Kaisar dan Ottoman tak tahu bagaimana Paus mencapai kompromi dengan Penguasa Abadi. Tapi mereka percaya - bahkan sekalipun tidak, mereka tetap akan pergi. Ini bisa disebut tantangan pertama ahli tingkat puncak manusia terhadap Penguasa Abadi. Tak diragukan lagi, Paus memiliki kualifikasi. Tapi peluang menangnya sangat tipis.
“Paus berdiri di tepi Gurun Kematian, mengenakan jubah putih, memandangi hamparan pasir maut tak berujung. Tak ada ekspresi di wajahnya. Takdir tak bisa ditolak. Dulu ia pernah ingin mengacaukan, membuat takdir menyimpang, sayangnya tetap tak berdaya. Yang bisa dilakukan hanya tunduk. Maka hari ini ia datang, untuk pertarungan melawan Visanderu. Kesempatannya tipis, tapi Penguasa Abadi yang disegel Bab Naga Hijau sedang berada di titik terlemah kekuatannya.”
“Peluang seperti ini tak ingin ia lepaskan. Tentu ia ingin bersekutu dengan Kaisar Ottoman, tapi tak bisa. Ramalannya menunjukkan jika bertiga menyerang bersama, semua akan mati di sana. Tapi jika sendirian, hanya satu nyawa yang melayang... Namun terkadang, meski tahu akhir permainan, kita tetap harus melanjutkan. Hanya saja, akhir ini akan menjadi awal bagi yang lain.”
“Suara tembus udara bergema. Kaisar dan Ottoman mendarat bersamaan. Mereka saling memandang tanpa bicara. Ottoman yang telah mengalami penyiksaan ala terlihat lebih matang. Matanya menyala dengan semangat bertarung terhadap Kaisar. Tapi sebagai Raja Ottoman, ia juga tak ingin bertarung dalam kondisi ini. Pertarungan sengit mereka pasti akan menentukan Raja Maya! Para iblis dan arwah sialan itu cepat atau lambat akan binasa!”
“Yang Mulia Paus, cukup omongan kosong. Mari kita pergi!”
“Haha, Pangeran Ottoman masih sama impulsifnya. Tak masalah. Hanya satu prinsip: Saat pertarungan berlangsung, kalian tak boleh menyerang! Apapun hasilnya, begitu pertarungan usai kalian harus segera pergi!”
"Dua gulungan terbang menuju Kaisar dan Ottoman."
"Ini adalah gulungan perpindahan ruang yang kubuat, sangat sederhana. Kurasa permintaan kecil ini akan kalian setujui."
Kaisar dan Ottoman saling memandang, lalu mengangguk. Ini juga kesempatan bagus untuk mengamati kekuatan Visanderu secara langsung, sekaligus mungkin memantau kemampuan pasukan arwah. Meski mengalahkan mereka terdengar berlebihan, tapi dengan kemampuan mereka, jika ingin pergi, mungkin Penguasa Abadi pun tak bisa menghalangi.
"Hehe, Penguasa Abadi yang disegel oleh Bab Naga Hijau hanya bisa menggunakan tujuh puluh persen kekuatannya. Jangan tertipu."
Begitu kata-katanya selesai, tubuh Paus telah berpindah ratusan meter. Kaisar dan Ottoman segera mengembangkan qi tempur dan menyusul dengan kecepatan tinggi. Berbeda dengan langkah tergesa mereka, Paus berjalan bak berjalan-jalan di taman, tapi setiap langkahnya meliputi ruang yang sangat luas - ini kemampuan yang lebih tinggi dari Langkah Menciut. Kekuatan dalam tubuh tua itu sama sekali tak boleh diremehkan.
Qi ketiganya bergerak lurus mendekati pusat Gurun Kematian.
Sementara itu di kastil Penguasa Abadi, sang penguasa duduk di takhta tinggi. Di bawahnya berjejer para arwah - jelas hanya pejabat tinggi arwah yang bisa masuk aula besar ini. Kekuatan kematian yang memenuhi aula membuat bulu kuduk berdiri.
Di sisi kiri Yang Mulia duduk Shakespeare, sementara yang lain berdiri di bawah anak tangga. Saki dan kawan-kawan sudah menahan diri lama, selama beberapa hari ini dilarang bertanya atau bicara, bahkan makanan pun tak disediakan. Untungnya mereka membawa bekal sendiri, kalau tidak, mati kelaparan di sini pasti jadi bahan lelucon.
Sayangnya semua keluhan harus ditelan mentah-mentah. Dengan karakter pribadi Penguasa Abadi, pasti tak segan menghabisi mereka tanpa alasan.
"Hari ini ada kabar penting. Karena Bab Naga Hijau, Aku belum bisa meninggalkan Gurun Kematian. Tapi rencana penyatuan benua oleh ras abadi tak boleh tertunda lagi! Dia, Shakespeare, keturunan sekutu terkuatku Aruira, akan memimpin lima legiun besar menggantikanku. Taatilah perintahnya!"
Dalam sistem Penguasa Abadi, tak ada ruang untuk pendapat atau pertanyaan balik. Hanya tiga prinsip: patuh, patuh, dan patuh!
Para arwah serentak menyahut. Tak hanya Saki yang terkejut, Shakespeare sendiri tak menyangka tiba-tiba diangkat menjadi komandan pasukan arwah. Api kecemburuan Smack nyaris meledak dari matanya. Tuhan! Lima legiun besar! Lihatlah arwah-arwah perkasa di aula ini. Lima legiun arwah yang mengerikan itu kini harus tunduk pada komando Shakespeare si banci! Mengapa sesama orang Deville perlakuan bisa berbeda jauh?
Dan di mata Lolodessali terpancar cahaya sukacita. Dari berbagai pertimbangan, ia berharap adik laki-lakinya bisa menjadi Raja Devir yang sejati. Apapun perasaannya, bagaimanapun juga pria itu adalah orang terdekatnya di dunia ini.
Lima arwah berjubah hitam yang berdiri paling depan melangkah keluar. Di tempat ini, hanya lima komandan legiun arwah yang berhak mengenakan jubah ini. Jubah ini bukan jubah biasa, melainkan artefak suci yang diberikan oleh Penguasa Abadi, harta karun serupa Sumber Kegelapan.
Arwah yang membawa Shakespeare dan rombongan maju ke depan. Seorang ksatria tampan nan sempurna, namun tak bisa dikenali asal sukunya. "Komandan Legiun Ksatria Arwah Abadi, Sevantster."
Yang kedua yang maju adalah kerangka berwarna emas. Seluruh tubuhnya keemasan, dengan mahkota kecil emas di kepala. Tidak kikuk seperti pasukan kerangka biasa, malah terlihat lebih lincah. "Komandan Legiun Kerangka, Messiah."
Yang ketiga maju... atau lebih tepatnya melayang keluar. "Komandan Legiun Hantu, Minghen."
Yang keempat, tubuh di bawah jubahnya terlihat tidak simetris dengan tonjolan aneh. Inilah komandan Legiun Bentuk Aneh yang legendaris, Saxon.
Sedangkan yang kelima, sekaligus pemimpin pasukan arwah terbesar dan paling beragam, komandan Legiun Abadi yang menguasai pasukan arwah kacau-balau, Muji.
Saat lima legiun bersama Jenderal Arwah di belakang mereka memberi hormat dengan berlutut satu lutut kepada Shakespeare, mata Smark hampir melotot keluar, ingin sekali menggigit Shakespeare sampai mati.
Jika dia bisa menggantikan posisi Shakespeare, menjadi Raja Deville pun akan menjadi hal yang wajar, sialan Shakespeare, hanya karena darah termulia bisa dapat keberuntungan sebaik ini.
Rasa cemburunya mulai mengembang tak terkendali, mungkin di luar dia masih bisa tenang, tapi terpengaruh qi arwah, keserakahan dan kebengisannya semakin sulit dikendalikan. Untung Saki juga bukan orang biasa, langsung menekan anaknya. Buat masalah di sini sama saja dengan mencari mati, semua harus dibicarakan setelah keluar dari sini.
Dengan satu kalimat dari Penguasa Abadi, status Shakespeare langsung berubah meski Shakespeare sendiri masih bingung.
Saat itu Visanderu berdiri, "Ada tamu datang, ikutlah keluar bersamaku."
