Kemampuan darat Pandora sangat hebat, larinya juga sangat cepat. Di dataran luas tak berujung Amerika Selatan ini, dalam sekejap tubuhnya menyusut sebesar semut.
Jaraknya sudah sangat jauh.
"Tahu, Su Louhan bisa menghalangi Pig Emperor, tapi tidak bisa menghentikan kita yang banyak. Dia terluka, kehilangan bantuan, sangat mungkin tewas."
Lalu lari sekuat tenaga.
Tapi luka tetap mempengaruhi kecepatannya.
Aku pun mengejar mati-matian, terbang rendah membawa Senjata Pothian, mengerahkan seluruh kekuatan.
Dengan kecepatan kami berdua dan kemampuan saat ini, melebihi 200 km/jam, melesat seperti angin, "swish!" "swish!" berdesir, akhirnya ada kesempatan untuk mendekat perlahan.
Dia menoleh ke belakang, rambut ungu berkibar, tersenyum lalu terus berlari.
Saat itu terasa seperti sengaja memancingku, pasti ada masalah di pihak mereka, pasti ada entitas kesadaran.
Jiwa sedang tertidur, menunggu kubangunkan.
Jangan-jangan ini jiwa, membuatku ragu, takut mengejar terlalu cepat.
Tapi kupikir, mana mungkin kebetulan seperti itu, tidak boleh biarkan dia lolos. Meski tak bisa kejar, setidaknya bisa lihat dia kembali ke sarangnya.
Nanti baru buat rencana.
Kutetapkan hati terus mengejar, berteriak: "Hari ini kau takkan bisa kabur!"
Dia memegang lengannya sambil berlari, menoleh sambil tersenyum: "Kalau begitu kejarlah, lihat bisa kau tangkap atau tidak."
"Swisss!" "Swisss!" "Swisss!" seperti angin.
Kecepatannya semakin tak terduga, berpindah tempat seperti kilat ke depan.
Aku mengejarnya dengan segenap tenaga, mengejar tanpa henti, melihat sampai kapan dia bisa lari. Kemampuan kecepatanku sepenuhnya terlihat, semakin dekat, semakin dekat.
Lalu seperti bom melesat langsung mengarahkan Senjata Pothian di depan, menerjang ke arahnya. "Kau masih belum cukup."
Secara keseluruhan, skill-ku masih lebih unggul.
Dia menyadari bahaya, pada detik itu menyamping menghindar.
Senjata Pothian-ku menancap ke dalam tanah, hampir seluruhnya masuk, membuatku kehilangan keseimbangan dan terguling jatuh.
Tentu meninggalkan lubang di tanah.
Tubuhku cukup kuat, meski agak pusing, usahanya gagal.
Pandora langsung menerjang, lengan yang masih berfungsi itu menghantam ke bawah dengan ganas dan cepat, tepat mengarah ke kepalaku.
Aku segera menghindar.
Pukulannya menghunjam ke tanah.
Kutinju wajahnya yang pucat seperti boneka porselen. Tenagaku cukup besar, tapi malah membuatku kesakitan, seolah memukul besi.
Penampilannya manusia, tapi sebenarnya robot.
Tapi tetap terpental oleh pukulanku.
Tak kubiarkan dia mendapat kesempatan, bergegas mengambil Senjata Pothian yang tertancap. Hari ini akan kuselesaikan semuanya di sini.
Tapi baru dua langkah kumelangkah.
Dia seperti peluru meriam menyamping mendorong, merengkuh pinggangku dan membantingku ke tanah dengan kekuatan luar biasa.
Aku menjerit "Aduh!" kesakitan, lalu mengerahkan tenaga untuk menyerang lagi dengan pukulan, disertai tendangan liar dari kedua kaki yang berhasil mendorongnya menjauh.
Dengan satu lengan yang terbatas geraknya, kemampuan bertarung jarak dekatnya di darat jauh melampauiku. Dia langsung menerjang lagi.
Aku sudah punya pengalaman.
Langsung terbang menghindar, lalu menuju ke arah Senjata Pothian.
Tanpa senjata, kemampuanku sangat terpangkas. Aku juga merasa tidak nyaman sejak masuk Lingkaran Cahaya Suci, kini semakin parah.
Hasilnya, serangan daratnya seperti peluru meriam kembali menghajarku.
Badanku terjatuh ke tanah, sudut bibir berdarah. Sambil limbung, aku menggertak dengan tangan terkepal: "Kau hebat ya? Ayo lawan aku di darat!"
Tak peduli Senjata Pothian lagi, bertarung mati-matian!
Dia tersenyum sinis, memandang lengannya yang rusak akibat pukulanku. Dengan gerakan kasar, dia merobek lengannya sendiri - sesuatu yang tak kuduga.
Bukan lengan mekanis.
Benar-benar daging dan darah.
Percikan darah beterbangan, sangat mengerikan sampai membuatku kaget.
Tapi darah itu seperti hidup, menyembur lalu tiba-tiba mengendap dan menyatu kembali dengan tubuhnya. Bukan kesaktian menumbuhkan lengan baru.
Tapi lukanya langsung sembuh seketika.
Hanya saja gadis seperti boneka itu berdiri dengan satu lengan, terlihat sangat aneh.
Tetapi tetap meledak, "Swisss!" langsung menerjang, satu lengan langsung memukulku, seolah seperti mesin yang dihitung ulang, sama sekali tidak terpengaruh.
Tapi kalau sampai kalah dalam situasi seperti ini, itu benar-benar memalukan.
Aku juga menerjang ke depan, kedua tangan terbuka, langsung memeluknya. Meski benturan itu membuat tulangku hampir rontok, tapi aku tetap menang, langsung menekannya ke tanah.
Kedua tinju mengarah ke pipinya, "Akan kuperlihatkan kekuatanku padamu."
Mengamuk tak terkendali.
Pergumulan fisik murni, tanpa teknik sama sekali.
Satu lengannya juga menghantamku, dalam hal kekuatan dia benar-benar mengalahkanku, satu pukulan langsung membuatku muntah darah, gigi hampir copot.
Jarak yang terlalu dekat.
Tangan satu ku langsung mencoba menahan tangannya, dan benar-benar berhasil mengambil kendali.
Tapi sepertinya dia juga yang mengendalikanku.
Matanya yang ungu tiba-tiba memancarkan laser kemerahan.
Untung reaksiku cepat, menghindar, kalau tidak pasti habis.
Tapi dia langsung mendekat sambil menggerakkan kepala.
Aku berguling menghindar, tapi lengan kami saling terkait, baru sadar situasinya salah, tertangkap olehnya.
Senyum tipisnya manis sekali, tapi menyimpan bahaya maut, langsung memutar tubuh seperti gasing, bersiap menyerang. Kalau begini terus aku pasti tamat.
Aku juga tiba-tiba mendapat ide. Setelah bertarung sekian lama, dengan pengalaman yang kudapat, aku langsung melompat tinggi dan disambar lengannya, lalu berputar ke punggungnya.
Kuteriakkan dengan sekuat tenaga: "Tiarap!"
Tenagaku cukup kuat, langsung "Boom!" membuat laser yang awalnya ingin menembakku ikut terhantam ke tanah.
Tangannya bisa berubah bentuk sepenuhnya.
Dengan cepat kutetapkan posisi di punggungnya, kedua kaki mengerahkan tenaga menekan kuat, sementara tangan satunya mencekik lehernya. "Kali ini kulihat bagaimana kau bisa kabur."
Kugunakan seluruh kekuatan, merasa bisa mematahkan lehernya.
Tapi tubuh mereka terlalu aneh. Dia sama sekali tidak terluka, tetap bertahan. Lengan yang sudah kuperas sampai bengkok itu mencoba berubah bentuk lagi untuk melepaskan diri.
Kutekan mati-matian, tidak memberinya kesempatan.
Kakinya juga sepertinya bisa berubah bentuk, ingin menendangku.
Untung tinggi badannya hanya sekitar 170 cm.
Dengan tubuhku yang lebih besar, kusempatkan tangan menggapai sisi lain dan menekannya, lalu berteriak ke Cincin Penukar: "Cepat bantu, tangkap dia!"
Kesempatan langka ini tidak boleh disia-siakan, langsung tangkap!
Nanti bisa dibawa pulang untuk interogasi. Kalau tidak dapat informasi, setidaknya bisa diteliti.
Tapi sebelum Cincin Penukar sempat mencari cara,
Tiba-tiba rongga dadanya mulai memanas, panas yang mengerikan seakan akan meledak. "Aku benar-benar kesal, kau ternyata mau mengajakku mati bersama."
Segera kuhindar.
Tangannya saat ini tidak menggenggamiku, aku mundur seperti tikus melihat kucing, langsung terlontar puluhan meter.
Panasnya masih meningkat, dari jarak sejauh ini masih terasa gelombang panas, ledakan Lingkaran Cahaya Suci pasti lebih dahsyat, aku lari sekuat nyawa. Tak disangka Pandora yang bisa bicara ini juga melakukan hal sama.
Kemudian cahaya putih berkilat.
"Boom!" Ledakan mengguncang.
Aku terlempar, terjatuh terguling-guling, tak berani melihat. Kekuatannya tak kalah dengan kemampuan Penghancur Semesta-ku, seluruh area ini langsung berubah menjadi tanah gosong.
Membuatku sangat kecewa, setelah usaha panjang, tetap saja tak mendapatkan apa-apa.
Dia ternyata juga memainkan trik ini, bunuh diri.
Namun di sisi lain tanah gosong, terlihat gadis berambut ungu, bermata ungu seperti boneka, tersenyum-senyum menatap. Hanya saja rongga dadanya hilang.
Benar, rongga dada-nya, seluruhnya hilang.
Terdapat lubang besar akibat ledakan, tapi dia tetap baik-baik saja. Memberiku senyum tipis, terus berlari sekuat tenaga dengan satu lengan.
Tubuhnya juga compang-camping, pipi putihnya penuh kotoran, membuat orang merasa kasihan.
Tapi sekarang jika aku mengejar, pasti masih bisa menangkapnya. Namun tiba-tiba aku mengurungkan niat. Gadis ini terlalu mencurigakan, membuatku enggan mengejar. Aku mengangkat Halberd Pothian, memandangnya semakin menjauh hingga menghilang di cakrawala. Tak kuasa aku mengeluarkan tawa getir, "Kau bernama Pandora, jangan-jangan kau juga punya kotak ajaib?"
