“Oro, apa yang kau lakukan?!” Tentara bayaran paruh baya yang juga memiliki kemampuan masuk Papan Peringkat Jiwa Perang ini sama sekali tidak terkejut menghadapi ancaman maut. Wajahnya dingin seperti air, suaranya direndahkan dengan geram sementara tangan kiri di belakang punggungnya memberi isyarat rahasia kepada anak buahnya.
"Maaf! Yang Mulia. Antara tanah air dan loyalitas profesi, aku tidak punya pilihan lain. Mengapa demikian, tanyakanlah pada gereja..."
Dua pengawal pribadi di belakang Temügelei menggunakan jeda sepersekian detik keraguan Oro untuk melemparkan pedang panjang mereka ke wajahnya.
Prajurit terhebat sekalipun akan mengalami ilusi jarak ketika wajahnya diserang tepat di tengah. Oro refleks menjauh ke belakang, langsung menyadari kesalahannya. Tali busur di tangannya langsung mengendur. Temügelei yang sudah mencabut pedang dan merendahkan tubuhnya di detik terakhir, melihat anak panah berbulu biru muda menembus baju besi berat di bahunya, terus menerobos keluar dan menembus tubuh prajurit lain sebelum akhirnya tertancap di merlon tembok.
"Pemanah peri memberontak... Cepat... Segera tekan pemberontakan..."
Teriakan pembunuhan ini sampai ke telinga Tie Shou Lan Jiang dan Han Han yang kelelahan. Wajah kedua pahlawan itu langsung pucat bagai abu... Habislah... Pikiran yang sama muncul di benak mereka.
……
Dalam banyak situasi, manusia terpaksa mempercayai pepatah bahwa ada dewa-dewa di atas tiga chi (sekitar 1 meter), bahkan lebih-lebih meyakini adanya tangan takdir yang tak kasat mata mengendalikan segalanya.
Pertempuran Kota Rod seharusnya tidak memiliki ketidakpastian. Sebuah kota dengan populasi lebih dari 100.000 jiwa, dilengkapi 15.000 lebih personel militer dan tentara bayaran, ditambah dua Ksatria Naga pendukung, sama sekali tidak mungkin kalah. Kenyataannya hampir demikian - pada 4 Januari dini hari Tahun 6 Kalender Sihir, meski tembok Kota Rod telah hancur di banyak titik oleh katapul dan ribuan prajurit serta warga gugur di atas benteng, Adipati Besi Tangan Menghadang Sungai masih menyimpan resimen 1000 pasukan cadangan elit dan 50% pasukan sipil yang telah terlatih belum diterjunkan ke garis depan.
Pada momen kritis ini, Resimen 1000 Pemanah Elf Padang Rumput yang menjadi andalan Kelompok Tentara Bayaran Keringat Darah dalam mempertahankan tembok tiba-tiba berkhianat secara menyeluruh.
Di awal Perang Para Dewa, Gereja Suci melakukan beberapa tindakan yang sama sekali tidak dipahami penduduk (khusus Benua Eminoll) - seperti tiba-tiba mengumumkan ras ork dari Benua Fanos yang belum beradab sebagai Umat Pilihan Dewa, maupun keputusan untuk tidak mendukung Kekaisaran Amy yang selama ini menjadi sekutu dekat. Serangkaian tindakan tak masuk akal ini kemudian dikenal sebagai Empat Misteri Besar Gereja Suci. Misteri-misteri ini bersama dengan ramalan Lei Ge bahwa Amy tidak bisa dan tidak akan menjadi Ksatria Binatang Legenda membentuk "Dua Belas Misteri Besar Perang Para Dewa".
Misteri ketiga dari Empat Misteri Besar Gereja Suci adalah serangkaian "tindakan balas dendam" yang dilakukan markas besar Gereja Suci terhadap perbatasan selatan setelah jatuhnya Kota Kifu.
Pada bulan pertama musim semi tahun 6 Kalender Sihir, dua uskup agung berbaju merah yang mendapat mandat penuh dari Yang Mulia Paus untuk menangani urusan pasca perang Kota Kifu. Mempertimbangkan banyaknya korban jiwa pasca pertempuran, kedua uskup agung ini khusus membawa regu pastor berjumlah 500 orang dengan harapan dapat memberikan pertolongan medis secepat mungkin. Namun, pemandangan mengerikan di Kota Kifu seperti pisau yang menusuk mata semua pastor. Menurut data internal sistem gereja, jumlah anak laki-laki di bawah 13 tahun di Kota Kifu saja mencapai lebih dari 6.730 orang. Kontras tajam dengan angka ini adalah puluhan ribu mayat yang membara di sekitar empat gerbang kota - metode keras Pasukan Ksatria Naga Hitam membuat para pastor merasa seperti dibekukan hingga ke tulang sumsum di Daratan Es. Mayoritas pastor yang berhati lembut sama sekali tidak bisa membayangkan ada pasukan militer yang mampu melakukan kekejaman seperti ini.
Mungkin benar-benar salah langkah takdir, tidak lama kemudian peristiwa pembantaian rahasia pasukan reguler Kota Deri terbongkar. Selanjutnya, kabar tentang beberapa desa yang menyerah kepada Pasukan Ksatria Naga Hitam dan menyediakan tenaga kerja muda juga sampai ke Ulu. Bagi Gereja Suci, informasi semacam ini agak sulit didapat... Ya, perlu menggunakan istilah "sulit didapat" untuk menggambarkan situasi ini.
Chi Aotian dengan 5000 pasukan kecilnya menyapu perbatasan selatan Dataran Bunga, meraih kemenangan beruntun merebut kota dan wilayah. Ini merupakan tantangan langsung terhadap martabat gereja yang mengklaim sebagai yang terdekat dengan dewa. Setelah Malam Berdarah Ibukota, gereja terus merendahkan kekuatan tempur Kekaisaran Amy dan negara musuh lain untuk membangkitkan semangat rakyat. Pasukan Ekspedisi Kesatria Naga Hitam jelas memberi tamparan keras kepada Yang Mulia Paus. Kini gereja akhirnya punya kain penutup aib - sama sekali bukan karena Kesatria Naga Hitam tak terkalahkan, melainkan karena pengkhianat busuk yang bekerjasama dengan asing dan membunuh rohaniwan.
Bagi gereja yang dipenuhi kesombongan dan kemarahan, informasi ini sudah cukup. Di Ulu, setelah Yang Mulia Paus memutuskan untuk menghukum berat pengkhianat dan antek gereja, mudah dibayangkan di garis depan Kota Kifu, para pastor yang murka akan meningkatkan perintah ini secara berlebihan.
Dalam 10 hari lebih singkat, semua desa dan permukiman yang mungkin dilalui oleh pasukan besar Chi Aotian dalam ekspedisi diselidiki. Setiap permukiman yang menunjukkan dukungan terhadap Pasukan Ekspedisi dijatuhi hukuman mati - meskipun pasukan gereja berbaju putih tidak berani bersaing dengan militer Chi Aotian, mereka sangat cepat dalam membantai orang sendiri. Rakyat tak bersalah yang baru lolos dari pembantaian Chi Aotian akhirnya terbaring di bawah pedang sesama. Berita ini dengan cepat menyebar ke pedalaman melalui propaganda gereja yang bermaksud mencegah terulangnya peristiwa serupa melalui pembantaian tak berujung, serta mengurung pasukan pembantai di padang rumput luas.
Pada saat yang sama, kabar terpercaya menyatakan sebuah desa ras asing pernah menerima Legiun Ekspedisi Utara Chi Aotian dan memberikan persediaan panah serta logistik yang memadai. Dua uskup agung berbaju merah sangat menaruh perhatian pada hal ini. Dengan pertimbangan matang, kedua Uskup Agung mengirim dua kelompok mata-mata ke desa kecil nan indah ini untuk menyelidik - hasilnya sudah bisa ditebak. Para elf padang rumput tidak menyangka tamu dari jauh menyimpan niat jahat, terutama anak-anak yang menjawab hampir semua pertanyaan dengan jujur. Yang lebih menarik perhatian mata-mata adalah ditemukannya banyak senjata dan peralatan militer yang seharusnya menjadi milik pasukan gereja, bahkan termasuk barang-barang rohaniwan.
Saksi mata dan bukti fisik semuanya dalam bentuk jamak.
Semua ini cukup membuat siapa pun mengambil keputusan – Dua uskup agung, sambil menjalankan perintah Paus, tidak menganggap serius permukiman kecil ini dan tidak melaporkannya ke Ulu. Mereka langsung mengeluarkan perintah pembantaian – Hingga saat memberi perintah, kedua uskup agung masih belum memahami etnis apa yang membentuk desa asing ini. Sebagai pejabat tinggi yang mengabdi pada dewa, mereka tidak ingin repot memahami hal-hal sepele ini.
Para pastor yang menyamar sebagai kafilah dagang besar tiba-tiba menyerang desa Elf Padang Rumput. Sabda Suci, kutukan, mantra petir, penghentian gerakan... Di bawah sinar matahari terang, para pastor mendapat respons maksimal dari spirit magis suci. Gelombang cahaya sihir putih bagai tsunami menyelimuti seluruh desa. Para elf tak menyangka serangan keji bisa tersembunyi di balik jubah suci. Sebelum sempat mengorganisir perlawanan, desa telah rata dengan tanah. Statistik tidak lengkap menyebutkan lebih dari 700 elf padang rumput menggenangi rumput hijau dengan darah.
Semua ini kebetulan dilihat oleh pengintai elf dari kejauhan. Anak panah panjang atribut angin berwarna biru muda melesat cepat menuju lembaga tertinggi elf padang rumput – kelompok tetua.
Hasil dari insiden keji ini sudah jelas. Ditambah dengan mengetahui posisi elf hutan, dari 17 tetua, hanya 1 anggota tertua yang masih ingin berunding kembali dengan Gereja Suci. 16 tetua lainnya sepakat harus berperang melawan Gereja Suci, minimal menarik kembali anggota suku yang bertempur di pihak Gereja Suci.
“Akhirnya, pada akhir bulan pertama musim semi Kalender Sihir 6, Elf Padang rumput untuk pertama kalinya mengumumkan seluruh ras masuk ke keadaan perang atas nama kerajaan.” Musuh resmi yang dinyatakan adalah Gereja Suci yang membantai tanpa pandang bulu, sedangkan sekutu adalah negara induk yang belum sempat menyatakan sikap - Elf Hutan.
Pada hari yang sama, semua rohaniwan di wilayah kekuasaan Elf Padang rumput diusir keluar negeri.
Pada hari yang sama, pengumuman perang secara resmi masuk ke guild mercenary dan Guild Penyihir. Di hari yang sama juga, ratusan penunggang Elf terkuat dengan kuda perang terbaik menyebarkan berita ini ke seluruh Elf Padang rumput dan half-elf berdarah Elf Padang rumput di padang rumput.
Melihat kekacauan di tembok kota, Su Wen terkejut, kemudian berpikir apakah ini jebakan. Tapi prajurit senior itu segera membuat keputusan kemenangan - serbu kota! Lebih dari 10 bendera Naga Xun biru dikibarkan tinggi, setiap bendera mewakili skuadron. Genderang perang segera ditabuh. Pasukan sekutu biru bergerak penuh, teriakan perang menggema, hampir seribu tangga awan seperti ombak besar menerjang Kota Rod.
"Cepat! Teriak bersama: 'Elf Padang rumput adalah mata-mata dalam, Tangan Besi Penghalang Sungai tewas tertembak!'" Setelah mengingatkan ini, Su Wen baru sempat menoleh melihat perintah Chi Aotian.
Ksatria yang melesat datang memutar kudanya langsung menyerbu ke pasukan tengah Chi Aotian. Beberapa Elf Hutan khawatir terjadi konflik yang tidak perlu, turun bersama Burung Ganas. Ksatria Elf Padang rumput menyerahkan anak panah panjang kepada Elf Hutan, pada batang panah terukir tulisan—oh... bahasa peri rendahan. Panah itu segera diserahkan kepada Wakil Komandan Elf Hutan Qing Bula. Kabar baik akhirnya sampai ke Chi Aotian setelah melalui dua kali transfer.
"Serang total!" Elf Padang rumput tak punya alasan menjebak. Tanpa ragu, Chi Aotian langsung memberi perintah, lalu memanggil Yao Li Long.
"Serbuuu——serbuuu——"
Perang di detik ini sudah kehilangan ketegangan. Mengetahui seluruh permukiman suku mereka dibantai, sementara mereka masih membela algojo, Elf Padang rumput yang murka menjadikan pejabat kelompok tentara bayaran dan perwira batalion pendekar sebagai sasaran. Dalam jarak sedekat ini, sejak pemberontakan dimulai, kurang dari 1 menit, seluruh tembok Distrik Selatan kecuali dua menara panah telah dibersihkan dari perwira oleh bulu panah secepat kilat.
Para tentara bayaran dan pendekar tersadar dari keterkejutan, lalu melihat legiun hitam pekat bergerak maju di luar tembok. Tanpa komando perwira, harus menghadapi panah dingin dari rekan senjata, kekacauan melanda sepanjang tembok.
Han Han dan Tieshou Lanjiang serentak menunggangi Naga Raksasa dan terbang ke angkasa. Pada saat yang sama, Qing Luo dan Chi Aotian melesat maju seperti kilat dengan tunggangannya. Dengan hilangnya ancaman Elf Padang Rumput di bawah tembok kota, di belakang kedua orang itu terdapat ratusan Kesatria Peri Burung Ganas. Jarak 200-300 meter terasa ideal bagi Elf Hutan, anak panah pendek hijau seolah mengabaikan jarak - waktu dari pelepasan busur hingga menembus tubuh musuh hampir tak terdeteksi.
Kedua Ksatria Naga Unsur Api itu seketika merasakan tekanan tak terhingga.
Tombak Cun Yan berwarna darah milik Chi Aotian menyusul di belakang hujan panah, menerobos udara dengan cepat. Tangan Besi Menghalangi Sungai tentu telah mengetahui kekuatan tombak legendaris dari dunia dewa ini. Dengan gerakan miring, perisainya ditangkiskan. Pada detik genting ini, sang Adipati-Pahlawan tiba-tiba merasakan ancaman maut menyelinap dari kejauhan. Di antara hujan panah hijau, muncul dua busur melengkung yang ditembakkan berurutan. Setelah berhasil menangkis panah pertama dengan pedangnya, ketika hendak menangkis yang kedua, panah pendek itu tiba-tiba berbelok tajam dalam jarak kurang dari 1 meter. Melengkung 70°, anak panah itu menembus ketiak kiri yang memegang perisai, menyemburkan kabut darah dari bahunya. Ah! Jurus andalan Kilat Hitam - Panah Kehendak. Konon, anak panah pendek yang diperkuat sihir kuat ini bisa berbelok tiba-tiba dalam jarak dekat sesuai keinginan pemakai. Banyak pahlawan yang tumbang oleh jurus ini.
"Han Han! Atur penerobosan! Aku akan memimpin ksatria berat untuk menjaga belakang! Cepat!" Kehilangan senjata utama untuk mengatasi Elf Hutan, Tangan Besi Menghalangi Sungai segera mengambil keputusan tegas. Perintah mundur dikeluarkan tanpa ragu.
Kekalahan pasukan bagai gunung runtuh, dalam teriakan musuh yang menggema, tanpa komando perwira, seluruh garis pertahanan Kota Rod runtuh seketika. Para pejuang yang baru saja bertempur mati-matian segera berubah menjadi desersi yang bahkan tak segan mengarahkan anak panah panjang mereka ke rekan sendiri demi menyelamatkan diri. Kekalahan telak ini telah mencapai titik di mana tak seorang pun mampu mengubah keadaan.
……
Pertempuran Kedua Kota Rod, yang berlangsung selama 19 jam, berakhir dengan kekalahan memalukan Kelompok Tentara Bayaran Keringat Darah. Dalam pertempuran ini, Pasukan Bayaran Darah Besi mengerahkan 5 resimen 1000 orang plus regu ksatria langsung di bawah komandan resimen, total 5.323 personel. Setelah pertempuran, selain resimen pemanah Elf Padang Rumput yang berkhianat di medan perang, hanya 1.310 tentara bayaran yang berhasil keluar hidup-hidup dari Kota Rod. 1.200 lebih tentara bayaran dari kelompok lain, 1.500 pendekar, dan 3.000 penduduk berhasil melarikan diri dalam kekacauan. Di pihak Kesatria Naga Hitam, pasukan utama yang terlibat berjumlah 5.057 personel dengan 19.830 sekutu dan 62.845 warga sipil yang dipaksa. Setelah pertempuran, total korban tewas di pihak Kesatria Naga Hitam dan Pasukan Bayaran Kecil mencapai 238 jiwa, 100 lebih luka berat. Sekutu kehilangan 8.932 tentara, sementara hanya sekitar 13.000 warga sipil yang dipaksa berhasil menyaksikan matahari terbit keesokan harinya.
Pada hari penaklukan kota Rod, lebih dari 100.000 penduduk dibantai di tempat kecuali 10.000+ wanita muda. Melihat hasil kemenangan, pasukan sekutu termasuk warga yang dipaksa bergabung melupakan posisi mereka dan ikut serta dalam party penjarahan kemenangan selama dua hari. Chi Aotian menepati janjinya - kota ini tidak dibakar tetapi diserahkan relatif utuh kepada penduduk yang dipaksa, mengizinkan mereka mengosongkan segala isinya. Inilah efek yang diinginkan Chi Aotian: perlawanan sama sekali tidak diberi jalan hidup.
Resimen 1000 Elf Padang Rumput juga menderita korban berat, hanya 368 yang selamat. Para elf menolak ajakan Chi Aotian dan Qing Luo dengan berbagai alasan: sebagai elf, mereka tidak akan menembak rekan senjata kecuali karena pembantaian sesama anggota suku. Dalam pertempuran ini, baik Elf Padang Rumput maupun Elf Hutan saling menyebabkan kematian dengan panah mereka - situasi yang tak bisa diterima para elf. Sore hari penaklukan kota, para elf saling mendukung kembali ke suku tempat kelompok tetua berada.
Setelah istirahat dua hari, Pasukan Ekspedisi Kesatria Naga Hitam melanjutkan gerakan ke utara. Dari Kota Rod, pasukan ekspedisi telah memasuki jalan raya benua, menandai awal penetrasi ke jantung wilayah Gereja Suci. Di depan, rangkaian kota-kota bertebaran bagai bintang di langit...
Dalam dua hari perbaikan, Su Wen sebagai juru bicara Chi Aotian menganugerahkan gelar bangsawan seumur hidup dengan wilayah khusus kepada 11 orang yang berjasa besar dalam perang di wilayah Kadipaten Besar Bunga, sambil menyatakan janji resmi bahwa imbalan untuk Pasukan Ekspedisi Utara tidak akan kalah dari Pasukan Ekspedisi Nyonya Chi Tianmeng. Motivasi perang tentara dipertahankan dengan sederhana: di satu sisi kebencian tak bertepi, di sisi lain imbalan kemuliaan tak terbatas.
Kabar ini mengguncang gereja dan markas besar Kaisar Barat di Ulu dan Skambray. Meski tak berharap Pasukan Kavaleri Berkuda Keringat Darah bisa mengalahkan Kesatria Naga Hitam, mereka terkejut karena pertahanan benteng tak bertahan 24 jam nonstop. Markas besar segera meningkatkan perhatian pada Kesatria Naga Hitam, memerintahkan Legiun Ketiga Norton untuk segera menyelesaikan perbaikan dan melintasi Hutan Perbatasan dalam perjalanan malam menuju Dataran Bunga. Untuk memperkuat pasukan, dua legiun baru dari Kekaisaran Tentara Bayaran dikerahkan ke medan perang Dataran Bunga.
Untuk meningkatkan semangat juang rakyat di wilayah keuskupan dan mengenang kota pertama yang benar-benar melawan penjajah, Yang Mulia Paus membuat keputusan istimewa - membangun sebuah katedral yang tak tertandingi. Skala katedral ini sangat besar tak tertandingi, ia akan dibangun di atas lokasi bekas Kota Rod dengan memanfaatkan tembok kota lama sebagai dinding gereja, didirikan ratusan pilar batu raksasa di dalamnya, dengan membangun balok lintang di antara pilar-pilar untuk rumah-rumah. Ruang paduan suara terbesar memiliki luas lebih dari 20.000 meter persegi. Menurut usulan Kekaisaran Mianyang, dalam katedral besar ini akan dipuja dua dewa tertinggi secara bersamaan. Bagian timur gereja tempat terbitnya matahari memuja Dewa Cahaya; bagian barat gereja tempat terbenamnya matahari memuja Dewa Perang.
Keistimewaan utama katedral megah ini terletak pada material pembuatannya. Untuk memperingati warga gereja yang tak bersalah menjadi korban dalam Perang Suci, Yang Mulia Paus mengutus utusan khusus untuk mengangkut tengkorak semua korban sipil dan militer yang gugur dalam invasi Pasukan Ksatria Naga Hitam dari berbagai daerah ke Kota Rod. Tengkorak-tengkorak ini disusun rapi di bawah tanah selama upacara peletakan batu pertama, dengan harapan para korban tak bersalah ini dapat memperoleh perlindungan ilahi di surga. Di dalam katedral, semua perabotan terbuat dari tulang manusia. Hal pertama yang terlihat saat memasuki katedral adalah 12 lampu gantung raksasa berdiameter 6 meter yang melambangkan 12 Dewa Utama. Setiap lampu terdiri dari 89 tengkorak manusia dengan lampu pusat yang digantung, dimana cahaya menyorot ke lantai melalui rongga mata tengkorak. Dari posisi manapun di bawah lampu, jika menengadah ke atas akan terlihat satu tengkorak yang menatap tajam ke arahmu. Setiap aula memiliki salib yang terbuat dari tulang kaki manusia. Setiap pintu dalam ruangan dihiasi tirai gantung dari tulang jari manusia. Di aula baptis terbesar bahkan terdapat mahkota kepausan yang terbuat dari "tulang kesan" - bagian tulang paling keras di tengah dahi manusia. Semua lampu susu di katedral terbuat dari kulit manusia. Di sepanjang koridor, terdapat patung-patung yang begitu realistis hingga sulit dibedakan dengan aslinya, karena memang dibuat dengan mencetak model langsung pada kerangka manusia asli. 1200 lebih ksatria perkasa berzirah emas di dalam gereja juga dibentuk dari tulang belulang bangsawan yang gugur dalam perang ini... Pada hari peresmian katedral, semua korban ini diselimuti cahaya suci ilahi.
Demikian pula, untuk menegakkan wibawa Dewa Utama, gereja mendirikan tepat 100.000 salib hitam di depan katedral. Gereja menggali seluruh tulang belulang personel militer Pasukan Ekspedisi yang gugur dalam pertempuran Kota Rod, serta mengangkut kerangka 10.000 lebih personel militer benua beku yang sebelumnya dipaku di salib dari jalan raya benua. Dengan dibungkus kain kafan hitam, satu per satu kerangka ini dipakukan pada salib.
Yang Mulia Paus menyatakan: "Berharap pada hari penyelesaian katedral, Chi Aotian juga dapat dipakukan pada salib di depan katedral."
Katedral yang sedang dibangun dan menjadi perhatian dunia ini dinamai "Kuil" oleh gereja.
