"Aku akan × delapan generasi leluhur Dewa Cahaya!" Tayang bangkit dari tanah, wajahnya memerah dengan urat leher menegang, keningnya yang licin berkilat dipenuhi urat-urat yang menonjol. Ia melompat-lompat sambil meneriaki bawah tembok kota:
Tak heran Tayang langsung menyebut-nyebut sesepuh garis keturunan langsung Dewa Cahaya. Sejak kecil, meski telah bertemu banyak siluman dan makhluk aneh, belum pernah ada yang membuatnya mengalami kerugian sebesar ini - meski telah diperkuat dengan empat sihir perlindungan termasuk Perisai Suci, semua sihir perlindungan itu bersifat pasif. Busur silang yang ditembakkan tidak meninggalkan luka, tapi jatuh keras tadi membuat bibir tebal Pastor Jubah Hitam ini terkoyak. Darah ungu-merah menetes di tembok kota batu sedimen dengan suara nyaring: "Masih disebut Dewa Utama? Menurutku ini sampah! Masih menyebarkan ajaran? Apa tidak diajarkan bahwa meski menggunakan busur silang dengan hati nurani yang ternoda, tidak boleh sampai rendah hati melakukan serangan diam-diam..."
Setelah diperkuat oleh mantra pengeras suara, delapan puluh ribu personel militer di bawah tembok kota termasuk Paus, Uskup Agung Berbaju Merah, dan para Komandan Legiun, semuanya mendengar dengan jelas.
"Apa hubungannya dengan Yang Mulia Dewa Cahaya?" Tiba-tiba dihujani makian, Yang Mulia Paus melirik sekelilingnya, terutama para Prajurit Farnorth. Benar saja, suara-suara kecil seperti serangga mulai menyusup ke liang telinganya.
"Aneh, apa pekerjaan orang di atas tembok itu? Dari ucapannya, sepertinya dia sangat akrab dengan Yang Mulia Dewa Cahaya?"
"Bodoh! Lihat kepalanya yang plontos. Ini disebut biarawan, sama seperti Tuan Paus. Mereka mempersembahkan hidupnya sebagai pemuja Dewa Cahaya."
"Oh, pantas dia begitu paham dengan para sesepuh keluarga Yang Mulia Dewa Cahaya. Tapi aneh juga, kenapa semua sesepuh keluarga Dewa Cahaya adalah perempuan? Jangan-jangan... keluarga Yang Mulia hidup dalam masyarakat matrilineal seperti ras manusia di Farnorth?"
"Mungkin bukan begitu. Bisa jadi Yang Mulia Paus langsung melayani Dewa Cahaya, sedangkan pastor tua ini melayani para kerabat dekat perempuan dari garis keturunan langsung Sang Dewa..."
"Untunglah di Benua Dewa kita memuja Yang Mulia Dewa Perang. Tampaknya Dewa Perang tidak memiliki banyak kerabat dekat. Jadi di medan perang tidak perlu bingung saat musuh mengaku-ngaku sebagai saudara, antara harus menyerang atau mengalah."
“Huh, bilang kamu bodoh, kamu malah seperti tiang bambu di atas kayu? Punya banyak kerabat dekat itu bagus, lihat kenapa pemuja Yang Mulia Dewa Perang tidak sebanyak Yang Mulia Dewa Cahaya? Yang Mulia Dewa Cahaya punya tim sorak, plus kerja laki-perempuan lebih enak, katanya juga manis seperti madu...”
Pura-pura tahu lebih berbahaya daripada bodoh!
Ehem...ehem...ehem, ehem, ehem... Ini masih bahasa manusia? Yang Mulia Paus hampir pingsan dibuat oleh celetukan prajurit rendahan Farnorth yang bicara seenaknya! Beberapa uskup agung berbaju merah di sampingnya memerah muka sampai serupa dengan jubah mereka, tak bisa bicara.
"Serbu...serbu kota..." Sang Paus melambaikan tangan memberi isyarat pada Tuan Norton untuk mempercepat proses, sambil bertekad bulat: melewati duri dan rintangan, kembali ke Ulu untuk segera mencetak versi multibahasa "Decameron" karya Sage Agung Boccacio, mengirimkan karya abadi ini ribuan li jauhnya untuk rakyat jelata Farnorth yang membutuhkan.
Yang pertama masuk daftar pengepungan adalah Legiun ke-13 Farnorth - berasal dari pesisir selatan Benua Fanos. Dibanding legiun lain, Legiun 13 memiliki 60 ekor raksasa satu mata yang dijuluki Komandan Centurion.
Raksasa satu mata yang merupakan spesies endemik di pesisir selatan Farnorth memiliki tinggi mencapai 9 meter dengan kekuatan tempur setara naga. Meski gerakannya lambat, mereka menguasai empat jenis serangan: sihir mental, serangan fisik, jarak jauh, dan jarak dekat. Ragam cara serangan ini mampu mengimbangi kekurangan kecepatan mereka.
Raksasa satu mata mampu melempar bola batu berdiameter 50 cm hingga lebih dari 250 meter seperti katapul. Dalam jarak 50 meter, mata mereka dapat memancarkan sinar merah terang yang melumpuhkan prajurit tanpa perlengkapan pelindung sihir secara instan. Seperti raksasa lainnya, kulit mereka setebal kulit gajah. Semua panah non-mekanis termasuk pemanah panjang manusia hanya meninggalkan goresan putih tipis - kecuali mengenai mata.
Pada awal Perang Para Dewa, kapal-kapal laut berbagai negara memiliki struktur rapuh. Kapal milik perwira marsekal Farnorth untuk pengiriman pasukan jarak jauh hanya bisa mengangkut 70 prajurit biasa. Spesialisasi tempur super seperti raksasa satu mata dan manusia setinggi 4 meter/berat 5 ton tidak mungkin dikirim melintasi puluhan ribu li lautan ke Benua Eminoll. Selain itu, Staf Markas Besar Farnorth di fase awal perang sudah cukup sukses dengan pasukan eksisting, sehingga tidak perlu mengirim jenis pasukan lainnya.
Pada tahun ketiga perang, dua hutan purba terbesar di Eminoll - Hutan Peri dan hutan pinus di lereng timur Gunung Suci, menjadi medan pertempuran sengit. Pohon-pohon raksasa berusia ratusan tahun ditebang dan dikirim ke Benua Fanos - yang aslinya didominasi rawa dan padang rumput dengan vegetasi minim. Momentum ini mendorong kemajuan pesat industri perkapalan di Benua Fanos dan bekas Kekaisaran Tentara Bayaran. Kapasitas angkut pasukan melalui laut meningkat 5-7 kali lipat dibanding masa pra-perang. Baru pada titik ini, pasukan seperti raksasa satu mata bisa dikirim via laut ke medan perang.
Menimbangkan ancaman pemanah elf hutan dari Pasukan Ekspedisi, Komandan Legiun ke-13 Yamashita Ni Hyaku menugaskan raksasa satu mata untuk mengoperasikan katapul, mirip dengan tugas pasukan mesin kepung. Sementara misi bunuh diri menyerbu tembok benteng diserahkan kepada mantan Kelompok Tentara Bayaran Perunggu Level C yang kini dialihkan di bawah Legiun 13 - sekarang disebut Resimen 1000 Infantri Ringan ke-6 dan ke-7 Legiun 13.
Dua komandan resimen 1000 yang dulunya komandan dan wakil komandan Kelompok Tentara Bayaran Perunggu itu saling memandang dengan senyum getir... Andai tahu akan berakhir seperti ini, mengapa dulu tergiur status sosial yang lebih tinggi? Kini mereka hanya menjadi tangga daging manusia untuk dikorbankan oleh ras asing.
2.000 infanteri ringan menyerbu kota, hasilnya tidak ada kejutan sama sekali. Pada jarak serang 400 meter, di bawah serangan pemanah peri dan pasukan panah manusia, setidaknya 600 orang roboh; Saat mencapai kaki tembok, Batu Petir dan kayu gelondongan dari atas tembok menghantam mati 400 orang; Begitu tangga awan baru dipasang, air di kuali di atas tembok sudah mendidih, dibalut kain kapas tebal, air mendidih dituangkan menyusuri tembok—menyebabkan lepuh parah saat menyentuh kulit, dan kulit mengelupas saat diusap... Jerit kesakitan bergema, setidaknya ratusan orang tewas direbus hidup-hidup di bawah Kota Fan Gang!
Melihat ke atas, tangga awan yang baru dipasang justru ditarik ke atas oleh personel militer di tembok. Beberapa prajurit yang tersisa di tangga: yang sigap langsung melompat turun, sementara yang lambat ditusuk dengan tombak oleh prajurit di atas saat tangga mencapai setengah ketinggian...
Sejak serangan dimulai, dalam kurang dari 20 menit, dua komandan resimen dan lebih dari 10 komandan pasukan seratus gugur di bawah Kota Fan Gang. Ratusan prajurit yang tersisa, menghadapi air mendidih dan kayu gelondongan, akhirnya memutuskan mundur sementara karena tak ada cara lain!
Di tanah terbuka 400 meter, lebih dari separuh kembali roboh. Prajurit manusia yang selamat baru saja mencapai jarak aman, langsung dieksekusi di tempat oleh pasukan pengawas yang dikirim Sang Panglima. 200 pedang berputar-putar, ratusan kepala manusia berguling di tanah.
"Dua lusin prajurit ringan yang pengecut dan lamban berdiri di lapangan terbuka 400 meter. Di depan, kepala-kepala berguling, di belakang aroma daging manusia menyengat. Tak tahu harus ke mana mencari ajal, mereka merangkak di tanah menangis tersedu-sedu, berlutut dan membunyikan kepala ke arah Komandan Legiun serta Sang Panglima di belakangnya, memohon belas kasihan."
Satu baris bulu panah melesat dari tangan prajurit centaur. Lapangan terbuka 400 meter... sunyi seketika...
"Ah..." Seseorang menghela napas panjang, tak tega menyaksikan, lalu turun melalui jalan kuda di tembok.
Tayang menyeringai, suaranya yang diperkuat mantra bergema di tepi utara Sungai Fan: "Cepat beritahu Legiun Tengkorak Tuan Balbas! Ada yang mengirim daging segar. Siapkan diri mereka - kulit dikuliti, daging dimakan, tulangnya diubah jadi prajurit tengkorak. Jangan sampai ada yang terbuang..."
Wuak... Warga sipil yang bersandar di merlon dan Tetua Lola yang sedang di jalan kuda, berjongkok memuntahkan cairan kuning.
"Serang total!" Wajah Paus maupun kedua panglima sehitam dasar wajan. Komandan Legiun ke-13 menggigit gigi, mengerahkan tekad, akhirnya memerintahkan pasukan tengah mengibarkan 9 bendera tersisa...
Lebih dari 7000 personel militer mengepung kota secara bersamaan, terutama dengan satu formasi 1000 prajurit beruang, dua resimen ork setengah darah, dan satu regu raksasa satu mata. Charge militer pasukan elit ini membuat seluruh tanah merah bergetar hebat, air Sungai Fan Gemetar membentuk riak-riak kecil.
Prajurit infantri berat mengangkat Perisai Menara, melindungi infanteri ringan sambil berlari kecil melewati zona kematian 400 meter. Pasukan yang menderu seperti ombak besar menghantam tembok Kota Fan Gang, kemudian percikan merah (darah) mendidih dan beterbangan ke segala arah.
Komandan Legiun ke-13 berdiri di posisi hanya 100 meter dari tembok kota dengan 400 pengawal pribadi, meneriaki para komandan resimen untuk memimpin pengepungan. Sesekali menengok ke raksasa satu mata yang masih berjalan lambat di area terbuka 400 meter - makhluk raksasa ini memiliki kelemahan keseimbangan dan kecepatan rendah. Di kedua sisi pinggang mereka tergantung keranjang berisi batu sebesar kepalan tangan untuk pertahanan melawan elf hutan. Setiap kepala mereka memakai helm hasil modifikasi dari kuali besi besar yang semakin memperlambat gerakan. Sekarang mereka hanya bisa berharap raksasa ini cepat mencapai tembok kota. Tinggi raksasa ini hampir setara tembok Fan Gang, cukup mengangkat tangan dari bawah untuk menghancurkan musuh seperti memukul lalat. Selain itu, Yamashita mengetahui raksasa ini memiliki cara serangan super kuat yang mungkin bisa mengubah jalannya pertempuran.
Hanya dalam waktu singkat saat 200 Jenderal di kaki gunung menoleh memandangi raksasa satu mata, pasukan penyerang di bawah tembok Kota Fan Gang hampir mencapai titik kehancuran oleh serangan petani di atas tembok.
Sebelum Kota Fan Gang, Pasukan Ekspedisi Chi Aotian selalu berada dalam pola serangan. Dalam penyerangan, Tayang lebih sering muncul sebagai Sage Bijak yang cerewet di antara perwira senior pasukan. Dalam hal penguasaan situasi pertempuran, Tayang jauh kalah dari Qu Jianhong bahkan Su Wen. Inilah mengapa Su Wen yang diberi tanggung jawab penuh pertahanan kota.
Tak ada yang menyangka, pertempuran bertahan pertama Pasukan Ekspedisi justru melahirkan maestro pertahanan kota.
Aroma menyengat minyak kasturi (dragon's saliva) membubung dari balik tembok, menusuk hidung setiap orang. Saat menikmati metode penyeberangan baru Legiun Farnorth, Su Wen telah memerintahkan penyiapan "cairan emas" di bawah tembok. Saat dua resimen 1000 manusia menyerang, cairan itu belum mendidih sehingga terpaksa diganti air panas.
"Cairan emas" sebenarnya obat. Setiap tahun di hari terdingin musim dingin, kotoran manusia sehat dicampur air, diaduk rata lalu disaring dengan kain kasa. Ditambahkan sedikit tanah liat, dimasukkan guci dan dikubur minimal setahun. Cairan kekuningan yang kental ini efektif mengobati panas lembab beracun.
"Jinzhi kemudian digunakan secara luas untuk pertahanan kota, bermula dari perang pengepungan di zaman kuno ketika pasokan air pihak bertahan terputus. Terpaksa, ratusan gua besar berisi Jinzhi yang terkubur di bawah tanah dikeluarkan, direbus hingga mendidih untuk pertahanan. Fakta membuktikan efektivitasnya sangat luar biasa."
"Dibandingkan air mendidih, Jinzhi memiliki tekstur kental yang menempel di sendok dan mengandung sifat alkali. Saat mengenai zirah kulit biasa, setetes Jinzhi bisa mengikis setengah lapisan zirah secara instan. Titik didih Jinzhi jauh lebih tinggi dari air, sedangkan panas yang dibawa satu tetes kecilnya melebihi daya tahan manusia."
"Tayang kini menjadi orang tersibuk di atas tembok kota. Membahayakan diri di tengah hujan batu dan panah yang terus berjatuhan, ia bagaikan burung gagak besar berkilauan yang terus berkicau, terbang ke timur lalu ke barat, mengatur setiap orang dengan tangan yang tak henti menunjuk."
"Tunggu! Kalian mau apa? Tidak ada yang menuang Jinzhi langsung dari kuali! Apa kalian kira ini air mendidih biasa?" Tayang menuding beberapa orang yang terlihat jelas sebagai petani tua: "Pernah pakai cidukan pupuk? Saat memupuk ladang kalian lakukan seperti ini? Turunkan kuali itu! Ambil cidukan, siram perlahan dari atas. Ratakan seperti menyiram pupuk kandang. Manusia bisa menipu tanah sehari, tanah akan menipu manusia setahun. Kerjakan baik-baik, panen pasti melimpah tahun ini."
“Kau, kau…” Jari-jari hitam kotor hampir menusuk dahi beberapa anak yang baru berusia 13-14 tahun: “Ngapain jongkok di balik merlon? Musuh naik langsung penggal kalian. Berdiri, cepat berdiri, genggam erat tombak di tangan, lihat musuh mendaki… Dulu pernah menusuk kodok kan? Sama saja, bagian mana yang biasa ditusuk waktu menusuk kodok, sekarang tusuk bagian itu juga.”
“Dan kalian para perempuan, tak perlu ikut bertarung, mundur ke belakang tabuh genderang!”
Tayang melompat-lompat di atas tembok kota, sambil menendang dan memaki, ajaibnya bisa mengatur gerombolan petani dengan tertib, membantai personel militer Farnorth di bawah tembok secara sistematis.
“Yang Mulia Tayang, tak kusangka Anda bisa melatih petani-petani ini jadi prajurit yang kompeten.” Su Wen berbisik kagum di samping.
“Hehe, menyebarkan ajaran dan mendidik tanpa lelah adalah kebajikan terbesarku.” Tayang mengusap-usap dahinya yang lebar, wajah tuanya tiba-tiba menunjukkan rasa malu yang langka.
Melihat personel militer di bawah tembok terjatuh terlentang sambil menutupi wajah satu per satu, Xianshan Erbai berteriak ke arah raksasa satu mata yang masih bergerak lamban ke sini, hampir tak sabar ingin menarik sang raksasa sendiri.
Pada saat itulah, senjata yang benar-benar mengubah Perang Pertahanan Kota Fan Gang pertama kali menunjukkan senyum mengerangnya!
Tayang memanjat tembok kota, sambil menghitung langkah raksasa satu mata. Dibandingkan perwira lainnya, pengetahuan Tayang seluas samudera, tentu lebih memahami betapa mengerikannya spesies unik Benua Fanos ini. Jarak optimal raksasa satu mata untuk bertempur adalah 100-150 meter. Bukan lemparan batu besar atau serangan sinar yang paling menakutkan, melainkan dua keranjang besar di pinggang mereka yang berisi batu sebesar kepalan tangan.
Raksasa satu mata memiliki nafsu makan yang sangat besar. Namun karena gerakan mereka lambat, sejak kecil setiap raksasa telah menguasai keterampilan khusus - pada jarak sekitar 100 meter, mereka bisa melemparkan batu-batu dalam keranjangnya seperti badai dengan akurasi tinggi, bahkan mampu mengenai kepala kambing yang berlarian di tebing.
Jika puluhan raksasa satu mata ini benar-benar mengamuk, mungkin...selama persediaan batu mereka belum habis, takkan ada yang berani berdiri lagi di atas tembok Fan Gang.
Hehe...Tak disangka, setelah tiga tahun perang antar tiga benua, Fanos masih menyimpan pasukan super hebat seperti ini...Untungnya, setelah berputar-putar di gurun, Pasukan Ekspedisi kini juga memegang beberapa senjata rahasia.
Tayang menjilat bibirnya, dalam hati bersyukur: "Sialan nenek moyang, ternyata keadilan masih ada di dunia, bunga kebebasan bermekaran di mana-mana."
