Kesatria Naga Hitam tidak langsung menyerang ibu kota Kekaisaran Gurun Suci, Ulu. Meski murka, Chi Aotian tetap rasional. Target pertama: Kota pelabuhan timur gereja - Kota Rod.
Sebelumnya, Paus yang tampak khawatir memohon Kaisar Hongshi untuk mengirim pasukan elit dari Federasi Utara di Daratan Es ke pantai timur guna mencegah serangan mendadak Legiun Timur Farnorth ke wilayah gereja. Mempertimbangkan kebutuhan dukungan teguh Gereja Suci dalam situasi benua, Kaisar Hongshi dengan senang hati menyetujui permintaan ini. Setelah menaklukkan Kota Hamburg, Balbas, salah satu komandan Pasukan Bayaran Kecil, dikirim khusus oleh Huo Ensi ke Moayada untuk menghubungi komandan Legiun Bulan Salju dari Federasi Utara.
Menurut rencana Huo Ensi, mereka berharap dapat membujuk Legiun Bulan Salju mengirim satu skuadron atau lebih prajurit ke bagian utara Hutan Peri untuk pertahanan - tidak hanya melindungi Hutan Peri tetapi juga mendukung area operasi Gunung Suci. Dari perspektif jangka panjang, ini dimaksudkan untuk menyiapkan jalur evakuasi aman bagi tentara bayaran Kekaisaran Tentara Bayaran yang akan kolaps. Setelah masuk ke Benteng Tongyun, Huo Ensi berharap dapat mereorganisasi mereka menjadi organisasi pendukung Pasukan Bayaran Kecil.
Dalam langkah-langkah strategi Chi Aotian, nyaris sama persis dengan Huo Ensi - Legiun Ksatria Naga Hitam sebaiknya bisa menjalin hubungan dengan pasukan Federasi Utara, bahkan berharap bisa mendapatkan komando atas Legiun Bulan Salju. Bagaimanapun juga, Chi Hanfeng dan ayah Amy dulunya pernah menjadi komandan batalyon di Legiun Bulan Salju. Saat ini banyak perwira Legiun Bulan Salju yang berasal dari bawah komando keduanya, sementara reputasi ayah Amy di kalangan militer selalu sangat baik. Bukan tidak mungkin hal ini bisa terwujud.
Di dalam hati Chi Aotian mengendap kegelisahan tersamar. Legiun Bulan Salju bisa dibilang terpancing masuk ke Gereja Suci. Sudah beberapa bulan berlalu, selama periode ini negara mengalami perubahan besar. Mungkinkah gereja tidak berusaha menjebak kekuatan cadangan terbesar kekaisaran? Dalam hati Chi Aotian masih tersisa secercah harapan - personel militer Federasi Utara yang ditugaskan ke Gereja Suci mencapai lebih dari sepuluh ribu orang, termasuk pasukan elit seperti Resimen Ksatria Legiun Bulan Salju. Mengingat di pasukan langsung Legiun Bulan Salju pasti terdapat banyak Ksatria Binatang Legenda, bahkan jika gereja mengerahkan lebih dari 50.000 pasukan untuk serangan mendadak, tidak mungkin bisa menghancurkan mereka seluruhnya sekaligus. Gereja pasti tidak akan mengambil risiko kebocoran informasi dengan menyerang Legiun Bulan Salju terlebih dahulu.
Dari urutan peristiwa, Gereja Suci pasti akan menyerang Ibukota secara tiba-tiba terlebih dahulu, baru kemudian mencari cara untuk menghadapi pasukan cadangan ini. Dari aspek geografis, demi memastikan kemenangan strategis di Ibukota, Gereja Suci pasti memusatkan pasukan unggul. Sekitar malam penyerangan Ibukota, maksimal hanya sebagian kecil pasukan yang bisa digunakan untuk membatasi gerak Legiun Federasi Utara secara diam-diam. Bahkan jika Gereja Suci segera mengirim pasukan ke timur setelah sukses di Ibukota, pergerakan reguler dari Ibukota ke pantai timur Gereja Suci membutuhkan minimal 15 hari, dengan hambatan wilayah pertempuran Hutan Perbatasan Kekaisaran di tengahnya. Sementara itu, mengukur kekuatan tempur pasukan Federasi Utara, mustahil mereka bisa dihancurkan dengan mudah.
Mempertimbangkan semua faktor ini, Legiun Federasi Utara saat ini seharusnya baru menerima pemberitahuan dari departemen militer kekaisaran, sedang berusaha mendekati zona pertempuran kekaisaran terdekat.
300 li ke utara Benteng Tongyun, memasuki wilayah Gereja Suci.
Sepanjang jalan raya, di kedua sisi terdapat permukiman kecil Gereja Suci yang tersebar - dalam segala aspek, desa-desa ini sangat beruntung. Hingga saat ini, 3.000 ksatria berat pimpinan Chi Changyun masih dalam proses "mengantar", tentu Chi Aotian memahami maksud sebenarnya sang kakak yang terus mengawalnya. Di balik pupil hitamnya yang dingin, aura pembunuhan yang pekat berusaha diredam.
Melihat pasukan besar bergerak, rasa ingin tahu justru membuat penduduk Gereja Suci yang tak tahu bahaya ini berdiri di pinggir jalan raya untuk menonton keramaian.
Di depan adalah ratusan ksatria berkulit putih bersih dengan telinga sedikit runcing yang langsung mengungkap identitas mereka—ras yang sangat langka di benua: Elf Hutan. Di belakang para elf terdapat ribuan prajurit manusia perkasa berbaju zirah rantai kulit binatang, dengan pedang panjang berkilauan tergantung di sisi kuda. Baik manusia maupun elf berbaris dalam empat kolom sepanjang beberapa li, semua tanpa suara menggiring tunggangan mereka sembari kuda-kuda berlari kencang.
Baru saja melihat ujung barisan ksatria, gemuruh "Hong... Hong... Hong..." segera bergema dari kejauhan. Jalan raya luas bergetar dalam gemuruh, dua barisan Kesatria Naga Tanah setinggi 4 meter berlari kecil mendekat. Baik ksatria maupun naga tanahnya mengenakan zirah tebal, dengan palu satu tangan setinggi separuh manusia tergantung di sisi naga. Debu merah beterbangan di jalan raya yang perlahan mengendap, sementara para ksatria dengan pelindung wajah hitam seolah tak peduli debu, maju bagai hantu bisu tanpa mengeluarkan suara.
Di barisan paling belakang, terdapat ksatria berbaju besi yang berbaris dalam tiga baris. Di langit, sesekali terlihat Ksatria Burung Ganas manusia dan peri yang terbang naik turun. Hampir semua personel militer membawa busur... Bahkan... ada Kesatria Naga Tanah yang menggendong busur silang setinggi orang di punggungnya! Sebelumnya, tak seorang pun pernah melihat legiun yang seluruhnya terdiri dari pemanah.
Yang lebih membingungkan warga gereja adalah, pasukan sepanjang 5 li yang terdiri dari hampir sepuluh ribu orang hanya memiliki dua warna - hitam dan putih yang melambangkan kesialan dan kematian. Perlahan, beberapa warga yang berpengalaman mulai menyadari sesuatu dan diam-diam membawa keluarga mereka menjauh dari jalan raya - mereka hanya membaca permusuhan darah dan kematian di mata para prajurit ini.
Di kedua ujung jalan raya yang menjadi perbatasan antara Wilayah Pertempuran Tongyun Kekaisaran dengan wilayah selatan Gereja Suci, terdapat dua kota penting: Benteng Tongyun di sisi selatan dan Kota Gifu Suci di sisi utara.
Pada tanggal 23 Bulan 2 Musim Dingin Kalender Sihir tahun ke-5, 8.000 pasukan berkuda Kesatria Naga Hitam sudah dapat melihat jelas Kota Gifu dari kejauhan.
Chi Aotian menarik tali kekang kudanya berputar, debu beterbangan saat ia mengeluarkan ultimatum terakhir dengan nada datar: "Kakak, mohon pulanglah!"
Melihat sorot dingin yang terus berkedip di pupil hitam adiknya yang dulu masih kecil, meski berada di daerah subtropis selatan benua, Chi Changyun tak bisa menahan tubuhnya menggigil. Dalam beberapa hari terakhir, ia sudah menyadari dengan jelas bahwa adiknya tidak ingin ia terus mengikuti. Hanya saja... dengan pemahamannya yang terbatas tentang Chi Aotian, Chi Changyun hanya bisa menggunakan alasan perpisahan untuk terus mengikuti. Kini... ia pun hanya bisa berbalik arah. Para prajurit Gereja Suci itu hanya bisa berharap nasib baik: "Baiklah, Saudara, mengantar ribuan li pasti ada perpisahan. Hanya saja..." Chi Changyun tahu Chi Aotian tak suka mendengarnya, tapi harus melanjutkan: "Tak perlu banyak bicara, kau... pikirkanlah reputasi 600 tahun Keluarga Chi. Kekejaman bukanlah hal yang pantas disandang..."
Usai berkata, Panglima Muda Benteng Tongyun memutar kudanya. Dengan 3.000 kavaleri berbaju besi, ia menghentakkan tali kekang dan kembali menyusuri jalan raya.
Sejak saat itu, payung moral terakhir Gereja Suci telah dicabut. Tinggallah Chi Aotian si pendendam yang tak kenal hukum.
Pada 23 Februari tahun ke-5 Kalender Sihir, pukul 3 sore, 17.000 pasukan gereja dari berbagai kota pedalaman yang dikonsentrasikan di Kota Gifu hanya bisa menyaksikan gerombolan Burung Ganas hitam legam dan kesatria berbaju besi putih-salju-hitam berkumpul dalam diam di bawah kota.
Baik pasukan Gereja Suci maupun Kesatria Naga Hitam Kekaisaran Amy sama-sama terpana menyaksikan lawannya.
Di atas Kastil Gifu, pemandangan berdarah terhampar—puluhan kepala manusia tergantung, sementara tak terhitung mayat tertancap di salib.
Di tengah jalan raya utama, di antara lautan ksatria berbaju hitam, empat bendera setinggi 10 meter dengan empat bendera perang berkibar.
Dua spanduk putih bertulis hitam di tengah:
"Aib besar! Keluarga Chi selama puluhan generasi menjaga Tongyun dengan pengorbanan darah, justru dikhianati oleh gereja serigala!"
"Membalas budi dengan kejahatan! Pasukan Naga Hitam selama lima abad siap tempur, berguguran demi melawan pengkhianat penikam belakang!"
Dua spanduk samping bertulis merah darah:
Kiri: "Chi"
Kanan: "Bunuh"
Di bawah sorotan mata semua orang, seekor naga tulang raksasa muncul dalam perlindungan magis. Seorang pemuda berbaju hitam dengan ikat kepala putih tanda berkabung melompat ke punggung naga. Rangka tulang mengapit tubuhnya erat.
Naga tulang menggebar sayap raksasa 15 meter, hempasan angin dahsyat mengangkat sang Kesatria Naga. Dua Ksatria Burung Ganas mengepakkan jubah hitam 3 meter di punggungnya. Sang kesatria mengikatnya di dada—jubah itu terkoyak angin liar di udara.
Manusia mana pun yang pertama melihat Naga Tanah pasti ketakutan. Manusia mana pun yang pertama melihat Naga Raksasa pasti kehilangan keyakinan atas nyawanya sendiri.
Tidak perlu dikatakan manusia biasa, bahkan seorang prajurit berpengalaman yang pernah bertarung dengan naga sekalipun, saat pertama kali melihat tunggangan Malaikat Maut - Yao Li Long sang penguasa akhir segala makhluk, itu adalah ketakutan yang berasal dari lubuk hati terdalam.
Di atas tembok kota Gifu setinggi 8 meter, suasana hening sejenak. Dari jendral tertinggi hingga hampir 10.000 prajurit di bawahnya, mereka terpana menyaksikan makhluk raksasa yang perlahan naik melebihi pandangan mata mereka, ditambah sepasang mata tajam yang memancarkan sinar dingin dari balik batu hitam di punggung makhluk itu.
Kabar resmi perang antara Gereja dengan Kekaisaran Amy sampai di sini 10 hari yang lalu, dibawa oleh uskup gereja.
Pertunjukan Uskup Agung sangat spektakuler. Di bawah langit cerah di siang bolong, lebih dari 20.000 prajurit gereja yang setia dan 170.000 penduduk Kota Gifu menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana setelah para rohaniawan melantunkan doa suci, Dewa Cahaya beserta para malaikatnya menampakkan diri. Dewa Cahaya sendiri menyatakan bahwa keturunan Kaisar Barat akan membangkitkan kembali kejayaan benua. Pengaruh gereja terhadap rakyat biasa, terutama warga Gereja Suci, sungguh tak terbayangkan.
Hanya dalam 10 menit singkat, di hati penduduk dan tentara Kota Gifu, Kekaisaran Amy jatuh dari sekutu yang dulunya sangat dekat menjadi negara jahat yang hina—menghalangi perdamaian demi kepentingan pribadi dan menjerumuskan rakyat ke dalam penderitaan. Kesatria Naga Hitam dari Wilayah Pertempuran Tongyun yang dulu menyelamatkan penduduk saat banjir di perbatasan selatan dan mengirimkan persediaan pangan saat bencana salju, kini berubah menjadi iblis yang lama mengincar Dataran Bunga. Tak seorang pun menyangka kekuatan Dewa bisa sebesar ini.
Tentu, tidak semua perkataan langsung diucapkan oleh Yang Mulia Dewa Cahaya. Uskup Agung yang melayang di udara setelah patung suci menghilang, kembali menyebarkan ajaran kepada penduduk dan prajurit—tentang berbagai permusuhan antara Kekaisaran Amy dengan Gereja Suci. Baru saat ini umat gereja mengetahui bahwa Legiun Farnorth yang selama ini digambarkan sebagai binatang buas liar ternyata adalah sekutu gereja. Bahkan ras hina ini justru yang pertama diinsafkan oleh Kaisar Barat dan bersumpah setia.
Malu lalu bangkit. Api kemarahan menyala-nyala di dada umat, bahkan mereka mengaum ingin menyerang wilayah Kekaisaran Amy—yang paling menderita adalah 20 perwira dari departemen militer kekaisaran yang dikirim ke Kota Gifu untuk pelatihan. Ironisnya, justru Paus sendiri yang sebelumnya berulang kali memohon kepada Kaisar Hongshi untuk mengirim prajurit terbaik melatih pasukan gereja guna mencegah serangan mendadak Legiun Farnorth. Kini, prajurit yang telah dilatih malah mengarahkan pedang mereka ke para pelatih...
10 kepala berlumuran darah digantung di tembok kota, hanya tiga perwira yang berhasil menerobos masuk ke gang-gang dan ditampung oleh penduduk yang baik hati. Setelah malam tiba, mereka meloloskan diri dari tembok kota dengan tali. Yang tidak diketahui ketiga perwira ini, karena penduduk yang menampung mereka adalah warga Kekaisaran Amy yang baru pindah ke Kota Gifu beberapa tahun sebelumnya, ketika hal ini terbongkar terjadi tragedi menggemparkan di Kota Gifu——penduduk asli Gereja Suci yang marah membantai habis seluruh penduduk Kekaisaran Amy yang pindah ke Gifu dalam 20 tahun terakhir, hanya dalam 5 hari.
Kebiadaban tak hanya dilakukan prajurit gereja, lebih banyak lagi warga sipil yang mengaku memuja Dewa Cahaya. Mereka memperkosa gadis-gadis muda kekaisaran di jalanan, membantai warga sipil kekaisaran tak bersalah, obor demi obor dilemparkan ke rumah-rumah penduduk kekaisaran——hampir sepuluh ribu mayat dipakukan pada salib di luar tembok kota.
Peristiwa ini disebut dalam sejarah sebagai "Tragedi Martir Gifu".
Sejarawan masa depan menganalisis bahwa penduduk asli Qifu yang menjadi ujung tombak dalam "Tragedi Qifu" adalah pihak yang diuntungkan dalam peristiwa ini. Sebagaimana diketahui, Kekaisaran Amy makmur dan kuat, rakyat biasa yang keluar negeri langsung menjadi keluarga kaya di daerah setempat. Penduduk asli Qifu sudah lama mengincar kekayaan para pendatang. Dalam tragedi ini, para preman yang berkeliaran di jalanan jelas mendapat keuntungan terbesar - membunuh tanpa tanggung jawab, merampas perempuan dan segenggam besar uang. Rakyat biasa yang awalnya ragu-ragu dan personel militer yang seharusnya menjaga ketertiban akhirnya merobek 'popok terakhir' dari pengikut dewa palsu itu setelah melihat tumpukan uang yang dijarah dari rumah-rumah mewah, lalu menjadi pengikut yang memperkosa dan menjarah.
Saat itu, Chi Aotian belum tahu siapa yang disalib di tembok. Ketika terbang ke udara, dia melihat jelas perumahan hangus di kota. Keraguan merayap di wajah pucatnya.
Tiba-tiba, tiga perwira kekaisaran menyusur dari bukit barat laut kota. Kuda yang mereka tunggangi sudah sangat kotor, sementara seragam perwira itu sendiri penuh lumpur. Jika bukan karena seragam harian resmi kekaisaran, tak seorang pun akan mengira mereka sebagai personel militer.
Ketiganya terjatuh dari kuda. Sebelum sempat bicara, mereka menangis histeris dengan darah membanjiri mata dan hidung.
"Di depan adalah pasukan berkuda di bawah komando jenderal kekaisaran mana yang ingin membalas dendam untuk lebih dari 10.000 penduduk kekaisaran yang mati penuh dendam..." 3 perwira kekaisaran paruh baya berusia 30-an tahun menangis tersedu-sedu.
Naga Yao Li menutup sayapnya dan mendarat, Chi Aotian menjawab dingin: "Saya Chi Aotian dari Benteng Tongyun. Kalian siapa?"
Di antara tiga perwira kekaisaran itu masih ada yang pikirannya jernih, sambil menutup mulut dan batuk berdarah berkata: "Ternyata Tuan Kedua Chi... Kami adalah pelatih dari Tim Pelatihan Departemen Militer Kekaisaran, Ksatria Kekaisaran Li Lafeng, Dada Niyang, Ping Lei. Dua bulan lalu dikirim ke sini untuk melatih prajurit mereka... Tapi... lebih dari 10 hari yang lalu, mereka tiba-tiba membunuh komandan batalyon dan lebih dari 10 perwira lainnya, juga... membantai semua penduduk kekaisaran di kota ini..." Ucapan ketiga perwira ini kacau namun tetap menyampaikan inti peristiwa.
Sejarawan kemudian berpendapat, meskipun Chi Aotian jelas bersalah dalam pembantaian sepanjang 10.000 li-nya, Gereja Suci terutama para perwira Kota Qifu dan 170.000 penduduk aslinya memikul tanggung jawab mutlak. Dengan 10.000 warga sipil kekaisaran tewas mengenaskan, menghadapi pemandangan seperti ini, bahkan jika bukan Chi Aotian, siapapun penggantinya - baik Da Qing Shan, Huo Ensi, Amy, Chi Changyun, Viscount Fan, atau lainnya - selama masih memiliki nyali, mungkin akan membuat pilihan yang sama. Andai tidak ada tragedi Qifu, setidaknya akan ada perwira bangsawan yang menentang beberapa hal berdasarkan mentalitas ksatria.
"Jika sebelumnya makam proklamasi Chi Aotian masih terkesan dipaksakan, dan sebagian personel militer masih ragu-ragu, saat ini yang bergelora dalam pasukan hitam dan putih hanyalah permusuhan darah."
Chi Aotian perlahan mengangkat topeng putih pucatnya, memperlihatkan wajahnya yang pucat. Suaranya yang tenang bergema di udara kata demi kata: "Awalnya aku ingin menyarankan kalian menyerah, yang menyerah tidak akan dibunuh. Tapi sekarang tidak perlu lagi. Kalian! Dan kota ini akan binasa bersama."
Seorang pria paruh baya berusia 30-an di atas tembok kota mendengus dingin: "Sombong. Hanya dengan beberapa ribu pasukan ini? Bahkan jika datang 30 ribu pasukan, lalu apa?"
"Tuan Muda Chi, orang ini adalah penjaga kota Kifu, Suharto." Tiga ksatria dari Tim Pelatih Kekaisaran yang kembali ke markas besar Kesatria Naga Hitam memberi peringatan dari bawah.
Wajah Suharto dipenuhi ekspresi puas diri: "Selama kami tidak keluar kota, seranglah! Kifu adalah kota terbesar di perbatasan selatan Gereja Suci. Akan kulihat apa yang bisa kalian lakukan! Jangan gunakan provokasi, aku sangat memahami strategi perang. Strategi perang berkata: Jika memiliki kekuatan sepuluh kali lipat, kepung musuh; lima kali lipat, serang langsung; dua kali lipat, pecah belah; setara kekuatan, hadapi langsung; lebih lemah, hindari konfrontasi; jauh lebih lemah, mengungsi. Musuh kecil yang nekad akan menjadi mangsa musuh besar. Panglima adalah penopang negara. Aku pasti akan menggerogoti kalian sampai binasa!"
Melihat ekspresi puas pria paruh baya di depannya, bahkan Chi Aotian yang dingin tak bisa menahan senyum kecut. Perkiraannya, ucapan-ucapan ini mungkin baru saja dipelajari Tuan Penjaga Kota dari Batalyon Pelatihan Kekaisaran. "Sepuluh kali lipat mengepung, lima kali lipat menyerang..." Kesatria Naga Tulang menggelengkan kepala perlahan.
"Batalion Pendekar Burung Ganas, Batalion Elf Hutan Burung Ganas, lepas landas! Target: prajurit di tembok Kota Gifu, 20 putaran. Sisanya, mundur 500 meter." Perintah Chi Aotian mengalir perlahan.
5000 ksatria reguler membentuk formasi longgar mulai mundur. Kawanan Burung Ganas mendengung rendah sambil menukik ke angkasa. Hujan panah berdesis tiba-tiba menyelimuti tembok depan - terutama 300 lebih pemanah peri yang melesatkan anak panah pendek meninggalkan jejak asap hijau di udara.
"Angkat perisai--!" teriak perwira jaga di atas tembok.
Bruk... bruk... Ratusan perisai kulit persegi serentak terangkat membentuk dinding horizontal.
Hujan anak panah menghujam perisai. Di luar dugaan prajurit, panah yang jatuh dari ketinggian 600 meter dengan kecepatan gravitasi plus kecepatan awal mampu menembus perisai. Dentuman bertubi-tubi disusul jeritan kesakitan - dari udara terlihat perisai di zona hujan panah terpadat terhenti sejenak sebelum ambruk, darah merah segar bercampur cairan otak putih merembes dari bawah perisai seperti genangan.
Perwira di dalam menara kota dengan cepat menyadari situasi mengerikan itu, berteriak: "Cepat!! Masuk ke menara panah! Cepat!! Semua orang masuk ke menara panah!!"
Prajurit berhamburan masuk ke menara kota dan menara panah seperti air bah. Yang tidak bisa masuk menyelinap ke balik tembok kota melalui jalan kuda. 20 tarikan napas kemudian, tidak ada lagi prajurit di atas tembok - kecuali 300 lebih perisai yang tersusun secara aneh dengan sudut berbeda di atas batu biru, tetesan darah menetes pelan menyusuri jalan kuda. 300 perisai persegi... berarti setidaknya 600 prajurit lebih...
"Panah! Panah!!" Yang Mulia Suharto bersembunyi di menara kota sambil memberi perintah keras.
"Tuan! Kami... tidak bisa memanah setinggi itu!" jawab prajurit di menara panah yang jauh.
Ketinggian 600 meter, apalagi dengan busur tanduk standar gereja. Kira-kira, selain Panah Silang Es yang legendaris, tidak ada busur silang lain yang bisa menjangkau lebih dari 600 meter, apalagi setinggi 600 meter.
"Bangsat! Meski kalian bisa memanah dari langit, lalu apa? Beraninya serang kota ini, beraninya tembus menara panah! Tunggu saja, Yang Mulia Paus dan Kaisar Barat pasti akan memimpin pasukan datang. Saat Naga Emas muncul di sini, itulah akhir kalian... Aku akan menguras tenaga kalian di sini!" Suharto di menara kota menunjuk Chi Aotian dengan jari, wajahnya dipenuhi ekspresi meremehkan.
Chi Aotian menoleh ke belakang melihat Kapten Batalion Pendekar Burung Ganas, Yu Ling, dan tetua elf Qing Luo yang mengikutinya, lalu mengeluarkan perintah baru dengan suara berat: "Targetkan bangunan dalam kota, tanpa diskriminasi. Panah api, 20 putaran."
Kedua komandan terkejut, tidak membedakan target? Menghadapi warga sipil? Sorotan tajam menyapu dari punggung naga tulang, kedua orang itu tidak ragu lagi, segera naik ke atas sambil memberikan perintah keras.
Jelas terasa protes dalam bahasa peri dari barisan pemanah elf, diikuti perintah Tetua Qing Luo, para elf akhirnya menuruti.
Prajurit di langit dengan terampil menancapkan ujung panah ke tabung bubuk pembakar, saat bulu panah ditarik keluar, bubuk itu langsung menyala dengan letupan di udara. Di bawah tatapan takjub warga dan tentara Kota Gifu, hujan panah api berjatuhan... Terletak di belahan selatan benua, musim dingin di Gifu adalah musim kemarau subtropis yang bisa bertahan puluhan hari tanpa setetes hujan. Kekeringan merambat dari ladang hingga kota, rumput ilalang di atap rumah yang sudah kering kerontang langsung menyala saat percikan api menyentuh, kobaran api langsung menjilat, menggerogoti semua bangunan yang bisa terbakar. Dari rumah-rumah yang terbakar segera terdengar teriakan minta tolong orang dewasa dan tangisan anak-anak. Satu, dua, tiga... puluhan orang berlumuran api berlarian keluar, berguling-guling di tanah sambil merintih. Beberapa yang berhasil kabur hanya bisa duduk menangis memandangi rumah yang masih menyala... Mereka yang tertinggal di dalam tak mungkin diselamatkan, pasti sudah tertancap mati oleh hujan panah.
"Kebakaran... Cepat padamkan api..." Para penduduk sekitar baru saja mengangkat baskom kayu dan berlari keluar rumah, bulu panah tiba-tiba mengubah sasaran. Kecepatan anak panah yang ditembakkan dari busur tanduk setinggi 600 meter telah melampaui kecepatan suara. Byur, byur, byur—anak panah menembus tubuh satu orang lalu menerobos ke tubuh lainnya, menyemburkan garis-garis darah. Sebelum hujan panah putaran kelima jatuh, sudah ada hampir seribu mayat tergeletak di jalanan.
Asap tebal membubung tinggi, api berkobar-kobar melahap tumpukan mayat. Bau busuk daging yang terbakar terbawa angin ke selatan, bahkan prajurit Kesatria Naga Hitam yang berada 700 meter di hilir angin bisa menciumnya.
"Brengsek!! Kalian menyerang warga sipil!! Masih pantas disebut ksatria?!" Dua ksatria binatang legenda muda terbang melayang dari menara kota: "Kami menuntut pertempuran antar pasukan militer!"
Chi Aotian tidak menyalahkan mereka atas serangan terhadap warga sipil sebelumnya. Ia hanya melambaikan tangan memberi isyarat pada ksatria burung ganas untuk menghentikan serangan.
Jembatan gantung di gerbang selatan Gifu diturunkan. Batalyon ksatria menerjang keluar dari kota dengan teriakan, diikuti oleh infantri ringan, pemanah, pasukan infantri berat, dan kavaleri berat yang bergerak secara berurutan.
Menyaksikan musuh dengan mahir membentuk formasi kotak raksasa demi raksasa, para ksatria Kesatria Naga Hitam mulai gelisah—tak disangka panglima pertahanan Gereja Suci ternyata ahli dalam seni perang, kemampuannya tidak kalah dengan Tongyunhou maupun Chi Changyun. Setiap formasi tersusun rapi dengan pola yang sempurna.
Kavaleri ringan membentuk formasi kotak di kedua sisi pasukan. Kavaleri ringan merupakan elemen paling fleksibel dalam peperangan. Jika pertempuran memasuki fase keseimbangan, kavaleri ringan akan menjadi bidak efektif bagi komandan untuk memecah kebuntuan, seperti "menggerakkan satu helai rambut hingga menggerakkan seluruh tubuh".
Formasi infanteri ringan yang tersebar terletak di barisan terdepan. Dalam pertempuran, taktik infanteri ringan harus seperti antena gurita - "melemah saat menghadapi kekuatan, menguat saat menghadapi kelemahan". Jika menghadapi serangan musuh yang kuat, segera mundur di bawah perlindungan infantri berat sambil menyerang dengan tombak panjang. Jika pasukan musuh rapuh atau mulai runtuh, langsung menyerbu seperti air bah dan mengelilingi musuh bagaikan belatung yang melekat di tulang.
Formasi pasukan pemanah yang terorganisir harus berbentuk ular, bahkan formasi panah yang terdiri dari puluhan ribu personel militer pun harus menggunakan formasi ular. Setiap komandan tertinggi dalam mengatur formasi pemanah harus mematuhi prinsip "tidak berpikir agresif, hanya fokus pada retret". Formasi pemanah dengan ketebalan 20 lapisan mutlak menunjukkan inkompetensi komandan - setiap pemanah membutuhkan ruang gerak 3 meter di depan dan belakang. 20 lapisan berarti jarak antara barisan terakhir pemanah dengan barisan depan melebihi 60 meter. Berapa jangkauan efektif busur tanduk dan busur panjang? Untuk memastikan jangkauan efektif pemanah di barisan belakang, seberapa jauh formasi harus bergerak mendekati musuh? Formasi 20 lapisan membuat pemanah di barisan ke-5 dan seterusnya tidak memiliki sudut tembak yang datar. Begitu musuh menyerang, jarak 200-300 meter bagi pasukan ksatria, terutama pasukan kavaleri ringan di sayap, hanya membutuhkan 7-10 tarikan napas. Setelah 7-10 tarikan napas, semua pemanah kehilangan nilai taktis.
Formasi pasukan infantri berat merupakan dasar seluruh formasi tempur. Komandan yang bijak akan menempatkan formasi ini di posisi "tanpa jalan mundur" - dalam pertempuran, formasi infantri berat hanya boleh maju, tidak boleh mundur. Dalam peperangan, begitu formasi infantri berat mulai bergerak mundur, itu pertanda keruntuhan seluruh formasi tempur.
Formasi kavaleri berat umumnya terletak di belakang formasi kavaleri ringan, dan jarang dikerahkan - faktanya bagi negara dan militer manapun, kavaleri berat merupakan pasukan termahal. Jika digunakan sembarangan dan mengalami kekalahan, rekonstruksi membutuhkan biaya besar. Oleh karena itu, kavaleri berat hanya dikerahkan saat kavaleri ringan berhasil menciptakan celah pertahanan musuh untuk memberikan pukulan mematikan.
Menghadapi formasi persegi Kota Gifu, sehebat apapun jenderal atau seelit apapun pasukan, untuk benar-benar menghancurkan lawan setidaknya harus membayar harga yang setara.
Tiga perwira dari Batalyon Pelatihan Kekaisaran di barisan depan Kesatria Naga Hitam saling bertukar senyum getir - formasi ini adalah hasil pelatihan mereka selama dua bulan terakhir terhadap pasukan gereja, namun kini justru berbalik menghadapi mereka.
Komandan Youji Ksatria Langsung di Bawah Chi Aotian dan Komandan Youji Pemanah Peri Langsung bersamaan mengibarkan bendera ke Chi Aotian, melaporkan total kekuatan tempur musuh.
Ini merupakan garis pertahanan pertama Gereja Suci, sekaligus pasukan terbesar yang berhasil dikumpulkan di perbatasan selatan dalam waktu singkat. Seluruh pasukan elit kini dikerahkan keluar kota.
3000 ksatria ringan, 6000 infantri ringan, 2500 penembak busur tanduk, 2000 pasukan infantri berat, 1500 ksatria berat, 1000 rohaniwan. Ini adalah formasi termegah yang bisa dihimpun Suharto. Meski bukan ahli strategi bawaan, sebagai murid yang tekun ia paham pepatah "konsentrasikan kekuatan unggul untuk menghancurkan lawan sekaligus".
Di luar Kota Gifu, Chi Aotian yang memimpin 6.000 pasukan menghadapi 16.000 pasukan elit musuh yang sudah beristirahat, pasti akan menghadapi perang yang tidak seimbang.
Tentang konsep kelemahan antar jenis pasukan, selalu menjadi topik favorit diskusi atau perdebatan di kalangan siswa sekolah ksatria dan perwira rendah.
Tentu saja, kebanyakan orang secara implisit setuju dengan siklus berikut: Pasukan ksatria dapat bergerak cepat dan segera berkumpul kembali untuk membentuk kekuatan serangan, sehingga secara alami mengatasi infanteri tanpa kemampuan serangan jarak jauh; Perisai persegi dan panjang standar infanteri secara alami menekan pemanah, begitu formasi infanteri menembus formasi pemanah, pemanah pasti akan hancur total; Pemanah mengatasi ksatria - pasukan ksatria sulit menggunakan perisai bundar secara efektif saat bergerak cepat, dan panah yang mengenai ksatria yang bergerak pasti menimbulkan kerusakan lebih besar, bahkan panah yang mengenai tunggangan bisa fatal. Bahkan ksatria berat termahal sekalipun tak tahan tembakan langsung pemanah busur panjang dari jarak 150 meter.
Di sini mengabaikan pasukan penyihir - karena jumlahnya langka, di sebagian besar negara, penyihir militer hanya digunakan untuk perang skala kecil seperti serangan mendadak.
Menariknya, perwira tinggi militer berbagai negara justru jarang membahas masalah kelemahan antar jenis pasukan. Saat ditanya bawahan tentang hal ini, kebanyakan hanya menjawab singkat: "Berbeda tergantung lokasi dan waktu."
Seperti pertempuran di luar kota Kifu oleh leluhur Yang Mulia Chi Aotian, 6000 ksatria menghadapi pasukan utama 16000 prajurit campuran yang bertahan di depan kota - bahkan termasuk lebih dari 1000 rohaniwan yang telah bertransformasi. Jika pertanyaan ini diajukan di kelas sekolah ksatria manapun, jawabannya hanya satu: pasukan ksatria pasti akan dikalahkan.
Lalu bagaimana hasilnya?
——《Chi Yizi Bingfa Quanlun》
