Kota Emas, yang dulunya pusat kekuasaan paling bergengsi klan laut, kini diliputi suasana kehancuran. Rakyat dan tentara di kota telah kehilangan kepercayaan diri. Ini adalah pertempuran yang sama sekali tidak seimbang.
“Tujuh belas tetua paling berwenang Dewan Tetua sudah hadir. Sekarang Dewan Tetua telah mencapai momen kritis hidup dan mati, saat ini menyalahkan siapa yang bertanggung jawab sudah tidak relevan lagi.”
“Untuk situasi di depan mata, apakah para pakar masih punya cara untuk memecahkan masalah?”
Aula besar sunyi senyap. Menurut kecepatan serangan berbagai pasukan, paling-paling mereka bisa bertahan dua hari lagi.
Melihat keheningan mereka, Tetua Kedua tak tahan berteriak marah: “Bajingan Kaisar ini terlalu kejam! Bahkan ingin membasmi sampai ke akar-akarnya! Utusan perdamaian yang kita kirim tidak ada yang kembali!”
Tetua Senior menggelengkan kepala, “Kalian semua salah. Aku juga salah. Yang benar-benar menakutkan bukan Kaisar, tapi si gadis kecil Yisha Beier itu. Semua ini ulahnya. Orang yang kau kirim pasti sudah dibunuh anak buahnya.”
Para tetua terkejut, “Apakah Kaisar hanya boneka?”
“Haha, pahlawan muncul dari kalangan muda!” Tetua Senior menggelengkan kepala, “Kaisar bukan boneka. Kemampuan bajingan ini merayu wanita mungkin lebih hebat dari keahliannya sebagai petarung terbaik Maya. Sudah lama curiga ada yang tidak beres dengan Keluarga Carol, ternyata selama ini dia yang mengendalikan. Kalau bukan karena si gadis Yisha ini, paling-paling Kaisar cuma ahli biasa. Sendirian tidak akan berarti apa-apa. Dengan karakter wanita itu, mana mungkin memberi kita kesempatan? Membunuh utusan - itu bukan gaya si bajingan Kaisar.”
Mereka masih tak percaya. Biang keladi penggulingan Dewan Tetua yang bergengsi ini... seorang wanita?!
Ini membuat mereka agak sulit menerima!
"Hehe, belum tentu kematian Santo juga ada hubungannya dengan si gadis kecil ini, haha, benar-benar membuatku kagum. Kalian semua juga sudah bergengsi selama setengah hidup, bahkan jika harus mati, matilah dengan gemilang. Biarkan orang-orang di luar ikut menjadi korban bersama."
Mendengar itu, semua yang hadir adalah orang-orang kejam tak berperikemanusiaan. Kejam pada orang lain, tak kalah pada diri sendiri. Karena ini sudah situasi buntu, lebih baik tarik lebih banyak 'bantal penyangga'. Bagaimanapun juga, kejayaan sudah pernah diraih.
Tetua senior memutar stik game di tangannya perlahan-lahan. Aula besar bergemuruh, sebuah lingkaran sihir perlahan muncul. Belum sempat terbentuk sempurna, kekuatan magis yang dahsyat sudah bergulung-gulung datang.
"Tak kusangka benar-benar ada hari dimana lingkaran sihir ini digunakan. Ini adalah formasi kendali. Tunggu satu hari lagi, saat mereka semua masuk, seluruh Kota Emas dan kejayaannya yang dulu akan menjadi sejarah. Tentu saja aku akan menggunakan banyak darah untuk mengakhiri ini."
Kecuali Tetua Kedua dan Ketiga, yang lain memandang formasi ini dengan bingung. Apakah dengan formasi ini saja bisa mengaktifkan kekuatan yang mampu memutar balik bumi?
Menjilat lidahnya, suara Tetua Kedua terdengar parau. "Tetua senior, benarkah kita harus mengaktifkannya? Ini mungkin menimbulkan konsekuensi yang tak terbayangkan. Jika gagal, bisa mengubah arus laut, bahkan menyebabkan perubahan lempeng tektonik. Lalu klan laut kita..."
"Tetua Kedua, ada kehidupan pasti ada kematian. Tanpa Dewan Tetua, klan laut tak perlu masa depan samar. Mereka harus mengingat pelajaran berdarah ini."
Tetua senior masih tenang, tersenyum dan berkata: "Formasi ini sangat terkenal, bukan milik klan laut kita. Mungkin lokasi Kota Emas kita dulunya bukan lautan. Saat ditemukan oleh penemu kita, formasi ini sudah rusak tak lengkap. Tapi dia merasakan kekuatan mematikan yang terkandung di dalamnya. Setelah diperbaiki selama lima generasi, Formasi Pemusnah ini akhirnya selesai. Yang ada di bawah kaki kalian adalah kuncinya. Mantra pengaktifan dikuasai oleh tiga tetua dari setiap generasi, sedangkan kuncinya ada di tanganku."
"Tetua, seberapa kuat formasi ini?"
"Haha, aku juga tidak tahu. Tapi cukup untuk meledakkan seluruh wilayah perairan emas menjadi area terlarang mematikan. Jadi mari kita tunggu dengan tenang mereka masuk, bersama-sama menantikan momen indah itu."
Usai berbicara, tetua senior perlahan menutup matanya dan masuk ke meditasi. Para tetua lainnya saling bertukar pandang penuh tanya, tak bisa memikirkan ide lain. Tapi tidak semua ingin mati. Lebih baik hidup susah daripada mati terhormat. Bahkan kabur diam-diam dan hidup dengan nama samaran pun masih lebih baik, terutama beberapa tetua yang relatif lebih muda. Mereka tidak rela mati di sini.
Dua tetua perlahan berdiri, tiba-tiba berlari ke pintu. Tapi sebelum sampai, tubuh bagian atas dan bawah mereka sudah terpisah. Keduanya satu berlevel Saint Domain, satunya lagi level Jian Sheng.
Tetua senior memicingkan matanya, "Kita semua sudah kenal lama. Siapa yang mau memulai perjalanan terakhir, pasti akan kubantu."
Ini pertama kalinya mereka menyaksikan Tetua senior bertindak. Untuk menjadi tetua, kemampuan individu pasti tidak lemah, apalagi sebagai pemain inti dewan. Tapi tak seorang pun yang benar-benar memahami apa yang terjadi tadi.
Tetua kedua dan ketiga tahu betul, level kemampuan Tetua senior sudah mencapai Dimensi Dewa. Hanya saja, dengan statusnya, beliau meremehkan turnamen duel nomor satu di dunia. Jika benar-benar ikut, masuk lima besar pasti bukan masalah.
Tapi perkembangan situasi sekarang sudah bukan sekadar urusan kemampuan individu. Aula besar tercekam dalam keheningan. Waktu terus menguras perlahan. Tetua senior terlihat seperti tertidur pulas.
Entah berapa lama kemudian, tiba-tiba mata Tetua senior terbuka lebar menatap pintu masuk. "Kalau sudah datang, mengapa berdiri di luar?"
Para tetua lainnya serentak bangkit. Pandangan tajam mereka menancap di ambang pintu. Tiga bayangan manusia muncul dari kegelapan.
Kaisar, Zhebie, dan Debo.
Sorot mata Tetua senior menyapu sekilas di sekitar Kaisar, lalu perlahan berhenti di tubuh Debo. "Si Paus tua, lama tak berjumpa."
"Hmm, sudah puluhan tahun. Tahun-tahun ini kau benar-benar berkembang pesat."
Para tetua tergetar memandangi pria tua hampir sekarat di ambang pintu. Beberapa di antara mereka masih ingat - ini hanyalah budak rumah yang melayani Nona Yisha Beier, sampah tua tak berarti. Tapi ternyata mengenal Tetua senior!
"Kematiannya... pasti ada andilmu di situ?"
Pandangan Debo redup. Ia menghela napas. "Kita semua sudah tua. Saatnya lengser. Lepaskanlah."
"Lepaskan, haha, lepaskan. Semua yang harus kudapat sudah kumiliki. Bukan lagi soal melepaskan. Kau pernah jadi kandidat Tetua Senior, pasti tahu Ritual Penghancuran. Jika tak mengalahkan semua orang di sini, kalian akan ikut binasa."
Tetua Senior berbicara dengan enteng. Pandangannya kini tertuju pada Kaisar. Sorot mata keduanya saling beradu bagai tabrakan sengit. Di level Tetua Senior, tak lagi terlihat gejolak pikiran. Mungkin bahkan dirinya sendiri sudah kehilangan "feel" itu.
Tapi menyerah bukanlah pilihan. Apa urusannya dengan masa depan klan laut? Teman-teman lamanya sudah mati berguguran. Hidup sendirian memang tak lagi bermakna.
