Kedatangan legenda Raja Naga Laut Carasso memang membuat klan laut bersemangat. Sayangnya dihadang oleh Alexis dan Rafael si rubah tua, Carasso tak mendapat kesempatan bertemu Kaisar secara pribadi.
Setelah pesta, para putri juga tak bisa berkeliaran bebas. Sebelum Kaisar membuktikan dirinya, Elina harus tetap berhati-hati. Dorongan Yang Mulia memang berpengaruh, terkadang satu kalimat saja bisa mengubah mental seseorang. Inilah kekuatan seorang idola.
Bagaimanapun selain pangeran dan putri, kebanyakan orang yang ingin menonjol tetap butuh dukungan kuat. Tentu ada juga yang fokus mengejar kekuatan, tak mau terikat terlalu dini.
Duel babak semifinal sudah diumumkan, pertempuran besar semakin dekat.
Kaisar VS Prometheus;
Cangyue VS Elina;
Kolorissio VS Diddy;
Zhebie VS Roye;
Siapa yang bisa melangkah lebih jauh menuju puncak?
Setelah beristirahat beberapa hari, antusiasme penonton yang terkumpul hampir meledak. Jumlah penonton yang datang dari segala penjuru semakin bertambah. Jika sebelumnya tidak ada tantangan berarti, delapan peserta sekarang adalah ahli puncak yang seimbang. Adegan sparring antara para ahli ini merupakan pengalaman terbaik.
Tuan Shakespeare sudah tiba lebih awal di lapangan dan memulai orasi motivasinya. Pertandingan pertama adalah "makanan besar" antara Kaisar dan Prometheus yang membuat semua orang bersemangat.
Prometheus merasa sangat bersemangat. Ia bersyukur atas berkah Dewa Laut karena bisa bertemu Kaisar lagi. Meski lawan semakin kuat, tekadnya tak pernah pudar. Mengalahkannya adalah satu-satunya target Prometheus. Kesempatan emas untuk bertarung di babak semifinal ini.
Ia harus membuktikan diri di hadapan Ayah.
Prometheus melangkah mantap ke panggung. Sebuah kotak diletakkan di kakinya. Memandang langit, hatinya terasa luas tanpa batas. Sensasi ini sungguh luar biasa.
Tiga Raja Laut hadir bersama. Rafael mengangguk puas melihat ekspresi Prometheus. Kecemasan dan keseriusan adalah tanda ketidakmatangan. Inilah anaknya.
Carasso dan Alexis tetap tenang. Mereka menunggu sosok lain.
Akhirnya kerumunan membelah seperti ombak - Kaisar datang!
Jika pernah merasakan pengalaman seperti ini, kita bisa memahami nilai kehidupan.
Ketika Zhebie, Bati, Diddy, dan Kao menemani Kaisar muncul bersama, dampak yang begitu besar dari formasi itu tidak terbayangkan. Dan ada satu kesamaan: mereka semua berasal dari rakyat jelata. Ini mendapatkan dukungan penuh dari rakyat jelata yang jumlahnya sangat dominan, terutama para pengusaha kaya.
"Oh teman-teman, inilah peserta lain dalam pertandingan kali ini - Kaisar~~~Alexander~~~~!" Shakespeare menarik suaranya panjang seperti sedang melatih vokal. Kali ini tak ada yang mencacinya. Banyak pendukung Kaisar telah membuat gelombang manusia untuk menyemangati pahlawan mereka.
Rafael dan Alexis sudah terbiasa. Daya tarik pemuda ini memang luar biasa. Meski terasa agak tak masuk akal, tapi dunia penuh kejutan. Mungkin ini memenuhi aspek psikologis tertentu anggota klan laut. Mereka juga punya mimpi: ingin ada orang biasa yang bisa berjaya, bukan selalu keluarga kerajaan.
Carasso memandang penuh minat pada rakyat jelata dari ras She'ou ini. Semakin menarik saja. Dua orang Rafael dan Alexis telah menghalanginya dengan urusan sepele selama berhari-hari, mungkin demi orang ini.
Kaisar perlahan berjalan menuju panggung. Ini juga memberi kesempatan bagi pendukungnya untuk sepenuhnya meluapkan antusiasme.
"Kaisar, akhirnya aku menunggu hari ini."
“Bisa bertarung melawan Prometheus selalu menjadi harapanku.” Kaisar juga mengangguk, kemenangan terakhir tidak berarti apa-apa. Kali ini Transformasi Paus Prometheus telah sempurna, inilah pertarungan sesungguhnya.
Prometheus sangat mengagumi lawannya. Ada tipe orang yang akan membanggakan kemenangan kecil, apalagi mengalahkannya. Tapi Kaisar tidak demikian, dan sekarang dia pun tidak membutuhkannya lagi.
Namun bertemu dengan pejuang sejati adalah berkah terbesar bagi setiap prajurit.
“Mari kita mulai!”
“Silakan!”
Keduanya diam di tempat. Shakespeare yang telah melepas potensi kecepatannya "meluncur seperti kilat". Api gerbang kota membakar ikan kolam - dia hanya komentator, bukan target. Dua orang tak beretika ini benar-benar merebut mata pencahariannya.
Hwaaaa~~~~
Kedua petarung di arena meneriakkan Qi Tempur Laut dan aura Paus secara bersamaan. Panggung duel yang malang meski sangat kokoh, tetap terkelupas lapisan permukaannya oleh gelombang kekuatan dahsyat... Sepertinya material kali ini jauh lebih baik dari sebelumnya.
“Para hadirin, lihatlah dua perusak ini! Untuk memenuhi level kekuatan babak semifinal, panggung ini terbuat dari granit Lhasa yang kerasnya hanya di bawah intan. Silakan nikmati tontonan tanpa perlu mengkhawatirkan panggung...”
Komentar Shakespeare terputus tiba-tiba. Kedua petarung di atas panggung seolah sengaja mempermalukannya, bersama-sama menghantam tanah dengan tinju. Dua naga batu terangkat dan bertabrakan, reruntuhan beterbangan ke segala arah.
“Teman-teman, bersatulah mengutuk dua perusak fasilitas umum ini!”
Seolah sudah tahu Shakespeare akan kalah, bermacam-macam kelapa beterbangan... Apa benda ini bisa mematikan?
“Styralia, ada kesan apa?” Tawa Maxi terdengar mesum. Setelah lama mencari, hanya ditemukan Ksatria Naga Styralia yang sedang mondar-mandir.
“Hehe, agak menyesal tidak membunuhnya lebih awal. Tapi juga bersyukur tidak melakukannya.”
Styralia tersenyum dingin.
“Goblok! Ini yang disebut semangat prajurit? Untungnya kami para penyihir tidak punya prinsip begini.” Si orang tua mencibir.
“Guru, jaga citra! Penyihir juga punya prinsip. Ah, sungguh tak beruntung punya guru seperti ini!”
“Benar, adik seperguruan. Menurutku kita harus beri Guru kelas ideologi politik, perbaiki nilai egoisnya!”
Maxi gemetar marah sampai kumisnya berkibar, “Kalian dua bangsat! Jangan lari! Akan kutantang sampai mati!”
Styralia sudah lama mendengar kisah dua murid kocak Maxi. Ternyata reputasi tak sebanding kenyataan.
“Kau Midabraso ya?”
“Mirip Guru, tapi lebih muda.”
Keringat dingin mengucur deras...
Setelah momen canggung, Styralia mengangkat bahu, “Melihat nasib kalian, aku putuskan tidak akan menerima murid terakhir!”
Raikkonen hanya bisa menggeleng sambil tersenyum kecut.
Di atas panggung, Kaisar dan Prometheus tidak terlibat perkelahian berkecepatan tinggi. Mereka saling menghujamkan pukulan dari jarak jauh tanpa bergerak, Aura Paus VS Qi Tempur Laut. Setiap pukulan mengguncang panggung duel, dentuman seperti guntur terus bergema. Gelombang energi dahsyat menyapu bersih awan-awan yang tersisa di langit.
"Pemanasan selesai. Aku menggunakan enam puluh persen tenaga. Kakak Kaisar, mungkin belum sampai empat puluh persen ya?" Prometheus meregangkan anggota badan, suara tulangnya berderak.
Kaisar hanya tersenyum tanpa bicara.
"Menarik, sepertinya anak ini paling-paling menggunakan tiga puluh persem kekuatan," kata Carasso sambil tertawa, seolah sengaja memukul semangat Rafael.
Rafael tetap dengan wajah datar, tak terlihat emosi apapun.
Alexis selalu menjadi penengah. Dia terkejut melihat kedua musuh bebuyutan ini bisa berkumpul tanpa bertarung. Rupanya bertambah usia membuat mereka tak lagi langsung bertindak seperti masa muda... lebih suka berdebat sekarang.
Kaisar bukan lawan sembarangan. Tingkatan seperti ini sama sekali tak membahayakannya. Prometheus sudah lama menyadari hal ini, tapi dia takkan pernah jatuh di hadapan siapapun, tidak pernah!
Transformasi Paus!
"Wah! Setelah tahap pengintaian yang intens, Kontestan Prometheus menggunakan senjata pamungkasnya - Jurus Transformasi Klan Paus. Ya Tuhan! Kekuatannya bahkan melampaui performa sebelumnya. Kontestan Prometheus masih belum berhenti!"
Prometheus takkan berhenti. Dia membutuhkan kekuatan lebih besar, kekuatan yang melampaui batas!
Auuuu~~~
“Anakmu lebih berani dari yang dibayangkan, bahkan tidak menggunakan senjata suci.” Pujian Carasso. Dia paling tidak setuju penggunaan senjata suci terlalu dini. Seberapa pun tingginya bakat, sulit menahan godaan senjata suci. Ketergantungan berlebihan pada senjata akan mengabaikan pengembangan diri.
Tentu ini hanya pendapat subjektifnya. Ada juga yang beranggapan keselarasan dengan senjata suci sejak kecil justru bisa mengoptimalkan kekuatan.
Mana yang benar tergantung individu.
Siluet Prometheus terus mengecil. Dari ukuran raksasa awalnya, kini tinggal separuh lebih besar dari Kaisar. Tubuhnya dikelilingi gelombang energi tak terbendung, seolah gerakan sekecil apa pun akan memicu kehancuran.
“Xiumi, semangat! Beri pelajaran pada anak lancang itu!”
Marylin meneriakkan sorakan tanpa menjaga citra perempuan anggun. Namun sikap berani tanpa tedeng aling-alingnya justru membuat para saudara sebangsa lelaki sekitar terpana, terutama saat bagian tertentu bergoyang mengikuti gerakan tubuhnya.
Roradman juga telah kembali normal, mulai memerhatikan setiap detail dengan cermat.
Dibandingkan semangat dahsyat Prometheus, Kaisar bagai perahu kecil yang terombang-ambing di tengah badai lautan.
Prometheus membentangkan lengan lalu menghilang seketika. Begitu klan paus menggunakan Transformasi Paus, bukan hanya kekuatan yang meningkat tapi juga kecepatan menakutkan. Tanpa ini, klan paus hanyalah sekelompok barbar tak berotak.
