Kaisar duduk tenang, Elina di sampingnya. Bahkan Elina merasa ini lelucon takdir yang kejam – Pangeran Cagliari. Mungkin agak tidak sopan terhadap orang tua Kaisar, tapi tanpa Badai Bulan Suci itu, bagaimana mungkin dia bisa bertemu Kaisar? Seorang Putri Suku Naga Laut dan seorang Pangeran manusia, bagai dua garis paralel yang terpisah jauh, hampir mustahil bersua.
Kekacauan pikiran tak lama menghantui Kaisar. Fakta tak lagi berarti banyak bagi pemuda seusianya. Pangeran Cagliari? Kaisar menyeringai sinis. Tak terlihat ada kesan pangeran dalam dirinya. Mardon tetap harus ditemukan untuk konfirmasi. Setidaknya untuk saat ini, Kaisar sama sekali tidak tertarik merebut kembali takhtanya.
"Kak Kedua, kurasa Tuan Mardon berada di Cagliari. Jika ingin mencarinya, kita harus mengunjungi tanah airmu."
Elina menyuarakan pikiran Kaisar. Tempat yang selalu ingin dikunjungi kembali oleh orang tuanya itu, sudah seharusnya sang anak melihatnya. Lagipula di sana mungkin masih ada sanak saudaranya.
“Kaisar mengangguk, setelah menyelesaikan perjanjian dengan Putri Jingyue, dia bisa segera berangkat. Hal yang awalnya sederhana ini menjadi rumit. Otak Kaisar bekerja cepat. Meski cara Mardon melatihnya sendirian terasa kejam, tapi tak diragukan lagi hanya dengan bertahan seperti inilah Kaisar bisa menjadi ahli yang mandiri. Dan tentu Mardon tidak mungkin hanya menganggur selama bertahun-tahun ini.”
“Merebut kembali takhta?”
Sebuah pikiran aneh melintas di benak Kaisar. Sebagai penyihir istana, sangat mungkin Mardon melakukan ini karena Kaisar adalah Pangeran Cagliari yang sebenarnya.
Kaisar menatap kalung di leher Elina. Itu mungkin satu-satunya bukti bahwa dia adalah pangeran. Menjadi penguasa kerajaan asing?
Rasanya agak aneh.
“Kakak Kedua, hari ini aku menerima penanda yang ditinggalkan Yisa. Orang-orangnya juga sudah sampai di sini,” kata Elina.
“Yisa?”
“Ya, setelah meninggalkan Kuil Suci, orang-orang Yisa menemukanku. Kalau bukan karena bantuannya, aku tidak mungkin sampai di sini sendirian.”
“…Kau sudah tahu siapa dia sebenarnya?”
Elina mengangguk, mengusap wajah Kaisar. “Ck ck, kenapa tampan sekali sampai bisa menggoda cewek-cewek? Ternyata tiga besar klan laut pun tak bisa lolos dari telapak tanganmu.”
Keringat…
“Ini... Aku dan Yisa itu saudara seperjuangan. Jangan asal bicara. Lagipula, saat bertemu dia selalu dalam wujud Yisa. Baru belakangan ini aku mulai curiga.”
“Kamu ini terlalu tidak paham hati perempuan. Mungkin awalnya begitu, tapi setelah lama bersama sulit dipastikan. Tak sadarkah kau punya daya mematikan yang kuat terhadap perempuan?”
Senyum Elina mengandung sedikit kesombongan. Pilihannya memilih ksatria yang begitu karismatik membuktikan ketajaman instingnya. Sejak kecil sudah punya kemampuan observasi visual yang hebat.
Memandang senyuman Elina, suasana hati Kaisar tak sengaja membaik. "Putri kecilku, ekspresimu seperti sedang memuji diri sendiri."
"Benar, karismamu kuat. Tapi takkah kau rasa daya tarikku lebih besar?"
Elina mengedipkan mata membuat ekspresi yang sangat menggoda. Senyumnya benar-benar meruntuhkan kota, membuat Kaisar terpana.
Melihat kebodohan Kaisar, Elina pun senang. Membuat lelaki yang disukainya terpesona adalah berkah bagi setiap perempuan.
Masalah Yisa berhasil dilompati. Kaisar tak merasa Yisa menyukainya. Mungkin hanya persahabatan tempur yang dalam. Namun petualang Yisa dan Nona Yishahel dari keluarga elit - selain sama-sama cerdas, karakter pribadi mereka sangat berbeda. Yisa kasar, temperamen buruk tapi murah hati dan langsung. Sedangkan Yishahel adalah perwujudan perempuan klub besar, elegan dan mulia namun minim kebebasan. Inilah mungkin alasan Yisa menyamar berpetualang - identitas dan kecantikannya akan membawa terlalu banyak masalah.
Dibandingkan, Kaisar masih menyukai Yisa. Dengan temperamen mereka, selama Yisa ada, orang-orang seperti Kao seharusnya tidak hidup buruk. Kaisar memiliki kepercayaan khusus pada Yisa.
Elina tidak mempermasalahkan hal ini. Beibei bodoh ini terlalu tidak memahami perempuan. Gadis mana yang akan bertarung mati-matian untuk persahabatan tempur demi seorang lelaki? Menyelamatkan Kaisar justru akan membawa bahaya besar bagi Keluarga Carol, juga langsung mengancam posisi Yisa. Apalagi dia belum menjadi kepala keluarga sekarang. Perempuan hanya akan mengorbankan segalanya untuk satu-satunya dalam hidupnya. Hanya saja sebagian perempuan memilih berkorban diam-diam. Elina sangat mengagumi Yisa. Dia mengira gadis cerdas seperti ini akan mengambil inisiatif, tapi ternyata malah berkorban diam-diam dengan penyembunyian yang begitu baik.
Ah, Kakak Kedua benar-benar momok wanita.
Sebagai salah satu pelamar Putri Jun, Pangeran Kaisar tidak bisa terus mengurung diri di rumah. Dia harus menghadiri beberapa acara bersama Magister Sihir Markus dan sang Putri Jun. Semangat Markus yang tua ini agak mencurigakan, jangan-jangan dia mau menetap di sini?
Beberapa hal tak terhindarkan. Putri Jun Jingyue sangat berharap utusan Cagliari tertimpa banjir-badai-gempa-angin topan, semakin terlambat datang semakin baik. Tapi semua bencana di atas tidak terjadi sama sekali. Setelah mendengar kabar dari dalam negeri Swiss, utusan Cagliari malah mempercepat perjalanan dan segera mencapai pelabuhan.
Kekuatan suatu negara secara langsung menentukan posisi penguasanya. Penguasa negara kecil seperti Kadipaten Swiss bahkan tidak bisa disebut raja, sehingga Pangeran Martie dari Cagliari harus disambut secara langsung begitu tiba.
Meski tidak bersedia, Putri Jingyue terpaksa menemani ayahnya untuk menyambut. Hidup tak selalu sesuai harapan - bahkan mereka yang berkuasa tinggi pun punya kekecewaannya sendiri.
Kaisar tidak ikut dalam rombongan. Markus yang sedang asyik main catur, setelah berkali-kali dikalahkan Kaisar, akhirnya mulai menunjukkan peningkatan. Daripada menyerang balik, lebih baik bertahan dan melakukan serangan balik. Setidaknya kekalahannya tidak terlalu parah. Kini Kaisar semakin sulit memenangkan satu permainan pun. Bagaimanapun, menghadapi taktik bertahan ala kura-kura tua dari seorang Magister Sihir yang cerdas memang merepotkan. Tentu saja, dua muridnya tak henti-hentinya mengejek si tua Markus sambil berteriak "Serang! Serang!", tapi si kuda tua tetap diam tak bergeming bagai batu karang.
Kedatangan pangeran Cagliari sama sekali tidak berkaitan dengan Markus. Bahkan kedatangan raja pun bukan urusannya. Bagi seorang Magister Sihir nonkonformis seperti dirinya, kekuasaan duniawi tidak berarti. Kaisar sendiri sebenarnya ingin menyaksikan - orang Cagliari adalah bangsa dari negara orang tuanya. Dia berniat menyelesaikan masalah ini dengan cepat agar bisa segera pergi.
Penyambutan utusan Cagliari juga dilakukan dengan skala besar, namun sangat berbeda dengan penyambutan Magister Sihir sebelumnya, jelas hanya bersifat protokoler. Semua dilakukan langkah demi langkah karena tekanan dari negara besar.
Martie yang berwajah tembam berjalan di depan rombongan. Begitu melihat Adipati Suresi, wajahnya langsung dipenuhi senyum manis dan mengambil inisiatif untuk menyapa.
"Haha, sahabat lama, lama tak berjumpa. Masih memancarkan kecerdasan seperti dulu ya."
"Hehe, berkat berkah Yang Mulia Pangeran, semuanya baik-baik saja. Yang Mulia tampak semakin bersinar dan berwibawa dibanding dulu."
"Tentu saja, orang yang sedang berbahagia pasti bersemangat. Yang Mulia, izinkan saya memperkenalkan tamu kehormatan Cagliari kita, Jian Sheng Anumenon."
Di belakang Anumenon berdiri seorang pria berusia sekitar 50 tahun dengan pedang kuno tergantung di punggung. Dengan raut wajah angkuh, ia hanya mengangguk tipis saat Adipati memberi salam.
Adipati Suresi mengerutkan alis. Anumenon adalah Kepala Penasihat Pedang Istana Cagliari dan termasuk salah satu ahli Saint Domain terkemuka. Negara-negara besar pasti memiliki ahli seperti ini. Kehadiran Anumenon rupanya juga bermaksud mengimbangi Magister Sihir Markus.
Mata kecil Pangeran Martie tak melewatkan sedikit pun perubahan ekspresi Adipati. Kali ini Cagliari benar-benar bertekad merebut Suresi. Kehadiran Magister Sihir pun tak bisa menghentikan mereka. Lagipula, bahkan Magister Sihir takkan mudah menantang negara besar seperti mereka tanpa alasan kuat.
“Hehe, Yang Mulia, ini putra saya Rio dan putri saya Julie. Ayo beri salam pada Yang Mulia.”
Di belakang tubuh gemuk Pangeran Martie, terlihat dua pemuda yang penuh semangat. Pria itu tampan dan tegap, sementara wanita itu sangat sensual dan memikat. Pandangan pria itu terkesan dingin dan sombong, sedangkan wanita tersebut matanya jelalatan ke segala arah. Mendengar panggilan ayah mereka, keduanya memberi hormat dengan santai.
Sejujurnya Yang Mulia terkejut. Meski si Pak Tua tampak seperti bangsat, tapi harus diakui anak-anaknya berkualitas. Sepertinya ada masalah garis keturunan, atau mungkin mereka mewarisi gen ibu sepenuhnya.
“Jingyue, ayo beri salam pada Yang Mulia.”
Meski tak bersemangat, Jingyue tetap memberi hormat dengan sopan.
Rio mengamati Putri Jingyue yang termasyhur ini. Memang pantas, cantik dan berkarakter. Pernikahan politik seperti ini tidak terlalu buruk juga.
Tapi anehnya sang putri bahkan tak mau meliriknya. Ini justru mengait minatnya. Kabarnya sang putri punya kekasih hati, membuat Rio yang sedang bosan ini menemukan sesuatu untuk diusik.
Setelah basa-basi, konvoi mulai bergerak menuju kota.
“Yang Mulia, katanya ada pemuda tak tahu diri yang juga mengejar-ngejar putri?” tanya Marti sambil tersenyum, namun nada suaranya sengaja ditekan.
“Yang Mulia, kita semua pernah muda. Bukan bermaksud puji diri, putri saya memang cukup terkenal kecantikannya dengan banyak pelamar. Tentu mereka tak bisa dibandingkan dengan Baron Rio, tapi kita semua pernah muda. Pemuda terlalu impulsif, saya tak bisa menghentikan mereka dengan pembunuhan. Akhirnya para pelamar ini berkumpul dan nekat mengusulkan duel penentuan. Tentu saja saya mengabaikan permintaan tak masuk akal ini. Baron Rio adalah murid utama Jian Sheng, mana mungkin mereka sanggup menyainginya.”
Pipi gemuk Yang Mulia Pangeran Martie bergetar, jelas tidak puas dengan ucapan Adipati. Duel? Mana mungkin orang rendahan itu punya kualifikasi!
“Oh, kabarnya pangeran kecil dari Moyena juga ada di sini, dan cukup akrab dengan putri bangsawan?”
Sambil melirik Jing Yue yang terus menundukkan kepala, tak tahu sedang memikirkan apa. Rio mengamati putri bangsawan ini. Menurut data, karakternya seharusnya cukup manja, tapi sikap tenangnya sekarang agak aneh.
“Ah, Pangeran Kaisar sedang mengembara. Mungkin jatuh cinta pada pandangan pertama dengan putri saya. Tapi sudah saya jelaskan perjanjian dengan Yang Mulia. Meski begitu dia tetap tak mau menyerah. Ini... saya juga tak bisa mengusirnya.”
“Wajah Martie mulai berkerut. Terlepas apakah dia benar-benar Pangeran Moyana atau tidak, negara kecil di utara itu tak bisa dibandingkan dengan Cagliari. Saat dia hendak meledak, Rio yang selama ini diam tiba-tiba tersenyum, 'Paduka, wanita unggul pasti punya banyak pelamar. Ini justru membuktikan daya tarik Putri Clarisse. Hamba bersedia menerima syarat mereka, dengan pedang di tangan sebagai bukti ketulusan hamba!'"
“Bagus! Benar kata pepatah pahlawan muncul dari kalangan muda. Aku percaya kau pasti sukses, keponakan. Ini akan membungkam mulut-mulut usil sekaligus meningkatkan reputasimu di Swiss!”
Sang Adipati segera menyambar pembicaraan sebelum Pangeran Martie sempat membuka mulut.
Awalnya Pangeran Martie tak ingin memperumit situasi. Tapi karena putranya sudah terlanjur bicara, ditambah argumen si tua itu masuk akal untuk meraih simpati rakyat, dia memilih diam. Dia sangat yakin pada kemampuan putranya. Hmph, setelah ikatan pernikahan terjalin, tinggal cari cara menyingkirkan si tua ini. Maka Kadipaten Swiss akan jatuh ke tangan Cagliari tanpa perlawanan.
“Putri Jingyue, kurasa duduk di sini sangat membosankan. Bagaimana kalau kita berkuda bersama?”
Rio mengangkat senyum cerahnya.
“Benar juga, buat apa anak muda terkurung di sini. Jangan pedulikan kami orang-orang tua ini.” Martie ikut memojokkan Adipati. Dalam situasi ini, Jingyue tak punya pilihan selain mengiyakan. Sifat keras keputriannya tak bisa dia tunjukkan saat ini.
"Udara dan atmosfer di luar memang jauh lebih baik daripada di dalam kereta kuda. Berdampingan menunggang kuda putih, memang terasa seperti pria berbakat dan wanita cantik."
"Menghirup udara segar, apakah perasaan Putri Jingyue sudah membaik?"
Rio tiba-tiba bertanya. Jingyue terkejut sebelum menjawab, "Oh, baik."
"Apakah Putri benar-benar tidak menyukai ikatan pernikahan ini?"
"Apa? Mengapa?" Menghadapi pertanyaan ini, Jingyue panik dan bingung menjawab. Salah ucap sedikit bisa menyulut masalah politik dan militer antar dua negara.
"Hehe, jangan terbebani. Lupakan identitas kita. Sebenarnya saat pertama tahu tentang pertunangan ini, aku juga menolak. Tiba-tiba harus hidup bersama orang asing seumur hidup memang sulit diterima. Tapi setelah bertemu Putri Jingyue, pikiranku berubah!"
"Berubah pikiran?"
"Ya. Aku akan mempersunting Putri. Karena itu aku menyetujui syarat duel, agar Putri benar-benar jatuh cinta padaku."
Jingyue juga terperangah,... Ada-kah orang seblak-blakan ini?
"...Jangan-jangan kau ini playboy?"
Rio tertawa terkekeh, "Putri bisa menyelidiki reputasiku. Tak ada catatan buruk."
Bagian ini tidak bohong. Selama ini ia mabuk ilmu pedang, tak sempat melakukan hal-hal mesum. Namun seandainya pun dilakukan, ia tak terlalu peduli—murni karena tak tertarik pada wanita biasa.
"...Wajahmu sama sekali tidak mirip dengan Yang Mulia Pangeran."
"Haha, saya senang Junzhu bisa berkata seperti ini, setidaknya tidak menganggap saya sebagai orang luar. Aku bisikkan rahasia, sebenarnya waktu muda ayah sangat tampan, hanya saja setelah masuk usia paruh berta
