Kekacauan evakuasi massal sedang berlangsung di dalam kota. Di luar tembok, Su Wen telah memasang garis perimeter sejauh 20 li. Personel militer lainnya turun dari kuda untuk beristirahat, menanti puncak kembang api terbesar.
Membunuh, membakar... Setelah hampir satu tahun ekspedisi, Pasukan Ekspedisi akhirnya mewujudkan sumpah awal "membanjiri Ulu dengan darah". Jika ada penyesalan, mungkin hanya karena rentang waktu antara "pembantaian berdarah" dan "kota Ulu" yang terlalu jauh.
Matahari perlahan tenggelam ke barat laut. Jam pasir telah dibalikkan untuk keempat kalinya, dengan butiran pasir yang tersisa hampir habis.
Saat matahari sepenuhnya menghilang di cakrawala, batalion koki segera menyajikan makan malam. Para prajurit muda tertawa kecil sambil menyeruput Sup Daging dan mengunyah roti pipih khas bangsa padang pasir bernama "Naan". Warga Gurun terlihat lebih khidmat - mereka pertama-tama melaksanakan doa pra-puasa dengan serius, lalu menunduk menghabiskan makanan dengan cepat. Sesekali mereka mengangkat kepala memandang kota Ulu dalam senja, mata kecoklatan mereka memancarkan kegembiraan yang tak terbendung.
Prajurit Pasukan Ekspedisi yang sedang mengunyah roti naan dan berbincang kecil tiba-tiba terdiam. Sebagian besar daging kering dalam mulut mereka jatuh ke tanah bersama lendir liur.
Fenomena langit yang aneh sedang terjadi, di kejauhan kota Ulu tampak suatu pemandangan yang sedang berlangsung.
Di bawah langit berbintang gemerlap, tepat di tengah kota Ulu, sebuah patung raksasa mulai memancarkan cahaya keperakan secara bertahap dari bawah ke atas... Seiring makin gelapnya malam, cahaya dari patung itu kian intens, akhirnya menyilaukan seperti Matahari.
Andai hanya diam memancarkan cahaya seperti Matahari mungkin biasa saja. Namun bersamaan dengan makin terangnya cahaya, nyanyian merdu tiba-tiba menggema di angkasa - lagu misa yang sering dinyanyikan di gereja. Beriringan dengan nyanyian itu, kelopak bunga keperakan berjatuhan dari langit bagai salju sebesar bulu angsa. Kemudian cahaya keperakan itu mulai bergetar dari bawah ke atas, hingga akhirnya mengalir deras seperti air terjun.
Sekutu Dataran Bunga yang sedang mengangkut buku dan patung keluar dari kota langsung melemparkan barang bawaan mereka. Mereka segera bersujud melakukan ritual penghormatan ke arah patung berkilauan itu.
Para personel militer gurun serentak bangkit berdiri. Kilau koin emas yang pernah bersinar di mata mereka telah sirna. Kebanyakan dari mereka pernah menyaksikan mukjizat yang baru-baru ini terjadi di Kota Mumbai. Pemandangan ini... agak mirip...
Berhadapan langsung dengan pasukan Gereja Suci prajurit melawan prajurit, jenderal melawan jenderal, warga Gurun sama sekali tidak memiliki beban psikologis. Hei, di tahun-tahun sebelumnya mereka bahkan melakukan hal-hal yang lebih keterlaluan, sudah menjadi kebiasaan. Tapi, menghina martabat dewa di hadapan mata para dewa... Seberani apapun warga Gurun, mereka tidak berani melawan Dewa Utama.
Performa personel militer Kesatria Naga Hitam juga tidak jauh lebih baik. Mereka yang menjaga Gerbang Selatan Dataran Bunga, fenomena aneh seperti ini sebelumnya sama sekali belum pernah terdengar. Terhadap hal yang belum pernah dilihat, hati manusia selalu menyimpan ketakutan tak berdasar.
Dua pasukan kecil Pasukan Bayaran Kecil relatif lebih stabil. Batalion Pendekar Pedang Besar membenci Gereja Suci hingga ke tulang sumsum, bahkan jika Yang Mulia Dewa Cahaya datang langsung pun mereka akan menendang tiga kali dulu sebelum bicara. Lagipula, Dewa Naga Pirot dan Pasukan Bayaran Kecil juga setara, Sang Komandan bahkan pernah mengeksekusi dewa antardimensi di Menara Permohonan Emas, Malaikat Maut sendiri pernah membela Wakil Komandan. Seorang Dewa Utama biasa tidak perlu dianggap penting - anak-anak Daratan Es selalu percaya diri dengan kemampuan Amy; Para elf juga acuh tak acuh, ras elf sendiri adalah ras menengah, secara ketat pelindung mereka adalah Lima Utusan Peri yang baik status maupun kekuatan tempurnya melampaui Dewa Utama. Lima Utusan Peri sering menjelma menjadi elf biasa berkeliaran di Hutan Peri.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Para perwira senior Pasukan Ekspedisi semakin merindukan Tayang. Jika Pastor Jubah Hitam ada di sini, pasti dia sudah menjawab dengan sombong - pria ini memahami agama lebih baik daripada garis telapak tangannya sendiri."
Untungnya, masih ada fosil hidup di Pasukan Ekspedisi. Chi Aotian memandang Qing Luo dengan tatapan bertanya.
Wajah Qing Luo sudah tak terlihat warnanya: "Ini... mungkin semacam mukjizat. Jika ingatanku tidak salah, 1500 tahun lalu saat Gereja Suci didirikan, fenomena anomali serupa juga pernah turun dari langit. Saat patung suci ini pertama kali didirikan di sini, kejadian seperti ini pernah muncul dan disebut sebagai Upacara Penahbisan."
"Lalu... Tetua, menurutmu mengapa fenomena anomali ini muncul sekarang? Apakah ini kemarahan Yang Mulia Dewa Cahaya?" Suara Jenderal Hosea bergetar.
"Benarkah? Kenapa aku tidak melihatnya?" Chang Qing menyambung pembicaraan: "Menurutku sepertinya ada yang sedang berlagak gagah?"
"Masih berlagak apa lagi? Ini jelas-jelas kilas balik." Kesatria Naga parvenu Huerdu menyela sambil mengeluarkan seruling naga dari sakunya - entah karena kebiasaan atau pamer. Sejak naganya ditingkatkan paksa ke level lima dengan kekuatan tempur melebihi naga level lima biasa, Huerdu mulai menunjukkan banyak kebiasaan buruk khas orang baru tiba-tiba kaya.
"Perpisahan terakhir." Ling Yun menutup diskusi dengan nada datar bagai palu godam.
Chi Aotian menoleh melihat tiga remaja dari Pasukan Bayaran Kecil di belakangnya, wajahnya yang biasanya dingin tiba-tiba menunjukkan senyum tipis, membuat tiga anak muda itu kaget.
"Yang Mulia." Chi Aotian mengangguk pada Hosea: "Menurut perhitungan, sekarang saatnya pergi ke kota untuk membersihkan. Jika warga Gurun ingin melewatkan kesempatan ini, saya akan menyuruh pasukan bawahan langsung Pasukan Bayaran Kecil yang pergi."
"Anak sialan! Masih pantas disebut keturunan suci? Memalukan leluhur!" Muka Hosea memerah seperti pantat monyet, mencambuk dua komandan legiun dengan cambuk kuda. Dua komandan itu menjerit kesakitan, melompat ke punggung unta seperti terbakar api. Mereka segera mencabut cambuk kulit dan menghajar perwira di bawahnya: "Dasar dua transformasi! Memalukan! Cepat jarah dan bakar! Anak sialan, minggir!"
Wajar Jenderal Hosea panik. Hak penduduk Gurun untuk menjarah kota Ulu sendiri adalah hasil negosiasi alot Baginda Raja saat aliansi militer. Keuntungan besar ini bisa membuat seluruh penduduk Kekaisaran Gurun hidup makmur selama dua tahun.
"Anak sialan? Keturunan suci? Dua transformasi?" Ekspresi Qu Jianhong penasaran, dia berbisik pada Qing Luo: "Apa artinya ini? Bahasa yang mereka gunakan bukan bahasa umum dunia penciptaan?"
Qing Luo menghela napas lama sebelum menjawab: "Mereka sudah terlalu lama terisolasi di gurun, menciptakan beberapa kosakata sendiri. Kurang lebih artinya (Qing Luo bergumam lama tapi tak kunjung mengeluarkan kata-kata, lebih mudah mengharapkan unta bisa melewati lubang jarum daripada meminta elf hutan yang mulia mengucapkan sumpah serapah)... Kebanyakan ini adalah kata-kata makian, dan jenis yang sangat kasar."
"Oh?" Qu Jianhong tersadar, bergumam pelan: "A'nang si gei, A'nang si gei... Sepertinya cukup seru ketika dimaki, lain kali aku juga akan mencobanya."
Para ksatria gurun pun tersadar, bersiul-siul sambil menunggang unta menerobos gerbang kota. Sekelompok sarjana yang sedang membawa buku-buku terlempar berantakan. Profesor Benjamin berlari dari kerumunan orang, hendak bertanya pada Chi Aotian. Chi Aotian hanya menganggukkan dagu ke arah jam pasir. Sang profesor menghela napas panjang, kedua tangan meremas-remas rambut putihnya putus asa sebelum akhirnya berjongkok di tanah.
Warga Gurun yang selama 300 tahun tidak merantau mencari nafkah, tetap mempertahankan keahlian turun-temurun. Dua legiun membagi kota menjadi dua bagian besar melalui poros tengah. Pasukan pengawal langsung Jenderal Husein langsung menyasar kuil dan markas besar Gereja Suci. Unta-unta yang tenang digiring melalui Gerbang Barat, lalu bukit-bukit kecil berjalan keluar dengan langkah terukur dari gerbang timur, selatan, dan utara. Personel militer yang berjaga segera membongkar muatan dengan tertib, menumpuknya menjadi gunungan lebih besar sesuai asal pasukan pemilik unta.
Pasukan Kesatria Naga Hitam dan Pasukan Bayaran Kecil yang sudah setengah tahun lebih merampok di Dataran Bunga, meski mengembangkan metode perampokan cepat, tetap kalah dibanding ksatria gurun. Dari langkah sempurna, teknik profesional tingkat tinggi, hingga pembagian tugas yang harmonis - bahkan dengan menepuk kuda, unta, atau Naga Suci sekalipun, mereka takkan sanggup mengejar.
Sekarang, siapa berani bilang "paling sebel dengan perampok" atau "merampok tak perlu keahlian"? Satu-satunya penjelasan untuk omongan kosong seperti itu adalah kebodohan dan mental katak dalam tempurung.
Uang menundukkan budak, keahlian menaklukkan ahli. Qu Jianhong, Su Wen dan lainnya kini memandang Jenderal Husein dengan rasa hormat yang jauh lebih besar.
“Semua yang kalian lihat ini masih belum seberapa.” Hosea menegakkan kepala dengan bangga: “Banyak orang sering bilang: sehelai jerami terakhir yang meruntuhkan unta, tapi mereka tidak tahu, ini adalah satuan ukuran paling umum yang digunakan nenek moyang kami. Kami bisa melihat dari langkah unta di mana posisi jerami kedua terakhir yang bisa ditanggungnya.”
Awalnya kupikir merampok kota berpenduduk 1 juta orang mustahil selesai dalam 2 shichen, ternyata itu hanya berlaku untuk amatir. Baru 1 shichen, semua barang yang bisa dipindahkan sudah dikeluarkan. Ksatria Gurun yang mulai santai malah mengincar 6 pohon kuno berusia Ribu Tahun di depan kuil - Altar Suci Pemuja Api kembali dinyalakan. Berbagai suku belum punya hadiah layak untuk Pendeta Kepala Pemuja Api. Pohon-pohon ini berdiameter lebih dari 5 meter, jenis kayu pir kuning terbaik. Beberapa gergaji besar muncul seperti sulapan, belasan personel militer duduk di tanah mulai menggergaji dari akar.
Jam pasir baru habis separuh, enam pohon besar sudah ditarik keluar melalui gerbang kota yang sudah dibongkar.
Saat meninggalkan gerbang, semua Ksatria Gurun melakukan gerakan seragam - satu tangan mengangkat senjata, satu tangan menyingsingkan baju, berteriak menghitung sampai 20 sambil melompat-lompat sebelum kembali ke formasi.
“Ini untuk mencegah prajurit menyelundupkan barang. Teriakan untuk memeriksa apakah ada benda disembunyikan di bawah lidah.” Hosea berusaha menahan ekspresi bangga di mukanya.
“Bakar kota.” Perintah Chi Aotian kepada Su Wen. Setelah kematian Tayang, pasukan pengawal Tayang dipertahankan sebagai formasi terpisah dan dinamai Batalion Tawa oleh Chi Aotian. Komandan bawahan langsung saat ini adalah Su Wen. Seluruh "harta karun" pembakaran dan pembunuhan milik Tayang tersimpan di Batalion Tawa.
“Siap, Yang Mulia Jenderal!” Su Wen segera memberi isyarat kepada komandan batalion: “Segera mulai dari titik api di pusat kota, sebarkan ke empat penjuru, cepat!” Setelah berpikir sejenak, khawatir sekutu masih ragu, Su Wen menambahkan: “Siapa pun yang melarikan diri dari medan perang atau mengacaukan semangat juang, dieksekusi di tempat. Penggal dulu, lapor belakangan.”
“Siap, Tuan.” Dua perwira sekutu yang telah menyandang gelar Earl berdiri tegak bagai patung.
Para prajurit sekutu sempat bingung sesaat. Setelah setahun berjuang, jumlah Earl telah mencapai hampir 30 orang, Viscount mendekati 200 orang. Pangkat terendah pun sudah setara Ksatria kerajaan.
Selama 400 tahun lebih berdirinya Gereja Suci, mereka hanya mengajarkan otoritas dewa dan gereja. Konsep "tanah air" tak pernah ditanamkan pada rakyat. Otoritas dewa yang tadinya terasa sakral, setelah melihat ksatria gurun menebang pohon di depan kuil tanpa dihukum dewa, membakar kuil pun terasa bukan dosa besar.
Membayangkan gelar bangsawan yang akan diraih setelah pertempuran ini, para prajurit Batalion Tawa tak lagi ragu. Satu per satu mereka mengambil alih stok terakhir peninggalan Tayang, lalu memasuki Ulu.
“Para staf dan mahasiswa dari berbagai universitas di Ulu lebih acuh tak acuh terhadap konsep negara. Mereka memang berasal dari imigrasi berbagai negara, dan setelah lulus, mereka juga harus melakukan perjalanan studi ke berbagai negeri. Satu-satunya alasan mereka mempertahankan Ulu sampai mati adalah karena kota ini menyimpan banyak bangunan kuno dari era Renaissance dan koleksi buku yang lebih besar. Adapun kuil itu dan markas besar gereja, mereka justru ingin segera membakarnya - Dalam hampir 500 tahun sejarah Ulu sejak pembangunannya, tidak kurang dari 5.000 sarjana dinyatakan bersalah oleh pengadilan agama karena mengejar pengetahuan, 126 penjelajah agung akhirnya dibakar di tiang pengadilan gereja. Gereja bertahan dengan kebodohan, sementara pengetahuan adalah musuh bebuyutannya.”
“Selain itu, perhatian semua sarjana termasuk Benjamin sekarang tertuju pada ksatria Kekaisaran Gurun - Seandainya tahu ksatria gurun begitu gesit, tadi seharusnya kita minta bantuan mereka mengangkat barang, atau... biarkan mereka mengangkut semuanya keluar dulu, baru bagi rampasan di luar - Jenderal Chi Aotian jelas lebih mudah diajak negosiasi.”
“Tuan, Tuan.” Benjamin mendekat lagi, wajahnya dipenuhi senyum kecut: “Saya masih ada permohonan yang agak memalukan.”
Perang yang terjadi di tepi Sungai Fan kemudian disebut oleh sejarawan sebagai Pertempuran Ganda Kota Fan Gang.
Pertempuran Pertahanan Kota Fan Gang dijuluki Mesin Penggiling Daging Fan Gang, sementara pembakaran perkemahan sepanjang ratusan li dijuluki Pemanggang Sungai Fan.
Tayang, dalang sebenarnya dari dua perang ini, mendapat julukan: Jenderal Penggiling Daging & Penasihat Militer Pemanggang.
——《Raja Segala Raja*Tayang Si Iblis》
