Strategi perang mengatakan: "Anak panah yang ditembakkan dari busur yang terlalu tegang tidak bisa menembus kain tipis Lu."
Wilayah utama Gereja Suci membentang hampir 2500 li dari selatan ke utara, dan lebih dari 1700 li dari timur ke barat, menjadikannya negara dengan luas daratan terbesar kedua di Benua Eminoll setelah Kekaisaran Amy. Meskipun wilayahnya luas dengan populasi jarang, menurut statistik tidak resmi, total penduduknya antara 17 hingga 22 juta jiwa.
Sudah tiga bulan penuh sejak Chi Aotian menginjakkan kaki di tanah berpadang rumput biru ini. Dalam 100 hari terakhir, Legiun Naga Hitam bagaikan binatang buas yang mengamuk menerobos kawanan domba tak berujung. Sepanjang perjalanan, genangan darah mengalir deras—yang tunduk hidup! Yang melawan mati!! Di mana panji Naga Hitam dan panji Flying Wing Cobra berkibar, tak ada yang bisa menghalangi. Bahkan Legiun Kavaleri Berdarah Kuda yang disebut-sebut sebagai pasukan bayaran terkuat di perbatasan selatan, dengan dua Ksatria Naga yang masuk 20 besar Papan Peringkat Jiwa Perang, terpaksa kalah di hadapan Yao Li Long. Lebih dari 10 jenderal terkemuka Gereja Suci gugur dalam pertempuran.
Namun, seiring berjalannya waktu dan perang terus bergerak tanpa batas ke Dataran Bunga, neraca perang sedikit demi sedikit mulai condong ke Gereja Suci...
Pertama-tama adalah peningkatan kekuatan tempur pasukan gereja.
Kecuali Kota Kifu yang benar-benar jatuh ke tangan Kesatria Naga Hitam, 5 kota besar lainnya dan lebih dari 30 desa kecil hampir seluruhnya dihancurkan oleh warga sipil lokal yang digiring paksa oleh Kesatria Naga Hitam.
Gereja Suci dari tingkat atas sampai bawah tenggelam dalam refleksi mendalam: Mengapa para penggembala yang dulu hanya tahu menyerah bisa melepaskan kekuatan perang sehebat ini? Mengapa prajurit profesional yang telah dilatih gereja selama sekitar setengah tahun menunjukkan performa yang begitu buruk? Setelah merenungkan dengan pedih, gereja memindahkan 3 resimen 1000 personel dari Kamp Pelatihan Farnorth untuk melatih pasukan gereja. Ork Farnorth jauh lebih ulet dibanding manusia biasa, dan tuntutan mereka terhadap prajurit manusia juga jauh lebih keras daripada pelatih manusia. Di setiap kamp pelatihan kota, setidaknya ratusan rekrutan baru tewas selama pelatihan. Namun dalam pelatihan kejam seperti ini, gelombang demi gelombang pasukan gereja tetap belum memiliki kemampuan perang yang sesungguhnya.
Kedua, serangkaian tindakan penindasan berdarah yang dilakukan gereja terhadap desa-desa yang menyediakan tempat tinggal bagi pemberontak di selatan Dataran Bunga dijadikan materi pengajaran positif yang digembar-gemborkan di internal gereja. Setelah mendengar pembunuhan gila berulang kali, penduduk lokal gereja menyadari satu hal: Bertahan di kota pasti akan berakhir dengan pembantaian total oleh Pasukan Ekspedisi besar Chi Aotian; namun jika tidak dibantai habis oleh pasukan ekspedisi ini, gereja pasti akan memberikan kejahatan bersekongkol dengan musuh dan memberantas sampai ke akar-akarnya. Dalam situasi ini, wilayah sejauh 100 li di sekitar rute potensial pasukan Chi Aotian mulai muncul desa-desa tak berpenghuni - warga sipil mengungsi sambil menangis meninggalkan rumah mereka, kemudian pasukan gereja datang membakarnya sampai habis untuk memutus pasokan logistik Pasukan Ekspedisi Chi Aotian secara total.
Kembali, setelah lebih dari dua bulan pemulihan, terutama dengan tambahan rekrutan baru, pasukan Merton kini telah mencapai kekuatan penuh dengan 45.000 personel. Rencana awal markas besar adalah menjadikan Merton sebagai "Bian Zhuang", namun tak disangka pasukan besi 4000 orang yang dipimpin Adipati Tieshou Lanjiang justru mengalami keruntuhan total dalam beberapa hari, sementara Legiun Chi Aotian tetap utuh. Dalam situasi ini, markas besar tentu tidak akan bodoh bertempur dulu dengan Adipati Tieshou Lanjiang lalu memberi keuntungan pada Chi Aotian. Rencana asli direvisi diam-diam. Perwira Farnorth di daerah pinggiran segera menghubungi Adipati Agung Tieshou Lanjiang dan menyediakan perkemahan terbaik serta Pastor. Dalam kondisi ini, Merton telah mengirim beberapa resimen 1000 orang elite untuk terus mengganggu wilayah perbekalan Chi Aotian.
Terakhir, Perang Suci agama sering menjadi alat propaganda gereja yang termurah namun efektif. Umat biasa secara bertubi-tubi dipersenjatai cepat oleh gereja, termasuk mereka yang kehilangan keluarga di tangan Pasukan Ekspedisi. Dengan senjata sederhana, mereka akan mengintai di padang rumput untuk menyerang anggota Pasukan Ekspedisi yang terpisah, siang malam tanpa henti bagaikan lingkaran tak berujung.
Pasukan Ekspedisi Kesatria Naga Hitam beristirahat di Kota Rod selama 3 hari, kemudian melanjutkan perjalanan. Beberapa perwira senior merasakan suasana aning di sekitar. Para elf terus melihat pilar-pilar asap hitam di garis cakrawala. Ketika pasukan besar tiba di bawah pilar asap, mereka menemukan permukiman yang terbakar hebat oleh angin. Desa-desa itu sudah kosong, semua rumah terbakar, sumur-sumur ditimbun dan diberi racun. Di kota kecil yang hancur total seperti ini, tentu tidak bisa berharap menemukan persediaan pangan.
Pada hari pertama kejadian ini masih terkesan biasa. Namun setelah kejadian serupa terulang 5-6 hari berturut-turut, seluruh pasukan ekspedisi paham situasinya. Para ksatria elf kemudian menemukan beberapa pasukan Fanos di luar jarak serang ekspedisi. Setiap pasukan ternyata berjumlah ribuan orang. Jika yang terlihat sudah sebanyak ini, bagaimana dengan yang masih tersembunyi?
Malam itu, setelah 20.000 pasukan Kesatria Naga Hitam berkemah, Chi Aotian mengumpulkan semua perwira senior untuk rapat darurat. Ketika Chi Aotian menjelaskan tentang 10 lebih permukiman kosong di sekitar, tenda komando yang luas itu senyap hingga hanya terdengar napas para prajurit.
Bagaimana caranya? Sekarang Pasukan Ekspedisi membutuhkan setidaknya 200.000 kilogram perbekalan pangan per hari untuk konsumsi personel dan kuda perang. Meskipun sebagian pakan ternak bisa didapatkan di lokasi, kebutuhan pangan tetap sekitar 50.000 kilogram. 50.000 kilogram per hari, bagaimana dengan 10 hari? 20 hari? Diperlukan minimal 1 juta kilogram pangan! Pasukan Ekspedisi hanya bisa membawa sekitar 300.000 kilogram pangan. Pada periode sebelumnya, setiap 6 hari Pasukan Ekspedisi harus menemukan permukiman penduduk untuk pengisian ulang.
Jika musuh benar-benar mengosongkan semua permukiman dalam radius 100 li sekitar Pasukan Ekspedisi, maka sama sekali tidak ada pasokan perbekalan. Mulai saat ini, prajurit harus mulai mengonsumsi daging, mengalokasikan pangan untuk kuda perang. Jika persediaan daging kering habis, hanya ada pilihan menyembelih kuda perang. Lalu setelah kuda perang habis...
Konon dalam perang serupa sebelumnya, ada personel militer yang memakan daging manusia. Ah... Tidak perlu merujuk ke masa lalu, bahkan dalam sejarah perang Kesatria Naga Hitam sendiri ada kasus seperti ini. Itulah sebabnya ada puisi terkenal di kesatrian: "Tertawa menyantap daging barbar, Haus meminum darah di ujung pedang, Mencari gelar bangsawan sejauh 10.000 li". Jangan dikira ini hanya kiasan sastrawan - ini fakta 100%! Bahkan Yue Wumu yang termasyhur dari zaman kuno meninggalkan syair: "Dengan semangat lapar menyantap daging barbar, Sambil bercanda haus meminum darah Xiongnu." Itulah gambaran nyata pasukan yang mengisi ulang persediaan di medan tempur saat itu.
Dalam legenda kuno, ketika Jenderal Kavaleri pertama kali melakukan ekspedisi ke Dataran Bunga, mekanisme perang manusia saat itu belum terorganisir secara masif. Ketika jalur logistik membentang hingga 1000 li, persediaan benar-benar habis - untuk mengirim satu gerobak bahan pangan ke kamp militer, setidaknya 10 gerobak akan terkikis di perjalanan atau bahkan dirampas musuh. Dalam kondisi ini, Jenderal terpaksa memerintahkan pencarian makanan lokal. Setelah sapi dan domba setempat dimakan habis, penduduk dibantai dengan palu perang. Sebagian mayat dijemur di atas kereta perang untuk dibuat dendeng, sementara sebagian lain dibungkus daun Mocao bersih dan diletakkan di bawah pelana kuda. Setelah kuda berlari beberapa jam, panas tubuh kuda dan gesekan dengan pelana akan memasak daging tersebut. Saat tiba di perkemahan, pasukan langsung bisa menyantapnya tanpa repot memasak - saat itu pasukan logistik pun sudah tidak ada, yang lemah telah ditinggalkan, yang kuat telah dialihkan ke tim tempur.
Musim Panas Bulan 1, Dataran Bunga yang terletak di daerah subtropis sudah cukup panas. Begitulah... Angin kecil berhembus, keringat dingin mengalir di punggung para perwira lulusan Sekolah Ksatria Senior Kekaisaran. Tidak heran... Dalam kurikulum sekolah ksatria senior, khusus dibahas tentang praktik kanibalisme selama ekspedisi Yang Mulia Jenderal Kavaleri. Para instruktur dari militer dengan tenang mengkritik metode pengolahan daging ini - daging ditempatkan di bawah pelana, keringat manusia dan kuda yang mengalir meresap ke dalam daging lalu menguap oleh panas, sehingga garam dalam keringat tertinggal. Dengan cara ini, daging tetap lezat meski tanpa garam. Tapi metode ini sangat tidak ilmiah. Keringat, terutama dari hewan herbivora seperti kuda, mengandung racun ringan - rumput yang dimakan kuda umumnya beracun untuk manusia. Dengan proses penggaraman khusus ini, daging giling menjadi sedikit beracun, menyebabkan banyak personel militer menderita migrain dan penyakit akibat kerja.
Hingga kini, para perwira senior masih ingat tugas yang diberikan guru setelah pelajaran itu: "Cara memanggang daging selama operasi kilat." Memikirkan ini, mulut para perwira terasa pahit. Mereka saling memandang rekan senjata, menyadari semua wajah kolega mereka pucat sama sekali.
"Apa jawaban standar saat itu?" Beberapa perwira sama-sama tidak bisa mengingatnya. Ah... sungguh memalukan... Wajah para perwira memerah berkali-kali. Tapi, kabarnya Jenderal Chi Changyun lulus dari sekolah ksatria dasar, menengah, hingga Sekolah Ksatria Tinggi Kekaisaran semuanya dengan peringkat pertama. Apakah Chi Aotian juga punya prestasi sehebat ini? Jika iya, apakah dia masih ingat jawaban yang benar saat itu?
Beberapa perwira senior seperti melihat sesuatu melayang di depan mata mereka. Sebelum sempat bereaksi, masing-masing kepala mereka ditampar keras hingga helm berjumbai biru kehijauan hampir miring: "Kalian ngapain ini? Lagi mikirin istri atau merencanakan bagaimana membelot?"
Ucapan jahat keluar tanpa hambatan dari mulut kepala super botak yang memantulkan cahaya lilin: "Jenderal Chi Er, hati-hati dengan bawahan Anda ini. Lihat, baru siang hari sudah melamun. Entah sarafnya bermasalah, atau semalam terlalu capek 'beraktivitas' sampai ginjal lemah dan panas dalam."
"Kapan kami pernah melakukan hal-hal itu? Kami sama sekali tidak..." Seorang perwira mencoba membela diri.
"Hehe... Tidak ada kesempatan, ya? Aku tahu kalian bangsawan ini di depan pura suci, tapi di belakang sama saja... Eh... Tentu saja, Jenderal Chi Er, ucapan ini tidak termasuk Anda." Pastor tua itu berpura-pura seolah-olah tidak ada yang disembunyikan.
Beberapa perwira bahkan saling memandang dengan wajah masam. Di antara perwira lama Pasukan Ksatria Naga Hitam, selain Qu Jianhong yang kurang menghormati Tayang, semua orang lain pasti menyerah kalah ketika berhadapan dengan pastor tua ini. Memang tidak ada jalan lain, bajingan tua yang seharusnya sudah masuk peti mati ini memiliki kelincahan luar biasa. Dalam pertarungan tangan kosong, para perwira ini belum tentu bisa mengalahkannya, apalagi melawan monster-monster yang dipanggilnya.
Qu Jianhong masih dalam masa pemulihan. Sejak dia terluka, Tayang sangat perhatian dan sering menjenguknya. Meski kata-katanya selalu kasar: "Kau belum mati juga ya?", "Bangsat, orang baik cepat mati, penjahat bisa 1000 tahun!", "Kura-kura hidup 10.000 tahun, dasar anak setan kayaknya punya bakat hidup sampai 10.000 tahun!", dan semacamnya, semua orang bisa merasakan perhatian yang tersembunyi di balik kata-kata dinginnya. Kini, sikap Qu Jianhong terhadap Tayang mulai berubah. Ah... Ini bukan berarti para perwira kehilangan sandaran, tapi bagaimana jika kedua orang ini nanti berkomplot? Bukankah keluarga bangsawan terkenal di Wilayah Pertempuran Tongyun akan memiliki... eh... ngomong-ngomong kenapa pakai kata "lagi"?
"Kalian sekelompok sampah masyarakat, berkelahi tidak bisa, berpikir pun tidak becus. Coba katakan, apa lagi yang bisa kalian lakukan?" Cipratan ludah beterbangan dari mulut Tayang. 3 perwira benar-benar tak bisa berkata-kata. Tayang masih memiliki satu kelebihan: jika lawan sudah jelas-jelas menyerah, biasanya dia tidak akan terus menindas. Seperti kata Tayang sendiri: "Tidak perlu berdebat dengan anak bawang."
Tayang kemudian kembali ke kursinya, menepuk meja: "Untungnya di Pasukan Ekspedisi masih ada cendekiawan berilmu tinggi sepertiku. Jika gerombolan gereja bajingan ini terus memblokade seperti ini, sebenarnya masih ada beberapa cara..."
"Jangan-jangan... Penasihat militer juga mau..." Beberapa perwira senior secara bersamaan teringat perbuatan-perbuatan pastor tua ini sebelumnya. Dari pemahaman mereka, memakan manusia... tampaknya bukan fakta yang terlalu tak terima. Bisa jadi, orang ini masih menyesal kenapa mayat-mayat dalam perang sebelumnya tidak semuanya diawetkan. 3 perwira merasakan getaran kuat di saraf mereka.
