Bukan kebetulan bila pangkalan kuat Kaisar Barat segera menemui jejak Pasukan Ekspedisi Chi Aotian. Peristiwa Kota Mumbai yang diatur langsung Yang Mulia Paus gagal menyebarkan informasi tepat waktu. Bahkan setelah beberapa hari, tetap tak ada kabar yang bocor. "Kabar tanpa kabar" ini jelas pertanda buruk.
Dalam situasi ini, Pangkalan Kuat Kaisar Barat mengaktifkan seluruh kekuatan untuk mengumpulkan informasi tentang kejadian di Kota Mumbai. Sayangnya, karena Kota Mumbai sudah dalam status darurat militer, selain mendapatkan kabar bahwa ada pemberontakan yang berhasil ditumpas oleh Yang Mulia Sang Pangeran Pertama, Pangkalan Kaisar Barat sama sekali tidak menyadari bahwa Pasukan Ekspedisi Chi Aotian yang merupakan ancaman terbesar justru menjadi protagonis dalam pemberontakan ini.
Mayoritas penduduk Kekaisaran Gurun adalah pria berwajah asam. Bagi mereka, menghadapi konspirasi yang ingin menggulingkan kerajaan sama sekali tidak akan dibiarkan begitu saja.
Pangkalan Kuat Kaisar Barat telah mengantisipasi datangnya badai. Staf Markas Besar segera memberitahu Yang Mulia Paus untuk mengerahkan seluruh pasukan penjaga kota Ulu beserta barisan kedua yang sedang dilatih, mengatur formasi di sepanjang kota-kota di tepi Sungai Mississippi. Menurut perkiraan Staf Markas Besar, dengan kekuatan hampir 60.000 personel militer, menghadang pasukan ekspedisi Kekaisaran Gurun selama sekitar sebulan seharusnya bukan masalah sulit. Begitu pertempuran di Zona Perang Hutan Perbatasan berakhir, lebih banyak pasukan elit dapat ditarik untuk ikut perang.
Strategi ini sebenarnya tidak memiliki celah sama sekali, bahkan bisa disebut sebagai strategi yang paling aman. Namun, dalam Mobilisasi Umum "Lidah Api Membara" yang kemudian dikeluarkan oleh Baginda Raja Afuti, terungkap informasi mengenai Chi Aotian.
"Para informan yang ditempatkan Gereja di oasis perbatasan Kekaisaran Gurun kebanyakan bukan penduduk asli. Mereka tidak memahami peristiwa yang pernah terjadi di Dataran Bunga, bahkan sebagian sama sekali belum mendengar nama Chi Aotian sebelumnya. Setelah menerima perintah mobilisasi umum, para informan segera mengirimkan intelijen ke Kota Kecil Niuyao. Tanpa ragu, mereka langsung menyampaikan perintah mobilisasi ke komandan resimen yang bertanggung jawab atas pertahanan sepanjang Kota Kecil Niuyao, sekaligus menyebutkan nama Chi Aotian.
Semua informan memiliki kemampuan membaca situasi yang baik. Reaksi komandan resimen Gereja Suci membuat mereka terkejut. Mendengar perintah mobilisasi 'Lidah Api Membara', sang komandan masih bisa memaksakan senyuman. Namun begitu nama Chi Aotian disebut, pria berusia 30-an di puncak usia ini justru menunjukkan ekspresi seperti ingin menangis. Yang lebih membingungkan, 20 lebih perwira dan pengawal di sekitarnya sama-sama menunjukkan warna ketakutan yang jelas.
"Da...da...da..." Komandan resimen menggerakkan tangan kanannya beberapa saat sebelum akhirnya melanjutkan: "...Hadiah..."
Pak Dading menggoyang-goyangkan kantong uang yang tebal, lalu pergi dengan puas. "Orang-orang yang hidup enak ini, sialan nenek moyang, nyali mereka lebih kecil dari butir beras. Hanya mendengar satu nama saja sudah ketakutan begini, kalau benar-benar bertemu Malaikat Maut, bukannya malah ngompol sialan?" Si tukang kabar yang sudah berbaur dengan darah suku padang pasir ini tentu tak tahu, cairan kuning sudah menetes di lantai kamar sesaat setelah ia pergi... Saat ia akhirnya memahami makna sebenarnya nama itu, itu sudah setahun kemudian.
Benar seperti dugaan Pak Dading, nama Chi Aotian bagi penduduk Dataran Bunga benar-benar identik dengan Malaikat Maut. Seragam dan tunggangan Pasukan Ekspedisi semuanya hitam-putih, dua warna yang sejak lama melambangkan kematian; naga tengkorak yang hanya dimiliki Chi Aotian; Pastor Agung Tayang yang dengan mudah memanggil iblis kuno atau manusia kambing... Semua ini tak bisa dijelaskan kecuali sebagai perwujudan kematian.
Yang lebih membuat hati penduduk Dataran Bunga menggigil adalah, tak lama setelah Yang Mulia Paus mengumumkan bahwa Pasukan Ekspedisi jahat Chi Aotian beserta pemberontak Chi Aotian, Qu Jianhong, Tayang dkk telah dihancurkan total di tepi Sungang Mississippi, ketika sorak-sorai Gereja Suci belum juga mereda, tiba-tiba sebuah guntur menyambar Kuil Selatan Dataran Bunga!
Chi Aotian hidup kembali! Bukan hanya dirinya sendiri yang bangkit, semua anak buahnya yang gugur di medan perang tanpa terkecuali hidup kembali dalam wujud kerangka! Yang Mulia Dewa Cahaya dan Yang Mulia Dewa Perang - dua dewa tertinggi yang bersekutu - ternyata gagal mengalahkan Chi Aotian. Di hadapan jutaan pemuja, Yang Mulia Dewa Cahaya secara terbuka menyebut Chi Aotian sebagai "Malaikat Maut"! Akhirnya, Dewa Cahaya dan Dewa Perang terpaksa menyerahkan Kuil Suci mereka.
Setelah peristiwa ini, Yang Mulia Paus mengeluarkan maklumat khusus kepada seluruh kekaisaran: Malaikat Maut hanya menyamar dengan wajah Chi Aotian untuk mendapatkan kuil di dunia manusia. Kedua Yang Mulia (Dewa Cahaya dan Dewa Perang) tidak ingin memicu perang antar dewa, sehingga dengan ikhlas menyerahkan kuilnya. Para pemuja yang berjumlah puluhan juta tidak perlu khawatir, dan seterusnya.
Penjelasan seperti ini tentu disambut baik oleh semua orang. Namun di hati penduduk Dataran Bunga yang selamat dari malapetaka, muncul pertanyaan: Benarkah Chi Aotian - iblis yang tangannya berlumuran darah manusia - telah mati?
Pada malam berita kedatangan Pasukan Ekspedisi Chi Aotian dari Kekaisaran Gurun sampai di Kota Kecil Niuyao, lebih dari 1500 personel militer yang ditempatkan di sana melarikan diri. Pagi hari ketiga, komandan resimen terbangun dan mendapati kota itu kosong melompong - tidak hanya separuh sisa prajurit yang desersi, tapi seluruh penduduk kota pun telah menghilang.
Kabar ini menyebar seperti banjir bandang di sepanjang Sungai Mississippi. Melalui distorsi informasi yang terus-menerus, berita tersebut segera berubah maknanya.
"Chi Aotian Sang Malaikat Maut di Kekaisaran Gurun mengangkat tangannya dan menghancurkan 20.000 pastor besar Gereja Suci serta 3.000 Paus, sekarang sedang kembali."
"Chi Aotian membanjiri Kekaisaran Gurun dengan darah, mengubah jutaan penduduknya menjadi prajurit kerangka putih yang berbaris dari depan mata hingga ke ujung langit. Dia bersaudara darah dengan Malaikat Maut, kini kembali untuk balas dendam. Prajurit yang dulu kita bunuh akan bangkit dari bawah tanah untuk bersumpah setia lagi padanya."
"Yang Mulia Chi Aotian Sang Malaikat Maut telah kembali dengan puluhan juta pasukan arwah tak bersalah. Seluruh Dataran Bunga akan diubah menjadi Kekaisaran Arwahnya dengan kuil dunia sebagai ibu kota. Larilah! Para arwah itu melayang di udara tanpa menyentuh tanah, mengejar dengan cepat..."
"Kali ini Malaikat Maut melancarkan Operasi 10.000 Hantu! Setiap orang yang mati dalam perang akan disedot rohnya oleh Chi Aotian, tak bisa ke surga, menjadi hantu pengembara yang disiksa selamanya di neraka."
“Malaikat Maut telah berkata, Beliau telah berhasil mengalahkan Dewa Cahaya, Dewa Perang, dan dewa-dewa lainnya. Kini dunia dewa telah berada di bawah kekuasaan Malaikat Maut. Chi Aotian adalah juru bicara-Nya di dunia manusia, sang Raja Hantu. Selanjutnya, para pastor akan segera menjadi pastor hantu, dan kalian semua akan menjadi rakyat hantu. Mulai sekarang, saat matahari bersinar di siang hari, kita tak boleh keluar. Bersembunyilah di bawah tanah sampai bulan muncul di malam hari, lalu kita bisa keluar untuk berpesta, menyantap daging manusia hidup, meminum darah manusia hidup... Hai warga, cepatlah beriman padaku! Aku adalah pastor hantu utusan Malaikat Maut. Serahkanlah uang dan harta berhargamu untuk Malaikat Maut! Mari memuji Malaikat Maut dan Yang Mulia Chi Aotian... ou... ou... ou...”
Hanya dalam 15 hari singkat, wilayah sejauh 1000 li ke utara dan timur dari Ulu menjadi sunyi sepi. Hanya tersisa orang tua yang setengah masuk liang kubur - tak mampu lagi melarikan diri.
Dataran Bunga pada tahun ke-6 Kalender Sihir benar-benar riuh rendah. Di paruh pertama tahun, penduduk selatan berlarian histeris ke utara, gelombang demi gelombang. Di paruh kedua, giliran penduduk utara yang panik menerjang ke selatan, juga bergelombang. Rakyat mengungsi, pejabat kabur, pasukan penjaga pun minggat... Pasukan sehebat apapun takkan sanggup menghadapi Malaikat Maut secara langsung. Manusia melawan hantu? Pertempuran ini mustahil dimenangkan! Musuh adalah hantu! Meski kau bunuh mereka, tetaplah hantu! Lagipula, bisakah hantu dibunuh? Eksperimen ini belum pernah berani dicoba siapa pun.
……
Markas besar Gereja Suci baru menerima kabar ini 15 hari kemudian——Regu pengirim pesan yang dikirim sebelumnya oleh komandan resimen Pinggang Sapi sudah lama kabur tanpa hasil. Komandan resimen yang malang menunggu kiri kanan tak kunjung datang bala bantuan, akhirnya sendiri menunggang kuda perang kembali ke Ulu di tengah malam untuk melapor.
Wajah Yang Mulia Paus begitu buruk hingga hampir mengeluarkan darah babi. Yang Mulia Paus Nieboliev yang agung itu menggerutu lama tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun. Beberapa uskup agung berbaju merah di sampingnya bahkan hampir tidak bisa berdiri tegak. Apalagi memberi perintah atau saran yang konstruktif.
Melihat situasi seperti ini, perwira paling berani dari Pinggang Sapi bergumam: "Shit, shit, bull-shit!" lalu melangkah cepat meninggalkan kuil Gereja Suci, menunggang kuda dan menghilang entah ke mana setelah mencambuk tali kekangnya.
Sang Paus terdiam selama lebih dari 10 menit sebelum mengeluarkan perintah. Pertama, tutup delapan gerbang kota Ulu. Kecuali ada perintah tertulis dari Yang Mulia Paus, siapa pun dilarang masuk atau mendekati tembok kota dalam radius 100 meter - pelanggar akan dieksekusi seketika. Kedua, dua uskup agung berbaju merah membawa perintah tertulis Paus untuk menstabilkan situasi militer di sepanjang Sungang Mississippi - meski ini hanya penyebutan yang sopan, semua uskup agung yakin tidak akan ada pasukan di sana. Kedua uskup ini hanya dikirim untuk memverifikasi seberapa parah situasinya. Ketiga, Paus memanggil semua Ksatria Binatang Legenda, menggunakan sihir untuk menyegel dua perintah tertulis: satu dikirim secepatnya ke Skambray untuk dibuka sendiri oleh Yang Mulia Reynold, satunya lagi ke Zona Perang Hutan Perbatasan untuk dibaca oleh perwira Farnorth seperti Merton dan Norton.
Yang Mulia Paus berulang kali menekankan bahwa kedua surat ini harus disampaikan langsung ke tangan Reynold, Merton, dan Norton. Pada saat itu, para uskup agung terkejut menyadari Sang Paus tiba-tiba tampak 10 tahun lebih tua: rambut hitamnya yang semula berkilau kini mengering seperti jerami dan memutih, kantung mata membengkak tinggi, dengan pembuluh darah merah membelit di bagian putih matanya.
Desahan sunyi bergema di antara para uskup agung. Tak heran Yang Mulia Paus begitu berhati-hati. Kerumunan pengungsi di sepanjang Sungai Mississippi kebanyakan membawa seluruh keluarga. Belum ada yang sampai ke kota Ulu. Bisa dibayangkan, begitu seseorang tiba di sini, kota kuno berusia ratusan tahun ini akan benar-benar "kosong melompong" dalam semalam.
"Saudara-saudara... adakah pendapat lain?" Yang Mulia Paus Nieboliev menelan ludah dengan susah payah, melembabkan tenggorokannya sebelum bertanya kepada rohaniwan di hadapannya.
Suara serak itu pun menghilang di aula gereja, tanpa meninggalkan gema sedikit pun.
Paus memandangi lebih dari 10 uskup agung berbaju merah dan uskup biasa di beberapa lapisan anak tangga bawah. Para tokoh besar yang biasanya sombong dan angkuh itu kini saling menghindari pandangan, matanya berkeliaran tak menentu.
"Ya..." Yang Mulia Paus menggelengkan tangan. "Pergilah kalian. Berita ini berakhir di sini. Jangan sampai keluar dari kuil."
Para uskup agung berbaju merah dan hitam mengalir bagai ikan keluar. Dua uskup agung terakhir dengan hati-hati menutup kedua pintu merah delima untuk Yang Mulia Paus. Cahaya matahari yang menyilaukan di aula pun sirna...
Di gereja yang kosong melompong, tinggallah seorang Kaisar Gereja Suci yang benar-benar akan "merasa sendiri dan terisolasi".
Di bawah leher semua Naga Raksasa, terdapat selembar sisik putih seukuran telapak tangan berbentuk bulan sabit, yang biasa disebut sisik naga terbalik. Dari sudut pandang anatomi, darah dari pembuluh darah utama jantung Naga menyebar ke berbagai cabang pembuluh darah di area sisik putih ini. Sekalipun Naga yang paling jinak sekalipun, begitu sisik terbaliknya disentuh, akan segera memancarkan aura Naga tak terbatas bagaikan letusan gunung berapi.
Dalam Perang Para Dewa, beberapa pahlawan manusia akhirnya diakui juga memiliki "sisik terbalik dan aura Naga". Menurut legenda, kemarahan dan hawa pembunuh yang dipancarkan para pahlawan ini saat dilawan bahkan membuat Naga-Naga merasa takut hingga ke tulang sumsum.
Di antara tokoh-tokoh ini, yang paling tersohor adalah Chi Aotian yang menyandang gelar Malaikat Maut.
——《Raja Segala Raja》
