Bodohnya manusia pernah kulihat, hewan peliharaan bodoh juga biasa. Tapi sebodoh ini? Baru pertama kali menyaksikan.
"Salah satu siswa membuka tutupnya, masing-masing mendapat satu cangkir besar, bola juga beruntung mendapat satu cangkir. Makhluk ini langsung melompat masuk, mandi sambil minum dengan riang gembira."
Minuman beralkohol memang sulit dihentikan begitu mulai. Caesar juga menikmati kenyamanan langka ini. Sayangnya tak banyak yang punya toleransi alkohol bagus. Para siswa kikuk ini tanpa dasar langsung pamer keberanian menghabiskan satu cangkir, tak lama kemudian mulai limbung. Setelah beradaptasi dengan sensasi ini, mereka satu per satu mulai berkoar-koar mengkritik keadaan, membuat Caesar hanya bisa pasrah. Berisik seperti ini di tempat umum sama saja mencari masalah.
Tapi kali ini keberuntungan berpihak. Para petualang tentara bayaran di sekitar tidak mengganggu. Mungkin mereka bisa melihat ini cuma sekelompok pemuda, delapan dari sepuluh ingat masa lalu mereka sendiri yang dulu sama impulsif dan penuh semangat.
"Masa muda memang indah ya, dulu seusia kalian aku juga pernah bermimpi jadi pahlawan pembasmi naga, haha!"
"Kamu? Ah sudahlah, melihat sehelai bulu naga saja sudah gemetar ketakutan."
"Haha, komentar bagus! Mari bersulang untuk bulu naga!"
Para petualang di sekitar serentak mengangkat cangkir. Para siswa juga tertular suasana meriah ini. Sejujurnya mereka sangat iri dengan kehidupan petualang yang bebas, berkelana dari satu petualangan ke petualangan lain, hidup seperti dewa.
"Para kakak, kami mahasiswa baru Akademi Karang. Bisakah ceritakan pengalaman petualangan kalian? Kami juga ingin jadi petualang suatu hari nanti."
"Haha, anak muda, kau ini penyihir kan? Berambisi bagus."
"Sudahlah, jangan dengarkan dia. Lebih baik gabung dengan tentara bayaran. Latihannya lebih praktis, lebih aman, ada jaminan ekonomi. Lihat saja badan kurusnya ini, hasil dari tidur di alam terbuka!"
"Goblok, dasar kau selalu buka aibku! Ayo, minum satu gelas!"
Caesar menatap kelugasan dan tawa mereka, teringat masa petualangannya dulu. Waktu itu meski kemampuannya tidak buruk, dia masih anak-anak. Banyak pengalaman pahit dimakan, tapi juga banyak bantuan dari petualang lain. Kebanyakan petualang memang punya solidaritas tinggi, karena sering menghadapi situasi hidup-mati yang membuat mereka lebih memahami sifat manusia.
"Bersulang untuk bertahan hidup!"
Caesar dengan tenang mengangkat gelas, sorot matanya hanya dimengerti oleh petualang sejati.
Bar tiba-tiba hening. Murid-murid Akademi Karang bingung, sementara makna kata-kata itu hanya dipahami para petualang - bertahan hidup!
Para petualang ini mungkin bukan ahli terhebat, tapi mereka punya kehidupan dan pengalaman unik. Mereka merasakan aura sejenis pada pemuda ini - ketenangan yang hanya dimiliki orang yang sering menghadapi maut.
"Bagus! Ini perkataan paling berarti yang gue dengar hari ini. Harus minum tiga gelas!"
Bar kembali riuh. Petualang dan tentara bayaran bersorak, meneguk gelas demi gelas. Yang mereka minum bukan sekadar alkohol, tapi esensi kehidupan.
“Oke, gue seneng denger omongan itu! Minuman hari ini semua gratis!”
“Haha, bos, dasar pelit lo bisa-bisanya mentraktir, langka banget kayak fenomena abad. Kalo nggak minum sampe lo bangkrut, nista sama Dewa Laut!”
“Iyalah, kesempatan cuma sekali! Ayo, nak, banyakin minum. Meski mahal, minuman si kakek tua ini emang top!”
Seorang kakek gemuk mendekati Caesar. Caesar juga menatapnya... Tiba-tiba Caesar pengen kabur. Benar-benar "takdir pertemuan" nggak terduga, ini kreditor pertamanya!
Sang bos terkesiap, jelas mengenali Caesar. Senyum licin merekah di wajahnya, "Oh, Caesar kecil! Ck ck, pantas aja hari ini rasanya bakal ada hal positif. Dasar anak sialan, akhirnya ketangkep juga! Jangan lari!"
Lalu di bar terjadi kejar-kejaran yang bikin antara ingin tertawa dan menangis. Postur tubuh sang bos terlalu jelek, baru beberapa putaran udah ngos-ngosan. Jari telunjuknya menuding Caesar sambil gagap.
“Bos, ada masalah apa? Jangan nakut-nakuti adik kecil ini lah.”
“Goblok! Minggir! Dasar ini anak minum XO koleksian gue diam-diam! Gue mau seruduk dia!”
Para pengunjung tertawa terbahak-bahak, bilang ini hukuman buat bos yang suka sembunyiin minuman enak.
“Ehem, bos jangan marah. Waktu itu gue emang salah.”
“Bayar utang! 500 koin emas, nggak boleh kurang! Kalo nggak punya uang, cicilan! Kayaknya lo murid Akademi Karang ya? Mulai besok kerja di sini buat bayar utang! Kalo belum lunas lulus, cari kerja terus bayar!”
“Gue kesel banget, nambah lagi yang nagih utang. Waktu gue aja udah kurang, kalo ditambah lagi, tidur pun gak bakal sempat.”
“Ini, tunai sih enggak ada, tunggu bentar.” Caesar nyari-nyari, dia inget masih sisa beberapa kristal iblis. Honorarium dari petualangan dulu udah disumbangin ke orang miskin, eh sekarang malah dia yang jadi melarat. Bener kata orang, giliran emang suka muter.
Kring...kring... Beberapa kristal iblis melompat-lompat di meja, memancarkan cahaya lembut.
Bar yang ribut tiba-tiba hening. Semua mata melotot ke kristal di meja. Beberapa mahasiswa mabuk langsung sadar. Para ahli sihir paling sensitif sama kristal iblis—Dewa Laut! Itu semua kristal putri duyung level 6 ke atas!
Ada satu yang level sembilan sebesar kepalan tangan anak kecil. Satu ini aja bisa dijual lebih dari seribu koin emas!
Si bos buru-buru nutupin pakai baju, “Ngapain liat-liat?! Ehem... Ini baru bener. Utang kita lunas.”
“Wanjir, lu curang banget bos! Ngejahatin anak baru yang gak ngerti harga ya? Kristal-kristal ini minimal harganya tiga ribu koin. Cepetan kembalikan dua ribu lima ratus!”
“Dasar Grandet pelit! Cepetan! Kita minum gratisan hari ini, harusnya kita yang jadi wasit.”
“Dih! Kalian pada gak tau diri! Minuman ini gue yang traktirin!... Duit gak ada, ganti minuman aja ya?”
Melihat pandangan memelas bos, Caesar merasa sedikit lucu. Sebenarnya dia tidak terlalu memperhatikan uang, dan dulu bos sering membantunya. Selain doyan uang, dasarnya dia orang baik, seperti waktu minumannya dicuri tapi tidak dilaporin ke polisi.
"Boleh, bos. Keluarin anggur bagus, aku traktir semua."
"Wah, makasih adik. Kapak, kamu ikut bos, jangan sampai dia nipu kita."
"Bangsat! Kalian bajingan berani meragukan karma gue? Tanya siapa saja di pelosok, siapa yang nggak tau Grandet itu bos paling dermawan!"
Seorang murid Karang yang mabuk bertanya bingung: "Di tempat sepi mau nanya siapa?"
"Hantu!!"
"Huuuu~~~~"
Meski hati perih, tatapi melihat kristal iblis di pelukannya, Grandet merasa hangat.
"Bos, kenapa pindah buka toko ke sini?" Setelah bertahun-tahun, Caesar masih sulit mengubah panggilannya.
"Loh, masa cuma kamu boleh berkembang, gue nggak boleh buka cabang?!"
"Wkwk, dik. Kamu nggak tau ya, si Grandet ini akhir-akhirnya tajir melintir. Nanti kalau kepepet, rampok aja dia!"
"Ngomong-ngomong, dik namanya siapa? Kamu petualang juga?" Yang bicara adalah petualang paling gagah, mungkin masih ada darah keluarga kerajaan Paus, terlihat dari postur dan aura Paus samar di tubuhnya.
"Klan Paus, salah satu dari Enam Wangsa Besar. Setelah menjadi keluarga kerajaan, mereka memisahkan diri dari klan Feishi dan membentuk garis keturunan independen. Bangsa Paus adalah prajurit yang luar biasa mengerikan. Kekuatan Paus bahkan mampu menyapu bersih seluruh klan laut tanpa tanding. Si raksasa di depan ini terasa memiliki sedikit aura itu, tapi sepertinya bukan keturunan murni."
"Caesar, pernah mengembara untuk beberapa waktu."
"Oh, mungkin tidak sesederhana itu."
"Apa yang dikatakan Juli benar, anak muda. Ada aroma berpengalaman dalam dirimu. Perasaanku tentang hal-hal seperti ini selalu akurat."
Caesar tersenyum tipis tanpa menyangkal. Petualang dan dirinya adalah tipe yang sama. Aura mereka tak bisa disembunyikan dari sesama jenis.
Saat obrolan sedang ramai, pintu bar dihantam terbuka oleh tendangan. Beberapa orang berbusana mewah masuk memimpin, diikuti oleh sekelompok anak buah yang membanjiri tempat.
"Hoi! Pemilik sini keluar! Yang lain minggir semua! Lokal ini gue yang sewa malam ini!"
Yang berbicara adalah pemuda Putri Duyung tampan. Dari pakaiannya, dia jelas bangsawan Putri Duyung yang punya kekuasaan nyata.
"Apa kalian tuli? Pangeran Corolisho sudah bilang, kalian semua harus pergi! Malam ini dia yang nyewa! Uang minum kalian akan dibayar dengan royal oleh Yang Mulia!"
Kalimat penjilat seperti ini tentu diteriakkan oleh anak buahnya.
“Orang-orang di bar itu, petualang dan tentara bayaran, semuanya tidak takut mati. Tapi klan laut juga punya aturan sendiri. Kalau cuma preman biasa mungkin tidak masalah, tapi orang itu adalah bangsawan, dan bukan bangsawan sembarangan. Keluarga Kolorisio ini mengawasi pasukan penjaga istana Keluarga Kerajaan Putri Duyung, termasuk faksi yang cukup berkuasa. Rupanya tentara bayaran sering berurusan dengan keluarga ini. Rakyat kecil tidak mau berkonflik dengan penguasa, meski orang itu semena-mena, mereka memilih mengalah.”
“Saudara Caesar, lebih baik kita pergi. Cari tempat lain untuk terus minum. Ayo semua, aku yang mentraktir.”
Meski bertubuh besar seperti orang bodoh, Jubal sebenarnya sangat bijaksana. Sebagai petualang yang sudah banyak pengalaman, dia jelas tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Kalau selalu mengandalkan perasaan, mungkin sudah jadi tulang belulang sekarang.
