"Ding..." Suara pertama senjata jatuh terdengar entah dari mana, kemudian semakin banyak senjata berlumuran darah pemuja dewa yang dilempar ke tanah, semakin banyak pemberontak berlutut terpaku, kepala tertunduk dalam-dalam namun tak berani menyentuh tanah.
Di atas tembok kota yang jauh, para pemberontak memandang takjub pada kobaran api yang menjulang ke langit. Meski 30 generasi terakhir Kekaisaran Gurun tak lagi merasakan berkah Yang Mulia Dewa Api, para pendeta Pemuja Api selama ribuan tahun ini tak pernah berhenti menyebarkan ajaran. Hampir setiap pemuja di Kekaisaran Gurun tahu, di atas mereka pernah ada dewa agung yang menganugerahkan tanah ini pada leluhur mereka. Saat berkah dewa ini masih menyelimuti kekaisaran, 9 menara kota di puncak tembok Mumbai memanggang kobaran api siang-malam.
Ketika Api Suci kembali menjilat langit, hanya ada satu jawaban: berkah Yang Mulia Dewa Api kembali menyapu Kekaisaran Gurun Suci. Maka... Gereja Suci yang sebelumnya mengobarkan pemberontakan atas nama kebenaran ilahi, seketika menjadi musuh Yang Mulia Dewa Api.
Memberontak terhadap kerajaan adalah satu hal, sementara memberontak terhadap Yang Mulia Dewa Api yang merupakan salah satu dari 12 Dewa Utama adalah hal yang sama sekali berbeda. Untuk yang pertama, mungkin Yu Yong masih berani mencoba, namun untuk yang kedua, jangankan mencoba, bahkan sekadar memikirkannya dalam hati pun membutuhkan keberanian yang luar biasa!
Satu per satu pasukan pemberontak mulai menyerah.
Para perwira Kekaisaran Gurun yang sedang mengepung kota di bawah tembok tentu juga menyaksikan perubahan besar di menara kota. Meski tidak melihat langsung kejadian di dalam kota, dari penuturan dua Ksatria Peri, para perwira sudah bisa menebak kronologi peristiwa. Menyaksikan Yang Mulia Dewa Api kembali menampakkan kekuatan tak terbatas, para perwira berteriak "Terima berkah Yang Mulia Dewa Api!" sambil memimpin serangan. Tiga Ksatria Binatang Legenda Kadal Pasir langsung menerobos tembok kota dengan kadal pasir mereka.
Tak lama kemudian, gerbang kota pun terbuka...
Menurut catatan resmi sejarah generasi berikut:
Pada musim gugur Kalender Sihir tahun ke-6, Kekaisaran Gurun dilanda pemberontakan besar-besaran.
Untuk mempersiapkan pemberontakan ini, tiga Paus Gereja Suci telah melakukan persiapan selama 41 tahun.
Selama 41 tahun tersebut, total 7 uskup agung berbaju merah menyusup ke Mumbai untuk menyebarkan ajaran suci dan merekrut pemuja secara besar-besaran. Di empat distrik utama Mumbai, lebih dari 80% penduduk gurun di distrik barat dan selatan telah beralih memuja Yang Mulia Dewa Cahaya. Di dua distrik lainnya, tidak kurang dari 30% massa juga meninggalkan Pemuja Api.
Pada Kalender Sihir tahun ke-5, dua uskup agung berbaju merah bersama-sama mengunjungi empat Kepala Suku Tertinggi dari Persatuan Kepala Suku Kekaisaran Gurun.
Fakta saat itu adalah, keempat tokoh besar ini tidak tertarik dengan gelar raja simbolis yang direkomendasikan oleh Dewan Kepala Suku. Setelah negosiasi selama setengah tahun dan saling berkompromi, akhirnya tercapai kesepakatan - melancarkan pemberontakan untuk menggulingkan raja yang berkuasa, menetapkan Gereja Suci sebagai agama negara, dan mengakui kedaulatan Yang Mulia Paus atas kekaisaran. Dari 50.000 pasukan penjaga Kota Mumbai, sekitar 20.000 orang menyatakan kesetiaan kepada Kekaisaran Suci kecuali pasukan inti kedua pangeran. Gereja Suci berjanji setelah menggulingkan raja lama, akan memperluas batas kekaisaran gurun sejauh 50 li ke utara, barat, dan selatan, lalu menganugerahkan gelar Empat Raja Kabupaten kepada empat kepala suku sebagai pendiri negara, dengan hak waris turun-temurun.
Secara praktis, pemberontakan ini berjalan sangat mulus.
Para penduduk yang beralih ke Gereja Suci secara bertahap mengusir pendeta Pemuja Api dari wilayah mereka di bawah hasutan pastor, merobohkan gereja lama. Selama ribuan tahun yang semakin merosot, Pemuja Api berharap raja bisa turun tangan, namun para raja berturut-turut terkendala oleh Dewan Kepala Suku. Dalam tiga pihak yang berseteru ini, pengaruh Gereja Suci semakin menguat. Setelah Kalender Sihir tahun ke-5, Dewan Kepala Suku secara terang-terangan memihak Gereja Suci. Dalam 4-5 bulan singkat, semua kuil Pemuja Api di Mumbai kecuali Aula Dewa Api dibakar dan dihancurkan, digantikan oleh puluhan gereja Gereja Suci yang lebih megah.
Pasukan bawahan langsung Pangeran Afuti yang terdiri dari anggota suku tempat keluarga kerajaan berasal, unggul baik dalam kekuatan tempur maupun kesetiaan. Ketika kekuatan militer ini meninggalkan Mumbai untuk menjalankan tugas binatang gaib, empat raksasa Dewan Kepala Suku menganggap ini kesempatan emas. Lima pastor senior tingkat tinggi yang telah mengalami kemajuan dua tahap dari Gereja Suci juga sangat antusias mencari kesempatan untuk menunjukkan bakat mereka kepada Yang Mulia Paus - lebih tepatnya, para pastor senior ini meyakini bahwa setelah 40 tahun persiapan matang, saatnya telah tiba baik untuk menggulingkan kekuasaan Baginda Raja maupun memberantas sisa-sisa Pemuja Api hingga ke akar-akarnya.
Pemberontakan di Kota Mumbai ternyata memiliki kemiripan mengejutkan dengan Skambray. Pertama, muncul serangkaian insiden kecil seperti kebakaran, penjarahan, dan bentrokan bersenjata di berbagai distrik kota. Pasukan yang setia pada raja dikirim secara bergiliran, sementara para pemuja Gereja Suci membanjiri jalanan dan memasang rintangan di berbagai titik... Seluruh kota pun lumpuh dalam sekejap.
Empat Kepala Suku kemudian memerintahkan pasukan bawahan mereka untuk menyerang istana. Pangeran Kedua Raman memimpin Pasukan Pengawal Istana melawan sepanjang malam, namun akhirnya istana jatuh. Pahlawan terhebat Kekaisaran Gurun gugur dalam pertempuran. Seluruh keluarga kerajaan termasuk Yang Mulia Raja berhasil ditangkap.
Pemberontakan berjalan mulus hingga kedatangan Pangeran Afuti. Mendengar kabar kepulangan sang cucu putra mahkota, empat Kepala Suku bahkan sempat menyiapkan lebih dari 10.000 personel militer dalam berbagai penyergapan, bersiap untuk merebut sekaligus sang pangeran.
Yang tak terduga semua orang, Yang Mulia Afuti tidak kembali sendirian. Kemenangan menentukan pasukan sistem Gereja Suci di Dataran Bunga yang luas, meski membuat Pasukan Ekspedisi Chi Aotian terluka parah, secara kebetulan pasukan elit penuh aura pembunuhan ini justru terdesak ke Kekaisaran Gurun.
Mustahil Pasukan Ekspedisi Chi Aotian mengalahkan 100.000 prajurit besi perkasa di Dataran Bunga. Namun di Kekaisaran Gurun, sisa-sisa pasukan tua-muda ini justru menjadi kekuatan kunci yang mengubah situasi perang.
Yang lebih mengejutkan, Api Suci Kuil Dewa Api yang telah padam lebih dari 1000 tahun tiba-tiba menyala kembali! Bagi penduduk Kekaisaran Gurun yang sebelumnya percaya perkataan pastor Gereja Suci - bahwa Yang Mulia Dewa Api telah meninggalkan mereka, dan kini berada di bawah kekuasaan Yang Mulia Dewa Cahaya.
Begitu Api Suci berkobar, tak satu pun penduduk Kekaisaran Gurun berani menyimpan secuil ketidakhormatan dalam hati terhadap Yang Mulia Dewa Api.
Para sarjana studi agama masa depan berpendapat, merujuk pengalaman ajaib Nona Sha Ruo "dewa minor", alasan Pemuja Api bertahan melalui 1000 tahun penderitaan penebusan dosa bukan karena ditinggalkan Dewa Api, melainkan karena Sang Dewa terkurung di kedalaman bumi. Saat Yang Mulia kembali ke Istana Bintang Api Huode, pengaruhnya di dunia fana pulih, sehingga terjadi kejadian aneh di alun-alun Pemuja Api.
Di Lapangan Dewa Api, lebih dari 400 pastor Gereja Suci terutama 3 pastor tingkat tinggi yang telah melakukan perubahan pekerjaan kedua kali masih berusaha melawan. Seluruh penduduk dan prajurit yang bersujud memohon pengampunan dosa memandangi mereka dengan tatapan seperti melihat idiot. Menantang otoritas Yang Mulia Dewa Api di Lapangan Dewa Api sama sekali tidak memerlukan campur tangan para imam api. Spirit magis api berbentuk manusia yang muncul dari pilar api dengan rantai api berputar, tanpa menghabiskan banyak waktu, telah mengalahkan semua bidat ini - perlu diketahui bahwa aula besar Dewa Api memang terletak di kawah vulkanik dan telah menerima berkah dari Istana Bintang Api Huode. Dalam radius ini, wilayah tersebut setara dengan perlindungan api raksasa. Jangankan pastor suci, bahkan beberapa magister besar sihir sekalipun yang datang ke Lapangan Dewa Api hanya akan menambah catatan kemenangan para spirit magis api bawahan langsung Yang Mulia Dewa Api.
Pemberontakan ini tercatat dalam sejarah sebagai "Kekacauan Penebusan Dosa Seribu Tahun" yang paling terkenal.
Aliran Pemuja Api yang pernah jaya mengalami kerugian besar setelah pemberontakan ini, hanya menyisakan 17 Imam Jubah Merah sebagai survivor. Mereka dikenal sebagai "17 Sesepuh Kebangkitan Kembali" dalam sejarah Pemuja Api. Imam Besar asli Muhammad Saha mencapai pencerahan jasmani dan memiliki kuil khusus di dalam aula Dewa Api. Murid Imam Besar yang baru berusia 14 tahun, Adam Ping, diangkat menjadi Imam Besar baru.
Kanjeng Raja Kekaisaran Gurun turun takhta karena duka atas gugurnya putra tercinta dalam perang, Pangeran Afuti naik sebagai raja baru. Atas jasanya membela agama, Imam Besar baru Pemuja Api memberinya hak memerintah selama 30 tahun dengan pewarisan takhta langsung tiga generasi.
Dewan Kepala Suku yang berpengaruh dibubarkan. Hak rekomendasi raja kembali ke tangan Pemuja Api. Untuk menghormati ratusan kepala suku, dibentuklah Kelompok Tetua Kepala Suku meski tanpa kekuasaan nyata.
Kemudian...
Empat Kepala Suku pemberontak dihukum mati!
Di wilayah Kekaisaran Gurun, 13.762 rohaniwan Gereja Suci dibuang ke pasar. Ratusan ribu massa marhabis menghujani mereka dengan batu hingga menjadi bubur daging!
Seluruh 22.537 personel militer yang terlibat pemberontak dieksekusi!
Tentu, kematian bukan hukuman terkejam dalam perang agama.
Pengkhianat Pemuja Api Yude La Da dirantai di tiang api sudut barat daya alun-alun Kuil Dewa Api. Tiang membara terus menyiksa tubuhnya, sementara rantai api dari Roh Api menyiksanya siang-malam. Untuk mencegah kematian dini, calon imam junior menyiraminya dengan air pendingin. Setelah 29 tahun 182 hari, barulah ia terbebas dari sengsara duniawi. Imam Besar Pemuja Api menyatakan jiwa pendosa ini akan dikurung di mata laut untuk siksaan abadi.
Yang juga tidak bisa dimaafkan adalah suku gurun yang beralih memeluk Gereja Suci. Pada akhirnya, semua orang ini diasingkan ke jantung gurun - daerah Sahara. Sejak hari pemberontakan, mereka harus menebus dosa selama seribu tahun di tempat dengan suhu permukaan mencapai 80℃ ini. Setelah seribu tahun, keturunan mereka baru diizinkan kembali bergabung dengan suku gurun. Sejak hari itu, para penebus dosa ini dikenal sebagai "Klan He".
Jika ada yang diuntungkan dari pemberontakan ini, itu hanyalah Pasukan Ekspedisi Chi Aotian. Chi Aotian, Qing Luo, dan Tayang - tiga orang dari ras berbeda - dipuja suku gurun sebagai "Tiga Pahlawan Kebangkitan", mendapatkan tempat khusus di Kuil Dewa Api. Pasukan ekspedisi dianugerahi gelar "Legiun Kehormatan Terdekat Dewa" oleh Gereja Pemuja Api, dengan koin emas berlimpah sebagai hadiah. Para elf yang pertama tiba di Kuil Api bahkan mendapat gelar bangsawan dari Kekaisaran Gurun. Selain itu, yang membuat para perwira pasukan ekspedisi sangat gembira adalah Departemen Militer Kekaisaran Gurun mengirimkan 10.000 unta terbaik, 4 ekor Kadal Pasir untuk perwira senior, serta puluhan Naga Tanah kecil dari daerah perbatasan gurun. Akhirnya, mobilitas pasukan ekspedisi kembali pulih.
Chi Aotian dan para perwira lainnya semula ingin menolak sedikit atau setidaknya bersikap sopan. Namun di negara teokrasi, semua ini tidak perlu dilakukan. Setiap orang harus tunduk pada kehendak dewa - termasuk tamu terhormat sekalipun.
Hal yang perlu disebutkan secara khusus adalah, Pedang Xing Han yang luput dari bidikan Tuan Qing Luo, secara misterius muncul di depan patung Yang Mulia Dewa Api setelah pemberontakan dipadamkan. Yang membuatnya disebut misterius, pedang ini tiba-tiba berubah menjadi merah menyala dan ukurannya bertambah. Jika bukan karena tanda khusus pada gagang pedang, Chi Aotian pun tidak akan menyadari bahwa pedang ini adalah Xing Han. Setiap kali pedang yang bermutasi ini diayunkan, ia mengeluarkan hawa panas yang luar biasa, meninggalkan bekas hangus saat menebas peralatan kayu. Ini tentu disebut sebagai mukjizat oleh sejarawan kemudian.
Setelah pemberontakan dipadamkan, Pasukan Ekspedisi mendapatkan pasokan logistik yang memadai. Hanya dalam waktu sekitar satu bulan, kekuatan tempur mereka pulih dengan cepat, terutama Pasukan Ksatria Naga Hitam. Unta perang unggul ini baik tinggi badan maupun beratnya jauh melampaui kuda perang, dengan kecepatan lari yang tidak kalah dari kuda. Sebelumnya, ini merupakan sumber daya perang terbatas milik Kekaisaran Gurun yang sama sekali tidak disediakan untuk pihak luar. Ksatria muda dari Pasukan Ksatria Naga Hitam dengan cepat menguasai berbagai karakteristik tunggangan ini. Beberapa hari sebelumnya, Qu Jianhong bahkan mengusulkan apakah akan kembali menyerbu Dataran Bunga.
Para perwira senior Pasukan Ekspedisi menyadari, gereja Pemuja Api yang memberikan hadiah begitu berharga pasti memiliki tujuan lain yang lebih penting. Ternyata, memang demikianlah keadaannya.
“Yang Terhormat Jenderal Chi, Yang Terhormat Tuan Tayang, Yang Terhormat Jenderal Su Wen.” Adam yang berusia 14 tahun telah resmi naik tahta sebagai Imam Besar generasi baru, namun tetap menunjukkan penghormatan tertinggi kepada siapapun di berbagai kesempatan - ini seharusnya merupakan puncak kesempurnaan seorang rohaniwan, "Keserakahan melompat seperti iblis di hati manusia jahat, para pastor yang memutarbalikkan kehendak dewa ini bahkan mengobarkan perang antar agama atas nama Dewa Utama. Yang Mulia Dewa Api terus mengingatkan kita, aib berdarah ini hanya bisa dibersihkan dengan darah."
Sekarang, tampaknya Yang Mulia Imam Besar yang masih muda ingin berbicara. Tayang mengerutkan sudut bibirnya halus, memberi isyarat pada dua orang lainnya untuk tetap diam.
Pikiran remaja 14 tahun tetap belum matang, tentu saja jauh lebih tak sebanding dengan bajingan tua licik seperti Tayang. Sang remaja menyadari ucapannya sepertinya tidak mendapat perhatian serius dari tiga orang di hadapannya, jauh berbeda dari yang ia bayangkan. Untuk sesaat, remaja itu menggigit bibirnya bingung tak tahu harus berkata apa.
Hanya Tayang yang mungkin masih bisa menikmati lelucon remaja ini di saat seperti ini. Su Wen melirik tajam ke arah pastor tua itu, pria berlatarbelakang rohaniwan ini tampaknya membenci semua pastor. Sementara Chi Aotian memandang remaja lemah yang memerah di depannya, tanpa sadar menepuk bahu remaja itu seperti biasa ia memperlakukan prajurit muda di Pasukan Bayaran Kecil - gerakan tidak hormat ini seketika memicu reaksi berantai: kilau embun langsung memenuhi mata remaja yang memegang kekuasaan penuh atas kekaisaran.
“Aku……akan membalas dendam untuk guruku……” Remaja itu tak lagi bisa mematuhi norma perilaku seorang Imam Besar, air mata mengalir deras.
“Ini……” Tujuan kami sama, para perwira senior Pasukan Ekspedisi sudah menduga sebagian ketika menerima pasokan logistik yang melimpah tak terduga. Hanya saja……berbicara hal ini dengan remaja yang belum dewasa, agak sulit diterima di hati. Bahkan Chi Aotian merasa apapun permintaannya nanti akan terkesan seperti membuli yang lemah.
“Hmm, air mata……tak bisa membalas dendam. Api kemarahan di hati mungkin lebih efektif.” Yang mengucapkan kata-kata bernada samar ini ternyata Tayang. Dalam pemahaman Su Wen dan Chi Aotian, pria ini tak pernah seperti pastor senior sejati yang berbelit-belit menyembunyikan maksud aslinya dengan gaya bicara tertentu. Ternyata pemahaman itu keliru.
Kedua orang non-pastor ini tak memiliki keahlian tersebut, sulit bergabung dalam dialog ini.
“Kemarahan berasal dari Yang Mulia Dewa Api. Ia tak terkalahkan, semua yang menghalanginya akan berubah menjadi abu.” Imam Besar muda itu belum sepenuhnya memahami maksud Tayang, jawabannya hanya menunjukkan tekad yang masih terlalu umum.
“Abu? Kau benar.” Tayang mengusap dagunya: “Setelah kebakaran besar di barat daya, banyak pohon yang berubah menjadi abu.”
“Remaja Adam tertegun, tentu tak mengerti makna di baliknya. Setelah ragu sejenak, ia akhirnya mengambil alih topik dengan enggan: ‘Benar, setelah bencana besar ini, berapa banyak pohon raksasa yang bisa diandalkan sebagai tembok kota telah hilang. Mulai sekarang, para pemuja malang akan sulit mendapatkan penuntun arah mereka.’”
“Tembok? Oh ya, tembok. Setelah dinding pohon itu menjadi abu, tanpa penghalang mereka, kedua sisi tembok akan terlihat jelas.” Pastor jubah hitam melanjutkan perkataan yang semakin tidak dimengerti ketiga orang lainnya.
“Senior dari ajaran sesat, aku memohon petunjuk tentang misteri ini.” Adam yang benar-benar tak paham akhirnya mulai serius meminta ilmu.
“Lihatlah ke barat, ke selatan. Di sana pernah ada hutan lebat tak bertepi. Tapi dua bulan lalu dihanguskan oleh para penista dewa.” Pastor jubah hitam tak lagi berbelit-belit: “Udara lembab dan panas di selatan gunung, udara kering dan dingin di utara gunung akan saling menyerbu. Bagi Kekaisaran Gurun, di wilayah gurun utara gunung akan muncul badai yang tak terlihat dalam seabad, serta lebih banyak oasis. Lalu bagaimana dengan Dataran Bunga di selatan gunung? Udara kering dan dingin akan memperparah kekeringan musim dingin di padang rumput... Musim dingin ini akan sulit.”
Begitu ucapan pastor jubah hitam selesai, mata Chi Aotian dan Su Wen sama-sama memancarkan cahaya yang panas membara.
Setelah kembali dari dunia dewa, Sha Ruo dengan hati-hati disarankan oleh Amy untuk mendirikan Agama Dewa Api, memanfaatkan pengaruh Dewa Utama untuk memecah belah musuh... Amy sama sekali tidak menyangka, secara kebetulan idenya justru diimplementasikan oleh orang lain ribuan li jauhnya, dan... tampaknya lebih radikal.
Di dunia yang dikenal, terbagi menjadi 4 jenis iklim khas. Dari garis tengah dunia ke selatan dan utara berturut-turut: tropis, subtropis, sedang, dan kutub (iklim polar).
Iklim tropis dan polar relatif stabil, selain sekitar 2 bulan yang sedikit terpengaruh, sepanjang tahun tetap berupa daerah bersalju beku atau panas terik.
Iklim sedang paling cocok untuk manusia, terbagi menjadi 4 musim berbeda: semi, panas, gugur, dan dingin dengan cuaca yang kontras.
Perubahan iklim subtropis paling tegas, setiap tahun hanya dua musim: musim hujan yang panas dan musim kemarau yang kering dingin. Hujan turun setengah tahun, lalu kekeringan setengah tahun berikutnya.
——《Iklim Benua》
