Sulit diungkapkan betapa mengerikannya kekuatan ini, tapi membuat merinding. Semua yang hadir merasakan energi misterius ini, lebih licik dari arwah, bulu kuduk berdiri.
Dewa!
Itukah tubuh manusia?
Tidak bisa diungkapkan perasaan tubuh Kasra, itu lebih monster daripada monster. Selain mengerikan hanya ada kesedihan. Kekuatan Kasra sudah tak terbendung lagi. Dengan wajah menghadap langit ia meneriakkan amarah seperti binatang buas. Aura hitam menyelimuti Kasra, dalam sekejap sudah berada di depan Mu Ji. Senjata perang Kapten Legiun Abadi menyapu bersih ke arahnya, tapi direbut oleh Kasra. Aura hitam merambat sepanjang senjata menuju Mu Ji. Mu Ji terpaksa melepaskan senjatanya sendiri. Ia merasakan krisis. Senjata perang itu pun meleleh di tangan Kasra. Aura hitam ternyata mengandung daya korosi dan hawa panas yang luar biasa.
Kedua tangan Kasra bergerak cepat membentuk gestur. Serangkaian mantra diarahkan ke senjata perang: "Pemusnahan!"
Cring, cring...
Mu Ji sudah menyadari bahaya, tapi tiba-tiba muncul barrier energi transparan hitam di depannya, belakangnya, sebelah kiri, kanan, atas, bawah!
Dirinya benar-benar terkurung! Ini adalah kekuatan yang belum pernah terdengar. Tentu Mu Ji takkan menyerah. Kekuatannya berbondong-bondong menerjang barrier persegi hitam, namun sia-sia. Bahasanya wilayah penyerap pemberian raja agung pun tak berfungsi. Dinding transparan hitam itu tak bisa dijelaskan - seperti ruang, mirip energi. Sangat misterius. Seorang ahli sehebat ini bisa dikurung dengan mudah. Saat ini Kasra terlihat sangat menakutkan, bahkan lebih mengerikan daripada arwah.
Kedua tangan Kasra tiba-tiba merapat, sangkar empat penjuru menyatu seketika. Bahkan komandan Legiun Abadi yang perkasa pun hancur lebur menjadi debu. Langkah Kasra ini mengguncang semua yang hadir.
Saat ini Kasra terlihat sangat kelihaian. Namun setelah semuanya berakhir, ekspresinya cepat tenang. Aura hitam yang menyelimuti tubuhnya perlahan mereda dan membeku di permukaan kulit seperti cairan, kembali berubah menjadi baju zirah hitam.
Romário tak tahu harus berkata apa... Baju zirah itu ternyata bukan alat pelindung, melainkan sesuatu untuk menekan kekuatannya sendiri. Tapi Romário juga mengerti mengapa Kasra harus membungkus dirinya. Selama masih memiliki pemikiran manusiawi, tentu tak ingin memamerkan tubuhnya - meski kekuatannya memang sangat misterius dan dahsyat.
Kasra yang "dengan mudah" mengalahkan Mu Ji memberi guncangan besar pada tiga komandan legiun lainnya. Serangan mereka mulai lebih berhati-hati. Kasra tak bermaksud membantu, tapi ketiga komandan itu tetap waspada. Bagi mereka, Kasra jelas berada di pihak lawan.
Di hati para arwah, Kasra telah ditetapkan sebagai monster. Entah apa yang dirasakannya tentang hal ini.
Kasra berdiri di sana dengan ekspresi biasa, namun Magister Sihir di sebelahnya terlihat dingin. Tak heran Pasukan Kavaleri Kuda-Naga Api bisa bergerak leluasa. Dengan komandan seperti ini, sulit untuk mengalami kekalahan. Entah apakah kapten di dalamnya juga monster serupa. Jika terkait dengan Osaloti, wajar Kasra menyimpan dendam.
Tak ada yang mau hidup seperti monster demi kekuatan, tapi tak semua punya hak memilih. Namun saat ini, bahkan komandan legiun arwah pun harus khawatir pada Kasra. Setidaknya ini lebih baik daripada kematian.
Di tepi Gurun Kematian, terkumpul beberapa wanita terindah Maya. Detik terus berlalu, kecemasan mereka pun semakin menjadi. Menunggu adalah penderitaan terberat. Untungnya mereka saling menghibur. Aya berkali-kali ingin menerjang ke gurun untuk membantu, tapi selalu ditahan Yisha dan Yang Jingyi. Mereka tak boleh memberi Kaisar masalah tambahan. Dalam kondisi tertentu, kehadiran orang ekstra belum tentu hal positif.
Kemampuan Aya dan Clarisse memang kuat, tapi pengalaman mereka dalam menghadapi pertarungan hidup-mati yang kejam masih minim. Apalagi melawan entitas seperti Penguasa Abadi. Sedikit kecerobohan bisa berakibat fatal.
Harus diakui, perang adalah urusan lelaki.
Ini juga tanggung jawab yang harus ditanggung kaum lelaki.
Selain pihak Cagliari, ada juga yang berasal dari Kerajaan Ottoman. Edermon pun tidak lebih baik. Jika Ottoman runtuh, dia juga akan tamat. Meskipun Siglolo telah runtuh, para bangsawannya masih hidup. Mereka masih memiliki uang dan memberikan penawaran hadiah kepada Dunia Kegelapan. Tanpa perlindungan Kerajaan Ottoman, mungkin dia tidak akan bertahan lama. Apalagi dia juga ingin mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan ambisinya. Dalam kerja sama kali ini dia berusaha keras memuluskan, namun benar-benar situasi hidup-mati yang tak terduga.
Tapi melihat gadis cantik yang tak jauh darinya, Edermon hanya bisa menggelengkan kepala. Sungguh zaman tidak berpihak. Talenta yang hidup sezaman dengan Kaisar benar-benar menderita. Terlahir di waktu yang salah. Tanpa Kaisar, ini pasti zaman keemasan para pahlawan. Tapi dengan adanya Kaisar, apa lagi yang bisa dilakukan selain mengeluh? Para wanita unggul ini selain Kaisar tak mau melirik orang lain. Sebagai lelaki, Edermon hanya bisa mengagumi.
Dia sudah tidak cemburu lagi. Sudah benar-benar mati rasa.
"Ngapain melotot? Akan kuberi pelajaran!"
"Setuju!"
"Kakak kelas, apa orang ini cemburu karena kita berdua tampan?"
"Pasti!"
Yan Zhong dan Yan Su [Parah dan Serius] bicara dengan mudah, tapi wajah mereka tidak menunjukkan candaan seperti biasa. Ini hanya reaksi refleks semata.
Para gadis cantik sudah sangat panik, saat panik dan mengkhawatirkan suasana hati tentu tidak akan baik. Seperti Karinina yang berwatak baik hanya diam-diam berdoa, Elina dkk juga tak akan merencanakan apa-apa. Tapi Lulu si gadis kecil tak terkendali ini tak peduli dengan strategi itu. Tanpa kehadiran Kakak Kaisar, dia harus membantu menjaga kakak-kakak perempuannya. Si pedas jelas tak senang dengan tatapan Edermon yang terus berpindah-pindah.
Meski ucapan Lulu bukan perintah, tapi Yisha dkk yang tak menentang berarti menyetujui. Pengawal Cagliari memang menunjukkan raut tak bersahabat. Sebenarnya tanpa bantuan mereka pun, Putri Athena dan Putri Clarisse adalah ahli 10 besar dunia. Sekelompok orang ini bahkan tak sanggup bertahan satu jurus andalan mereka.
Malangnya Edermon hanya bisa menghela napas, menengadah ke langit. Namun mentari di atas terlalu menyilaukan, terpaksa menunduk memandang tanah... Inilah akhir perjalanan seorang pahlawan.
