Pertemuan utamanya adalah untuk mengalokasikan tugas pasukan. Manusia dan klan laut tentu tidak bisa sembarangan melesat nekat seperti arwah. Meski keberanian dalam bertempur didorong, ini bukan berarti menganjurkan menghadapi maut.
Legiun Raksasa ditambah Orang Kerdil Pegunungan dan Legiun Paus akan menghadapi ujian terberat. Mereka harus bertahan menghadapi hempasan pertama Ksatria Arwah. Sementara kelompok magi Cagliari dan Legiun Penyihir Putri Duyung ditempatkan di sayap dekat medan perang untuk melancarkan serangan sihir ke arwah. Legiun penyihir sebesar ini memang hanya satu-satunya di dunia. Pasukan pelopor terdiri dari Pasukan Ksatria Naga, Pasukan Ksatria Bulan Suci, Legiun Naga Laut, dan Legiun Hiu. Sementara suku Doth, She'ou, ubur-ubur, Feishi, serta pasukan lain Cagliari berperan sebagai tulang punggung sejati perang, bertanggung jawab menghadapi fase stagnan setelah pasukan arwah terjebak.
Begitu arwah diperlambat, kekuatan mematikan suku Doth dan ubur-ubur baru bisa muncul. Jika kedua klan ini langsung menghadapi hempasan Ksatria Abadi, korban akan berjatuhan sebelum sempat menyerang. Tapi begitu gelombang serangan ksatria lewat, kemampuan menyerang luar biasa kedua klan ini bisa dimaksimalkan.
Tanpa memandang urutan, ini tetap merupakan pertarungan paling kejam.
Malam yang sangat sunyi, ketenangan sebelum perang besar. Prajurit klan laut dan manusia sama-sama memulihkan stamina mereka. Tak ada yang tahu seperti apa pertempuran besok, tapi pasti sangat kejam. Mungkin banyak yang tak akan pulang hidup-hidup. Tapi mereka semua harus berperang.
Kaisar berbaring sendirian di tanah lapang depan formasi, menatap langit. Setiap kali seperti ini, pikirannya selalu berkecamuk. Mungkin ini bukti dia masih manusia. Meski ada semangat berapi-api, dia bukan lagi anak polos dulu. Kemenangan atau kekalahan dalam perang ini menentukan nasib individu, keluarga, dan orang-orang yang harus dia lindungi.
Seolah rumput kecil pun merasakan aura pertempuran, bergemetar dalam angin dingin. Tanah terasa menekan, tak lagi lembut dan kokoh seperti biasa. Bulan Suci tetap bersinar hangat, menyaksikan berbagai peristiwa di Maya, tapi hanya bisa diam memandang.
Menatap Bulan Suci, Kaisar merasa hatinya tenang. Langkah kaki terdengar di telinganya, ringan dan lincah, diiringi aroma harum yang familiar.
Bukan Elina, bukan Yisha, melainkan Clarisse. Mereka beranggapan Putri Clara-lah yang paling bisa membuat Kaisar rileks saat seperti ini. Kehadirannya bisa melupakan segalanya. Dia bagai peri yang bukan dari dunia manusia, mampu memberi kekuatan pada lelaki.
Kaisar merasa hidungnya agak gatal, sehelai daun rumput kecil yang malang terjepit di ujung jari halus Clarisse. Diterangi cahaya bulan, kecantikan Clarisse seolah melebihi dunia fana. Kaisar terus memandangnya sampai akhirnya terpana.
Kecantikan Clarisse mampu membuatnya melupakan kekhawatiran, melupakan formasi besar besok. Saraf yang kaku itu langsung mengendur.
Mereka terus saling memandang tanpa berbicara. Daun rumput itu pun tergelincir dari tangan Clarisse. Mungkin ia juga merasa mendapat berkah, toh bisa terpilih oleh Clarisse adalah hal yang langka.
Clarisse dan Kaisar berbaring berdampingan, tak lama kemudian Clarisse pun bersandar di pelukan Kaisar. Cuaca agak dingin, tapi bagi Putri Clara yang memiliki sepuluh kemampuan terbaik Maya tentu ini bukan masalah internal. Hanya saja dia merasa agak kedinginan, sementara kehangatan tubuhnya membuat Kaisar penuh kepercayaan diri berpuluh tahun. Melihat gadis polos nan sempurna ini, setiap lelaki pasti akan dipenuhi ambisi untuk melindungi - Kaisar pun tak terkecuali.
Gerakan mesra seperti ini... Tentu tak ada yang melihat, dan bahkan jika ada yang melihat, mungkin tak ada yang peduli. Hubungan cinta segitiga antara Putri Alena, Putri Clara, dan Yang Mulia Kaisar bukanlah hal baru. Baik manusia maupun klan laut sudah sangat familiar, hanya saja tak ada yang berani mengatakannya terang-terangan. Bahkan hubungan antara Nona Yisha Beier, Nona Yang Jingyi dengan Yang Mulia Kaisar juga sulit dipastikan. Di belakang mereka semua mewakili kekuatan yang sangat besar. Jika benar-benar bisa mengalahkan arwah, dan jika saat itu Kaisar masih hidup, maka selama dia hidup takkan ada yang berani melawannya di dunia Maya. Hal-hal yang dulu tak terbayangkan, kini sepertinya akan menjadi kenyataan. Meskipun masih ada rintangan besar yang terlihat mustahil dilewati, bahkan jika dia benar-benar mencapai puncak tertinggi, bukan berarti bisa mengabaikan pendapat orang lain.
Dalam pandangan Alexis dan Ratu Christina, Clara pasti akan menjadi salah satu istri Kaisar. Hanya saja posisi utama sudah diberikan kepada Alena. Mereka yang sudah menerima sampai tahap ini sebenarnya sudah merupakan pengorbanan terbesar. Jika Kaisar berani menyakiti Clara, klan putri duyung akan bertarung habis-habisan meski harus binasa. Tentu Kaisar bukan takut akan hal ini, tapi dia tak bisa meninggalkan Clara, dan juga tak mungkin berperang melawan klan putri duyung. Pada akhirnya, dia bukanlah tipe orang kejam tak berperikemanusiaan seperti beberapa bangsawan lainnya. Apa yang bisa dilakukan orang lain, tak bisa dia lakukan.
Clara masih bisa dipastikan, Elina seharusnya juga tidak ada masalah besar. Kaisar bukan orang bodoh, belakangan ini sudah melihat sedikit petunjuk. Tapi bagaimana dengan Yisha?
Tiba-tiba bibirnya basah, otak kosong... Ya Tuhan, si gadis Clara ini benar-benar berani melampaui batas!
Clara sudah sangat familiar dengan Kaisar. Begitu melihat Kaisar mengerutkan alis, langsung tahu dia sedang memikirkan masalah internal lagi. Ini kelemahan lama Kaisar yang plin-plan. Terkadang perlu diberikan sedikit stimulan.
Ciuman mereka berlangsung lama. Di bawah sinar bulan, Kaisar berbaring telentang sementara Clara bersandar di tubuhnya. Seandainya ada pelukis, pasti bisa menciptakan karya abadi: Raja Kaisar dan Putri Clara.
Setelah beberapa saat, mereka berganti posisi. Clara yang tadi berani, kini pipinya memerah padam, detak jantungnya berdegup kencang, dada naik turun tak henti. Kaisar tertegun melihatnya. Meski bukan pertama kali melihat, setiap gerakan Clara tetap mempesona. Sungguh peri sejati. Saat peri menggoda manusia biasa, siapa yang bisa menolak?
Jadi Kaisar pun tak peduli apapun yang terjadi, mengecap-ngecap lidah mungil yang manis itu. Seolah inilah ujung dunia. Setidaknya untuk saat ini, dia bisa melupakan semua kekhawatiran.
Tak jauh dari sana, siluet Raja Alexis dan Ratu Christina sedang menjauh.
“Semua salah kamu, pasangan muda itu kan sedang mesra, buat apa ikut-ikutan, sama sekali tak punya wibawa sebagai orang tua.” Ratu Christina menggerutu.
Alexis benar-benar merasa disalahpahami, lebih parah dari Dou E, saran untuk "mengamati" sama sekali bukan ide darinya. Baru ingin membantah, melihat wajah cantik sang ratu yang puas, terpaksa ia menelan semua protes dengan berbahagia.
“Ngapain melototin? Lelaki semuanya brengsek.”
Alexis mengangguk sambil cengengesan, Ratu Christina hanya bisa menghela napas. Tapi setidaknya ia lega, level ini seharusnya bisa diterima Kaisar. Sebagai ibu, ia tak peduli urusan lain - siapa pun yang bikin putrinya sedih pasti ditentangnya.
Saat fajar merekah, pasukan klan laut dan Manusia sudah berada di posisi masing-masing. Sejak sepuluh menit lalu, getaran bumi mulai terasa. Padahal musuh masih cukup jauh, betapa besar jumlah mereka sampai bisa menciptakan efek seperti ini.
Pasukan inti berbaris rapi: Kaisar, Carasso, Rafael, Alexis, Clarisse, Elina, Kao, Bati...
Ada yang cemas ada yang bersemangat, sulit tetap tenang. Bahkan Carasso yang berpengalaman pun matanya berkilau aneh.
Saat mentari terbit, pasukan arwah muncul dalam pandangan prajurit. Terlihat pasukan kavaleri arwah tak berujung di barisan depan, disertai dengusan rendah jiwa yang berat.
Ksatria Arwah Abadi!
Kaisar melihat kenalan lamanya Shakespeare, ksatria naga emas, yang kini menjadi budak arwah. Dalam hal tekad, Shakespeare bahkan kalah dari Ottoman.
Sepanjang perjalanan ini, Shakespeare telah menyaksikan banyak pemandangan yang tak ingin dilihatnya. Ia mati rasa, bahkan merasa dirinya pun sudah mati. Namun melihat Kaisar, seolah nyawa kembali padanya.
Shakespeare mengeluarkan Kitab Suci Emas. Mengikuti kehendak tuannya, kitab itu berubah menjadi pedang raksasa emas, "Kakak perempuanku tercinta, aku akan mengalahkan Kaisar! Aku akan membuktikan diriku yang terkuat!"
Mata Shakespeare dipenuhi kegilaan, kontras mencolok dengan pasukan arwah yang muram.
Di balik mata merah darah Sefarist, kekuatan bergolak tak terkendali. Akhirnya saat yang dinanti tiba.
Pasukan ksatria abadi bagaikan tentara neraka terus berakselerasi. Mereka prajurit sejati yang tak kenal lelah, pasukan terkuat. Parit-parit dalam menghadang jalan pasukan arwah, tapi ini bukan masalah. Penyatuan penunggang dan kuda, kesamaan keinginan - kombinasi yang tak mungkin dicapai ksatria manusia. Tapi arwah bisa, karena semua terkordinasi di bawah penguasa arwah yang agung.
Inilah pasukan ksatria terhebat.
Rintangan dan jebakan terlihat kekanakan di hadapan Ksatria Arwah. Gemuruh bumi bagai ejekan mereka pada manusia.
Menggunakan clairvoyance, Yang Jingyi yang menyaksikan terlihat bermuka pucat. Jebakan yang mereka siapkan dengan matang sama sekali tidak memberi efek seperti yang diharapkan. Ini benar-benar pasukan neraka. Lihatlah baju zirah yang tebal itu. Bahkan Pasukan Ksatria Naga pun takkan sanggup bertempur sambil memikul beban seberat itu, tapi para arwah bisa. Dan kemampuan pasukan arwah ini sungguh luar biasa kuat.
