Di tengah alun-alun desa, berdiri seorang lelaki tua.
Postur tubuhnya sangat tinggi, bahkan melebihi Tuan Chi Aotian - sosok perwira terkemuka - hampir setengah kepala. Wajahnya bersemu kemerahan, namun bagian tubuh lain terlihat kusut. Kepala bulatnya dengan rambut putih yang jarang terlihat acak-acakan, alis Gunung Salju yang berlumur lumpur, mata besar seperti lonceng dengan kotoran mata, hidung besar seperti singa, dan jenggot putih kusut yang menutupi mulut. Jubah longgar berwarna putih kusam yang masih bisa dikenali sebagai jubah pastor—tak diragukan lagi, sekarang atau dulu pernah menjadi jubah pastor. Kakinya mengenakan sandal tali khas padang rumput dengan jempol yang menyembul. Meski belum tercium, semua yakin aroma menyengat akan menyergap saat mendekati lelaki ini.
Chi Aotian mengerutkan alisnya secara refleks. Tampaknya kualitas perwira junior Kesatria Naga Hitam masih perlu ditingkatkan. Pastor jorok seperti ini seharusnya langsung di-Klak-klik. Masa iya mau mengorek rahasia internal gereja dari dirinya? - Khayalan belaka.
"Saya Chi Aotian. Ada perlu apa?" Sikap dingin Putra kedua Keluarga Chi yang terkesan tinggi hati selalu mengubah kalimat tanya menjadi pernyataan formal yang asal-asalan.
"Kau Chi Aotian?" Mata orang tua itu tiba-tiba menyorot tajam.
"Hm."
"Mengapa kau ingin membunuhku?" Bicara tentang urusan hidup-mati sendiri, nada suara tua itu datar seperti sedang membahas menu makan siang.
"Semua Pastor Gereja Suci kubunuh. Kalau sudah mati, cari sendiri orang untuk ditanyai."
"Hehe..." Orang tua tinggi besar itu tiba-tiba tertawa: "Kalimatmu ada kesalahan logika. Benar, aku pastor, tapi bukan dari Gereja Suci. Aku juga tidak memuja Dewa Cahaya. Tak ada alasan untuk membunuhku."
"Oh? Bagaimana pastor bisa mendapatkan kekuatan dewa tanpa memuja Dewa Cahaya?" Pupil hitam Chi Aotian berkerlip penuh tanya: "Sudah terlambat. Untuk kota yang tidak menyerah, penduduknya hukumannya mati."
Usai bicara, Chi Aotian melirik perwira di sampingnya. Ksatria Bangsawan itu mencabut pedang bulan sabit dari kiri, membungkuk dari atas kuda. Kilatan perak keperakan menyambar leher pastor tua itu.
Penduduk sipil di alun-alun tak menyangka penakluk bisa sekejam ini. Teriakan gadis-gadis pecah seketika.
Pada saat ini, wajah pastor tua tiba-tiba menampakkan senyum aneh yang pekat, jari tengah dan ibu jari tangan kanannya menggesek dengan kuat mengeluarkan bunyi jari yang nyaring.
Di tanah datar tiba-tiba muncul dua lingkaran sihir segi enam hitam yang bertumpuk, asap hitam pekat menyembur keluar dari lingkaran sihir, disusul dua teriakan pendek - anehnya suaranya mirip kambing.
Asap hitam itu tiba-tiba menghalangi serangan kilat, pedang melengkung berbenturan mengeluarkan denting nyaring yang menusuk telinga.
Ekspresi terkejut muncul di wajah ksatria yang menunggang kuda. Sebelumnya dia sudah menduga pastor tua ini mungkin punya cara untuk membalikkan kekalahan, tapi kekuatan dan kecepatan perlawanan ini melampaui perkiraannya, telapak tangan terasa panas dan kebas, pedang bulan sabit hampir terpental.
Asap hitam berangsur menghilang, warga sipil yang berdiri paling deket ketakutan berlarian menjauh, para prajurit muda juga gugup mengangkat perisai bundar.
Di samping pastor itu berdiri dua monster setinggi satu setengah manusia, sepasang tanduk tebal melengkung ke belakang, wajah bagian atas lebar menyempit ke bawah hingga mulut yang mengerut, sepasang telinga segitiga menjulur dari kedua sisi tanduk, postur tubuh besar dengan kedua tangan memegang palu berujung runcing sepanjang 1.2 meter, mengenakan zirah perang sederhana, kaki tak beralas sepatu namun masing-masing memiliki sepasang kuku setengah elips.
"Manusia Kambing?" Chi Aotian hampir mengorek semua ingatan yang diketahui. Sepertinya memang ada makhluk seperti itu, tapi bagaimana mungkin seorang Pastor dengan profesi sakral bisa memanggil monster jahat seperti ini? Tanda tanya ini telah membanjiri pikiran semua perwira.
Menurut legenda, Manusia Kambing dan Iblis Kecil adalah dua suku utama di bawah komandan Raja Iblis. Iblis kecil bersifat cabul, suka berkawin dengan semua makhluk betina; sedangkan Manusia Kambing gemar kejahatan, senang menghancurkan semua kehidupan yang terlihat. Tentu saja, makhluk buruk rupa seperti ini mustahil dipanggil oleh Pastor Gereja Suci. Dari sudut pandang ini, Pastor berwajah kemerahan ini pasti lebih dekat dengan iblis daripada Dewa Cahaya.
Bahkan wajah dingin Chi Aotian pun tak bisa menyembunyikan ekspresi penasaran.
Sang tua menampakkan senyum di matanya: "Anak muda, di dunia ini terlalu banyak Bidang Kegelapan yang tersembunyi di balik cahaya. Yang kau lihat hanyalah secuil saja."
"Kekuatan kegelapan." Chi Aotian bergumam dalam hati, teringat pada kekuatan serupa yang dimiliki Magister Lei Ge seperti yang pernah disebut Amy dahulu. Lei Ge pasti 100% bisa dipercaya. Lagipula, Gereja Suci yang memiliki kekuatan cahaya sakral adalah musuh. Maka musuh dari musuh kita adalah teman. Chi Aotian mulai merasa simpati pada Pastor ini. "Kalau begitu, kau boleh pergi sekarang."
"Pergi? Ke mana aku bisa pergi?" Wajah orang tua itu menunjukkan kejanggalan: "Jika bukan untuk menghindari pembantaian gereja, aku takkan bersembunyi di kota kecil seperti ini. Kalau boleh, Yang Mulia Jenderal, apakah ada posisi pensiunan di pasukanmu yang bisa makan gratis tanpa perlu bekerja atau bertaruh nyawa?" Keberanian orang tua ini patut diacungi jempol, berani mengucapkan kata-kata tak tahu malu seperti itu.
"Hmm... Baiklah, berikan dia seekor kuda, jadikan dia pastor pengiring pasukan." Chi Aotian tak tahu pertimbangan apa yang ada di pikirannya, memberi perintah pada perwira di sampingnya. Setelah itu, ia memutar kuda perangnya dan meninggalkan alun-alun bersama para perwira.
Qu Jianhong memimpin pasukan Kesatria Naga Tanah yang telah menyapu bersih seluruh tembok kota. Semua ksatria dan naga tanah hampir dilumuri plasma merah. Selain mata dan gigi, semuanya berwarna merah darah. Personel militer penuh aura pembunuh mengerumuni dari segala arah dengan niat jahat, membuat kerumunan di alun-alun berdesakan panik. Penduduk yang tersisa sekarang adalah orang tua, anak-anak, dan perempuan. Dalam pembersihan tadi, semua warga yang menunjukkan sedikit saja permusuhan di wajah langsung ditikam, bahkan anak remaja belasan tahun tak dilepaskan. Mustahil melawan lebih dari seribu pasukan bersenjata sampai ke gigi.
"Beri jalan!" Yang Mulia Qu Jianhong memutar kepala memberi perintah. Banyak ksatria menggerakkan tunggangannya membuka jalan batu hijau.
"Aku hitung sampai lima! 10 orang pertama yang lari keluar kota boleh hidup. 5——"
“4——”
“3——”
“2——”
“1！”
Kerumunan yang panik terdiam sejenak, melihat para prajurit muda melepaskan busur dari punggung mereka, baru tersadar. Para wanita menggendong anak-anak dan menuntun orang tua berlarian kocar-kacir keluar gerbang kota. Qu Jianhong mengangkat visor helmnya, wajah pucatnya menampakkan secara kepedihan. Keluarga Chi telah berdiri selama 500 tahun, Pasukan Kesatria Naga Hitam juga memiliki sejarah yang sama panjangnya. Tapi pembantaian warga sipil secara besar-besaran yang berulang ini—dan pasti akan terjadi lagi—tidak pernah ada presedennya. Sayangnya, inilah perang. Bagi Pasukan Ekspedisi Kesatria Naga Hitam, wilayah 500 li di segala penjuru adalah musuh. Tanpa jalur logistik, sedikit toleransi pada desa yang berani melawan akan memicu rangkaian pemberontakan. Jika korban mencapai tingkat tertentu, seluruh pasukan ekspedisi pasti akan mati tanpa kuburan. Prinsip ini tak perlu dijelaskan Chi Aotian, semua perwira memahaminya. Banyak hal tak bisa mengikuti emosi pribadi. Di titik ini, segala rasa malu harus dibuang jauh-jauh.
"Tembak!" Perintah singkat itu terdengar seperti desahan yang terpaksa keluar.
Hujan anak panah berbulu cokelat melesat dari para ksatria magang. Di jalan sempit itu tak ada tempat berlindung. Tubuh-tubuh renta tanpa perlindungan itu seketika membeku oleh bayangan cokelat, lalu ujung besi menembus dada. Darah menyembur deras bagai air terjun.
Sekelompok demi sekelompok orang jatuh dalam tangisan, mengeluarkan rintihan sekarat; bayi yang baru bisa merangkak terlempar dari pelukan ibu, merangkak di tanah dengan wajah berlumuran darah sambil menangis; gadis-gadis muda yang baru berbalik menarik adiknya langsung tertembus jantung oleh panah liar... Jalan batu sepanjang 100 meter lebih itu menjadi panggung tarian maut.
Akhirnya, puluhan warga sipil berlari keluar kota sambil terengah-engah, mengira telah selamat. Di luar kota, puluhan pemanah Burung Ganas telah menunggu. Remaja berbaju putih di barisan depan berbicara kasar: "Ingat, beritahu semua kota: yang menyerah boleh hidup, kota yang melawan akan dibantai. Hanya 10 orang boleh pergi."
Puluhan remaja itu serentak menarik busur tanduk. Hujan anak panah menghujam, menancapkan sebagian besar pelarian yang lolos dari neraka maut ke tanah... Total korban selamat dari Pertempuran Desa Awal Padi adalah...9 orang. Mereka semua mengingat kata terakhir sang penakluk.
Ksatria magang di barisan terluar segera memberi perintah setelah menerima sinyal dari kota. Para pekerja paksa dipaksa menggerakkan kereta kuda masuk ke kota. Dibagi kelompok 5 orang, mereka mengangkut semua bahan makanan, barang berharga, dan persenjataan. Kemudian obor dinyalakan, membakar habis seluruh permukiman.
Seorang pastor tua yang bisa memanggil manusia kambing mengamati dengan serius para pekerja yang di bawah ancaman pedang panjang mengantar penduduk yang sekarat ke jalan tak kembali dengan pisau pendek. Kemudian mengeluarkan semua barang berharga dari dalam baju korban... Sambil mengangguk dengan pikiran yang dalam, ekspresinya mirip Raja Iblis yang sedang mengawasi pekerjaan manusia kambing.
Malam itu di perkemahan Kesatria Naga Hitam, di ruang makan perwira, seorang tua berbau menyengat mendorong dua prajurit muda yang berjaga di pintu hingga terhuyung-huyung, lalu masuk dengan santainya. Tanpa peduli kerutan alis para perwira, dia langsung duduk di kursi sebelah Chi Aotian.
Chi Aotian seolah sama sekali tidak melihat orang tua itu, tetap menyeruput kuah sayur dengan lahap sambil menyantap bagian makanan miliknya sendiri di depannya.
"Jenderal Chi, pagi ini saya melihat proses terakhir, ini... sepertinya tidak sebagus yang dibayangkan..." Pada masa peralihan musim dingin ke musim semi Kalender Sihir tahun ke-6, seorang Pastor bernama Tayang melangkahkan kakinya memasuki lembaran sejarah.
Menurut perkataan Tayang sendiri, dia pernah menjadi seorang Pastor, bahkan seorang Pastor yang hebat. Namun, setelah mengalami peristiwa yang seolah seperti berjalan dalam mimpi, seluruh konsep baik dan jahatnya terbalik sepenuhnya. Sejak saat itu, dia tiba-tiba menyadari tidak bisa lagi merasakan kekuatan Dewa Cahaya, bahkan sama sekali tidak bisa menggunakan magis suci yang membutuhkan kekuatan Dewa Cahaya untuk dikeluarkan. Spirit magis gelap justru datang tanpa dipanggil, terus beterbangan di sekitarnya.
Gereja mulai memburunya, bahkan mengirimkan Saint dan pendeta besar yang sudah mencapai status tertinggi. Untungnya... dalam keadaan seperti mimpi itu, dia sepertinya juga menguasai sihir yang cukup untuk melawan kekuatan cahaya. Dalam pertempuran mendadak, dia bahkan memanggil makhluk berkepala kambing yang mampu bertarung dengan malaikat tingkat rendah.
Secara gaib, ada kekuatan yang membuatnya membenci Gereja Suci, bukan hanya karena dendam atas pengejaran. Mengapa ada Pastor yang akhirnya terpilih oleh Dewa Cahaya, sedangkan dirinya... Singkatnya, kelemahan bawaan manusia dan dendam komprehensif akibat terus-menerus diburu dan disiksa, membuat Pastor aneh ini memilih bergabung dengan Kesatria Naga Hitam.
Melihat kebingungan di wajah Chi Aotian, Tayang tersenyum tipis. Pemuda di hadapannya ini cukup baik. Setidaknya, sebagai bangsawan muda, dia tidak menunjukkan wajah mengancam meski ditegor bawahan di depan umum. Toleransi dan belajar adalah kualitas paling dasar yang harus dimiliki seorang pemenang.
Ksatria pengawal magang segera menyajikan makan malam untuk pria ceplas-ceplos yang tidak ditegur Jenderal itu. Tayang mendorong piring dengan jarinya, menatap mata Chi Aotian, dan berkata kata demi kata: "Aku punya cara membuat perang ini menjadi lebih sempurna."
Dalam Perang Para Dewa, penilaian terhadap Tayang bisa digambarkan dengan "sikap tegas dalam prinsip besar". Meski ada yang memujinya: "Dengan tangan kilat, menunjukkan hati mulia." Lebih banyak orang menyebutnya sebagai iblis yang baru merangkak keluar dari neraka dengan tubuh masih mengeluarkan uap panas. Bagaimana mungkin dia bisa mengendalikan seluruh dunia seperti Raja Iblis?
Menurut penjelasan Tayang, ada setidaknya dua hal yang harus diperbaiki dalam pertempuran sore itu, terutama di bagian akhir.
Melihat semua perwira meletakkan garpu mereka, warna merah di mata Pastor semakin pekat – bahkan menyerupai makhluk legenda tertentu.
Pertama, penggunaan tenaga kerja pengikut pasukan sangat keliru. Saat ini, pria muda yang kuat sepenuhnya melakukan pekerjaan yang bahkan bisa dilakukan wanita. Harus dikatakan, ini merupakan pemborosan besar. Tayan menyarankan untuk membagi semua tenaga kerja pengikut pasukan menjadi tiga tingkatan. Terendah adalah Pasukan Sekutu, tingkat ini berasal dari kota yang menyerah, memilih penduduk usia 15-40 tahun. Dalam setiap pertempuran, mereka harus berada di terdepan saat charge militer dan terbelakang saat mundur. Tingkat lebih tinggi adalah Pasukan Koordinasi, Pasukan Sekutu yang berjasa dalam tempur akan naik menjadi Pasukan Koordinasi, dan dalam pertempuran selanjutnya juga harus berada di garis depan. Tingkat tertinggi adalah Sekutu, menikmati perlakuan setara Tentara Kekaisaran. Mereka akan mengawasi Pasukan Sekutu dan Pasukan Koordinasi dalam tempur. Tingkat rendah hanya perlu mengumpulkan jasa tempur cukup untuk dinaikkan pangkat ke tingkat tinggi. Dalam setiap perang, 5 orang dengan jumlah musuh terbunuh paling sedikit di Pasukan Sekutu akan dieksekusi tanpa syarat. 5 orang dengan jumlah musuh terbunuh paling sedikit di Pasukan Koordinasi akan diturunkan ke Pasukan Sekutu. Untuk para pemberani, Genggam emas akan dihamburkan. Bagaimanapun juga emas ini bukan berasal dari departemen militer kekaisaran, penggunaan sepenuhnya menjadi urusan Yang Mulia Jenderal sendiri. Bahkan bisa mendapatkan gelar bangsawan berdasarkan jasa.
Kedua, terhadap kota yang memberontak tidak boleh hanya melakukan pembantaian. Harus menghancurkan kehendak musuh secara total, hanya dengan cara ini perang bisa dilakukan dengan paling cepat dan langsung. Semua wanita usia subur harus dijadikan hadiah, dibagikan kepada Tentara Kekaisaran, Sekutu, Pasukan Koordinasi dan Pasukan Sekutu. Selain itu, semua orang tanpa syarat harus dibunuh!
Para perwira secara refleks saling memandang, bagaimana ide setan seperti itu bisa muncul di kepala pria tua ini. Sebagian perwira muda bahkan mengepal erat-erat tinju mereka - bagi seorang ksatria sejati, terdapat banyak hal dalam perkataan ini yang cukup untuk mencabut kehormatan ksatria.
Jubah panjang putih pada tubuh Pastor tua perlahan-lahan telah berubah warna tanpa disadari, semakin menghitam.
"Apa yang perlu dikagetkan?" Si tua memandang tak puas pada para perwira di sekitarnya: "Ini adalah perang tanpa batas. Apakah rasa kehormatan kalian yang menyedihkan bisa menjamin bertahan sampai akhir? Kalian pikir masih Pasukan Ekspedisi dari ratusan tahun lalu? Kalian hadapi bangsa gurun yang populasinya tak sampai 2 juta? Memang kalian sudah berusaha, setidaknya dengan melepas beberapa pengkhianat untuk meneror kota-kota lain. Tapi cukupkah? Tidak! Gereja Suci berpopulasi berkali lipat. Meski 100 orang mati untuk 1 prajurit kita, merekalah pemenangnya. Sekarang para pekerja ini tunduk karena keunggulan pasukan kita. Lalu bagaimana? Siapa jamin takkan memberontak? Suruh mereka berperang, gunakan wanita dan uang untuk memancing partisipasi sukarela. Beri tahu bahwa dengan jasa militer cukup, bahkan bisa jadi bangsawan tinggi. Hanya begini mereka benar-benar mau berperang. Dengan begitu mereka akan berdosa. Dosa yang menumpuk sampai lupa jati diri."
Hampir semua perwira di meja makan menahan napas. Memaksa warga sipil bertempur... Ide semacam ini bisa menghancurkan negara. Sebagai ksatria, meniru taktik musibah seperti ini adalah kejahatan yang menusuk jiwa, sekalipun dilakukan musuh.
“Jangan lihat aku, percayalah. Seiring waktu, jika kita tidak melakukannya, pasti ada orang lain yang akan melakukannya. Mungkin dalam ekspedisi berikutnya Gereja Suci menyerang Kekaisaran Amy, taktik seperti ini akan digunakan.” Kelopak mata orang tua itu berkedut-kedut.
“Yang Mulia Jenderal, sebagai ksatria senior kekaisaran, aku harus mempertahankan rasa kehormatan terakhirku - untuk misasi pemerkosaan wanita seperti ini, jangan 'berikan' kepada Ksatria kerajaan.” Qu Jianhong bangkit berdiri tiba-tiba.
Chi Aotian diam-diam menghabiskan sup terakhirnya, mengeringkan bibir dengan tisu wajah, lalu berkata pelan: "Masalah ini sudah diputuskan. Qu Jianhong akan memimpin pasukan pengawal langsungnya untuk membentuk legiun sekutu. Semua perwira menengah ke atas akan dipilih dari Kesatria Naga Hitam." Setelah mengatakan itu, ia meletakkan tisu wajah di meja dan pergi.
Nama: Tayan
Jenis Kelamin: Laki-laki
Ras: Khaos Tak Dikenal
Gelar: Pemakan Darah Raja Iblis Surga
Anggota ke-5 dari Delapan Pisau di bawah komando Raja Naga Bermuka Hitam Chi Aotian.
Dia sudah lama tidak bertemu manusia hidup. Orang terakhir yang melihatnya berlarian pontang-panting sambil memegangi kepala di hadapannya. Dia mengenali orang itu - dulunya sahabat lamanya, seorang imam yang agung dan tenang. Dengan senyum masam, dia memberi isyarat pada pengawalnya - dua Raja Vampir yang menyedihkan yang berkuasa dalam kegelapan nestapa. Makhluk-makhluk itu meratap dan mengaum dengan cakar, namun tak berani melawan kehendaknya. "Bawa manusia itu..." bisiknya ke arah jeritan histeris. "Usir dia ke bawah cahaya matahari yang kalian benci! Biarkan dia..." Matanya terpejam merasakan dingin yang merambat dari sandaran singgasana. "Tinggalkan kegelapan yang mereka tolak untuk kami! Mengerti?" Derap langkah bawahan yang bersorak gembira menggema di Bidang Kekuasaannya. Jeritan dan ratapan seketika memenuhi wilayahnya. Alisnya berkerut, "Rasa ingin tahu manusia selalu mengganggu ketenanganku!"
——《Legenda Seorang Pastor Besar yang Pernah Menjadi Sage Jatuh ke Jurang Kehancuran. Cahaya sucinya berubah menjadi bayangan hitam legam, kata-kata ramahnya berubah menjadi aura berbau darah. Di bawah pembiaran kejahatan, ia menguasai Bidang Kegelapannya. Untuk apakah kesuciannya dahulu rela tercemar? Tubuh yang abadi? Atau kekuatan magis jahat penguasa kegelapan? Bagaimanapun, dia telah memperoleh kemampuan yang sulit dipercaya, tapi dengan pengorbanan apa ini ditukar?
Seorang pastor yang seharusnya menyelamatkan dunia dengan magis suci, akhirnya menjadi kaki tangan paling setia Sang Malaikat Maut.
——《Hebatnya! Delapan Pisau Raja Naga Bermuka Hitam》
