Itu... itu... Gelembung ingus biru kehijauan raksasa itu ternyata... terbang meninggalkan hidung Tuan Norton...
Empat perwira Kota Han Yang menyaksikan gelembung itu melayang-layang mendekat, mata mereka membelalak, tenggorokan serasa tercekat... Byur... Gelembung raksasa setengah hidup itu meledak tepat di atas kepala mereka, percikan air semi-transparan kembali menghujam wajah para perwira - Dalam seketika, sensasinya seperti ribuan nyamuk kecil yang baru keluar dari tinja segar mengepakkan sayap ke wajah. Tidak hanya keempat korban langsung yang wajahnya berganti-ganti warna hijau pucat-merah, bahkan para prajurit Sungai Sanggan di belakang pun tak kuasa menahan rasa mual di tenggorokan.
“Hei... hei... Aku bicara dengan kalian...” Mir Qian si perwira kecil mengayunkan tangannya di depan beberapa perwira, bergumam: "Kampungan semua, pemikiran terlalu kuno. Ini adalah ludah naga Yang Mulia... Orang biasa mau saja tidak bisa dapat. Setelah memakannya, bisa mengumpulkan energi... Sungguh sarankan kalian mencicipinya baik-baik... Rasanya..." Sambil berbicara, perwira kecil ini bahkan menjulurkan lidahnya menjilati bibir atas dan bawah...
Mungkin tidak ada hal yang lebih menjijikkan di dunia ini. Gerakan mulut dan suara si perwira kecil akhirnya meruntuhkan sisa kendali diri 4 perwira. Keempatnya memeluk kepala sambil berjongkok di tanah dan muntah kering...
Mir Qian si perwira kecil itu tertawa-tawa melihat dari samping, kata-kata sinisnya terus mengalir: "Muntahlah... muntahlah... Lama-lama akan terbiasa... Huuk... huuk... Muntah lagi... Kerahkan tenaga... Awal-awal memang ada efek samping seperti ini... Tanya dong... Kalian suka yang manis? Atau yang asam?"
“Mir Qian... Senang sendiri tak sebagus senang bersama. Aku ingin berbagi kebahagiaan dengan rakyat... Aku mau... Rakyat perempuan... Kau paham!” Yang Mulia Jenderal di atas punggung kuda tak tahu sejak kapan bukan hanya mengeluarkan ingus, air liur bercampur ingus menetes berdecap-decap.
“Siap, Tuan, saya paham!” Mir Qian berjongkok di depan 4 perwira dengan senyum bermakna khusus di wajahnya: “Kalian... paham maksud Yang Mulia?”
“Aku... kami tidak mengerti...” Sesama pria tentu paham maksud ucapan lawan. Saat ini... hanya bisa pura-pura tidak tahu. Beberapa perwira dalam hati mengumpat: "Sial... ada apa ini? Bukan kalah perang, tapi malah... harus menyerahkan perempuan!"
“Para Tuan, ucapan kalian ini... sangat bertentangan dengan semangat 'Aliansi Persahabatan Fa-Ai'. Bergembira bersama rakyat, bukankah itu yang selalu ditekankan Yang Mulia Paus? Apakah... kalian baru puas jika tidak memberi kesempatan Tuan Norton untuk bersukacita, malah memaksanya memimpin militer melakukan pembantaian?” Mir Qian bicara dengan nada mengancam, tapi wajahnya berseri penuh tawa.
“Hah...” Xi Lanya menghela napas panjang lalu berdiri: “Silakan Tuan masuk kota. Kami akan segera mempersiapkan acara bergembira bersama rakyat.” Komandan batalyon sudah hilang akal. Antara ingus dan perempuan, antara jijik dan amarah, beberapa perwira lupa melakukan pemeriksaan rutin surat perintah.
Namun masih ada yang tak mau mengalah: “Hei... jangan pergi dulu. Mau ke mana...” Mir Qian menghadang keempat orang: “Jangan panggil pekerja seks untuk melayani Tuan. Tubuh mulia Tuan ini, jika tertular flu burung, sanggupkah kalian memikul tanggung jawab?”
Para perwira menunjukkan raut bingung: “Lalu... apa maksud Tuan Norton?”
"Apakah perwira di Wilayah Pertempuran Sungai Sanggan hanya memiliki IQ seperti ini?" Senyum Mir Qian semakin jahat: "Burung liar semacam itu... yang terbang sambil berkotek-kotek di langitlah yang mudah tertular flu burung. Kalian tentu harus mencari ayam peliharaan yang makan di rumah... baru bisa memastikan bebas penyakit. Apakah di rumahmu tidak ada perempuan usia pantas?"
"Apa?" Wajah Komandan Regu Adam berubah seketika, bajingan-bajingan ork setengah darah ini! Bagaimana bisa menghina perwira kekaisaran seperti ini? Remaja yang masih panas kepala ini tak sengaja melontarkan pikirannya.
"Apa maksudmu?" Mir Qian yang mendengar ini langsung menghilangkan semua senyumannya. Tangan kiri menjulur secepat kilat. Adam sebagai perwira menengah pemimpin 3 regu di Hanyang sebenarnya sudah cukup lincah, tapi tak disangka - meski tubuh Adam bergoyang mundur, tangan kiri itu mengabaikan jarak dan muncul secara ajaib di lehernya. Persis seperti mengangkat Xiya Lan tadi, pemuda itu diangkat dari tanah. Hampir bersamaan, pedang besar berkilauan tadi muncul di tangan kanan Mir Qian. Kilatan pedang menyambar, menempel di leher Adam. Semburan pedang yang tajam membelah pelindung leher, luka tipis merekah di leher putih pucat perwira muda itu. Darah merah segar mulai menetes mengaliri pedang panjang yang berkilauan.
Udara tiba-tiba menjadi tegang...
"Perwira muda yang terlihat seperti badut di depan kuda Tuan Norton ini sebenarnya memiliki kekuatan tempur sebesar apa? Baru saja Komandan Batalyon Xilanya mengalami kegagalan karena kurang persiapan mental. Kini perwira muda ini bahkan bisa mengendalikan seorang komandan regu dalam sekejap, terutama pedang panjang yang muncul tiba-tiba dan aura dingin yang menyambar seperti kilat, benar-benar memutuskan kepercayaan diri para prajurit."
Jika seorang perwira kecil saja memiliki kekuatan seperti ini, lalu Tuan Norton... seberapa gagahkah dia? Berapa besar kekuatan Pasukan Norton yang tersisa? Tidak heran Tuan Norton bisa mengalahkan Pasukan Ekspedisi Chi Aotian dalam satu serangan.
"Tuan... ini... Komandan Regu Adam tidak sengaja... Mohon kebijaksanaan Tuan untuk menurunkannya. Kami hanya merasa... mungkin Tuan Norton tidak menyukai wanita manusia..." Xilanya menjilat bibir keringnya sambil berusaha menjelaskan.
"Ini tidak perlu menjadi perhatian Tuan." Mir Qian menolak tanpa basa-basi: "Ini adalah keinginan Yang Mulia Paus, sedangkan Tuan Norton selalu berpendapat bahwa ras manusia di Wilayah Pertempuran Sungai Sanggan, terutama di daerah kalian, terlalu lemah dan pasif. Tuan bersedia mengambil tanggung jawab untuk pekerjaan penyempurnaan ras di daerah ini. Lihatlah Tuan..." Sambil berbicara, Mir Qian mengangkat ujung celana Tuan Norton, memperlihatkan celana dalam kuning keemasan, bulu-bulu hitam panjang, dan kaki berotot yang pori-porinya sebesar butir beras: "Lihatlah postur tubuh ini, paha ini, bulu-bulu ini... Aku cubit dengan kuat... Dagingnya sangat padat, kalau tidak direbus 2-3 jam, percayalah, pasti tidak akan hancur... Jika bibit unggul ini disebarkan di daerah kalian, aku yakin akan banyak lahir pria-pria tampan berhati murni di sini..."
Empat perwira hanya saling memandang dengan frustrasi, memutuskan untuk segera kembali dan berdiskusi cara mengelabui jenderal bajingan ini.
"Tuan Norton, mohon menunggu sebentar di sini. Kami akan segera mengatur semuanya." Setelah berkata demikian, Xilanya membawa tiga rekannya kembali ke kota.
Selagi berjalan, tiga personel militer itu masih mendengar percakapan dari belakang.
"Mir Qian... kalau kita 'bersenang-senang' dengan warga perempuan mereka... apakah mereka tidak merasa malu? Tidak marah? Tidak memberontak?" Pertanyaan yang akhirnya manusiawi ini membuat mata empat perwira manusia itu berkaca-kaca - Tuan Norton ternyata masih memiliki sisi kemanusiaan.
Sayangnya, jawaban yang muncul kemudian langsung membekukan empat hati yang baru saja menghangat ke dalam dinginnya daratan es Benua Es: "Tuan, mengapa Anda khawatir? Mereka semua adalah jenderal yang menyerah. Mereka mengkhianati negara sendiri, mengkhianati keluarga yang telah setia selama beberapa generasi pada keluarga kerajaan... Bahkan leluhur sendiri mereka tinggalkan, apalagi malu? Setelah mati nanti, kulit wajah di dahi mereka... tidak... mereka memang tak punya muka... sepetak kulit babi selebar telapak tangan di dahi akan dipotong untuk menutupi mata, kalau tidak berani masuk makam leluhur, semuanya tak pantas dilihat. Mengapa khawatir mereka menjual anak perempuan sendiri? Lagipula, jika benar-benar berniat memberontak, Tuan, dengan membantu keluarga mereka memperbanyak keturunan sehat, masihkah mereka berani memberontak? Kalian sudah menjadi satu keluarga..."
"Oh..." Suara Tuan Norton penuh pencerahan yang menyenangkan, tiba-tiba berubah suram: "Aku... orang berdarah panas seperti ini bagaimana mungkin satu keluarga dengan tentara tak tahu malu ini? Meskipun rakyat Farnorth yang agung punya banyak ayah dan ibu, bukan berarti kami meninggalkan leluhur sendiri."
"Tentu, tentu. Tuan, menurut adat Benua Eminoll, anak perempuan yang sudah dinikahkan ibarat air yang ditumpahkan - setelah menjadi istri Anda, tak ada hubungan lagi dengan keluarga asal. Para pria tak tahu malu itu jelas tak ada sangkut pautnya dengan Anda."
"Begitu ya... Bagus, aku khawatir punya kerabat tak tahu malu seperti itu benar-benar memalukan sialan nenek moyang."
Mungkin karena ork memang terlahir dengan suara keras, mungkin karena kesombongan mir qian, atau mungkin kedua pemenang ini sama sekali tak peduli. Dialog telanjang ini seperti pedang yang menghunjam ke telinga setiap personel militer di Wilayah Pertempuran Sungai Sanggan dekat gerbang kota... Menusuk hingga ke relung hati melalui gendang telinga!
Rupanya... beginilah cara pemenang memandang tindakan pengkhianatan. Para prajurit muda di Wilayah Pertempuran Sungai Sanggan pertama kali menyadari masalah ini.
Mengorbankan leluhur, tanah air, keyakinan, martabat... Selama ini pasukan Sungai Sanggan mengira kesetiaan total kekuatan tempur tangguh mereka pada Kaisar Mianyang akan membuat Legiun Farnorth dan Blok Kaisar Barat sangat gembira. Mereka bahkan bangga akan hal ini. Baru sekarang tahu semua itu hanyalah anggapan sepihak - musuh seperti Yang Mulia Jenderal Terbang Norton pun menghormati leluhur dan martabat diri mereka sendiri!
Keempat perwira ini tak tahu lagi bagaimana menggerakkan kaki saat mendengar kata-kata terakhir. Dalam dunia pria, saat lapisan terakhir penutup muka dicabik tanpa ampun, membayangkan penghinaan yang akan diterima keluarga setelah mereka menyerah, tangan keempat perwira itu dingin membeku sementara keringat mengucur deras dari telapak.
Muka - untuk pertama kalinya para prajurit muda ini menyadari betapa pentingnya kata benda paling sederhana ini!
“Boom——”Sebuah perisai persegi kecil dilempar keras ke tembok kota oleh prajurit muda yang berdiri di luar gerbang kota, suara serak dengan logat Sichuan yang kental segera bergema: "Gue udah nggak mau lanjut, gue mau pulang merawat orang tua, biar nggak nodai leluhur."
"Begitukah cara Yang Mulia mendidik pasukan?"
Beberapa perwira di Kota Hanyang diam seribu bahasa, perwira Mir Qian yang pertama meledak. Pedang Besar menyilaukan seperti salju kembali diacungkan tinggi oleh perwira muda dengan satu tangan...
