Duel pertama agak mengecewakan, namun tetap menarik banyak perhatian.
Yang Mulia Alexis dari Putri Duyung VS Putri Athena dari Cagliari.
Sepertinya ini pertandingan tanpa ketegangan. Putri Duyung memang terlahir sebagai penyihir alami, dan nama besar Alexis sudah terkenal sejak lama. Meski Putri Athena mungkin kuat, namun itu tergantung lawannya. Usianya terlalu muda untuk bisa menang.
Tapi tidak semua berpikir demikian, terutama Magister Sihir Markus dan Kasparov yang tahu betul kehebatan Putri Aya, meski belum pernah melihatnya bertarung.
Namun Alexis jelas bukan lawan mudah. Sejujurnya, ini pertandingan dengan hasil tak terduga, bukan kemenangan sepihak seperti dibayangkan banyak orang.
Selain mereka, yang berpikir demikian adalah Alexis sendiri.
Seorang Raja Merfolk pasti memiliki penglihatan tajam. Tidak bisa menilai pahlawan berdasarkan usia. Kaisar dan Ottoman telah membuktikannya dengan jelas, nasib Raja Ubur-ubur hanyalah batu loncatan.
Athena yang berdiri di lapangan terlihat seperti anak kecil, bagaimanapun dilihat tetap anak kecil. Tapi anak kecil ini adalah ahli terkuat top 100 dunia.
Alexis tidak bersikap sok senior atau berlagak sebagai raja. Dia sudah menganggap Athena sebagai lawan sejati.
Sebenarnya manusia tidak punya banyak khayalan. Kedua tim menyaksikan pertandingan dengan sikap aneh, tapi karena ini babak final, banyak yang menonton. Secara umum, ini seharusnya pertandingan yang cepat berakhir.
Tapi sejak kick-off, Aya langsung memberi pelajaran keras kepada semua orang.
Di Zaman Ratusan Klan, Putri Surga Phoenix adalah pemimpin tak terbantahkan. Bahkan di era ini, tetap tak boleh diremehkan.
Di tangan Athena ada tongkat sihir kecil semi-transparan berwarna merah api, terlihat sangat indah dan cantik seperti mainan, tapi kekuatannya sama sekali bukan mainan!
Tongkat sihirnya menunjuk, tanpa mantra apapun. Langit di atas kepala langsung gelap gulita, diikuti kemunculan warna merah api dalam kegelapan.
Demi Dewa Tertinggi!
Jangan-jangan mata ini salah lihat?
Atau ini benar-benar melihat hantu!
Apa ini?
Bukankah ini 'Penghakiman Akhir' yang mengerikan dari mantra terlarang unsur api?
Athena jelas-jelas tidak mengucap dua mantra tadi! Bahkan Magister Sihir pun tak bisa melakukannya!
Lagipula 'Penghakiman Akhir' adalah serangan tanpa pandang bulu. Jika ceroboh, penyihirnya sendiri bisa dalam bahaya. Belum pernah terdengar orang menggunakan jurus ini dalam duel!
Tiga Magister Sihir meski tidak bergerak, tetap terkejut. Nyali si gadis kecil ini benar-benar luar biasa. Namun mantra ini jelas bukan Penghakiman Akhir dalam arti manusia biasa. Jangkauannya sangat teratur, persis menyelimuti seluruh arena duel, sama sekali tidak menyisakan celah untuk Raja Duyung.
Athena yang melepaskan sihir raksasa ini tetap dengan wajah datar, hanya tubuhnya memancarkan warna merah menyala, sungguh menyerupai peri api.
Meski Alexis sudah mempersiapkan mental, tak menyangka lawannya akan seganas ini. Dalam arti tertentu, ini juga merupakan pertarungan antara ahli sihir air berbakat melawan ahli sihir api berbakat.
Mantra terlarang tak menunggu. Alexis tidak berniat menyerang. Ahli sihir air lebih ahli dalam bertahan dan melakukan serangan balik. Lagipula Penghakiman Akhir mustahil diabaikan. Mata gadis kecil itu berkilauan penuh semangat, sama sekali tidak menganggap Alexis berarti. Namun intuisi Alexis memperingatkan diri sendiri: jangan sekali-kali menganggap lawan sebagai anak polos belaka.
Adakah anak kecil semengerikan ini?
Kaisar waktu kecil pun tak bisa menyaingi Aya.
Dengan dilancarkannya sihir ini, penonton tahu pertarungan kali ini akan sangat menarik untuk disaksikan.
Gemuruh api bagai tungku langit terbuka, semburan api menyala-nyala mengalir deras ke bawah.
Tongkat sihir Alexis teracung tinggi, mantra sederhana meluncur - "Penghalang Kristal Es!"
Sihir pertahanan efisien yang khusus dirancang untuk menyasar sihir api.
Penyihir level satu yang brilian seperti Alexis (masih manusia) lebih berpengalaman. Sihir area luas agak boros, efeknya tidak terpusat, apalagi intensitas api mantra terlarang ini masih relatif rendah.
Aya tidak peduli pendapat orang lain. Tongkat sihir kecilnya dengan santai meliuk, tak menghiraukan api yang jatuh dari udara. Dengan elegan ia berputar, puluhan aura kuat tiba-tiba muncul di langit.
Keringat dingin...
Penghakiman Akhir mulai mengamuk, namun orang-orang sadar: Api bagi Putri Athena seperti air bagi ikan - sama sekali tak berpengaruh. Dari kobaran api, satu per satu jenderal api bersenjata lengkap bermunculan.
……
Para Magister Sihir pun terdiam. Bisakah magic digunakan seperti ini?
Elemen api macam apa ini?!
Elemen api yang dipanggil Magister Sihir paling-paling berukuran besar, tetap saja makhluk panggilan level rendah tanpa otak dengan daya tempur terbatas.
Tapi apa yang Athena panggil?
Makhluk api bersenjata lengkap! Para penyihir tak bisa memastikan apakah mereka makhluk hidup, namun melihat baju zirah api yang megah dan pedang berapi menyala-nyala, rasa merinding langsung menyergap.
Alexis yang sedang tenang menghalangi Penghakiman Akhir juga tertegun melihat monster-monster ini. "Apa ini?!"
Para jenderal api berbaris rapi, menyerang Carasso dari berbagai arah dengan formasi bertingkat - sama sekali bukan pertunjukan!
Alexis mana berani lengah!
Menopang Penghalang Kristal Es dengan satu tangan, tongkat sihir berkedip dan bergetar hebat—Radiasi Es Level Empat.
Meski levelnya tidak terlalu tinggi, sihir ini bisa menumpuk kerusakan, menyebar ke area luas, sangat praktis. Apalagi saat digunakan Alexis, efeknya menjadi luar biasa gahar.
Lawan sudah mengeluarkan jurus, Alexis tak boleh kalah gaya.
Hanya dengan satu jurus, Radiasi Es 28 hitungan beruntun dilancarkan.
Efek penumpukan ini, pakai pantat mikir pun tahu seberapa mengerikannya.
Elemen api biasa menghadapi serangan seperti ini pasti sudah tersapu bersih bagai daun dihempas angin musim gugur. Tapi para Jenderal Api ini benar-benar menakutkan—saat bersentuhan dengan Radiasi Es, tubuh mereka justru memancarkan Perisai Api Dewa untuk menghalangi!
Belum pernah terdengar!
Namun Radiasi Es 28 hitungan memang luar biasa—separuh langsung hancur saat itu juga. Tapi delapan Jenderal Api tersisa masih mendekati Alexis dengan garang.
Jika sampai jarak dekat, celaka! Jika sampai kalah begini, Alexis pasti akan dipakukan di Tiang Aib sejarah Putri Duyung, jadi Raja Merfolk yang tumbang tercepat.
Sebenarnya saat melepaskan Radiasi Es, Alexis sudah mempersiapkan sihir berikutnya.
Pembekuan Kutub!
Jenderal Api yang melesat mendekati Raja Duyung untuk menyerang tiba-tiba membeku menjadi patung es. Bahkan udara di sekitar Alexis sebagai poros ikut membeku.
Serentak Tusukan Gletser langsung menyasar Athena.
Cring cring cring...
“Sekeliling Dinding Api menghalangi tusukan gletser.”
Alexis mengeluarkan pekikan, tirai air menyapu ke atas menghalau mantra terlarang yang sudah mulai melemah.
Hening...
Aya memandang Alexis dengan penuh minat, sementara Raja Duyung tetap tenang - ketenangan yang sesungguhnya adalah kehati-hatian.
Di benak semua orang muncul pemikiran yang sama: gadis ini mungkin benar-benar memiliki hubungan darah dengan Pangeran Kaisar... Apakah semua yang bermarga Alexander memang sebegitu mengerikan?
“Penggunaan magimu cukup baik.” Suara kekanak-kanakan Aya terdengar.
Alexis merasa antara ingin tertawa dan menangis, dipuji oleh anak kecil... Tapi melihat ekspresi Athena, sepertinya mendapat pujian darinya adalah hal yang terhormat.
Sebenarnya memang begitu, hanya saja Aya belum menjadi Putri Surga Phoenix dewasa. Jika sudah, Alexis pasti bukan lawannya. Tapi sekarang...
Di panggung duel tetangga, Roradman sedang menantang Nagaraja dari Empat Raja Silei - Sang Garuda.
Pertarungan mereka juga sengit. Roradman sungguh genius dari Suku Hiu. Meski sehari-hari bercanda, kemampuan timnya melebihi Prometheus. Hanya sikap santainya yang membuat orang meremehkannya.
Tapi Suku Hiu yang biasanya santai, tidak berarti sama saat bertarung. Sebaliknya, Suku Hiu adalah yang paling ganas dalam pertempuran. Begitu memasuki kondisi gila, pertarungan mereka dipadu dengan insting tubuh, sama sekali tidak peduli citra. Mengalahkan lawan adalah satu-satunya pemikiran.
Mungkin banyak yang tidak takut mati, tapi yang bisa mengabaikan rasa sakit dan nyawa seperti Suku Hiu saat bertarung tidaklah banyak. Roradman sama sekali tidak peduli menukar satu lengannya dengan kaki lawan, atau menukar kepalanya sendiri dengan kepala lawan. Yang penting mereka bisa mengalahkan musuh, hidup atau mati diri sendiri tidak relevan.
Raja Garuda Naga yang terkenal kejam pun langsung kelihatan kerdil menghadapi serangan gila Roradman. Dia datang untuk mencari nama, bukan mempertaruhkan nasibnya.
Dalam pertarungan beginilah - begitu semangat sedikit melemah, situasi langsung berubah.
Ini membuat Xiusdimann Sang Raja Hiu yang menyaksikan dari bawah sangat puas. Inilah anaknya yang sejati!
Para prajurit Suku Hiu bersorak gila untuk Pangeran mereka. Melawan bangsa Hiu, meski kemampuan tim lebih unggul, jangan pernah lengah. Terutama jangan sampai semangat kalah.
Kini Naga harus membayar mahal.
Di lapangan lain, Alexis Sang Raja Duyung juga sudah kehilangan kewibawaannya. Aya pun mengencangkan rahang, kekuatan lawan membuatnya tak bisa lagi bermain-main.
Keduanya menunjukkan kepada orang Maya apa itu ahli sihir!
Sihir air di tangan Alexis laksana karya seni yang indah, rumit namun tak terputus, tiada habisnya.
Sementara Athena menafsirkan ulang definisi sihir api - dunia api yang serba bisa!
Para penyihir yang mengira pertarungan akan mudah baru menyadari betapa sialnya mereka. Tenaga menyusu pun dikerahkan untuk bertahan. Ledakan sihir dari kedua pihak mengubah bumi dan langit, sementara pendukung kedua kubu seperti menyulut mesiu - teriakan mereka menggema sekuat dentuman mantra.
Keriuhan di arena ini langsung menenggelamkan duel Roradman dan Naga di sisi lain.
Di saat yang sama, pertempuran pun pecah di Lapangan 3 yang berbentuk segitiga.
Sebuah pertandingan yang seharusnya tanpa ketegangan.
Jian Sheng Lucio dari Kekaisaran Ottoman menghadapi Pinto si pemain tak dikenal dari klan laut.
Namun mirip dengan pertarungan Alexis vs Athena di Lapangan 1, duel yang diprediksi satu arah ini justru memercikkan kejutan!
Pemuda tak dikenal dari klan Taote ini tiba-tiba melepaskan energi tempur yang tak terbayangkan. Bukan cuma manusia yang terpana, bahkan bangsa laut pun terdiam kaku - tak pernah ada kabar tentang sosok segini kuat.
Jika ditanya tentang ahli di klan Taote, bahkan mereka sendiri akan berpikir lama, lalu menyadari bahwa tak ada catatan tentangnya. Namun tiba-tiba muncul ahli sehebat ini.
Energi emas Lucio terus bergerak tak menentu. Ekspresi Jian Sheng sangat serius, matanya tak lepas membayangi lawan. Serangan pedang dahsyat sebelumnya ternyata sama sekali tidak melukai lawan.
Pinto dari klan Taote terus menerus menyeringai sambil memandangi Lucio. Di tangannya ada palu besar dengan material misterius. Apapun itu, benda yang bisa menahan pedang Lucio pasti bukan barang sembarangan.
Di babak final jangan terlalu mengandalkan keberuntungan. Peserta tak terkenal justru mungkin lebih berbahaya. Di Maya yang luas ini, berbagai orang aneh dengan kemampuan khusus pasti ada. Reputasi tidak mewakili segalanya.
Sebagai Raja Laut, Alexis tentu tak boleh diremehkan. Ini bukan hanya tentang dirinya sendiri, tapi menyangkut martabat seluruh bangsa putri duyung. Siapapun lawannya, harus diberi pelajaran!
Tongkat sihir berpendar.
Elemen air yang tak masuk akal mulai aktif bergerak di tubuh Alexis. Aura panggilan magis yang kuat memenuhi stadion. Laut di kejauhan seolah merespons, permukaannya yang tenang tiba-tiba bergelombang dahsyat.
Suasana mulai terasa tidak beres.
Ekspresi acuh Aya mulai berubah serius. Meski ahli sihir api murni, prinsip dasar sihir tetap sama. Sihir yang ditunjukkan lawan jelas bukan sihir biasa.
Yang tak terduga, Raja Merfolk yang tampan itu tiba-tiba mulai menyanyi! Belum pernah terjadi sebelumnya!
Jangan dikira suara ini benar-benar memiliki kekuatan magis yang aneh, tapi sebelumnya hanya mendengar wanita dari klan putri duyung yang mahir bernyanyi, kapan lelaki juga mulai bernyanyi?
Fluktuasi musiknya sangat aneh, elemen air tidak lagi terdorong secara pasif melainkan merespons secara aktif, terutama dengan mengandalkan lautan yang kaya elemen air tak terbatas.
Aya mulai melambai-lambaikan tongkat sihir kecilnya, mulutnya juga komat-kamit mengucapkan mantra meski suaranya sangat pelan. Elemen api dan air yang sejak awal sudah berbeda jelas, semakin terpisah ketika digerakkan.
Rambut Aya pun mulai menari-nari, seluruh penampilannya berubah total, kesan kekanakan yang sebelumnya tak tersembunyikan lenyap seketika.
Elemen api lebih aktif daripada elemen air, seolah Aya sendiri adalah personifikasi api. Tidak hanya itu, fluktuasi elemen api yang intens terasa di udara. Dua Raja Elemental Api muncul dengan mahkota merah menyala yang berkilauan, satu di kiri dan satu di kanan mengiringi Aya, tunduk pada Putri Surga Phoenix.
Kali ini semua orang terpana. Ternyata legenda itu nyata, ada makhluk yang bisa langsung memanggil entitas seperti Raja Peri! Sebelumnya dikira hanya hiperbola!
Sebenarnya hanya orang seperti Kasparov yang memenuhi kualifikasi minim. Kalau tidak, Aya benar-benar bisa membuka kelas persiapan magister sihir.
Ritual pemanggilan di depan umum ini langsung membuat para magister sihir terdiam.
Roh elemen ternyata mematuhi perintah Putri Athena.
Benar-benar menunjukkan kalau adik takkan jauh dari kakaknya, pertunjukan yang layak ditunggu!
Tidak tahu apakah keduanya memperhatikan, situasi mulai tidak terkendali.
Perbedaan antara ahli sihir dan prajurit terletak pada kemampuan ahli sihir untuk memanfaatkan kekuatan alam melalui tubuh mereka sendiri - kekuatan yang dahsyat namun mudah lepas kendali...
