burung Ganas yang menderita luka ringan namun mengganggu keseimbangan alami tubuh terpaksa dialihkan ke batalion pendekar lain. Setelah pemulihan 3 bulan di Ibukota, formasi Batalion Pendekar Burung Ganas Pasukan Bayaran Kecil menyusut drastis menjadi 103 personel. Akhirnya mereka merekrut pendekar yang memenuhi syarat fisik dari batalion lain, bahkan dari batalion Pendekar Pedang Magis, hingga total personel mencapai 130 orang.
Dalam proses ini, populasi Burung Ganas justru meningkat pesat. Dengan pasokan pakan berkualitas, kehidupan tanpa gangguan, tempat tinggal hangat ala manusia, dan tidak adanya predator alami, jumlah Burung Ganas melonjak hingga lebih dari 840 ekor. Dari jumlah tersebut, lebih dari 450 ekor Burung Ganas muda telah cukup dewasa untuk dijadikan tunggangan.
Huo Ensi dan Da Qing Shan pernah menyaksikan langsung kehebatan Nona Ying - pemanah peri yang menunggangi Burung Ganas. Mustahil bagi mereka untuk tidak memanfaatkan kesempatan emas ini dengan banyaknya Burung Ganas yang menganggur.
Sebagai pasukan belakang dari legiun ekspedisi ibukota, Pasukan Bayaran Kecil diam-diam menyelundupkan 600 pemanah peri dan 10 magister sihir tingkat tinggi bangsa elf keluar dari wilayah ibukota. Sang Ratu menyamar di antara pasukan pemanah elf padang rumput dan ikut keluar. Burung Ganas baru berkumpul secara diam-diam di daerah 30 kilometer barat laut ibukota pada subuh hari, memanfaatkan rutinitas harian Pasukan Bayaran Kecil yang melepas burung-burung ini setiap pagi.
Setelah itu, kecuali Sha Ruo, Lin Yushang, dan dua Wu pendekar pedang Burung Ganas, seluruh pasukan milik Pasukan Bayaran Kecil terus bergerak ke barat selama sehari sebelum mengubah arah tajam ke barat laut. Beberapa formasi Wu Burung Ganas terus berpatroli di langit, menangkap semua pejalan kaki yang terlihat dan menyerahkannya ke batalion pendekar ibukota di barisan belakang. Dengan pedang pusaka Chi Hanfeng, seluruh prajurit di pasukan belakang menjalankan perintah dari Pasukan Bayaran Kecil dengan sangat patuh - mengingat sebelumnya ada bangsawan yang dipenggal di tempat karena membangkang perintah. Saat ini, tak seorang pun berani mencoba ketajaman pedang legendaris karya Dewa Pencipta yang dipegang para tentara bayaran ini.
600+ elf hutan telah mencoba menunggang Burung Ganas selama dua hari berturut-turut di pegunungan barat ibukota, dengan latihan khusus menunggang dan menembak di malam hari. 10+ tetua juga mencoba melepaskan sihir di atas Burung Ganas. Dua hari kemudian, elf yang lulus ujian mengejar pasukan utama dengan Burung Ganas, sementara yang gagal—sebagian besar karena masalah berat badan—kembali ke ibukota pada malam hari.
Rencana serangan malam dirancang oleh Huo Ensi dan Da Qing Shan.
Faktanya, pada tanggal 18 Bulan 3 Musim Gugur Kalender Sihir tahun ke-5, seluruh unit Pasukan Bayaran Kecil telah bersembunyi di hutan kecil 20 kilometer tenggara Kota Hamburg. Menurut rencana, di siang hari 19 Bulan 3, 300+ prajurit Batalion Pendekar Penghalang menyusup ke balik bukit kecil hanya 3 li dari kota. Saat malam tiba, dalam dua shichen, 300+ orang yang terbungkus jubah bulu cerpelai putih harus merayap hingga 300 meter dari tembok kota, sementara Batalion Pendekar Pedang Magis dan Pasukan Pemanah Elf Padang Rumput harus mengambil posisi di jarak 500 meter. Pada shichen keempat dini hari, Pemanah Elf Burung Ganas dan para magister melancarkan serangan pertama.
Namun sesuatu di luar perhitungan Huo Ensi terjadi. Malam tanggal 18 Bulan 3, seekor Naga Raksasa emas terbang melintasi Pasukan Bayaran Kecil dan unit bawahannya. Naga itu jelas menemukan sesuatu—ia menurunkan ketinggian dan berputar-putar tiga kali di atas hutan kecil.
Wajah Da Qing Shan dan Huo Ensi berubah pucat.
