Memandang Dewa Perang, Amy tersenyum. Menghadapi hinaan itu, pemuda itu menjawab dengan tenang: “Yang Mulia Dewa Perang, hamba selalu bertanya-tanya. Mengapa Yang Mulia bersikeras menyebut manusia, peri, dan kurcaci sebagai ras rendahan? Sekalipun—berandai-andai—kami bukan ciptaan langsung dari darah daging Yang Mulia Dewa Ayah, sekalipun Yang Mulia adalah penguasa tertinggi, apakah itu memberi hak untuk menghina dan merendahkan kami? Hamba yakin, Sang Pencipta pasti lebih dulu menciptakan para dewa, baru berabad kemudian membuat manusia, kurcaci, dan peri. Benar, Sang Pencipta memberi para dewa kekuasaan menguasai hamparan bumi. Tapi apakah itu alasan untuk meremehkan spesies dunia bawah? Mungkin asal-usul kami tak semulia ras dewa. Namun sejak kesadaran diri pertama kali muncul, manusia telah memiliki hak dan tanggung jawab untuk merindukan kebebasan, menghargai diri sendiri dan sesama. Yang Mulia, takkah muka ini memerah saat menghina makhluk dunia bawah seenaknya?”
Dewa Perang sejenak tidak tahu harus menjawab apa, Amy berhenti sejenak lalu melanjutkan: "Selain itu, meskipun Yang Mulia meremehkan spesies kecil seperti kami yang hanya ada sekejap, setidaknya Yang Mulia harus menghargai diri sendiri, bertanggung jawab atas perbuatan sendiri. Paling tidak... lihatlah Dewi Cinta yang Yang Mulia gendong, seorang perempuan saja bisa mengakui perbuatannya dengan jujur, sedangkan Yang Mulia... sebagai pria sejati, masak... kalah dari perempuan?"
Setiap kata yang diucapkan Raja Tentara Bayaran Aimi*Habo bagai pisau tajam menusuk gendang telinga Dewa Perang! Wajah sang dewa agung berubah-ubah dalam sekejap mata.
"Haha... haha... hahahaha..." Tertawa ngakak menggema kembali di Aula Dewa Ayah. Yang Mulia Dewa Perang tertawa terbahak-bahak sementara air mata kristal beterbangan. Akhirnya sang dewa menghentikan tawanya, menatap tajam Amy, Yi Hailan, dan semua petualang dunia bawah. "Kalian makhluk rendahan ini berani merendahkanku? Baik! Kuakui! Kau benar. Aku... memang membunuhnya."
"Kamu...!" Dewi Bumi Gaia terbelalak. "Dewa Perang, makanan bisa sembarang dimakan, tapi perkataan tak boleh sembarang diucapkan!"
"Sembarangan?" Dewa Perang kembali tertawa ngakak ke langit. "Aku bicara sembarangan? Haha! Dewa Cahaya, Dewi Kebijaksanaan, katakan padanya! Apakah aku bicara sembarangan?"
Wajah Dewi Bumi Gaia kali ini menghitam legam: "Cahaya, Kebijaksanaan... Apakah kalian berdua juga terlibat dalam penyerangan terhadap Yang Mulia Dewa Ayah?"
Sikap Dewi Bumi ini membuat Dewa Matahari, Dewa Api, dan para Petualang terkejut. Dalam penilaian mereka, sebagai Dewa Utama di akhir Perang Dewa Iblis, Dewi Bumi seharusnya termasuk dalam kelompok pemberontak.
Pada titik ini, Dewa Cahaya dan Dewi Kebijaksanaan sudah tak perlu menutupi aurat lagi. Dewa Cahaya berdiri perlahan: "Baik... Aku yang akan menjelaskan. Kami tidak membunuh Yang Mulia Dewa Ayah, hanya... kami memang menyerang Beliau. Tapi tujuan kami adalah menyegel Beliau. Karena kami ingin..."
"Bajingan!" Dewa Api, Dewa Matahari, Dewi Air, dan Dewa Angin serentak melompat marah! Yang Mulia Dewa Api menghantam meja di tangan kanannya hingga menjadi abu!
"Apa yang kalian inginkan? Alasan apa yang bisa membuat kalian menyerang Yang Mulia Dewa Ayah? Siapa lagi? Sekarang semua maju ke depan!" Jari Yang Mulia Dewa Matahari berguncang - sebelumnya saat Amy dan Yi Hailan bercerita, Dewa Matahari sebenarnya tidak terlalu percaya. Alasannya sederhana: di matanya, Yang Mulia Dewa Ayah adalah sosok maha kuasa yang tak terkalahkan. Bahkan jika semua Dewa Utama dan Raja Dewa di Kuil Pencipta bersatu, takkan bisa melukai Beliau sefen pun. Tapi fakta membuktikan hal mustahil ini benar terjadi!
Di bawah jari gemetar Dewa Matahari, Dewa Laut dan dewa gunung juga maju ke depan.
"Amy dan Yi Hailan saling bertukar pandangan sejenak, sekarang... Apakah hanya enam Dewa Utama yang terlibat dalam pemberontakan? Itu... Angka ini lebih sedikit satu dibanding jumlah kuil yang dibangun di Benua Fanos. Mungkinkah... Masih ada satu Dewa Utama yang belum muncul?"
"Dewi Bumi, apakah... kamu tidak terlibat dalam hal ini?" Dewa Api melirik dingin ke arah Gaia sang Dewa Bumi yang berdiri di samping, sementara wajah yang terakhir dipenuhi keterkejutan.
"Dewa Api, beraninya kau memperlakukanku seperti ini? Meski aku tidak menyukaimu, aku sama sekali tidak mungkin menyerang Yang Mulia Dewa Ayah!" Suara Dewi Bumi penuh ketegasan.
"Dewa Api, aku juga percaya dia tidak melakukannya." Dewi Bulan akhirnya maju kedepan, "Jika dia ikut, maka... rasio kemampuan dalam konfrontasi Dua Belas Dewa Utama hari ini akan menjadi 7:5, kita tidak punya harapan sama sekali. Jadi, tidak perlu baginya menyembunyikan apapun."
"Baiklah, setelah saya jelaskan alasannya, jika kalian masih menganggap kami bersalah, maka... tidak ada lagi yang bisa dilakukan." Yang Mulia Dewa Cahaya sama sekali tidak menghiraukan para dewa lain yang sedang saling berhadap-hadapan, "Dewa Matahari, Dewa Api, Dewi Bulan, Dewa Angin, dan Dewi Air, serta Lima Utusan Peri yang tidak berada di sini. Saat Dewa Ayah tertidur, kita masing-masing menciptakan Manusia Emas dan Manusia Perak, benar? Lalu, mengapa meski sama-sama membagi Apel Emas dan sama-sama makhluk berakal, mereka tidak boleh tinggal di benua utama, yaitu Benua Eminoll yang subur, namun akhirnya harus dibuang sejauh puluhan ribu li? Mengapa benua ini akhirnya harus disisakan untuk ras manusia, kurcaci, peri, bangsa kerdil... yang diciptakan sendiri oleh Yang Mulia Dewa Ayah? Terutama Manusia Perak, meski bukan ciptaan Dewa Ayah, tapi mereka dibuat dari darah dan tulang kita sendiri! Artinya, dalam tubuh mereka juga mengalir darah Dewa Ayah. Lalu mengapa mereka harus pergi ke Benua Fanos yang gersang, selama puluhan juta tahun menderita badai, hujan deras, dan kekeringan? Sama-sama keturunan Yang Mulia Dewa Ayah, adakah yang pernah peduli pada mereka?"
Sebelumnya, tak seorang pun menyangka bahwa Dewa Cahaya akan mengeluarkan pernyataan seperti ini. Maka aula Dewa Ayah pun kembali tenggelam dalam keheningan.
“Dewi Cinta telah tiada, aku percaya dia hanya menyesal karena seharusnya tidak menyerang Sang Pencipta. Namun, dia takkan pernah menyesali segala yang telah dilakukan untuk puluhan juta Manusia Perak di Benua Fanos. Justru karena Yang Mulia Dewi Cinta selama ribuan tahun terus mempertahankan Benua Fanos, penduduk Fanos baru bisa keluar dari rawa-rawa dan epidemi...”
Dewa Cahaya baru saja mengatakan ini ketika ucapannya dipotong oleh Amy: "Benar, Manusia Perak memang lolos dari rawa dan wabah. Tapi atas hasutan... eh, paksaan kalian, mereka memilih invasi berdarah! Aku tak tahu berapa populasi penduduk Fanos yang berhasil ditingkatkan para dewa dalam ratusan tahun terakhir. Tapi yang kuketahui, sejak tahun ke-4 Kalender Sihir hingga hari ini, hanya dalam sepuluh tahun, setidaknya sepuluh juta penduduk Benua Eminoll tewas karena hasutan kalian! Apakah keadilan yang Yang Mulia Dewa Cahaya sebutkan harus dibangun dari darah dan daging penduduk tak bersalah Benua Eminoll?! Kalau begitu, dosa apa yang telah diperbuat oleh Manusia Perunggu?!"
Untuk pertama kalinya dalam miliaran tahun, Aula Sang Pencipta bergema dengan raungan spesies dunia bawah!
“Masih ada…” Penguasa tertinggi manusia yang masih muda ini sedikit melunak nada bicaranya, namun ucapannya tetap tajam menusuk, “Apakah ini kebenaran seutuhnya? Dari awal hingga akhir, Yang Mulia terus menghindari inti persoalan dengan permainan kata-kata. Jika hanya untuk Manusia Perak, mengapa para Dewa Utama pencipta mereka sebagian besar tidak muncul, malah justru dewa-dewa belakangan seperti Dewa Perang dan Dewi Kebijaksanaan yang tampil ke depan? Jangan-jangan… benar-benar karena cinta berlebihan?”
“Tentu saja, ada alasan lain.” Dewi Kebijaksanaan segera menyambung, “Selama bertahun-tahun, para dewa utama yang bangkit belakangan selalu ditindas oleh kalian. Alasannya karena Dewa Api, Dewa Matahari, Dewi Bulan dan lainnya memiliki Kuil di Benua Eminoll, sedangkan sebagian besar dewa utama pasca Perang Suci tidak. Kebetulan, penduduk asli Farnorth juga tidak memiliki keyakinan. Jadi kami ingin membuat mereka memeluk kami. Setelah itu, kami akan membangun negara di Benua Eminoll, secara bertahap menghapus pengaruh dewa-dewa seperti Dewa Api dan Dewa Matahari, hingga akhirnya kekuatan ilahi mereka memudar… Tujuan utama semua ini adalah mencegah gesekan yang lebih besar di antara Dua Belas Dewa Utama.”
Hehe… Dewa Matahari tertawa getir sambil terus menggelengkan kepala, “Benar-benar dongeng… Kebijaksanaan, Cahaya, kalian berdua sungguh menyia-nyiakan bakat jika tidak menjadi penyair pengembara. Katanya, kehabisan alasan membuat orang tak berkutik. Tapi kalian malah menciptakan lebih banyak dalih yang terdengar masuk akal saat kehabisan argumen.”
“Percaya atau tidak, terserah para dewa. Tapi jika ingin berperang… kami juga siap!” Usai berkata demikian, Yang Mulia Dewa Cahaya bersama Dewa Perang mengayunkan tangan mereka beberapa kali di udara…
Dalam gelombang cahaya para dewa yang bergerak, aula Dewa Perang tiba-tiba dipenuhi oleh lebih dari tiga ratus pahlawan manusia. Di barisan terdepan, berdiri keluarga Kaisar Barat: Reynold dan Xiu Da - dua bersaudara dari keluarga Kaisar Barat yang menghilang di udara selama pertempuran terakhir di Farnorth!
"Tak disangka, akhirnya harus ada pertempuran juga." Dewi Kebijaksanaan menghela nafas dengan nada penuh penyesalan, "Ada pepatah di dunia bawah: Pemenang menjadi raja, yang kalah menjadi penjahat! Jika kami gagal, tempat ini akan kami kembalikan kepada kalian, dan kami akan mengembara ke dimensi lain. Sebaliknya... para Dewa Utama juga harus bersiap untuk pergi ke dimensi lain."
Amy, Da Qing Shan, dan Chi Aotian memandang wajah-wajah familiar di seberang dengan ekspresi yang tak bisa menyembunyikan rasa frustrasi.
"Yang Mulia Reynold, Yang Mulia Xiu Da, benar-benar tak kusangka akhirnya kita harus bertempur." Amy tersenyum getir, "Kini setelah semua terbongkar, yang meminta keluarga terhormat mencari Pedang Legendaris Liu Ying pastilah salah satu Dewa Utama. Sedangkan tugas kalian menyuruh kami ke Gunung Suci pun sudah direncanakan jauh sebelumnya. Tentang Pedang Batu Meteor Biru itu, pasti juga bagian dari konspirasi... Ah... Di hadapan para dewa, manusia hanyalah bidak catur. Baik aku, Da Qing Shan, Chi Aotian, Huo Ensi, maupun kalian berdua. Hari ini, nampaknya Dewa vs Dewa, manusia vs manusia, harus ada penyelesaian... Tapi sejujurnya, setelah memasuki Menara Penembus Langit, tak satu pun dari kami menyangka bahwa setelah keluar, masih harus bertempur melawan sesama manusia."
Yang Mulia Kaisar Mianyang Reynold mengeratkan bibirnya, mendengarkan ucapan Amy dalam diam. Setelah Amy selesai berbicara, Reynold melompat turun dari punggung naga tunggangan yang telah mencapai level lima sebagai Naga Suci elemen api, kemudian menghadap Yang Mulia Dewa Perang. Dengan suara 'gudok' ia bersujud, membenturkan kepala tiga kali ke tanah: "Yang Mulia Dewa Perang, menurut tetua keluarga, keluarga Kaisar Barat adalah yang pertama mewarisi darah Yang Mulia. Maka secara teknis, hamba adalah keturunan Yang Mulia. Mengabdi pada Yang Mulia seharusnya tanpa ragu. Tapi..."
Reynold kembali menggigit bibirnya hingga pucat: "Namun Yang Mulia... Selama 20.000 tahun, darah Manusia Perunggu-lah yang lebih dominan mengalir dalam tubuh hamba. Semua yang terjadi di sini tadi telah kami saksikan... Banyak teka-teki yang tak terpecahkan kini menemukan jawabannya. Meski kami ras tingkat bawah, kami tak ingin konflik dunia dewa merembes ke dunia manusia. Apalagi menjadi algojo... atau bahkan pembunuh Yang Mulia."
“Amy、Chi Aotian、Da Qing Shan, maaf! Apapun alasannya, tanpa aku, Paman Chi Hanfeng tidak akan mati. Hari ini, mari kita akhiri kebencian ini. Bertiga jangan ganggu adikku lagi... Tolong..." Reynold tersenyum getir pada Trio Manusia-Naga-Dewa Pasukan Bayaran Kecil, lalu mencabut pedang tusuk ksatria di pinggangnya. Kaki kanannya menginjak gagang pedang, pedang panjang berkilauan itu melambung ke langit. Sang penguasa muda itu tiba-tiba terjungkal ke depan, pedangnya seketika menusuk dari dada depan menembus punggung... Tak ada yang menyangka, setelah hampir sepuluh tahun, Reynold justru meniru tindakan Jenderal Chi Hanfeng tahun lalu!
“Kami bertiga, aku juga akan mendahului sebagai permintaan maaf." Xiu Da berteriak kencang, mengeluarkan pisau pendek dari sepatu botnya, lalu menusukkannya keras-keras ke dadanya sendiri. Darah menyembur seketika!
Para dewa terpaku. Mereka sama sekali tak menyangka ras tingkat bawah dalam pandangan mereka punya pilihan seberani ini. Yang lebih mengejutkan, dari dua tiga ratus pahlawan manusia lainnya - bahkan termasuk puluhan rohaniwan Gereja Suci - setelah menyaksikan dua Ksatria Naga Suci telah bunuh diri, belasan pahlawan manusia dari keluarga Kaisar Barat diam-diam menghunus pedang mengakhiri hidup! Sedangkan pahlawan yang tersisa, sebagian besar melemparkan senjata mereka ke tanah, memandang hampa para dewa di langit.
"Dewa Cahaya, kecerdasan, dan Dewa Perang, para pahlawan di dunia bawah masih memiliki rasa malu dan keberanian untuk bunuh diri. Apakah kalian... tidak bisa menyerah saja?" Enam dewa besar - Dewa Matahari, Dewa Api, Dewi Bumi, Dewi Bulan, Dewa Angin, dan Dewi Air - membentuk formasi segi enam dengan pasukan dewa di belakang mereka, mengepung Dewa Cahaya dan Dewa Perang di tengah. Semua dewa menggenggam erat senjata pusaka mereka, sementara Yang Mulia Dewa Perang telah diam-diam memunculkan tiga wujud ilusi.
Meski berjumlah enam melawan lima, keyakinan untuk menang tidak ada. Alasannya sederhana: Saat Dewa Ayah menciptakan dewa utama, tujuan utamanya adalah membantu penciptaan dunia, bukan untuk pertempuran. Contohnya Yang Mulia Dewi Bulan, selain bertugas menjaga langit dan bumi, hampir tidak pernah terlibat perang. Sementara enam dewa utama yang diangkat pasca Perang Suci Dewa dan Iblis dipromosikan berdasarkan jasa perang melawan dewa antardimensi, terutama Dewa Perang.
Amy melompat kembali ke punggung Mingya, menarik Pedang Batu Meteor Biru: "Yang Mulia Dewa Api, Dewa Matahari, dan para dewa lainnya. Saya punya permohonan: Serahkanlah Dewa Cahaya dan Dewa Perang kepada kami. Permusuhan darah para sesepuh hanya bisa dibalas dengan darah."
Amy membungkuk dalam-dalam di atas tunggangannya sambil memegang pedang panjang. Di sebelah kirinya, Da Qing Shan membungkuk sampai tanah dengan Phoenix Emas di tangan. Di sebelah kanan, Chi Aotian yang sudah terbungkus sisik tulang di depan dan belakang mengetuk dadanya lalu membungkuk ke depan.
“Benarkah kalian orang dari dunia bawah, seperti jangkrik musim panas yang tak bisa bicara tentang es? Apakah kalian pikir dengan begini akan menang?” Yang Mulia Dewi Kebijaksanaan berkata dengan senyum dingin.
Dewa Api dan Dewa Matahari sangat menyadari perbedaan kekuatan dengan Dewa Perang, Dewa Gunung, dan Dewa Laut. Tentu saja mereka tidak menolak tawaran Amy, Da Qing Shan, dan Chi Aotian - sejak para petualang dunia bawah ini memasuki dunia dewa, setiap demonstrasi kemampuan mereka selalu mengejutkan. Belum lagi kekuatan tempur ketiga pemuda ini, bahkan kekuatan naga tunggangan mereka saja sudah cukup untuk menjadikan mereka lawan sepadan bagi Dewa Perang!
“Kalau begitu, kami serahkan pada para pahlawan dunia manusia ini.” Dengan berkurangnya dua musuh terkuat, kepercayaan diri yang membara mulai berkobar di hati Yang Mulia Dewa Matahari dan Dewa Api!
“Gabriel, sebagai Pemimpin Malaikat Agung, di pihak mana engkau akan berdiri?” Setelah para petualang masuk ke aula, Gabriel diam-diam mundur dari pintu kuil. Namun semua Dewa Utama tahu, Gabriel adalah sosok kunci lainnya - di dunia dewa terdapat ribuan malaikat, sekitar sepuluh ribu di bawah dua belas Istana Bintang, sementara sisanya berada di bawah komando Gabriel. Menurut pengetahuan Dewa Matahari dan Dewa Api tentang Gabriel, dia pasti tidak akan menyerang Yang Mulia Dewa Ayah. Jika hampir seratus Malaikat Bersayap Enam bisa bertindak bersama, pertempuran di Aula Dewa Pencipta ini mungkin akan jauh lebih mudah.
Tapi... pertanyaan Yang Mulia Dewa Matahari tidak mendapat jawaban - di luar Aula Dewa Pencipta, sunyi senyap seolah... bahkan malaikat yang sedang bertugas pun tidak ada.
"Gabriel! Jangan-jangan, pembunuhan terhadap Yang Mulia Dewa Ayah juga ada andilmu?" Setelah tiga kali memanggil tanpa jawaban, nada bicara Dewa Api mulai menunjukkan ketidaksenangan yang jelas.
Beberapa saat kemudian, akhirnya terdengar suara dari luar Kuil Dewa Pencipta, yaitu tawa panjang yang melengking...
"Oh... Kalian sedang apa ini? Sungguh aneh, apakah... para Dewa Utama sedang belajar memainkan drama manusia di Kuil Penciptaan? Benar-benar menarik..."
Mendengar tawa panjang itu, hampir semua anggota Klan Naga di aula segera merapatkan kedua sayapnya, mendarat ke tanah dengan ujung sayap dan dahi menyentuh lantai. Hanya Mingya, Yao Li, dan Yin Feng yang terkecuali - yang pertama bingung, yang kedua penuh permusuhan, sedangkan yang terakhir hanya memejamkan mata tanpa mau melihat.
Di depan pintu Kuil Penciptaan berdiri seorang pria paruh baya dengan wajah kuning pucat. Di belakangnya, terlihat seorang pria besar berwajah merah yang memancarkan hawa dingin, disusul belasan pemuda gagah lainnya.
Tamu yang datang ternyata adalah Yang Mulia Dewa Naga Pirot. Di belakangnya berdiri Prajurit Pertama Klan Naga Hong Ye, beserta belasan pengawal pribadi Dewa Naga.
Para komandan Pasukan Bayaran Kecil yang pernah mendapat kebaikan Dewa Naga - mulai dari Amy, Da Qing Shan, hingga Ling Yun - serentak menaruh tangan kanan di dada memberikan salam Ksatria Naga.
"Yang Mulia Dewa Naga datang." Dewa Matahari memberi isyarat pada Dewa Api, Dewa Angin, dan Dewi Air untuk mengawasi dewa-dewa pemberontak, sementara ia sendiri segera menyambut tamu.
"Benar." Yang Mulia Pirot terkekeh, "Kudengar di aula Dewa Pencipta berkumpul para pahlawan termasyhur dari tiga hingga lima dunia. Mana mungkin aku melewatkan keriuhan seperti ini?" Sambil berbicara, Dewa Naga bersama Hong Ye mulai berjalan masuk.
"Apa maksud kalian? Pedang dan panah sudah dihunus? Tarik dulu, tarik dulu." Di Aula Dewa Pencipta tersedia tempat khusus untuk Dewa Naga. Pirot langsung duduk tanpa sungkan. Melihat ketegangan di aula yang hampir memuncak, Dewa Naga segera melambaikan tangan ke semua orang.
"Namun, Yang Mulia Dewa Naga yang agung! Dewa Cahaya, Kebijaksanaan, dan Dewa Perang beserta para dewa lainnya ternyata telah berani merencanakan pembunuhan terhadap Yang Mulia Dewa Ayah sejak Ribu Tahun silam! Dosa mereka tak terampuni! Kami mohon keadilan dari Yang Mulia, agar Sang Dewa Pencipta dapat kembali ke Gunung Ankara." Dewa Matahari terdiam sejenak sebelum memberi hormat dan menjelaskan.
"Oh... Benarkah?" Dewa Naga Pirot tersenyum, "Jika memang benar... Menurutku, itu konsekuensi perbuatannya sendiri..."
Suara Dewa Naga tak keras, nadanya santai seolah sedang berdiskusi dengan Dewa Matahari tentang apakah daging kambing lebih enak direbus atau dipanggang. Kesenangan ini bahkan membuat para dewa di aula serta para petualang termasuk Amy dan Da Qing Shan mengangguk secara reflektif...
Pada momen berikutnya... para dewa di Kuil Dewa Pencipta dan Para Petualang akhirnya menyadari apa yang dimaksud oleh Dewa Naga! Seketika itu, semua dewa, petualang dari dunia bawah, serta banyak anggota Klan Naga membelalakkan mata dengan pandangan tak percaya menatap Dewa Naga Pirot Yang Mulia yang berada di tempat tinggi.
"Yang Mulia, apakah Yang Mulia tidak sedang bercanda?" Nada bicara Dewa Matahari mulai bergetar. Kekuatan tempur Dewa Naga setara dengan Yang Mulia Dewa Ayah. Meskipun di dunia penciptaan ini kekuatan Dewa Naga akan sedikit terpengaruh. Namun jika Dewa Naga benar-benar berada di pihak Dewi Kebijaksanaan dan Dewa Cahaya... Maka tidak ada lagi ketidakpastian di Kuil Dewa Pencipta - apalagi di belakang Dewa Naga Pirot masih ada Hong Ye, Pahlawan terhebat Klan Naga!
"Kalau begitu..." Setelah keluar dari Menara Menembus Langit, meskipun situasi di depan telah mengalami beberapa perubahan dahsyat, ini pertama kalinya Amy merasakan tenggorokannya kering dan serak. Pada akhirnya, Amy bahkan tidak percaya suara serak itu keluar dari mulutnya sendiri, "Di Tujuh Kuil Dewa di Benua Fanos, pasti ada satu kuil yang memuja salah satu wujud ilusi Dewa Naga?"
"Benar." Dewa Naga mengangguk sambil tersenyum, memuji Amy, "Amy, kamu memang tidak mengecewakan orang yang kupercayai, reaksimu sangat cepat."
"Lalu, mungkin hanya dengan Dewa Naga Yang Mulia bersatu dengan Enam Dewa Utama untuk menyerang diam-diam Yang Mulia Dewa Ayah, baru bisa berhasil dalam satu kali serangan?" Refleks Amy mengusap tenggorokannya yang hampir terkoyak.
“Tentu. Di dunia ini, kekuatan tempur Dewa Pencipta benar-benar tak tertandingi.” Dewa Naga seperti sesepuh yang penyayang, tersenyum memandangi Amy, Da Qing Shan, Chi Aotian.
Pandangan Amy berkunang-kunang, tubuhnya oleng di punggung Mingya, hampir terjatuh.
Ada pepatah kuno di dunia manusia: Gedung setinggi sepuluh ribu zhang tiba-tiba kehilangan pijakan, perahu di tengah Sungai Yangtze putus tali layarnya!
Amy*Haber sang Raja Tentara Bayaran yang selalu bangga akan julukan "Otak Emas"-nya kini benar-benar memahami makna kedua pepatah ini! Kemudian, peristiwa demi peristiwa selama empat belas tahun terakhir berkelebat di depan matanya bagai kejadian kemarin! Dalam karir tentara bayaran selama 14 tahun itu, Amy dan Da Qing Shan—terutama Amy—pernah menghadapi banyak kejadian yang tak terpecahkan.
Sekarang... semua menjadi masuk akal.
“Telur yang Yang Mulia berikan padaku, kalau dipikir-pikir sekarang pasti punya tujuan lain?” Amy menegakkan posturnya, nyaris tersedak saat menelan ludah untuk melembabkan tenggorokannya: “Jika tebakanku benar, Yang Mulia pasti sudah memperhitungkan bahwa aku dan Mingya akan bertemu. Telur angsa itu seharusnya menjadi alat segel kuat yang akan mengunci paksa naga tingkat tinggi tanpa darah keturunan Yang Mulia... Benar bukan?”
“Tepat. Kini jelas hanya penggerak sejati Roda Takdir yang memiliki kecerdasan seperti ini.” Dewa Naga tersenyum sambil mengacungkan jempol pada sang pemuda.
"Yang Mulia tidak menyangka saat pertama kali saya bertemu Mingya justru tidak mengeluarkan telur ini. Ketika akhirnya bertemu keturunan Yang Mulia Dewi Kebijaksanaan di Kota Langit, secara tidak sengaja menggunakan segel ini. Jadi... Yang Mulia murka seperti petir, puluhan ribu kilat wujud aslinya memenuhi Kota Langit, hampir membunuh kami semua sekaligus, benar?"
"Benar. Saat itu, kau sangat mengecewakanku."
"Mingya tidak bisa keluar dari Menara Permohonan, mungkin juga karena perintah Yang Mulia."
"Benar..." Senyum Dewa Naga berangsur memudar, kesedihan tak terduga merayap di wajahnya. "Setelah Perang Dewa Iblis, ketika Dewa Pencipta membangun Menara Permohonan itu, aku sudah merasa ada keanehan. Kutanyakan, dia tidak menjawab. Kuperhitungkan berulang-ulang, akhirnya... akhirnya memahami sedikit petunjuk..."
Dewa Naga menghela napas panjang: "Aku selalu menaruh harapan padamu. Sebelumnya, pernah kuceritakan bahwa dunia naga dan dunia penciptaan silih berganti lahir dan hancur. Aku yang melahirkan dunia penciptaan, maka secara teori, dunia naga... dunia naga yang penuh warna dan kehidupan ini, seharusnya dihancurkan oleh tangan Dewa Pencipta generasi ini... Lalu, dia akan melahirkan kembali dunia naga generasi berikutnya."
"Tapi... aku tidak rela." Mata Dewa Naga menyiratkan ketakutan, "Mengapa aku harus meninggalkan dunia indah ini, mengapa harus melepaskan begitu banyak rakyatku, mengapa harus kembali ke Sumber Roh Penciptaan dan menunggu... Dan kali ini, mungkin harus menunggu puluhan, ratusan, bahkan ribuan dunia Dewa Naga... Mengapa... Mengapa akhirnya aku - seorang penguasa tak tertandingi - harus binasa sampai ke jiwa raganya?!"
"Akhirnya, cara yang kupikirkan adalah menempatkan Dewa Pencipta di ambang kepunahan, lalu menggunakan tanganmu untuk menghilangkan ancaman potensial sejak dalam buaian." Dewa Naga tersenyum getir, "Yang pertama, berhasil kulakukan dengan baik; tapi yang kedua, sayangnya gagal."
"Lalu bagaimana Yang Mulia meyakinkan Dewi Kebijaksanaan, Dewa Cahaya, dan Dewa Perang? Menurut pemahamanku, mereka sudah berada di posisi kedua setelah Yang Mulia, memiliki kehidupan yang hampir abadi. Mengambil risiko sebesar itu... sepertinya tidak sebanding dengan imbalannya." Melihat Dewa Naga yang berbicara lancar, Raja Tentara Bayaran Amy perlahan mulai pulih.
"Baik manusia maupun dewa, pada akhirnya memiliki kekurangan." Pandangan Dewa Naga Pirot Yang Mulia menyapu wajah para dewa cahaya dan kebijaksanaan, "Mereka juga sama. Di bawah satu orang, tetap tak bisa menandingi yang tidak di bawah siapapun. Keabadian semu, tetap tak sebanding keabadian sejati. Janjiku adalah: dunia penciptaan sepenuhnya dikelola oleh Dewi Kebijaksanaan, Dewa Cahaya, dan Dewa Perang - aku tidak akan ikut campur. Selain itu, jika Sang Pencipta berada di ambang kepunahan, mungkin tidak akan memicu Pengadilan Terakhir akhir zaman. Maka para dewa di dunia penciptaan berpotensi mencapai keabadian - aku terus merealisasikan janjiku setahap demi setahap."
Dialog antara manusia dan dewa ini terus berlangsung, setiap kalimatnya mengguncang hati setiap kehidupan di Kuil Dewa Pencipta!
"Aku masih punya satu pertanyaan, tidak tahu apakah Yang Mulia bisa menjelaskan." Ekspresi Amy sudah kembali normal saat ini.
Dewa Naga Pirot Yang Mulia memandangnya dengan penuh apresiasi: "Katakan! Aku... tidak akan menahan jawaban apapun."
"Mengingat Yang Mulia sudah lama mengetahui bahwa Yi Hailan membawa misi Dewa Pencipta, sementara Pasukan Bayaran Kecil termasuk diriku mungkin merusak rencana Anda, mengapa... Anda tidak langsung membunuh kami?"
"Oh..." Dewa Naga berpikir sejenak sebelum menjawab, "Bukan tidak bisa, tapi tidak melakukan... Aku salah ucap. Bukan tidak mau, tapi tidak mampu. Baik aku maupun Dewa Pencipta, meskipun merupakan yang terkuat di dunia masing-masing, tetap tak bisa menandingi kekuatan gaib yang tak kasat mata. Dalam semua ramalan, kamu... adalah penggerak Roda Takdir. Membunuhmu berarti harus melawan takdir yang sudah mengakar - dan takdir ini, bahkan yang terkuat sekalipun tak bisa melawannya!"
"Sesaat ragu, Dewa Naga Pirot menghela napas panjang dengan senyum getir di wajahnya: 'Saat di Kota Langit, aku melihat segel yang telah dipersiapkan selama ribuan tahun akhirnya mengurung keturunan Dewi Kebijaksanaan tingkat tinggi. Dalam amukan, aku benar-benar ingin menghancurkanmu, namun... kesembilan jenis elemental yang sudah mulai bermusuhan denganmu tiba-tiba bertindak. Akhirnya malah membuatku tertawa getir, mereka justru menyatu dengan Cincin Kegelapan dan meningkatkan kemampuanmu secara tiba-tiba - dalam perhitungan awal, tak ada bantuan seperti ini untukmu. Karma yang tak terduga, inilah hasil melawan Roda Takdir tanpa alasan.'"
"Setelah mendapat pelajaran kali ini, bukankah Yang Mulia seharusnya sudah lebih lega? Mengapa masih datang lagi sekarang? Bukankah ini kesalahan yang disengaja?" Kali ini, senyum mulai mengembang di sudut mulut Amy.
Dewa Naga tetap diam dengan senyum getirnya yang lama.
"Biarkan aku yang menjawab untuk Yang Mulia, silakan koreksi jika salah." Amy mengusap hidungnya, "Situasi di Kuil Dewa Cahaya sudah jelas. Yang Mulia khawatir jika Terang dan Kebijaksanaan kalah, Dewa Pencipta Yang Mulia akan menguasai kembali dunia dewa dan bekerja sama dengan Mingya untuk menantang wibawamu. Daripada menderita lama, lebih baik bertarung habis-habisan sekarang daripada duduk diam menunggu kematian, benar?"
Dewa Naga tak menjawab, namun senyum getir di wajahnya telah mengungkap jawabannya.
"Justru semakin tak kumengerti. Jika Yang Mulia turut campur, pasti akan berakhir dengan darah. Jika kami gugur... bukankah Yang Mulia harus menghadapi hukuman Roda Takdir lagi?"
