Menyaksikan gelombang suara dukungan yang menggema, Alexis tiba-tiba tersenyum. "Ini justru lebih baik," ujarnya sambil melambaikan tangan menyuruh pengawal mundur.
Sejak awal Kolorissio sama sekali tidak menganggap serius orang-orang ini. "Kaisar, terkadang kau benar-benar sulit dipahami. Katanya kau penyayang, tapi kadang kejam tak berperikemanusiaan. Dibilang bodoh, tapi kerap melakukan hal cerdik. Kini kau kembali melakukan kebodohan yang justru mengundang simpati. Andai waktu bisa diputar ulang, mungkin aku akan mengubah keputusan dan mencoba menjadi sepertimu."
"Seperti katamu, semua yang kulakukan adalah keinginanku sendiri. Penilaian biarlah menjadi urusan orang lain. Meski telah kuberi kesempatan, sayangnya kau tak bisa berbalik arah lagi. Akan kuhantarkanmu sendiri ke akhir hayat, sebagai pengakuan atas upayamu menemukan jati diri di detik-detik terakhir. Terlepas dari benar salah, sampai di titik ini kau tetap layak dianggap sebagai lawan yang patut dihargai."
"Hahaha, baik, baik! Tak kusangka Kolorissio bisa menemukan orang yang memahaminya di ambang kematian. Tapi membunuhku tak semudah itu. Akan kutunjukkan kekuatan yang kudapatkan dengan mengorbankan segalanya!"
Kolorissio tubuhnya terus bergetar, suara geramannya yang dalam seperti zombie bercampur bunyi gesekan tulang. Tiba-tiba kekuatan gelap bercampur energi arwah terus menyembur dari dalam tubuhnya. Krek! Sepasang sayap tulang raksasa menjulur dari bahunya, sementara tubuhnya memanjang hingga tak lagi menyerupai manusia. Hanya matanya yang masih menyisakan bekas bekas ras laut ini. Kedua tangan Kolorissio telah berubah menjadi pisau tulang.
Saat melakukan pertukaran itu, takdir kekalahannya telah tertulis. Karena dia bukan lagi Kolorissio, maka tak ada yang didapatnya. Sayang kesadaran ini datang terlambat. Sebagai arwah, satu-satunya kekuatan hidupnya adalah menyelesaikan pertarungan dengan lawan di hadapannya - perjuangan terakhir mental manusia yang tersisa.
Kaisar merasakan ancaman: kekuatan mengerikan yang mengikis dengan energi gelap dan melahap nyawa dengan tenaga arwah. Saat itu pula klan laut serentak mendukung Kaisar untuk mengalahkan iblis arwah ini. Teriakan "Bunuh Kolorissio!" bergemuruh menyasar dirinya. Kaisar akan menjadi pahlawan baru.
Entah mengapa, Kaisar tak merasa antusias justru sedih. Terkadang dia sulit berpikir seperti anggota klan lainnya. Apapun yang pernah dilakukan Kolorissio dulu, kini dia layak dihormati sebagai lawan. Dalam hati, Kaisar tak membenci pertukaran jiwa dan tubuh untuk kekuatan - pengorbanan dan tekad sebesar itu tak mudah dilakukan.
Mata Kolorissio yang cekung seolah melihat sesuatu dari pandangan Kaisar, namun mulutnya yang terbuka tak lagi bisa mengeluarkan suara kehidupan, melainkan teriakan serak yang menyakitkan telinga.
Tapi Kaisar mengerti. Ia akan menghancurkan lawan ini dengan segenap kekuatannya.
Pertarungan baru dimulai. Keduanya bertempur dengan gila bak musuh bebuyutan, setiap jurus membawa kematian. Ini adalah tingkat kesadaran yang tak bisa dipahami orang luar, mungkin selamanya tak akan dimengerti, dan mereka pun tak ingin orang lain mengerti.
Masalahnya sekarang Kolorissio unggul. Setelah bertransformasi menjadi arwah, kekuatan dahsyat dari Penguasa Arwah bisa dimaksimalkan tanpa perlu menyembunyikan energi arwahnya. Kombinasi dua kemampuan ini menghasilkan daya mematikan yang sulit dibayangkan. Ketika jarak kemampuan melebar, keunggulan teknis mulai tak berarti.
Yang lain juga melihat situasi Kaisar, tapi sang Kaisar sendiri tak goyah sedikit pun. Terlalu banyak masalah serius pernah dihadapinya. Ia takkan menunduk pada rintangan apapun - bukan untuk orang lain, tapi untuk dirinya sendiri, untuk wanita yang dicintainya. Ia takkan mati!
Bruuum, bruuum, bruuum...
Qi Tempur beterbangan. Kolorissio menyemburkan Gelombang Kematian pekat, disusul sihir arwah dan sihir kegelapan. Berbagai dampak negatif menyelimuti Kaisar. Bahkan Qi Tempur Laut yang hebat pun tak sepenuhnya bisa menghalangi efek ini. Kaisar mulai merasakan keanehan di tubuhnya. Meski mentalnya baja, tubuhnya perlahan mulai kehilangan kendali.
Dua tulang berat menghantam dengan keras, Kaisar hanya bisa menggunakan lengannya untuk menghalangi. Daging dan darah beterbangan, seluruh tubuhnya terlempar. Kolorissio yang memiliki sayap tulang ini kecepatannya meningkat lebih dari dua kali lipat. Kaisar sama sekali tidak punya waktu untuk melepaskan mantra terlarang, bahkan jurus pedang andalannya pun tak bisa digunakan di bawah serangan gila sihir arwah yang ada di mana-mana dan Kolorissio.
Di bawah serangan gila seperti kilat, Kolorissio akhirnya berhasil menembus pertahanan Kaisar. Tebasan tangannya menusuk dada Kaisar. Tangan Kaisar menggenggam kuat, sedetik lagi benar-benar tak terselamatkan. Ledakan kekuatan saat nyawa terancam sulit dibayangkan. Kolorissio juga tak mau menyerah, terus memompa kekuatan gelap dengan gila. Tepat saat itu, Kolorissio melihat mata Kaisar - bukan Kaisar, tapi bayangan dirinya sendiri di dalam pupil itu.
Sebuah monster dengan sayap jelek mengembang, itu adalah dirinya.
Dalam kesadarannya seharusnya menghentikan serangan, tapi tubuhnya tak bisa dikendalikan terus mengerahkan tenaga. Saat itulah dia baru menyadari, sejak transformasi itu sebenarnya dirinya sudah mati.
Hanya Kaisar yang juga harus mati di tangannya.
Clarisse baru saja sadar dari koma. Begitu membuka mata langsung melihat situasi kritis di lapangan. Tanpa sadar asal-usulnya, dia langsung ingin berlari maju tapi segera ditarik orang di sampingnya. "Kakak Kedua, jangan mati!"
“Tangisan putri yang penuh kesedihan itu terdengar jelas oleh Kaisar, karena ratusan orang lainnya terdiam membisu.”
“Dua cara untuk menghadapi arwah tingkat tinggi: pertama, menghancurkan mereka sepenuhnya, atau menggunakan magic terang yang langka, juga disebut magic seri malaikat.”
“Tiba-tiba Kolorissio merasakan tulang pisau itu meleleh, semburan kekuatan dari dalam tubuh Kaisar membuatnya diliputi ketakutan yang dalam namun tanpa kebencian.”
“Bruuum…”
“Cahaya putih memancar kuat. Dari langit turun cahaya suci yang menyelimuti Kaisar dalam pancaran putih susu. Dua sayap cahaya raksasa membuatnya melayang di udara. Saat ini, Kaisar memancarkan kewibawaan langka dan kesucian yang tak tergugat, mulia bagaikan dewa.”
“Semua yang menyaksikan ini terpaku. Carasso dan yang lain tak kuasa menahan diri untuk tidak berdiri. Yang lebih terkejut lagi adalah para Magister Sihir manusia. Markus langsung memukul kepala muridnya dua kali tanpa ragu.”
“Guru, kau gila! Kalau kepalaku rusak, siapa yang akan merawatmu di hari tua?”
“Markus mengabaikan protes muridnya. ‘Astaga! Ini bukan mimpi! Magic elemen cahaya tingkat tertinggi, Sayap Serafim! Selain Pendeta Wanita Sekte Bulan Suci, ternyata masih ada yang bisa menggunakannya di Maya!’”
“Sementara itu, Fama tak menyadari sehelai janggut berharganya telah tercabut. ‘Qi tempur, lima elemen magic... Ya Tuhan! Apakah ini tanda turunnya Sang Dewa Tertinggi?’”
Meski bukan ahli sihir, keempat Master Saint Domain telah mendengar tentang magic malaikat—sihir terkuat untuk melawan atribut negatif. Bahkan pada tingkat tertinggi, bisa menghidupkan kembali orang mati.
Pengguna magic ini sangat langka. Yang mencapai level Gao bisa dihitung jari. Karena citra terang dan atributnya, mereka dijuluki utusan dewa dengan posisi tinggi. Yang paling berpengaruh adalah Sekte Bulan Suci.
......Tapi sepertinya hanya perempuan murni ahli sihir yang bisa menggunakan magic ini.
Namun tak diragukan, ini adalah magic terang paling murni.
Gumpalan cahaya dalam tubuh Kaisar pecah. Elemen terang berbondong-bondong keluar. Di bawah cahaya itu, Kolorissio terlihat tak berdaya. Ekspresi garangnya hanyalah perlawanan sekarat.
Kaisar cepat familiar dengan feel ini. Ia menatap Kolorissio. Hanya dialah yang mengerti makna di balik tatapan itu. Sayap cahaya raksasa mengibas, dua cahaya suci langsung menyelimuti Kolorissio. Tanpa menghindar, Kolorissio malah menutup mata. Ia tahu inilah akhir.
"Rasa sakit yang membara, itu bahkan seratus kali lebih menyakitkan daripada dibakar api, namun senyuman tetap menghiasi wajah Kolorissio. Meski tubuhnya akhirnya dimurnikan dan dipulihkan ke bentuk klan laut, di bawah sinar cahaya suci ia perlahan menghilang karena tubuhnya telah sepenuhnya berubah menjadi arwah."
"Ter...ima kasih."
Ini adalah kata-kata terakhir Kolorissio. Tubuhnya lenyap di bawah cahaya suci. Begitu jiwa telah dijual, masa depannya pun sirna.
Tak diragukan lagi, magic seri malaikat adalah magic paling spektakuler. Saat ini, Kaisar terlihat sempurna bagaikan dewa yang turun perlahan dari langit. Elemen cahaya diserap kembali ke dalam tubuhnya. Kaisar memandang tempat lenyapnya Kolorissio dengan sedih, namun saat melihat Elina, Clarisse, dan teman-temannya, kelegaan menyelimuti hatinya.
Dia, menang.
Tak ada suara yang keluar, semua ingin menjaga suasana sakral. Setelah lama, Shakespeare melangkah ke panggung. "Kupikir tak perlu kata-kata panjang. Caesar Alexander, ahli terbaik generasi muda klan laut yang pantas menerima mahkota. Mari kita soraki penobatan raja! Ini adalah harinya - Hari Kaisar!"
Sorakan gembira membahana. Elina dan Clarisse berpelukan penuh semangat. Kemenangan hanya membawa sukacita tak terhingga. Akhirnya Kaisar menang. Ksatria mereka kembali mengalahkan lawan, mempertahankan kehormatan sang putri.
Enam raja klan laut juga ikut berdiri memberikan tepuk tangan, tak diragukan lagi, pemuda ini pantas mendapatkan pujian tertinggi nan agung ini. Rakyat klan laut yang tak terhitung jumlahnya bersorak-sorai, inilah hasil yang mereka inginkan, inilah pahlawan yang mereka dambakan.
Di era yang kekurangan pahlawan seperti ini!
Dua "murid bodoh" Markus juga ikut ramai, berteriak-teriak histeris menanggapi kemenangan telak. Mereka memutuskan untuk tidak lagi mengagumi guru mereka, melainkan beralih memuja Kaisar.
Enam master manusia juga memuji dengan tulus hati. Meski berbeda pandangan, bisa menyaksikan ahli jenius seperti ini benar-benar merupakan kebahagiaan seumur hidup.
Dalam kondisi ini, ada satu reaksi berbeda. Roye langsung pergi saat Kaisar menang. Hari ini bukan miliknya, namun darah naga dalam tubuhnya mendidih. "Kaisar, tunggulah! Suatu hari aku akan mengalahkanmu!" Situasi serupa dialami Prometheus. Keduanya telah menetapkan Kaisar sebagai lawan seumur hidup.
