Aku dan tiga kupu-kupu kecil turun dari Sarang Induk, perlahan mendekat.
Tempatnya mirip warung teh darurat, hanya gubuk papan meski cukup luas tapi sederhana, mengingatkan pada pengelana zaman dulu yang beristirahat di pinggir jalan.
Pelayan kedai melihat kami, satu pria tiga wanita dengan tunggangan aneh dan senjata, langsung menyambut, "Silakan masuk, Tuan dan Nyonya."
Sangat ramah.
Aku pun memimpin jalan masuk ke dalam, tidak tahu apa yang bisa ditukar sekarang, tapi kemampuan berpura-pura masih kumiliki. Melihat sudah banyak orang di dalam, aku mendengus, "Jaga baik-baik tungganganku, imbalan takkan kau kurang."
Tiga kupu-kupu kecil mengikuti rapat di kiri-kanan, agak mirip kesatria daerah yang ditemani dayang-dayang.
Dari dalam ruangan ada yang mengintip sambil menyeruput teh, menjentikkan lidah, "Siapa ini? Gayanya sok besar. Tunggangan apa itu? Belum pernah dengar orang naik serangga. Jangan-jangan serangga bermutasi, ukurannya gede banget."
Seorang lain malah menatap tajam tiga kupu-kupu kecil itu, terkekeh, "Tunggangan dia tak tahu, tapi 'tunggangan' perempuannya top, satu-satu mutu juara."
Hampir meneteskan air liur.
Melihat kami masuk, dia berseru, "Hei bro, gabung sini yuk!"
Menggenggam senjata, mata mesumnya terus mengintip payudara dan pantat Hua Hudie.
Aku gelengkan tangan, "Tak suka keramaian."
Ada meja kosong di sudut, langsung kudatangi.
Membuat pria itu merah muka.
Orang-orang mulai mengejek, "Zhuge Taolue, diremehin orang, malu kan?"
Tertawa terbahak-bahak.
Si tertuduh tak malu, sudah biasa, malah tersenyum bangga, "Gue suka, urusan lo apa?"
Suasana pun cukup baik, penuh dengan canda tawa.
“Pelayan toko juga datang dan bertanya, "Para tamu ingin minum apa? Atau mau berkelompok ke Jurang Api? Di sini kami bisa membentuk tim bersama."
“Jurang Api? Berkelompok?”
Aku tertegun, tak mengerti maksudnya. Melihat ketiga wanita juga tampak bingung, aku menyeringai, “Sajikan dulu makanan dan minuman enak. Nanti, Tuan, kita bicara lagi.”
Kukibaskan tangan menyuruhnya pergi.
Lalu berbisik pada ketiga wanita, “Kita tak punya uang. Perhatikan gelagatku nanti, cari tahu situasi dulu. Abaikan hal lain. Tujuan utama kita tetap ke Tianjing.”
“Baik!”
Ketiga wanita mengangguk cepat.
Tak lama kemudian, sepot teh dan beberapa piring camilan dihidangkan. Semuanya cukup cantik, bahkan ada kue kacang hijau dan biskuit.
Mataku langsung berbinar, segera menyantapnya.
Ketiga wanita juga demikian, cekikikan sambil makan agak tergesa-gesa. “Enak sekali!”
Segera kuperingatkan, “Dia lihat kita membawa senjata dan tunggangan, dikira kita kaya. Jangan kalap. Jika ditagih bayar sekarang, bakal ketahuan.”
“Hm, hm.”
Dengan malu-malu, ketiganya mulai makan perlahan layaknya putri bangsawan, seolah hidangan tak terlalu cocok di lidah.
Kutertawa kecil sambil menyeruput teh dan mengamati sekeliling.
Pria yang tadi menyapa dari meja sebelah berusia sekitar 23-24 tahun, membawa pedang dan perisai.
“Orang di sebelah bertanya, ‘Kau bilang tunggangan ini aslinya apa ya? Aneh sekali, terutama matanya yang dalam itu, sampai orang takut melihatnya.’”
Orang di meja sebelah menggeleng-geleng, “Belum pernah lihat, mungkin spesies baru yang ditangkap dari hutan, pihak militer sepertinya belum berhasil menelitinya.”
Sedang mendiskusikan Sarang Induk.
Sarang Induk itu tergeletak di luar jendela, diam tak bergerak, memang membuat penasaran.
Tapi tidak dibahas panjang lebar, kalau tidak paham ya sudah tidak usah dibahas.
Beralih membahas hal lain sambil mengumpat, “Sekarang kerjaan di Jurang Api semakin sulit, misi dari militer susah minta mati, hadiahnya receh. Dasar sialan, mau bikin orang mati kelaparan.”
“Memang benar, katanya ada beberapa Induk dari utara yang datang, yang tertinggi level tujuh atau delapan, ditambah banyak iblis api yang merusak segalanya. Tapi hadiahnya cuma beberapa senjata jelek, buat apa mempertaruhkan nyawa?”
“Jangan salah, banyak organisasi besar sudah berangkat. Katanya hadiahnya pedang legendaris yang bisa memotong baja seperti memotong lumpur, bisa meningkatkan kemampuan aura sampai 30%.”
“Tiga puluh persen? Benaran? Kalau ada barang sakti seperti itu, masa pihak militer mau memberi ke kita?”
“Memang begitulah. Sepertinya cuma umpan biar pada berebut lalu jadi budak mereka. Ujung-ujungnya pihak militer yang menyelesaikan, lalu pura-pura tak tahu. Susah lah, apalagi buat kita yang solo, selalu jadi batu loncatan.”
“Ya, membunuh beberapa monster api untuk mendapat uang saja sudah cukup bagus, jadi berkumpul dan pergi bersama ke sana adalah pilihan terbaik.”
Satu per satu menghela napas dengan kagum, perlahan-lahan kami mulai memahami situasinya.
Infeksi di wilayah selatan Tianjing sudah hampir dibasmi habis, sementara utara benar-benar jatuh. Terbentuklah situasi saling berhadapan antara utara-selatan. Infeksi membutuhkan energi, setelah beberapa kali serangan gagal, mereka menggali banyak lubang.
Sampai mengeluarkan magma, menggunakan energi panas magma sebagai sumber tenaga. Karena itu disebut Jurang Api Neraka, lubang terdekat dari sini.
Infeksi yang mendapat energi panas dari magma semakin banyak bermigrasi ke utara. Di wilayah ini jarang ada yang sendirian, hampir semua berkumpul di sana. Tidak ada korban lagi, setelah 5-6 tahun kekacauan, keadaan menjadi seperti ini.
Tapi magma juga sumber daya bumi. Jika terus begini, bumi akan hancur.
Militer terus merilis misi untuk menghalau infeksi, maju selangkah demi selangkah.
Tapi selama belasan tahun, hasilnya hampir tidak ada.
Untuk daerah pesisir timur Tianjing, masih ada 2-3 permukiman. Daerah dekat laut seperti Shanghai sudah sepenuhnya ditinggalkan.
Karena infeksi di sana relatif stabil, tidak berkumpul, dan berlindung di dekat laut yang sulit diserang. Untuk menghemat pasukan, kedua pihak saling tidak mengganggu, menjadikannya zona jatuh permanen.
Inilah alasan mengapa Xia Lao dan yang lain hidup selama 20 tahun tanpa melihat ujung dari pertempuran ini.
Kurang lebih seperti itu maksudnya.
“Tianjing adalah pusat, dikelilingi oleh wilayah yang sudah relatif stabil dengan tatanan dan cara bertahan hidupnya sendiri. Namun, makhluk infeksi yang rakus memanen energi membuat manusia sadar: mereka tak bisa diam menunggu celaka. Jika tidak, situasi bisa memburuk hingga tak terkendali.”
Aku mengangguk, sudah memahami garis besarnya. Kedatanganku ke sini tidak sia-sia.
Untuk metode pembayaran saat ini, tubuh makhluk infeksi mengandung blok energi terkonsentrasi. Ukurannya tidak terlalu besar, blok energi dari induk infeksi hanya sebesar kepalan tangan.
Yang lainnya bahkan hampir sebesar kuku jari.
Blok-blok energi tersebut digunakan sebagai alat transaksi untuk mendorong perburuan makhluk infeksi.
Aku meraba Cincin Penukar, berencana mengambil beberapa blok energi. Pasalnya, banyak bangkai makhluk infeksi di situ yang seharusnya mengandung blok energi.
Tiba-tiba, debu beterbangan di luar disertai getaran tanah. Tampaknya banyak penunggang kendaraan mendekat. Kuangkat kepala – benar saja!
Di balik tabir debu kuning, sekelompok orang sedang menuju ke sini dengan tergesa-gesa.
Kendaraan mereka kebanyakan adalah platipus dengan berbagai ukuran. Pasukan militer datang!
Aku langsung siaga. Pagi tadi kami baru membantai pasukan mereka yang juga menggunakan platipus, lalu dikejar terus-menerus. Meski saat itu remang-remang, bisa saja terjadi kesalahan identifikasi.
Kulemparkan kode mata ke tiga perempuan, memberi tanda untuk ekstra waspada.
Para penghuni lain justru mengumpat kesal, "Dasar tolol! Tak tahu kami sedang makan? Setiap kali selalu mengganggu seperti ini, seolah kami tak tahu kedatangan mereka!"
"Benar! Bunch of idiots yang hanya bisa makan tapi tak becus kerja!"
Mereka menggeleng sambil meludah penuh cibiran.
"Pelayan toko dan pemilik di sini keluar menyambut dengan sopan, tersenyum ramah, menyambut orang-orang itu, pakaian mereka ternyata berwarna hitam-kuning."
Ada yang mengumpat, "Ternyata orang-orang Huangquan, sial."
Di militer terdapat empat organisasi khusus eksternal: Hongxie (Kalajengking Merah), Huangquan (Jalan Baka), Lunhui (Samsara), dan Guiying (Hantu Bayangan), masing-masing memiliki keunggulan sendiri sehingga sangat tangguh, lebih hebat dari personel militer biasa.
Saat itu pemimpin regu turun, platipus tunggangannya lebih besar, mengenakan sarung tangan putih yang dilepasnya lalu membersihkan debu di bajunya, dengan ramah berkata, "Bisnisnya lancar ya."
"Iya lancar, lancar. Tuan-tuan mau minum apa, makan apa? Langsung kami siapkan."
Pemilik dan pelayan terus menemani dengan sopan.
Dia mengeluarkan beberapa blok energi, "Takkan kami merepotkanmu gratis. Ambilkan air untuk platipus, kami langsung dari Tianjing tanpa istirahat, kehausan. Kami makan seadanya saja."
Tangannya melambai.
Pemilik segera berkata, "Silakan masuk, silakan masuk."
Hanya separuh kecil yang masuk.
Terlalu banyak orang, toko tak muat. Mereka menggelar meja di luar, duduk di bawah pohon besar.
Tak terlalu semena-mena juga.
Tapi aku tahu perbuatan mereka - sekumpulan sampah masyarakat. Di sini mereka berlagak manusia, di daerah-daerah taklukkan mereka jadi binatang buas.
Tak kuhiraukan, rencanaku tetap menukar barang setelah mereka pergi.
Tiba-tiba, pemimpin pasukan itu masuk dan mengenali Zhuge Taolue, bertanya: "Zhuge Taolue, kamu juga di sini? Bagaimana kabarmu belakangan ini?"
Mata Zhuge Taolue yang putih bersinar berkedip-kedip, tampaknya sangat familiar dengan orang-orang, tersenyum: "Kak Tian, debu kuning di mana-mana sampai tak mengenalimu."
Bangkit sambil tertawa: "Aku biasa saja, cari makan di sekitar Jurang Api. Lain dengan Kak Tian, urusan apa yang mengirimmu kemari?"
