Hari berikutnya.
"Begitu fajar menyingsing, aku langsung terbangun. Tidurku yang masih setengah sadar ternyata cukup nyenyak, terutama saat memandangi Wanita Iblis kecil yang montok dan mempesona di pelukanku, hatiku semakin riang."
"Laki-laki kadang memang harus bertindak tegas."
"Bukankah sekarang sudah selesai dengan baik?"
Aku mencium daun telinganya dan berbisik: "Bangun, bangun, jangan tidur lagi. Tiga ribu Blood Eagles-ku seharusnya sudah datang. Raja Harimau Putih dan Raja Ular Sembilan Kepala juga pasti akan segera kembali. Jangan malas-malasan."
Vivian mengerutkan alisnya. Lengan mungilnya yang seperti batang teratai memukuliku: "Kau benar-benar bajingan! Sudah memperkosaku tiga kali, sekarang menyuruhku bangun pagi lagi. Apa kau tidak kasihan padaku?"
Tapi dia tiba-tiba tersenyum dan menciumku.
"Dasar rubah jelmaan! Kemarin malam pertama masih kikuk, tapi kedua dan ketiga malah dia yang memimpinku." Kali ini tangannya merayap ke bawah dan menggenggam benda itu.
Dia tersenyum licik, membalikkan posisi dan menunggangiku bagaikan kelinci liar yang mengamuk. "Rasanya terlalu nikmat! Aku merasa seperti mau mati!"
"Lanjutkan saja."
Kubiarkan dia bertindak sesukanya.
Setelah kali ini selesai,
kami berdua keluar dari tenda dengan tubuh dan jiwa yang segar, lalu mandi.
Kulihat perkemahan sudah dipenuhi banyak manusia berkepala harimau, ular, serigala, serta beberapa anjing dan domba antropomorfik.
Jumlah mereka melebihi tiga ribu.
Kerumunan itu sedang ricuh tak karuan.
Saat aku muncul,
Raja Hydra datang dan bertanya, "Adik Kelima, pasukan kita sudah lengkap. Pasukanmu mana? Jangan hanya sibuk bercengkerama dengan kekasihmu. Pasukanmu tidak boleh terlambat, kita harus bertindak tepat waktu."
Raja Serigala Emas-Perak dan Raja Macan Putih juga mendekat dengan wajah cemas, ingin segera mendesak.
Aku berkata, "Kakak Sulung, Kakak Kedua, Kakak Ketiga, Kakak Keempat, tenang saja. Begitu diucapkan, mereka akan datang." Aku menunjuk ke langit, tiba-tiba suara "Haaa!" "Haaa!" menggema memekakkan telinga.
Sebelumnya aku sudah menanyakan Sarang Induk, seharusnya sudah tiba, baru berani keluar.
Saat itu 3.000 burung elang darah tiba-tiba menutupi langit seperti awan gelap, membuatku kaget. Setiap ekor berukuran 15 meter, leher panjang, kepala merah, bulu hitam, cakar raksasa yang mengerikan.
Apalagi sekaligus 3.000 ekor, teriakan "Haaa!" bisa dibayangkan.
Suara Sarang Induk bergema di pikiranku, "Tuan, cukup perintahkan saja, mereka semua patuh padamu."
Aku mengangguk, dada dipenuhi gejolak emosi.
Sarang Induk benar-benar di luar dugaan. Segera kuteriakkan, "Berdiamlah di pohon! Berdiamlah di pohon!"
3.000 elang darah raksasa langsung hinggap di sana-sini, "Haaa!" "Haaa!" masih terus bersahutan.
Macan Putih, Hydra, dan Serigala Emas-Perak takjub bukan main, "Adik Kelima, kau benar-benar hebat! Baru berkata langsung datang, bisa diperintah sesuka hati, luar biasa!"
"Benar! Dengan pasukan ini, tak perlu khawatir Ratu tidak binasa, tak perlu takut Gegawu tidak mati. Pasukan udara ini terlalu kuat!"
“Ha ha ha ha, sangat senang sampai tidak bisa menahan diri?!”
Tepat pada saat itu.
Tiba-tiba muncul tiga ekor burung elang darah raksasa sepanjang lebih dari seratus meter, mencengkeram sesuatu dengan cakar mereka dan muncul dalam pandangan kami.
Barang yang dicengkeram burung elang darah itu ternyata adalah beberapa cangkang telur, yang dilemparkan ke kaki saya.
Suara Sarang Induk kembali terdengar: "Inilah kejutan dariku, tiga ekor burung elang darah besar, dan cangkang telur ini yang kubentuk dengan mengumpulkan energi. Sudah menghabiskan banyak kemampuanku. Berikan kepada Raja Sisik Ikan untuk dimakan, ini bisa membantunya mencapai level delapan."
“Level delapan?!”
Langsung naik ke level delapan membuatku terkejut berkali-kali.
Raja Sisik Ikan juga menatapku, menyadari benda mirip cangkang telur itu memiliki kemampuan luar biasa.
Aku berkata: "Makanlah."
Raja Sisik Ikan segera mendekat, di bawah tatapan semua orang ia memakan cangkang telur itu satu per satu tanpa menyisakan sebutir pun. Setelah itu tubuhnya mulai mengeluarkan cahaya biru dan ukurannya bertambah besar dengan cepat.
Seketika mencapai lima belas meter.
Punggungnya bahkan tumbuh sepasang sayap raksasa sepanjang sepuluh meter - sayap biru berlapis sisik ikan dan bulu, membuatku terdiam tak bisa berkata-kata karena takjub.
Vivian juga demikian, memeluk lenganku sambil berkata, "Binatang tungganganmu ini benar-benar ajaib."
Raja Macan Putih, Hydra, Serigala Emas-Perak semuanya ternganga tidak bisa menutup mulut, "Apa sih benda-benda ini? Kok bisa setelah dimakan langsung meningkatkan kemampuan?"
"Benar, ini benar-benar di luar nalar."
"Serigala Emas Fanfan juga berkata, 'Adik kelima, mutasi kalian ini sepertinya berbeda dengan kami juga.'"
Aku tertawa terbahak, "Tidak, Kakak Ketiga, hanya beberapa blok energi yang kebetulan dikirimkan. Efektif untuk mereka. Aku sama seperti kalian, makan pun tidak berpengaruh."
Lanjutnya, "Pasukan sudah dipersiapkan, mari bergerak. Bagaimana strategi perangnya, targetnya dimana, kalian yang tentukan. Aku hanya membantu, pasti tidak akan ada kesalahan."
Harimau Putih tersenyum, "Baik, mari berangkat."
Dia yang terkuat di sini mengangkat tangan berseru, "Semua sudah siap tinggal menunggu angin timur. Hari-hari baik Ratu dan Grindelwald akan segera berakhir. Dengan terkumpulnya kita di sini dan munculnya pasukan udara tiba-tiba, pasti mereka sudah curiga. Tapi kekuatan kita sekarang tidak kalah! Ikuti aku, bunuh dulu kaki tangan Ratu dan Grindelwald - Macan Tutul dan Kodok Licik, lalu langsung serang Danau Besar!"
Orang-orang di bawah segera mengangkat senjata bersorak, "Hancurkan mereka! Hancurkan mereka!"
"Untuk kedamaian Tianyu! Untuk setiap orang di Tianyu! Ikuti aku menyerbu!"
Harimau Putih tiba-tiba berubah menjadi harimau putih raksasa, "Roarrr!" Suaranya membuatku kaget.
Harimau putih sepanjang lebih dari seribu meter, seperti gunung yang bergerak. Setiap dilalui, pohon-pohon tumbang. Aura kekuatannya tidak kalah dari Lin Dingtian maupun Ye Gucheng.
Pantas disebut Pejuang Sembilan Cincin.
Raja Sembilan Ular juga mengangkat tangan dan meraung, tubuhnya membesar, namun tetap berdiri tegak dengan kedua kaki kokoh, badannya tidak berubah, hanya kepalanya bertambah delapan kepala.
Memegang trisula, "Hancurkan macan tutul dulu, ikuti aku!"
Kemudian Serigala Emas Perak tiba-tiba berubah menjadi serigala berkepala dua sebesar 800 meter, menggeram dengan gigi yang lebih menakutkan.
Tiga raja membentuk formasi seperti anak panah memimpin di depan.
3.000 lebih pasukan di belakang, sedikit yang lemah, berani menggulingkan kekuasan ratu, mereka langsung mengangkat senjata dan bersorak mengikuti.
Aku melirik Vivian, "Ayo kita serbu juga, semua berjalan sesuai rencanaku, pasti akan sukses."
Mencubit pipinya.
Dia tersenyum kecut, "Ikut suami bagai ayam jantan, ikutmu sampai mati." Dalam semalam, dia menjadi perisai hidupku.
Raja Sisik Ikan "Graaaw!" berubah menjadi mount, sayap raksasanya masih ada, semakin aneh rupanya, dengan tubuh melebihi lima meter.
Aku dan Vivian naik ke atasnya.
Raja Sisik Ikan menggepakkan sayap, terbang membubung, sensasi tak terlupakan, diikuti 3.000 elang darah "Aaaah!" "Aaaah!".
Mengikuti kami.
Kekuatan yang luar biasa dahsyat.
Aku mengangkat Senjata Pothian, mengayunkannya sambil berteriak: "Hanya jiwa yang mati berperang, tak ada hantu yang mati berlutut! Ikuti Yu Lin Wang, maju!" Terbang melintasi Macan Putih, Ular Sembilan Kepala, dan Serigala Emas-Perak.
Debu beterbangan pepohonan tumbang saat kami menerjang maju.
Kekuatan absolut yang tak terbendung, tak ada yang bisa menghentikan pasukan darat-udara yang bergerak dalam gulungan debu.
Meski wilayah Kerajaan Langit seluas lebih dari 100 kilometer sudah sangat luas, keributan sebesar ini pasti akan ketahuan. Jadi kita harus cepat membunuh.
Blitzkrieg.
Macan Putih tadi berkata harus membunuh Macan Tutul Emas dan Kodok Licik dulu, baru pergi ke Danau Bundar Besar.
Taktik ini tepat. Jika langsung ke Danau Bundar Besar, mereka akan bala bantuan dan mengurung kita. Lebih baik hancurkan satu per satu sebelum mereka sadar.
Aku terbang turun, berdiri di atas Macan Putih berteriak: "Kakak, siapa yang kita bunuh dulu? Macan Tutul Emas atau Kodok Licik?"
"Bunuh Macan Tutul Emas! Sarangnya lebih dekat. Dulunya kami sama-sama bawahan Raja Macan, lalu dia membelot ke Ratu. Kali ini dia yang pertama dihabisi."
"Roar!" Suara gemuruh menggelegar membuat burung-burung beterbangan.
Seperti deklarasi perang.
Dari atas, kulihat pasukan besar macan tutul dan ras lain seperti serigala hutan mulai berkumpul di depan.
Ada sekumpulan rumah yang terbuat dari tanah dan kayu, seperti sebuah desa, banyak orang berlarian keluar, hutan di sekitarnya juga bergolak, terlihat jumlah mereka cukup banyak.
Terdengar teriakan "Haoou!" yang menggema.
Suara besar bergema, "Macan Putih, kau mencari mati! Berani-beraninya memberontak melawan Ratu! Apa kau pikir bisa mengalahkan Sang Ratu? Padahal Ratu telah berbaik hati membiarkanmu selama ini, kini kau malah berkhianat, sungguh nekat!"
Tanah bergetar.
Seekor macan tutul sebesar Macan Putih menerjang keluar dari desa, langsung menyerang kami.
Di belakangnya, terlihat banyak serigala dan beruang cokelat berukuran raksasa. Kebanyakan dari mereka memiliki kemampuan transformasi binatang, namun karena fisik mereka sudah separuh binatang, kekuatan mereka lebih dahsyat.
Kaki-kaki mereka menginjak lingkaran cahaya, "Auu! Auu!" teriakan mereka bergema saat kedua kelompok bertubrukan bagai kawanan kuda liar.
Ular Sembilan Kepala berteriak, "Anak macan tutul! Dulu kau menang satu jurus dari Kakek Sembilan Kepala, hari ini kau akan jadi lauk anggurku!" Garpu besinya berayun saat ia memimpin serangan. Tak ada lagi dialog, pertempuran langsung pecah.
"Bruuk!" Kedua pihak langsung bentrok.
Macan Tutul dan Raja Ular Sembilan Kepala sedikit mundur, lalu kembali bertarung dengan teriakan "Auu! Auu!"
"Hari ini salah satu dari kita harus mati!"
Macan Putih yang terkuat mengibaskan ekor raksasanya, beruang cokelat dan serigala yang menyerbu langsung berhamburan. Satu sambaran lebih lanjut menewaskan banyak korban.
“Bunuh habis-habisan anjing-anjing permaisuri ini.”
Serigala Emas Perak menyusul menerjang, mulut besarnya mengoyak beberapa musuh.
Tapi pihak lawan tak tinggal diam, seekor beruang cokelat raksasa setinggi 500-600 meter – jagoan tingkat tujuh atau delapan lingkaran – memukul dadanya lalu menerkam Serigala Emas Perak, "Akan kuremukkan kedua kepalamu!"
Pepohonan patah berantakan, debu kuning mengepul – pertarungan sengit berkecamuk.
Dari atas, tak mungkin aku tak membantu. Langsung kuterjunkan diri, mengayunkan Senjata Pothian sambil berteriak, "Elang Darah, serbu!"
