Kami mengikuti kafilah unta ke arah barat, melewati daerah-daerah sepi yang hampir tak berpenghuni. Yuna dan Ina berubah menjadi burung besar yang membawa kami terbang. Banyak gunung terjal, kekacauan, beberapa yang terinfeksi, tampaknya juga ada perampok dan pemecahan wilayah - situasi benar-benar kacau.
Jarak Dubai ke pusat Eropa hampir sama dengan Tianjing, sehingga saat senja kami sudah melihat tepian Eropa. Kami terus maju dengan penuh harapan.
Pemimpin kafilah itu bercerita, "Wilayah Eropa kacau, tapi yang utama ada tiga: Byzantium menguasai Eropa Barat yang berbatasan dengan kita, keluarga Greenspan di utara dipimpin Pejuang Sembilan Cincin yang menguasai banyak gunung dan pegunungan salju, serta Semenanjung Inggris yang penuh bajak laut dan pergantian kekuasaan yang sulit kami ikuti. Tapi aturannya sama: bayar emas atau blok energi untuk bisa berdagang."
Begitu penjelasannya.
Kami terus mendengarkan sambil berjalan. Saat matahari mulai terbenam, di kejauhan tampak kota raksasa bergaya Kota Gunung, dibangun di antara dua gunung dengan arsitektur Barat.
Tak ada yang istimewa selain itu.
Arus manusia yang keluar-masuk tak putus-putus. Masuk ke Eropa rupanya harus melalui sini.
Tampaknya ini permukiman terbesar generasi ini, tak jauh beda dengan tempat kami - tidak terlihat teknologi modern yang canggih.
Hanya ada listrik dan air.
“Jadi yang paling canggih pasti dikuasai oleh militer, hanya saat membunuh yang terinfeksi, mereka memainkan peran besar.”
“Kami pun ikut masuk ke dalam.”
“Banyak kafilah unta yang hilir mudik, tanpa hambatan berarti. Sampai di gerbang, pria itu dengan mahir menyerahkan sedikit emas, lalu diteriaki izin masuk.”
“Siap Bahasa Inggris.”
“Aku tersenyum ke Du Meng, ‘Kukira setelah seratus tahun, seluruh bumi akan bicara bahasa Tiongkok.’”
“Du Meng menjawab, ‘Hampir. Kecuali saudara-saudara Afrika dan orang Amerika Selatan, daerah lain sudah hampir seimbang antara penutur bahasa Tiongkok dan Inggris.’”
“Ini bagus, tidak perlu belajar bahasa asing lagi.”
“Tertawa kecil sambil masuk ke dalam. Situasinya mirip: ada pasar perdagangan, kedai minuman, rumah makan, dan gedung perkantoran yang sangat tinggi. Senja hampir tiba, jadi banyak peminum di sana.”
“Sebagian besar adalah pemburu hadiah. Beragam orang: orang Mongolia, Rusia, Inggris, Prancis – sangat berantakan.”
“Tidak jelas apa yang mereka bicarakan.”
“Persis sama dengan Kota Gunung, menjadi rumah bagi para pemburu hadiah.”
“Aku bertanya lagi, ‘Kota benteng ini namanya apa? Dengar-dengar Eropa punya kereta api, di mana letaknya? Dan di mana markas militer mereka?’”
“Kafilah itu menjelaskan, "Di wilayah perbatasan belum ada, harus pergi ke pedalaman Benua Eropa baru ada. Bisa naik kereta api ke banyak tempat, semuanya bertenaga uap, harganya mahal sekali. Sedangkan di sini, tidak ada yang modern, sama seperti kota biasa. Harus masuk lebih dalam lagi. Tentang prajurit? Kebanyakan adalah Prajurit Halo, sekarang mungkin sedang beristirahat."”
“Kalau begitu tidak bisa melihatnya juga. Di sini tidak ada keperluan lagi. Tiga hari tidak terlalu lama tapi juga tidak sebentar.”
“Aku segera berkata, "Waktu kita terbatas, langsung saja ke tempat berikutnya. Mari kita lihat semua, naik kereta api, menjelajahi pedalaman Eropa."”
“Orang itu mengangguk, lalu keluar lagi dari gerbang kota yang lain.”
“Terus berjalan menuju pusat Eropa. Sepanjang jalan tetap sepi, membuat orang terkejut.”
“"Masih banyak hal yang harus dilakukan."”
“Tapi benar-benar melihat kereta api. Relnya sangat sederhana, hampir seperti seratus tahun lalu. Kereta apinya juga sangat sederhana.”
“Kereta api uap.”
“Semburan peluitnya berdengung keras, kebetulan lewat di depan kami. Terlihat barang yang diangkut kebanyakan besi dan batu bara, pasti untuk pembuatan mesin.”
“Ini meningkatkan kecepatan.”
“Sebuah metode. Kita juga bisa membangun rel kereta di selatan dan wilayah utara, pembangunan pasti lebih cepat, sudah ada hasil.”
“Ini arah perkembangan.”
"Setelah itu kami melanjutkan perjalanan, melihat beberapa kota lagi, hampir tidak ada Yang Terinfeksi. Saya berkata pada pedagang itu: 'Tunggu saja di sini, pagi hari lusa kami pasti kembali, lalu bersama-sama ke Kota Kerajaan Dubai. Sekarang waktunya bebas.'"
Dia mengangguk, pergi mengurus bisnisnya.
Kami pergi ke stasiun kereta api, yang lebih mundur dari seratus tahun lalu. Begitu sampai langsung bayar tiket bisa masuk. Tujuan tidak pasti, pokoknya menuju pusat Eropa.
Kecantikan Seperti Giok dan Du Meng bisa berbahasa Inggris.
Dengan memakai pakaian Arab yang tidak mencurigakan, kami naik. Kemudian terdengar suara "Brum! Brum!" tak henti-hentinya, kereta mulai meluncur cepat, seolah kembali ke masa sebelum Revolusi Industri.
Sungguh menggembirakan.
Penumpang kereta tidak banyak, kebanyakan Pemburu Hadiah atau orang biasa yang pergi bekerja di pertambangan.
Masih lebih maju satu langkah dari tempat kami. Sepanjang jalan, pemandangan di kedua sisi meskipun kosong, memberi kesan telah keluar dari akhir zaman.
Di kereta juga ada yang jual makanan. Transaksi umumnya menggunakan emas dan Blok Energi. Ada juga penari telanjang yang menawarkan jasanya.
Membuat kami tercengang.
"Catat semua ini. Nanti ceritakan pada Vivian dan yang lain. Dengan kemampuan kita sekarang, dalam 2-3 bulan kita juga bisa punya kereta seperti ini."
Tidak sia-sia datang kemari.
Kemudian kereta terus melaju, terus melaju.
Raja Serigala Emas Perak masih mengantuk di sana, "Kalian yang jaga, aku tidur sebentar. Sebelum akhir zaman pernah naik kereta api, masih mabuk perjalanan."
Akhirnya kami pun tidur.
Kereta api sepertinya baru akan tiba di pusat Eropa besok pagi, tepatnya di wilayah yang dikuasai Byzantium.
Aku berkata: "Kalau begitu mari kita beristirahat. Hari ini terus-terusan melakukan perjalanan sudah lelah. Besok kita lihat-lihat baik-baik, lalu naik kereta kembali."
Bisa dianggap sebagai wisata.
Du Meng dan Kecantikan Seperti Giok mengangguk lalu tidur.
Yuna dan Ina berkata: "Rajaku, tidurlah. Kami tidak lelah, akan berjaga malam."
Aku pun menutup mata, membayangkan apa yang akan terlihat besok pagi. Apakah ada kejutan? Dalam keadaan setengah sadar, akhirnya benar-benar tertidur.
Tiba-tiba terdengar "Boom!" suara ledakan yang mengguncang seluruh kereta. Kami yang terhuyung-huyung langsung terbangun, bertanya panik: "Ada apa?"
Ina melihat keluar dan berkata: "Rute yang kita lewati ini dekat pantai. Ada aktivitas Makhluk Biru."
Aku melihat langit dan bergumam: "Makhluk Biru jarang muncul di malam hari. Kenapa ini bisa terjadi?"
Kami menempelkan wajah ke jendela. Benar saja, ada satu Makhluk Biru level enam, dua Makhluk Biru level lima, serta ratusan Makhluk Biru kecil. "Siiraa! Siiraa!" Mereka menerjang kereta.
Penumpang kereta berteriak-teriak histeris.
Juga ada Prajurit Halo yang melawan balik.
Teriakan mereka diterjemahkan oleh Kecantikan Seperti Giok: "Mereka sedang memanggil bantuan. Bantuan seharusnya segera datang."
Seperti yang diduga, beberapa helikopter terbang mendekat, menjatuhkan sebuah robot yang langsung mendarat dan mulai membantai habis-habisan. Pisau api yang membara mengayun, Makhluk Biru level enam sama sekali tak mampu menghadang.
Akhirnya terbunuh juga.
Rel kereta api rusak, tapi para pekerja bisa memperbaikinya. Mereka turun untuk memperbaiki, lalu perjalanan dilanjutkan kembali.
Ternyata Eropa juga tidak sepi, hanya saja mereka sudah membentuk sistem respons berantai yang baik. Di mana ada Makhluk Biru, helikopter akan segera datang.
Kami manggut-manggut, "Ini semua harus dipelajari."
Selanjutnya tidak ada hambatan berarti. Saat fajar menyingsing, terlihatlah kota dengan tembok setinggi langit, sebesar Tianjing.
Namun dekorasi modern masih sedikit, sebagian besar mengandalkan tenaga manusia, dengan penjaga berjaga.
Kereta api bisa langsung masuk.
Tiba-tiba kerumunan massa mengepung kereta kami berlapis-lapis, memaksa kereta berhenti. Kami bingung, sampai akhirnya melihat...
Ophelia dan Haochen maji ke depan.
Ophelia menutupi mulutnya sambil tertawa terkekeh, "Maaf, kami sudah lama menunggu kalian. Di hamparan pasir, di Kota Kerajaan Dubai, kami mengalah. Tapi di sini, maaf, ini wilayah kami. Lihat saja bagaimana kalian kabur!"
Tepat seperti dugaan, gadis kecil ini sudah menebak kedatanganku dan menyergap.
Tapi kami juga datang dengan persiapan, semua Pejuang tangguh. Kukatakan sambil tersenyum, "Kalau begitu mari kita lihat kemampuan kalian, bisakah menghentikan kami!"
Maji ke depan.
