Utusan Kerajaan Cagliari pulang dengan megah. Barang bawaan mereka yang awalnya sedikit kini penuh sesak oleh berbagai produk khas dan barang langka dari seluruh Swiss yang memenuhi kereta kuda.
Suasana rombongan dagang begitu meriah karena mood bagus Pangeran Martie. Rasa pulang ke rumah memang selalu menyenangkan. Orang-orang ramai membicarakan Pangeran Kaisar, bawahannya yang aneh, legenda wanita secantik peri, serta Magister Sihir Markus yang nebeng pulang.
Walau Pendeta Wanita Karin Nina ingin ikut, sayangnya dia punya urusan penting. Karena Swiss telah mengumumkan Sekte Bulan Suci sebagai kerajaan, dia harus melakukan ritual baptis di kota-kota utama. Ditambah Kaisar juga melarangnya mengikuti. Gerakan Sang Anak Dewa selalu misterius, level kultivasinya yang masih rendah tak mampu menebaknya.
Lorin memandang jauh ke salah satu kereta kuda yang menjauh, perasaan campur aduknya sulit diungkapkan dengan kata-kata. Berbeda dengan keceriaan orang lain, dia sama sekali tak bisa bergembira. Memang krisis Swiss telah teratasi, bahkan posisinya semakin kokoh, tapi Sang Putri telah kehilangan cinta pertamanya.
Jingyue tidak mengantar kepergian. Dia duduk sendirian dalam kesunyian, menggenggam sebuah kalung di tangannya - hadiah dari Kaisar saat mereka berpura-pura sebagai kekasih, meski sebenarnya kalung itu sudah disiapkan Lorin.
Memandangi cermin sambil perlahan mengenakan kalungnya, air mata berkilau seperti mutiara. Kaisar datang menemuinya, tapi hanya mengucapkan lima kata: "Terima kasih, maaf."
Pada detik itu, setidaknya dia bisa merasakan isi hatinya. Dia bukan tidak tahu, hanya tak bisa menerima saja.
Di permukaan cermin terpantul wajah tersenyum yang basah oleh air mata...
"Hoi, bocah! Jangan melamun! Giliranmu jalan! Awas kalau sengaja melemahkan permainan, nanti kubuat kau berusaha mati-matian!" Magister Sihir itu menggulung lengan bajunya, menopang dagu - sama sekali tak mencerminkan wibawa seorang magister.
“Magister Sihir Markus dan muridnya punya urusan lain, tapi kebetulan searah, jadi numpang mobil. Sebenarnya tujuan utamanya adalah mencari kesempatan untuk membunuh Kaisar. Kejadian kemarin saat lengah kehilangan kesempatan emas di situasi sempurna membuat Magister Sihir Markus bermimpi buruk selama beberapa malam.”
Elina di sampingnya menggenggam tangan Kaisar dengan lembut. Kaisar tersadar dari lamunannya, tersenyum tipis: "Tenang."
"Cih, bocah mati ini sama sekali tak tahu menghormati yang lebih tua. Bukan melarangmu melemahkan permainan, tapi suruhmu melakukannya dengan lebih halus." Markus bergumam sendiri.
Orang-orang Cagliari juga senang, terutama Marti. Ia tahu si tua Markus ini biasanya tak mau berutang budik, apapun alasannya, kesediaannya menemani konvoi Cagliari menunjukkan setidaknya dia tidak membenci kerajaan itu.
Di sisi lain, Zhebie dan Diddy masing-masing melawan dua murid sang Magister Sihir. Awalnya Kao yang di atas, tapi... Tampaknya Kao teman sekelas memang sedikit otak kosong badan atletis. Pokoknya dihancurkan habis-habisan... Airnya sampai habis mengalir. Kehebatan Zhebie sudah diduga, si pendiam memang suka aktivitas otak. Tapi tak menyangka Diddy si bocah mati ini juga menyembunyikan kemampuan, membuat Kao hanya bisa jadi pendukung tim sorak.
Postur tubuh Bati terlalu besar, tak ada gerbong yang muat, terpaksa berjalan di samping mobil.
Pak.
“Hehe, bajingan, gimana jurus ini? Aku memikirkan 108 gaya pembunuhan berantai sepanjang malam, ... Tangan kalian berdua terus bergandengan tak capek, anggap aku Pak Senior tidak ada ya!”
Wajah Elina memerah, ingin menarik tangannya tapi dicekal oleh Kaisar, "Kenapa? Iri? Cari sendiri."
Kumis Markus langsung terangkat, "Kau memang kejam! Lihat jurusku, aku makan!"
Rombongan dagang bergerak cukup cepat, Pangeran Martie juga ingin segera pulang. Terlalu lama menjauh dari pusat politik bukan hal menyenangkan. Pengawal Swiss yang mengawal rombongan telah ditarik kembali. Meski konvoi utamanya barang dagangan, namun ada Magister Sihir dan Jian Sheng di dalamnya ... Keduanya tak kalah dari ribuan pasukan.
Pangeran Martie sedang merenungkan cara menghadapi permainan politik istana sepulang nanti - mengubah kekalahan menjadi sukses, sukses menjadi pencapaian gemilang. Ia harus mempertimbangkan detail-detailnya dengan matang, tak boleh memberi celah sedikitpun pada lawan.
Tiba-tiba kecepatan kereta kuda mulai melambat, "Ada apa?"
Disaat ia sedang buru-buru setiap detik, berani-berannya ada yang memperlambat laju!
Seorang pengawal datang tergopoh-gopoh, "Lapor Yang Mulia, di depan adalah padang rumput luas. Biasanya rombongan dagang berkemah di sana dan melanjutkan perjalanan besok pagi."
“Marti menengok ke langit lalu mengumpat: "Bajingan, apa kita ini rombongan dagang? Ini sudah wilayah Cagliari kami. Mana ada perampok? Sekalipun ada hanya kumpulan orang yang tidak terorganisir. Melihat bendera Pangeran Martie, pasti sudah kabur terbirit-birit. Jangan hiraukan, teruskan perjalanan!"
“Siap!”
Pengawal segera berlari kecil sambil berteriak memerintahkan konvoi untuk akselerasi.
“Dasar sampah! Urusan kecil begini saja harus menggangguku!”
Namun belum lama bergerak, konvoi berhenti lagi dengan mendadak. Pangeran Martie hampir terjungkal. Bagian depan konvoi kacau balau.
Tampaknya benar-benar terjadi kejadian tak terduga.
Dibanding Pangeran Martie, ada yang lebih murka. Amarahnya hampir menembus langit. Magister Sihir Markus langsung melompat dari kereta. Karena Kaisar dan Elina terlalu mesra, Mark sering kehilangan fokus. Sedikit lengah langsung direbut Magister Sihir. Serangan bertubi-tubi membuat perkembangan pertandingan semakin jelas. Kemenangan revolusi agung sudah di depan mata. Tapi tiba-tiba ada yang berani mengacau, merusak harapan baik yang sudah dinantikannya lama.
Yang lain juga bermunculan dari kereta. Jelas rombongan dagang ini diserang.
Kao ngekor di belakang Markus. Kao teman sekelas yang malang ini sekarang pusing melihat pion, tapi tak ada tempat mengeluh. Hampir mati kebosanan. Keributan ini justru membuatnya paling bersemangat.
“Di depan sudah terdengar suara teriakan dan bentakan, sepasukan kavaleri yang mengenakan pakaian berantakan bahkan bisa dibilang puing, terus-menerus menyerang rombongan dagang. Baron Rio memimpin pengawal untuk melawan, tetapi kerugian jumlah personil memaksa mereka terus-menerus mengkompresi pertahanan. Serangan orang itu tidak terkoordinasi rapi, namun daya hantamnya sangat kuat, kemampuan individu mereka juga Gahar.”
“Tapi Baron Rio dan pengawal yang terdiri dari muridmu Anumennon memiliki kemampuan tim yang lebih unggul. Membunuh orang itu hanya masalah waktu, namun mereka sepertinya bukan mengejar harta, target langsung mengarah ke tokoh penting di sini.”
“Markus bergegas keluar dengan murka, tapi belum beberapa langkah tiba-tiba berhenti. Kao yang mengikutinya juga tertegun di tempat, ‘Pak Senior, bagaimana kalau kita maju bersama untuk membunuh?’”
“Wajah Markus terlihat serius, tiba-tiba dia menjerit, ‘Aduh, tulang-tulang tua ku! Tadi melompat terlalu panik, pinggangku keseleo!’”
“Kao: ...Magister Sihir ini apakah palsu?”
“Kaisar dan yang lain turun dari mobil. Zhebie menghentikan Kao yang impulsif. Saat ini identitas mereka tidak cocok untuk bertindak gegabah.”
“Banyak sekali perampok, sungguh ramai.”
“Kuda-kuda perampok ini sangat gagah.”
“Iya, sayangnya pakaian mereka sangat puing, sama sekali tidak cocok. Kalau untuk kami saudara seperjuangan yang menunggangi lebih pantas.”
“Pangeran Martie dan Jian Sheng Anumenon juga turun dari kereta kuda. Mereka mendengar pertunjukan dua murid idiot Markus, namun setelah saling pandang, mereka langsung menyadari masalahnya. Meski terlihat seperti gerombolan perampok, senjata mereka sangat canggih, kuda-kuda mereka gagah seperti kuda perang, tapi pakaian mereka compang-camping dan berantakan... Satu-satunya kemungkinan adalah mereka sedang menyembunyikan identitas.”
“Mereka terlihat kacau, tapi jelas menarget kami. Pola bertarung berkelompok 3-5 orang dengan kerjasama terselubung. Ada yang ingin menghalangi kepulangan kami.”
“Bagus! Berani sekali bajingan-bajingan ini!” Pipi gemuk Martie bergetar. Hatinya sudah tahu siapa dalangnya.
Tak banyak yang ingin menghalangi kepulangannya. Lebih sedikit lagi yang bisa mengerahkan pasukan di wilayah Cagliari. Dasar pengkhianat sialan, dukun negara terkutuk!
“Biarkan aku yang membereskan mereka.”
Anumenon berkata datar. Jika tak turun tangan, korban akan berjatuhan. Siluetnya langsung menghilang dari samping Pangeran Martie.
Magister Sihir Markus duduk santai di peti kayu. “Ah, semakin tua semakin suka menyaksikan keramaian daripada ikut-ikutan. Coba perhatikan jurus Anumenon ini, masih ada ciri khasnya.”
"Ini juga yang menjadi perhatian Kaisar, matanya tak sedetik pun meninggalkan Anumengnon. Bagaimanapun juga, ahli Saint Domain yang telah lama terkenal ini bergerak cepat seperti angin menembus barisan ksatria. Satu per satu ksatria yang tadinya penuh semangat kini kaku di atas tunggangan mereka, perlahan garis merah muncul di leher mereka... Leher mereka telah terpotong. Dengan tingkat kemampuan mereka, mana mungkin bisa menahan serangan Jawara Pedang."
Pangeran Martie terus-menerus menyeringai dingin. Insiden tak terduga seperti ini sangat tidak disukainya. Semua hutang ini tercatat rapi, dan pasti akan dibayar kelak. Tiba-tiba, telinga Zhebie bergetar. Seketika ia menarik busur, memotong anak panah yang menuju punggung Pangeran Martie. Sang Pangeran bahkan tak sempat bereaksi, hanya bisa memandang dua anak panah jatuh di depannya dengan keringat dingin, sementara para ksatria yang sudah compang-camping itu mulai mundur.
"Sialan! Tujuan mereka sebenarnya adalah mengalihkan perhatian untuk menjauhkan Anumengnon. Jika bukan karena bawahanku Kaisar ada di sini, mungkin sekarang aku sudah tertembak mati oleh anak panah."
"Bunuh! Bunuh semua mereka!"
Marti menghentakkan kaki dalam kemurkaannya, amarahnya memuncak!
Tanpa disadari, Anumengnon telah kembali ke sisi sang Pangeran. "Yang Mulia, jangan kejar musuh yang sudah terpojok. Lebih baik kita segera kembali."
Marti menahan perasaannya, menyadari ini bukan saatnya meluapkan amarah. Penasihat kerajaan terkutuk itu tunggu saja, semua hutang lama dan baru akan dihitung setelah dia kembali!
"Yang Mulia, kami telah menangkap dua puluh tawanan."
"Bagus, rawat mereka baik-baik. Jika ada satu helai rambut pun yang hilang, kau yang bertanggung jawab!"
Pengawal sempat tertegun, lalu segera tersadar. Ia mengangguk cepat-cepat - ini adalah bukti!
Kemampuan mengubah ekspresi Pangeran Marti sungguh luar biasa. Saat berpaling ke Kaisar, wajahnya langsung berubah ramah, "Haha, terima kasih untuk pasukan keponakanku. Tanpa mereka, nyawa kecilku sudah tamat."
"Tidak perlu sungkan. Para penjahat ini pantas dihukum. Tapi kemampuan memanah orang tadi benar-benar hebat."
Marti mengangguk tanpa berkomentar. Pikirannya sudah tertuju pada rencana segera kembali ke kota kerajaan untuk melapor pada Yang Mulia Raja.
Keributan segera mereda. Markus dan rombongan kembali ke kereta kuda. Zhebie tiba-tiba berkomentar, "Anak panah si pembunuh itu tidak mematikan."
Mereka saling bertukar pandang penuh tanya. Ini pertanda besar - bukankah seluruh rencana ini ditujukan untuk membunuh Pangeran Marti? Kemampuan observasi Zhebie tidak pernah salah, bakatnya dalam hal panah memanah tak tertandingi. Jika dikatakan pemanah itu gagal, tingkat kemungkinannya sangat minim. Pencapaian tahap ini pasti melalui perencanaan matang, mustahil ada kesalahan di titik krusial. Jika benar demikian, berarti orang itu sengaja.
Tapi mengapa melakukan ini?
“Semua orang memusatkan pandangan pada wajah Magister Sihir Markus. Sebagai orang yang berpengalaman, dia memang berkualifikasi untuk berbicara. Meskipun Kaisar dan kawan-kawan sangat memperhatikan pengumpulan intel, tapi kontak mereka masih terlalu sedikit.”
Markus mengangguk dengan penuh makna, "Inilah perebutan kekuasaan, Kaisar. Kehidupan seperti inilah yang akan kau hadapi kedepannya. Persiapkan mentalmu baik-baik."
Kaisar mengangguk dengan penuh pertimbangan, tapi murid sang magister tidak peduli, "Guru, apa sebenarnya tujuan para pembunuh bayaran ini?"
"Sebenarnya... aku juga tidak tahu." Sang magister berkata dengan wajah paling wajar sedunia.
Byur...
"Ayah, hampir pasti ini ulasan kelompok Penasihat Kerajaan. Para pembunuh ini menyimpan racun di gigi mereka. Untungnya ketahuan cepat, hanya lima yang mati. Sudah disiksa tapi tetap tidak mau bicara." Baron Rio juga terlihat serius. Meski perseteruan mereka dengan Penasihat Kerajaan sudah keras, tapi tak disangka orang itu sudah sampai ke tahap ingin membasmi mereka total.
"Hmph! Lihat saja bagaimana mereka akan berkilah saat kita kembali ke kota kerajaan!" Dada Julie naik turun tak karuan.
"Jangan berharap terlalu tinggi. Penasihat Kerajaan tidak akan meninggalkan celah untuk kita. Tapi terlepas dari pengakuan para bajingan ini, sudah pasti mereka diutus oleh Penasihat Kerajaan. Paham?"
Rio mengedipkan mata sambil tersenyum, "Ya, Ayah. Ada kabar dari kota kerajaan bahwa belakangan ini Penasihat Kerajaan terus mendesak Yang Mulia untuk menetapkan posisi Kapten Pasukan Naga. Tapi Yang Mulia masih belum memutuskan. Waktu yang tersisa tidak banyak."
“Hmph, aku tahu, kalian pergi lah, waspada, jangan sampai ada kesalahan bodoh seperti ini lagi, ada yang menyelinap malah tidak ketahuan!”
Rio dan Julie diam-diam keluar dari gerbong, baru pergi sebentar, sepertinya penasihat kerajaan dan yang lain agak terlalu sombong, ...tapi kalau jadi mereka mungkin juga akan melakukan hal yang sama. Untung Ayah beruntung, sepertinya Kaisar dan kawan-kawan layak dibina.
“Bagaimana keadaannya?”
“Lapor Pangeran, semuanya sesuai rencana Anda, hanya saja kali ini kita kehilangan lebih dari seratus prajurit. Mereka dibina selama belasan tahun, sayang sekali.”
“Hehe, tenang saja, pengorbanan mereka akan membuahkan hasil lebih besar. Aku jadi tidak sabar ingin melihat pertunjukan bagus.”
“Pangeran visioner, prediksinya selalu tepat. Mereka hanyalah permainan di papan catur Baginda.”
Pangeran Ottoman tersenyum dingin. Untuk menjadi penguasa terhebat, keberanian buta tak cukup. Sebuah kerajaan kuat tak bisa dibangun dalam sekejap, butuh kekuatan laten dan sentralisasi kekuasaan bertahun-tahun. Hanya Kerajaan Ottoman agung yang bisa mencapainya. Meski Cagliari luas dan kaya sumber daya, sistem kerajaan mereka akan menjadi akar kekalahan. Ini perang tanpa ketegangan, sekadar coretan kecil dalam kejayaan mulia Baginda.
“Pasukan berani mati itu tidak masalah kan?”
“Mohon Pangeran tenang, mereka adalah prajurit paling loyal yang telah mengorbankan tubuh dan jiwa untuk kerajaan, menerima latihan terberat. Sebagai pencegahan, saraf rasa sakit mereka telah dihilangkan.”
“Bagus, tapi jangan lengah! Yang tertawa terakhirlah pemenang!”
Sosok berbaju hitam mundur diam-diam. Dulu melayani Yang Mulia Raja yang dianggapnya pria terhebat di Maya Daratan. Namun Pangeran sekarang lebih menakutkan. Kelemahan Raja adalah kesombongan, tapi Pangeran bahkan tak punya itu.
Kejayaan Kerajaan Ottoman tak terhalang lagi...
