Para komandan sementara Kelompok Benteng Sungai Sanggan awalnya sangat percaya diri. Setelah atasan mereka ditarik, mereka ingin menunjukkan kemampuan dan berharap mendapat promosi. Namun situasi semakin tidak menentu. Meski setiap gerakan musuh terlihat tidak membahayakan benteng... Kecuali komandan musuh itu gila, mustahil melakukan gerakan yang tampak tak berarti ini... Apakah musuh ini gila? Tentu saja tidak. Dari bendera komandan di seberang, mereka tahu sedang berhadapan dengan Wakil Komandan Utama Pasukan Bayaran Kecil Da Qing Shan - jenderal legendaris yang dulu bisa mengalahkan Marsekal Da Hainuo dalam pertempuran sengit di Kota Hamburg.
Baru pada saat ini para komandan sementara itu tersadar: Bukankah kejadian aneh ini harus dilaporkan kepada Tuan Lei Badun?
Tiga ksatria pertama dikirim keluar. Peristiwa yang membuat para komandan benteng hampir meratap terjadi—Pasukan Bayaran Kecil ternyata mengerahkan Ksatria Binatang Legenda dan Batalion Pendekar Burung Ganas untuk membunuh ksatria pengantar surat, tepat di lokasi yang berjarak kurang dari 500 meter dari benteng.
Saat ini, bahkan orang bodoh sekalipun tahu betapa gentingnya situasi. Musuh jelas-jelas berusaha memblokir informasi! Bahkan orang paling tolol pun paham: informasi yang layak diblokir lawan pasti berisi kabar yang sangat-sangat penting.
Akhirnya, enam benteng berkoordinasi mengirim lebih dari 200 ksatria pengantar surat secara bersamaan di malam hari, baru ada yang lolos—kalau tidak, benar-benar tidak ada harapan lagi. Total jumlah kuda perang di seluruh kompleks enam benteng memang hanya segitu. Ketika Yang Mulia Jenderal Lei Badun menerima pemberitahuan, hari itu sudah memasuki hari keenam sejak Da Qing Shan memimpin legiun petani menggali parit. Ketika Yang Mulia Jenderal akhirnya tiba di kompleks benteng dengan membawa pasukan 5000 ksatria—satu-satunya pasukan kavaleri di Wilayah Pertempuran Sungai Sanggan—dengan panik, waktu sudah menunjukkan sore hari kesembilan.
Berdiri di titik tertinggi benteng, dikawal puluhan perwira, Yang Mulia Jenderal Lei Badun menyipitkan matanya memandang ke barat laut. Seperti anjing pemburu paling setia, ia mengamati sekeliling lama-lama. Akhirnya, sang penggembala domba yang kini menjadi atasan itu mencengkeram leher komandan sementara benteng ini. Cipratan ludahnya bagai badai menghujam wajah sang komandan. Setelah dua hari satu malam tak tidur dalam perjalanan, mulut dan hidung jenderal penuh debu, membuat ludahnya berwarna kuning terang. Saat menempel di wajah komandan sementara, cairan itu justru memancarkan kilau sakral.
"Bajingan! Inikah yang membuatku ditarik dari garis depan perang untuk dilihat?" Earl Lei Badun hampir hilang akal. Jarinya menunjuk dataran luas di utara benteng: "Lubangnya? Ratusan bahkan ribuan lubang legenda itu? Paritnya? Ratusan parit selebar lima enam meter dalam dongeng? Coba tunjukkan padaku dimana semuanya!?"
Sorot mata semua perwira di benteng dipenuhi rasa iba. Komandan sementara benteng ini hanyalah komandan kompi berusia 20-an tahun. Diangkat oleh sang jenderal mantan penambang pegunungan dan penggembala, pemuda itu bergoyang-goyang seperti anak kelinci yang digigit anjing beruang putih peliharaan jenderal. Seluruh bagian tubuhnya bergoyang-goyang tak terkendali.
Namun, wajar saja Yang Mulia Jenderal marah. Di luar sana, mana ada kawah meteor legendaris yang disebut-sebut? Mana ada parit sepanjang puluhan li? Memandang ke utara dari sini, masih terhampar padang rumput yang datar sempurna. Jika ada perbedaan, mungkin hanya lahan pertanian yang dulu terbengkalai kini ditanami berbagai tumbuhan hijau, termasuk semak-semak setinggi manusia. Di antara semak-semak itu, terlihat kelompok-kelompok wanita petani berhias sibuk bekerja, mirip gambaran kuno pemetik murbei di kaki gunung selatan.
"Tuan, Tuan..." Komandan sementara ini seperti selir istana yang ditinggalkan suaminya, mengeluh pilu: "Awalnya mereka menggali parit mati-matian, tapi... sejak dua hari lalu malah mati-matian mengubur parit. Tidak cuma itu, mereka... mendatangkan banyak orang untuk menanam pohon, rumput, dan bunga..."
Tiba-tiba, di bawah senja yang merangkak, terdengar nyanyian bersahut-sahutan:
Bulan kedua datang dengan cahaya musim semi yang indah,
Setiap rumah sibuk menanam rumput.
Berharap panen tahun ini melimpah,
Kumpulkan lebih banyak biji rumput untuk wariskan ke anak cucu.
……
Melodi lagu ini lembut dan merdu, seperti perpaduan gaya etnik dan klasik. Sungguh luar biasa gadis-gadis desa bisa menyanyikan lirik seperti ini.
“Tuan,” akhirnya ada yang menyadari keanehan, ras elf padang rumput setelah dewasa cenderung bergabung sebagai pemanah dalam kelompok tentara bayaran atau pasukan reguler. Meskipun aliansi elf padang rumput bermusuhan dengan Gereja Suci, masih ada beberapa anggota suku yang tetap bertugas. Di antara para perwira menengah di bawah komando Earl Lei Badun terdapat seorang elf padang rumput bernama Zhe Mo: "Jika saya tidak salah lihat, di antara para petani perempuan ini ada elf hutan, dan setidaknya semuanya berlevel Magister Sihir atau lebih tinggi..." Setelah menjilat bibirnya, elf tersebut menambahkan: "Sepertinya, lebih dari 90% di antaranya adalah magister."
Earl Lei Badun melotot tajam ke arah elf padang rumput itu! Harusnya berpikir sebelum berbicara. Seberapa tinggikah status seorang magister, apalagi di masa kini ketika upacara restorasi Kekaisaran Sihir telah memanggil 99% penyihir ke Pulau Biru Tua. Saat ini bahkan seorang penyihir level 2 saja sangat berharga bagi berbagai kelompok, mana mungkin sekelompok magister dibiarkan berkeliaran di antara petani sambil bersenandung lagu rakyat dan sibuk seolah sedang bertani.
Namun, mengikuti arah telunjuk elf padang rumput itu, wajah Lei Badun dan semua perwira semakin berubah aneh: Di antara para petani, benar-benar terlihat cahaya hijau kecil-kecil yang berkelap-kelip. Dan di setiap tempat yang disentuh cahaya hijau itu, muncul hamparan warna hijau pekat yang terus bertambah.
Para Elf Padang rumput memang tidak salah melihat. Di antara ribuan wanita desa, terdapat sejumlah signifikan Magister Peri Hutan—Huo Ensi hampir menahan semua Magister Peri Hutan di garis selatan, sementara Da Qing Shan hanya memberi mereka satu tugas: menanam pohon, rumput, dan alang-alang.
Adakah makhluk di dunia ini yang lebih ahli menanam pohon daripada Magister Peri? Jawabannya jelas tidak. Dengan air, tanah, dan benih, seorang Magister Peri Hutan menggunakan sihir kayu bisa menumbuhkan pepohonan yang menjangkau beberapa mu dalam sehari semalam. Yang lebih penting, para Elf Hutan tidak hanya mahir menanam pohon, tetapi juga menikmati pekerjaan penghijauan ini karena kecintaan mereka pada alam.
Di luar kota Mo Yada, Amy memberi tahu Da Qing Shan rahasia yang seharusnya hanya beredar di kalangan Elf Hutan—di Hutan Peri, setiap pohon yang ditanam memiliki makna khusus. Misalnya, melihat spesies pohon tertentu harus berbelok, sementara spesies lain mengharuskan mundur, atau akan menghadapi kematian. Inilah alasan mengapa manusia mudah tersesat di Hutan Peri.
Da Qing Shan meminta para magister untuk meninggalkan tanda serupa saat menanam semua vegetasi.
Tentu saja, sekadar menanam pohon di dataran utara Sungai Sanggan tidak akan efektif menghalangi musuh—Magister Peri terkuat sekalipun tak mampu menumbuhkan pohon setara pohon kuno ribuan tahun di Hutan Peri dalam waktu singkat.
“Tuan Earl Lei Badun juga tidak tahu fungsi ajaib apa yang dimiliki pepohonan ini. Di malam hari, Tuan mengirim empat Ksatria Binatang Legenda bersama 200 ksatria ringan untuk menyelidiki apa yang sebenarnya dilakukan musuh. Sebelum berangkat dari benteng, Yang Mulia Jenderal yang selalu hati-hati berulang kali mengingatkan: "Dalam misi ini, utamakan kewaspadaan. Jika bertemu gangguan musuh, segera kembali. Jika menghadapi musuh kuat, langsung tembakkan anak panah sihir, aku akan kirim bantuan. Dilarang keras terlibat pertempuran berlarut-larut dengan musuh, jangan sampai ada kesalahan." Dua kalimat terakhir diucapkan dengan nada sangat tegas.
"Ya, Tuan." Keempat Ksatria Binatang Legenda menjawab serentak.
Hasilnya di luar dugaan semua orang. 204 ksatria yang dikirim dalam kegelapan itu bagai siput masuk ke laut - hilang tanpa kabar! Yang Mulia Jenderal dan beberapa perwira senior lain di zona pertempuran terus duduk menunggu di benteng, sampai teh berkualitas tinggi yang mereka minum berubah menjadi air putih, tak satu pun ksatria yang kembali.
"Masa... karena melihat kekuatan musuh terlalu besar, mereka semua membelot satu per satu?"
Wajar muncul pemikiran seperti ini. Untuk menghancurkan 200 ksatria ringan plus empat Ksatria Binatang Legenda di tengah malam, musuh setidaknya perlu mengerahkan kekuatan tempur 10 kali lipat.
Selain itu, sepanjang malam kemarin di wilayah utara kompleks benteng sama sekali tidak terdengar teriakan perang. Selain pembelotan, sepertinya tidak ada penjelasan lain yang lebih masuk akal.
Pagi-pagi keesokan harinya, saat langit baru terang, Earl Lei Badun yang belum menyentuh bantal selama dua malam berturut-turut mendaki puncak benteng. Dengan mata merah darah ia menatap ke utara, namun hanya melihat petani-petani yang hilir mudik di balik rimbunnya bunga dan dedaunan di kejauhan. Tak terlihat satu pun bayangan ksatria.
Elf padang rumput Zhe Mo menyipitkan matanya sambil mengubah sudut pandang beberapa kali. Ucapannya mengguncang semua yang hadir: "Yang Mulia Jenderal, di antara semak-semak itu ada belasan perisai lengan ksatria, dan... sehelai jubah ksatria..."
Semua ksatria ringan yang pergi tadi malam membawa perisai, sedangkan keempat ksatria binatang legenda itu masing-masing mengenakan jubah ksatria. Jelas, barang-barang ini pasti milik seseorang.
Apa... yang sebenarnya terjadi? Para perwira sama sekali tak mengerti. Semua bukti di depan mata menunjukkan tidak ada jejak peperangan di sini. Lalu... ke mana para ksatria tadi malam?
"Siapa yang bersedia memimpin pasukan kavaleri ringan lagi untuk menyelidiki? Sebaiknya bawa pulang satu dua tawanan untuk diinterogasi." Lei Badun menoleh ke barisan legiun di belakangnya. Tatapannya berpindah dari satu perwira ke perwira lain yang raut wajahnya mulai ragu.
"Tuan, izinkan saya pergi memeriksa." Dari barisan belakang para perwira yang ragu-ragu, seorang pria berbaju hitam maju mengajukan diri.
Lei Badun sedikit terkejut.
“Pasukan Bayaran Kecil yang turun dari Gunung Meixisi, setelah meraih kemenangan beruntun di Dataran Sungai Sanggan, akhirnya berhasil memotong wilayah besar antara Sungai Sanggan dan Skambray untuk mendirikan pangkalan bersenjata.” Setelah itu, Kepala Keluarga Delaware mengirim komandan pasukan pengawalnya, pria berbaju hitam ini, untuk membantu dirinya.
Pemuda ini baru berusia 20-an tahun, namun sudah menjadi 10 orang terpenting di keluarganya. Sejak menjadi Ksatria Binatang Legenda di usia 16 tahun, ia telah berkontribusi besar dalam berbagai peristiwa penting sehingga sangat populer. Tentang pemuda ini, ada rumor lain: kemungkinan besar ia adalah anak haram Kepala Keluarga Delaware. Faktanya, Sang Tuan Kepala Keluarga memang selalu lebih memanjakan pemuda ini daripada anak kandungnya sendiri.
"Dengan merendahkan diri datang ke Sungai Sanggan, mungkin ia sedang mempersiapkan diri untuk menggantikan posisi saya," Earl Lei Badun telah mempersiapkan hati untuk kemungkinan ini.
"Baiklah, Yang Mulia Arthur*Biru harap berhati-hati. Tidak melakukan kesalahan sudah merupakan prestasi." Yang Mulia Jenderal sengaja mengingatkan kembali, persis seperti saat memperingatkan empat Ksatria Binatang Legenda kemarin malam.
"Siap, Tuan." Pemuda itu sedikit menundukkan kepala, lalu pergi untuk mengumpulkan anak buahnya.
"Jika Amy berada di sini, pasti akan tersenyum ramah dan menyapa pemuda ini. Bagi Amy yang masih baru di dunia ini saat itu, ini adalah 'teman lama'-nya. Di luar Kota Salju, ketegasan pemuda ini dalam mengambil keputusan dan kecepatannya melempar kantong uang setelahnya, membuat Amy memujinya di depan Da Qing Shan, Lin Yushang, dan yang lain - sungguh menyenangkan bermusuhan dengan orang seperti ini."
Ksatria berbaju hitam sangat hati-hati. Hal pertama yang dilakukannya sebelum berangkat adalah menambahkan mantra pengapungan pada keempat kaki binatang gaib - ini adalah pelajaran berharga yang ditinggalkan Tuan Aimi padanya.
"Target: petani di seberang. Semua harus memperhatikan apakah ada tali perangkap kuda atau lubang jebakan di tanah."
Setelah dua perintah dikeluarkan, dua komandan kompi masing-masing membawa 50 ksatria ringan untuk mengepung dari sisi kiri dan kanan. Seorang komandan kompi lain membawa 50 ksatria sebagai cadangan, siap memberikan dukungan jika ada musuh di segala arah. Arthur Biru memimpin sisa 50 ksatria mengendarai kuda perang menyerbu dari depan dengan langkah kecil.
Para petani yang sedang bekerja di antara bunga dan dedaunan langsung menjerit ketakutan melihat musuh muncul dari selatan, lalu berbalik lari ke utara.
Karena terhalang semak-semak, para ksatria tidak bisa melihat tingkah aneh para petani yang sedang lari, lalu segera mencambuk kuda mereka.
Tiga ratus meter, dua ratus meter, seratus meter, lima puluh meter...
Ksatria Sungai Sanggan membentang jaring besar, di dalamnya setidaknya akan terperangkap lebih dari 200 ikan besar kecil. Kebanyakan ksatria berdegup gembira, dari semak-semak sesekali terlihat postur dan kecepatan pelarian petani - ini jelas petani sejati. Mengerahkan kavaleri ringan bahkan Ksatria Binatang Legenda terasa berlebihan. Meski begitu, para ksatria tetap dibagi menjadi tiga barisan depan-tengah-belakang oleh komandan kompi, masing-masing berjarak sekitar 12 meter untuk menghindari tali perangkap kuda.
Para ksatria menerobos semak setinggi manusia. Awalnya mereka menahan kecepatan dengan hati-hati, namun setelah melintasi puluhan meter tanpa bahaya, beberapa komandan tim serentak memerintahkan untuk menambah kecepatan.
Tak ada yang menyangka, bahaya justru datang di detik ini!
Puluhan kuda perang terdepan tiba-tiba terjerembap saat berlari kencang, "gedebuk!" jatuh ke hamparan rumput hijau. Kebanyakan ksatria di punggung kuda bereaksi cepat, melepas sanggurdi. Tapi begitu menginjak tanah dekat kuda, sepatu bot setengah meter langsung terbenam.
"Awas, ada jebakan di tanah!" Ksatria di belakang menarik tali kekang kuda dengan kedua tangan, membuat kuda berputar-putar.
Pada detik terakhir, lebih dari 40 ksatria terperosok ke dalam lumpur di depan mereka. Kuda perang menggelepar putus asa, para ksatria pun berjuang mati-matian. Namun... semakin keras mereka berjuang, semakin cepat tubuh mereka tenggelam. Ksatria yang datang belakangan segera melompat turun dari kuda, melepas pita sutra untuk mencoba menyelamatkan rekan senjata. Beberapa baru melangkah maju atau bahkan baru saja melompat dari kuda, "plung!" - sepatu bot mereka langsung terperosok ke dalam tanah.
"Rawa pasir hisap! Mundur! Cepat mundur!" Beberapa ksatria paruh baya berteriak serentak!
Ksatria Binatang Legenda berbaju hitam mengarahkan binatang gaibnya ke atas kepala komandan kompi yang sudah terperosok sampai pinggang. Ia menjulurkan pita sutra dari pinggangnya, meminta sang ksatria membuat simpul di dada, lalu menarik Kuda Hitamnya dengan sekuat tenaga ke atas.
Dalam ingatan Arthur*Biru, Kuda Hitam tunggangannya termasuk yang terbaik di antara binatang gaib, terutama dalam hal kekuatan tarikan. Kecuali beberapa ksatria seperti Ksatria Badak, belum ada yang melebihi kekuatan tarikan Kuda Hitam. Kali ini jelas Kuda Hitam menghadapi tantangan, pita sutra hitam tertarik kencang seperti tali baja, sang komandan kompi di bawah pun menggelepar tak berdaya - tetap tak bisa keluar dari rawa hisap.
Di antara ksatria paruh baya di belakang, ada yang melepas perisai lengan dan melemparkannya datar ke sang komandan kompi. "Tekan perisai ini ke tanah! Bebankan seluruh beratmu di atasnya! Jangan bergerak sedikitpun!"
Jahe tetap lebih pedas yang tua, akhirnya komandan kompi berhasil diseret keluar dengan perisai pergelangan tangan sebagai alas, bagian bawah tubuhnya sudah dipenuhi lumpur kuning.
Melihat ke belakang ke ksatria-ksatria lain yang terjebak di rawa-rawa... ternyata mereka semua telah menghilang di bawah tanah, hanya menyisakan beberapa perisai pergelangan tangan dan barang-barang lainnya.
Yang Mulia Lei Badun di atas benteng menyaksikan dengan jelas, terkejut sampai terdiam membatu! Di belakangnya ada seorang perwira senior asli Sungai Sanggan yang tahu bahwa Yang Mulia Jenderal tumbuh besar di pegunungan Meixis dan mungkin kurang memahami rawa-rawa, segera berbisik menjelaskan: "Yang Mulia Jenderal, Yang Mulia Arthur*Lan dan rombongan mereka menghadapi rawa-rawa pasir hisap yang paling mengerikan. Rawa ini tampak seperti tanah biasa, namun begitu terinjak, orang akan langsung terperosok, dan semakin berusaha melepaskan diri justru semakin cepat tenggelam. Di wilayah Sungai Sanggan, bentang alam seperti ini hanya ada di dekat muara barat, tak disangka malah muncul di sini."
Adipati Besar Lan Tian juga tak menyangka, garis-garis yang digambar Da Qing Shan di peta dengan kait dan garis, melalui jerih payah lebih dari 100.000 warga sipil, telah berubah menjadi parit-parit berkelok dan lubang-lubang besar. Kemudian Da Qing Shan mengalirkan air dari beberapa anak sungai kecil di sekitarnya untuk mengisi semua parit, lalu memasukkan kembali tanah galian ke dalam parit - secara sekilas sulit diketahui bahwa di sini pernah ada parit, tanah ini mengambang di atas air parit dan lubang, tampak kokoh namun sebenarnya akan langsung terdispersi begitu mendapat tekanan...
Dalam proses ini, Da Qing Shan mendapat bimbingan antusias dari pria Suku Emas aliran Hou Tu dan Fu Shui—Amy mengirim kembali dua tetua elf yang berada di sisinya, khusus menjemput beberapa anggota suku Emas senior dari elf hutan. Menurut Amy, di dunia ini, dalam hal bermain-main dengan api, air, dan sejenisnya, mungkin tidak ada ras yang lebih ahli dari mereka. Beberapa anggota Suku Emas yang tahu ini adalah tugas untuk Kanjeng Raja, bekerja dengan dedikasi luar biasa. Setiap hari mereka bersama Sha Ruo mondar-mandir di "lokasi proyek", berusaha keras menciptakan kondisi alam terburuk dari empat pulau Emas, sekaligus memberi pelajaran berharga bagi generasi muda perunggu.
Sebagaimana diketahui, Da Qing Shan adalah sosok paling jujur dalam Perang Para Dewa. Awalnya, menurut rencana Amy, dalam menyiapkan jebakan rawa-rawa sebaiknya menggunakan prinsip "sembilan palsu satu nyata" atau "sembilan dangkal satu dalam". Intinya, panduan strategi Amy adalah: menciptakan zona rawa luas di Dataran Utara Sungai Sanggan dalam waktu singkat, memadukan yang nyata dan palsu untuk menghambat laju musuh secara efektif.
Tapi di tangan Da Qing Shan, "sembilan palsu satu nyata" justru berubah menjadi "sembilan nyata satu palsu". Dalam Perang Pertahanan Sungai Sanggan berikutnya, Da Qing Shan memimpin pasukan bertahan mati-matian di garis depan, sementara pasukan petani di belakang tak henti menggali rawa-rawa di tepi utara Sungai Sanggan sepanjang hari.
Da Qing Shan di depan sibuk sampai kepayahan, secara alami tidak terlalu mengurus pekerjaan di belakang ini. Para perwira menengah yang ditempatkan di bawah komandannya masing-masing mewarisi gaya Da Qing Shan, bekerja dengan sangat teliti. Setelah pertempuran ini berakhir, tak ada yang menyangka bahwa di tepi utara Sungai Sanggan tiba-tiba muncul zona rawa buatan manusia selebar lebih dari 100 li dan panjang 80 li.
Setelah Perang Para Dewa, Yang Mulia Jenderal baru di Wilayah Pertempuran Sungai Sanggan awalnya ingin mengeringkan daerah ini. Namun karena area buatan manusia ini terlalu luas, bahkan berhasil berkembang biak spesies buas khas rawa seperti Buaya Teluk, ular air, nyamuk bunga, dll. Tidak hanya itu, setelah lebih dari sepuluh tahun siklus alami, rawa besar ini malah memiliki kemampuan memperbaiki diri. Jenderal baru mengerahkan lebih dari 40.000 warga sipil selama setengah tahun, dengan korban tewas melebihi 600 orang, tetap gagal mengeringkan rawa ini. Akhirnya, mereka terpaksa mengakui keberadaannya.
Kemudian, tempat ini dinamakan Zona Rawa Da Qing Shan, menjadi rawa terbesar kedua di Benua Eminoll namun paling rumit strukturnya. Ini termasuk salah satu 'prestasi' buruk yang ditinggalkan oleh Kesatria Naga Suci Pertama Sepanjang Masa, Da Qing Shan.
Sebagian besar pekerjaan ini dilakukan malam hari, tentu saja tidak diketahui oleh para prajurit di Sungai Sanggan.
"Begitu ya... Prajurit ulung tak butuh pamer jasa, pantas disebut Wakil Komandan Utama Pasukan Bayaran Kecil." Wajah Jenderal Anjing perlahan kembali normal: "Perang sebelumnya, untung tidak bertemu dia..."
Sambil berbicara, Arthur*Lan memimpin para ksatria ringan mundur kembali. Dalam perjalanan mundur, beberapa ksatria lagi terjebak di rawa-rawa. Manusia berhasil diselamatkan, namun kuda perang dengan cepat ditelan bumi. Hanya dalam waktu singkat, 56 ksatria dan 62 ekor kuda perang menghilang di dataran yang terlihat aman ini.
"Tuan." Pria berbaju hitam itu terlihat jelas kegelisahannya: "Musuh membuat sesuatu di sini, pasti ada maksud tersembunyi. Mungkin... tujuan utama menghalangi gerak maju kita ke utara adalah untuk melakukan aksi tertentu di wilayah utara Sungai Sanggan?"
"Yang Mulia bisa menjelaskan lebih spesifik."
"Baik." Arthur*Lan mengambil peta Benua Eminoll skala 1:500.000 dari pengawalnya, membentangkannya di tanah: "Tuan, Pasukan Bayaran Kecil terus memberikan tekanan pada kami dan Marsekal Da Hainuo di Skambray. Gerakan tiba-tiba mereka ini kemungkinan bertujuan memanfaatkan jebakan buatan sebagai pertahanan, menarik kekuatan pertahanan asli ke sektor lain. Artinya, Pasukan Bayaran Kecil kemungkinan besar akan menyerang Hutan Perbatasan atau Skambray. Jika target mereka Zona Perang Hutan Perbatasan, kita pasti akan duduk menyaksikan harimau bertarung, membiarkan mereka saling menghabiskan diri. Dalam skenario ini, tidak perlu bagi mereka untuk membuang-buang komandan seperti Da Qing Shan, Lan Tian dll untuk bertahan di sini. Jadi saya perkirakan, dua wakil komandan lain Pasukan Bayaran Kecil yaitu Huo Ensi dan Chi Aotian sekarang mungkin sedang memimpin pasukan menyerang Skambray."
Jenderal Lei Badun menatap tajam ke arah Arthur*Lan, pupil mata biru-hitamnya mengamati lama: "Pertimbangan Yang Mulia ini arahnya benar, tapi apakah Yang Mulia pernah memikirkan satu hal? Dengan kemampuan Pasukan Bayaran Kecil saat ini, bisakah mereka menaklukkan Kota Skambray? Di bawah komandan Laksamana Ha masih ada tiga Legiun bawahan langsung, Legiun langsung Kaisar Barat, serta Pasukan Kesatria Naga Tanah Xuan Qing juga berada di Skambray. Artinya, pasukan reguler di Skambray saja sudah 30.000. Ditambah batalion pendekar, minimal ada 50.000 personel militer. Mengenai kota Skambray ini, Anda pasti lebih familiar daripada saya, bahkan jika Pasukan Bayaran Kecil tidak membagi pasukan, menurut Anda bisakah mereka menaklukkan Skambray?"
"Secara teori tidak mungkin." Arthur*Lan menyambung setengah kalimat ucapan Lei Badun: "Tapi sebelumnya, kami sudah mendapat kabar bahwa Da Qing Shan saat kembali ke Pasukan Bayaran Kecil menyatakan bahwa Amy si Otak Emas juga akan segera kembali. Jika semua ini adalah skenario Amy, maka menurut saya tidak ada yang mustahil secara teori."
Earl Lei Badun menarik napas dalam-dalam... Di mana pun Otak Emas muncul, sepertinya benar-benar tidak ada yang mustahil. Dia bisa merebut Kota Hanyang hanya dengan puluhan kavaleri ringan, sekarang dengan puluhan ribu pasukan berat di tangannya, sangat mungkin dia bisa merebut Skambray: "Maksud Yang Mulia adalah?"
"Saya pikir kita harus mengirim dua Ksatria Binatang Legenda pada malam hari untuk memberi tahu Skambray, setidaknya untuk memverifikasi dugaan kita."
"En. Anda benar, pantas menjadi talenta muda yang ditempa di sisi Kepala Keluarga." Lei Badun memuji sang pemuda dengan sopan.
Pada sore harinya, mata-mata dalam yang disusupkan Skambray di Kota Mo Yada mengantarkan informasi terbaru dengan mengambil jalan memutar yang jauh.
Kabar internal dari mata-mata membuktikan kebenaran penilaian Arthur Biru. Mata-mata itu juga membawa kabar penting lainnya: Chi Aotian memimpin Pasukan Ekspedisi berpisah dari Pasukan Bayaran Kecil untuk menyerang Zona Perang Hutan Perbatasan.
Apa sebenarnya tujuan para pejabat Pasukan Bayaran Kecil ini? Hanya dengan 40.000 pasukan yang terbagi dalam tiga jalur, mereka begitu arogan. Pasti ada konspirasi licik di balik ini?
Malam itu, Yang Mulia Jenderal Lei Badun mengirim tiga Ksatria Binatang Legenda jenis elang ke Skambray untuk menyampaikan laporan pertempuran terbaru. Secara paralel, utusan khusus dikirim ke markas Laksamana Wanita sekutu untuk berbagi intelijen — jika situasi di Wilayah Pertempuran Sungai Sanggan tak lagi terkendali, kekuatan keluarga Raja Bajak Laut akan dimobilisasi.
Bersamaan dengan itu, Lei Badun mengerahkan seluruh ksatria ringannya. Mereka dibagi dalam tim beranggotakan 200 prajurit, membawa busur silang untuk mengganggu petani di rawa, sekaligus memetakan luas total wilayah berawa tersebut.
Pada sore hari keempat, kelompok ksatria ringan mulai kembali satu per satu. Dengan cepat, area rawa-rawa ditandai pada peta Sungai Sanggan skala 1:100.000. Sambil menggambar garis batas, wajah para perwira senior perlahan menjadi muram. Situasinya jauh lebih buruk dari perkiraan mereka. Dimulai dari dua jalan raya utama di timur yang membentang hingga ke sistem air dalam Hutan Perbatasan, dan di barat yang terhubung dengan anak sungai utama Jia Shui dari Sungai Sanggan - dari timur ke barat sepanjang 120 li (≈60 km), seluruh area dipenuhi rawa dengan pola kacau balau. Sedikit kecerobohan akan menyebabkan kecelakaan. Hanya dalam empat hari, kerugian pasukan kavaleri ringan melebihi 10%.
Tidak hanya itu, Pasukan Bayaran Kecil juga memobilisasi warga sipil untuk membangun sebuah bendungan kecil di hilir Jia Shui. Sungai yang awalnya selebar 150 meter di musim semi ini, setelah 6 hari akumulasi air melebar hingga 1000 meter. Kemudian mereka langsung membuka celah di bendungan untuk mengalirkan semua air sekaligus. Kini lebar sungai kembali ke 150 meter, namun kedua sisi tepian telah berubah menjadi lahan basah baru. Bahkan pasukan militer sekalipun harus berputar ratusan li (≈50 km) untuk melintasi area ini, apalagi warga biasa.
Setelah empat hari lagi, Ksatria Binatang Legenda yang dikirim ke Skambray kembali. Saat berangkat tiga orang, saat kembali hanya satu - Tiga ksatria binatang legenda ini sangat berhati-hati dalam perjalanan, akhirnya mendekati Kota Skambray di tengah malam. Tak disangka, Horrens telah mengerahkan puluhan pemanah peri Burung Ganas untuk bergiliran menyamar di sekitar Kota Skambray. Di tengah malam, tiga ksatria binatang legenda ini terjebak dalam lingkaran penyergapan. Penglihatan manusia sama sekali tak bisa menyaingi peri. Ksatria Burung Ganas yang berada di depan langsung menjadi landak manusia-tunggangannya tertembus panah. Dua ksatria Burung Ganas di belakang melihat situasi genting dan kabur tergesa-gesa, masing-masing masih tertembak beberapa panah. Berkat baju zirah berat ksatria binatang legenda dan kemampuan alami Burung Ganas yang bisa memantulkan sebagian kerusakan, kedua ksatria ini akhirnya berhasil lolos. Salah satunya luka terlalu parah terpaksa dirawat di Skambray.
Dibandingkan dengan situasi di Sungai Sanggan, keadaan di Skambray jauh lebih buruk!
