Cahaya matahari bersinar cerah, angin sepoi-sepoi berhembus.
Zhen Nanfang sudah bangun sangat pagi. Diam-diam berdiri di depan jendela menikmati udara pagi dan sinar matahari. Ia suka bermeditasi dengan mata tertutup seperti ini. Pada momen itu, otaknya terasa jernih dan jiwa semakin tenang.
Feng Yixi berjalan ke belakangnya: "Selatan, waktu sudah hampir habis, Tang Rui dan kawan-kawan mungkin segera tiba. Haruskah kita menelepon Manajer Yang untuk menanyakan kapan mereka berangkat dan di mana kita bertemu." Zhen Nanfang melihat jamnya yang sudah menunjukkan pukul sembilan lewat: "Lebih baik kita tunggu sampai Tang Rui dan kawan-kawan tiba dulu."
Zhen Nanfang menoleh ke belakang, menatap Feng Yixi.
Feng Yixi mengenakan setelan tangzhan sutra putih, dengan sepatu kain hitam berlapis-lapis di kakinya, ditambah kacamata berbingkai putih yang membuatnya terlihat klasik namun tetap berwibawa. Zhen Nanfang tersenyum: "Kak Feng, hari ini sangat gagah!" Feng Yixi agak canggung menjawab: "Apa biasanya aku tidak terlihat gagah?" Zhen Nanfang berkata: "Tentu saja gagah, tapi hari ini istimewa. Jangan-jangan Kak Feng tertarik pada Manajer Yang?"
Feng Yixi menepuk punggung Zhen Nanfang dengan kekuatan cukup besar sampai membuatnya mengerut kesakitan: "Awas kau!" Feng Yixi membalas: "Siapa suruh bicara sembarangan." Zhen Nanfang buru-buru menyerah: "Baiklah, aku tidak akan ngomong lagi."
Bel pintu berbunyi. Feng Yixi berkata: "Pasti Tang Rui dan kawan-kawan sudah datang." Saat pintu terbuka, terlihat Tang Rui dan Wu Liang berdiri di luar. Zhen Nanfang bertanya: "Mengapa hanya kalian berdua? Di mana Huang Yongzhong?" Tang Rui menjawab: "Dia memilih tetap di pos untuk mengawasi nona kecil di resepsionis." Zhen Nanfang mengangguk: "Baiklah, silakan duduk. Aku akan segera menghubungi Yang Jie."
“Selatan? Hmm, kita sudah berangkat, kita bertemu di pohon Bodhi nanti, menuju Distrik Wudang, ada Lembah Kelembutan di sana, sangat sunyi. Oke, sampai jumpa sebentar lagi!” Yang Jie menutup telepon setelah berkata demikian.
Zhen Nanfang berkata kepada semua orang: "Mari berangkat, kawan-kawan. Mereka akan menunggu kita di pohon Bodhi, katanya menuju Lembah Kelembutan."
Tang Rui berkata: "Lembah Kelembutan? Itu memang tempat yang bagus, pemandangan musim ini seharusnya indah." Wu Liang tertawa: "Tapi kalau pergi bersama orang yang disukai, feel-nya pasti lebih enak!" Mendengar perkataan Wu Liang, pandangan Zhen Nanfang mendung seketika. Tang Rui memukul ringan Wu Liang yang baru menyadari ucapannya salah.
Zhen Nanfang melihat gerakan ilegal mereka. Zhen Nanfang tersenyum tipis: "Tidak apa-apa, ayo pergi."
Zhen Nanfang dan Feng Yixi duduk di baris belakang. Mata Zhen Nanfang menatap keras ke luar jendela. Dia memang kembali teringat Xiao Hui. Sudah beberapa hari, tapi belum ada kabar sama sekali dari Xiao Hui, dan teleponnya juga tidak pernah tersambung lagi.
Sampai di pohon Bodhi, mereka melihat dua mobil sedan terparkir di pinggir jalan raya. Ferrari berwarna merah di belakang tentu familiar bagi Zhen Nanfang. Dia menyuruh Tang Rui menyetir mobil mendekati Ferrari sambil menurunkan kaca jendela. Yang Jie juga membuka kacanya: "Kalian cepat sekali datangnya!" Zhen Nanfang tertawa: "Sudah lama menunggu?"
Yang Jie berkata: "Kami juga baru sampai. Mau naik mobilku?" Zhen Nanfang menjawab: "Tidak perlu, kami ikut saja di belakang." Yang Jie tersenyum: "Baiklah kalau begitu."
Satu jam kemudian, tiga mobil tiba di Lembah Kelembutan.
Yang Jie mempersiapkan segala kebutuhan barbekyu dengan lengkap: peralatan, bumbu, daging dan sayuran yang cukup, bahkan belasan bangku plastik kecil.
Turun dari mobil, Lisa yang dingin itu langsung mahir mengatur semuanya. Harus diakui, Lisa adalah wanita yang sangat cakap. Tak lama kemudian semuanya tertata rapi. Zhen Nanfang memperhatikan setiap gerak-geriknya dengan diam. Yang Jie mendekati Zhen Nanfang dan berbisik: "Lisa ini wanita kompeten. Menjadi asistenku agak tidak adil baginya."
Zhen Nanfang berkata datar: "Anda sepenuhnya mampu memberinya pekerjaan yang lebih sesuai." Yang Jie tersenyum kecut sambil menggelengkan kepala: "Ayah bilang, dia harus jadi asistenku. Meski tak dijelaskan alasannya, kupikir pasti ada pemikiran tersendiri dari Ayah."
Tak jauh dari sana, Feng Yixi, Yan Feng, Tang Rui dan Wu Liang sedang asyik membahas sesuatu. Sesekali terdengar suara tawa lepas mereka yang memuaskan. Yang Jie mengangkat dagunya ke arah Yan Feng: "Lao Yan memang selalu begitu. Bicara soal bela diri tak ada habisnya. Sekarang senangnya ada Tuan Feng yang menemani sampai mati rasa girang."
Zhen Nanfang berkata: "Kakak Feng juga pencinta bela diri. Barusan di mobil dia bilang, nanti cari kesempatan untuk latihan sparring dengan Direktur Yan." Yang Jie tertawa: "Bagus, kita bisa nonton pertunjukan menarik. Menurutmu siapa yang lebih jago?" Zhen Nanfang menggelengkan kepala: "Aku tidak tahu, soal ilmu bela diri aku orang awam." Yang Jie berkata: "Ngomong-ngomong, nanti Kakak Jiang Yan juga akan datang."
Zhen Nanfang terkejut: "Ah? Kapan dia datang ke ibu kota provinsi?"
Yang Jie menjawab: "Masih dalam perjalanan, tapi mungkin sudah lewat gerbang tol, sebentar lagi turun dari tol." Zhen Nanfang tersenyum: "Jangan-jangan dia sengaja datang untuk main?" Yang Jie tertawa: "Dia sengaja datang menagih utangmu. Katanya, adik laki-lakinya ini sudah melupakannya sampai hilang dari radar?" Zhen Nanfang pasrah mengangkat bahu: "Kamu juga tahu, aku benar-benar tidak punya waktu. Hari ini saja harus menyempatkan diri."
Yang Jie berkata: "Aku tahu, tapi Kak Jiang tidak tahu!"
Tiba-tiba Lisa bersuara: "Sudah siap! Kalau mau makan, panggang sendiri ya!"
Wu Liang berkata: "Nanti saja, masih pagi. Karena sudah datang ke sini, otomatis harus jalan-jalan dulu. Jangan sia-siakan anugerah alam ini!" Zhen Nanfang menambahkan: "Benar. Pegunungan hijau, aliran jernih, angin sepoi-sepoi dan mentari cerah. Kita memang harus menjelajahi pemandangan cantik ini."
Semua orang mulai bersemangat, hanya Lisa yang berkata datar: "Kalian saja yang pergi, aku akan menunggu di sini." Feng Yixi buru-buru menimpali: "Aku juga akan tinggal. Kalian saja yang pergi." Bahkan tanpa alasan jelas, matanya terus melirik Lisa secara tak sengaja. Zhen Nanfang tersenyum kecut sambil menggelengkan kepala. Mata apa yang dimiliki Lao Feng ini? Bagaimana bisa tertarik pada Lisa? Meski beraura menarik, penampilannya biasa saja, apalagi sifat dinginnya yang bisa memadamkan gunung berapi sekalipun.
Tapi setiap orang punya selera masing-masing, ada yang suka lobak ada yang suka sayuran hijau. Zhen Nanfang tidak berkomentar, hanya mengikuti kelompok yang pergi.
Setelah berkeliling di lembah beberapa saat dan mulai merasa lelah, barulah mereka kembali ke perkemahan.
Zhen Nanfang menemukan Feng Yixi benar-benar punya kemampuan. Dia sudah berhasil mengakrabkan diri dengan Lisa, meski wanita itu tetap mempertahankan ekspresi dinginnya. Melihat semua orang kembali, mereka menghentikan percakapan. Feng Yixi tersenyum: "Pasti lelah semua. Ayo, minum air!" Sambil berkata demikian, dia membuka kardus air mineral dan membagikan satu botol untuk setiap orang.
Zhen Nanfang mendekati Feng Yixi dan berbisik menggoda: "Kakak Feng, baru sadar kamu punya bakat ini!" Feng Yixi tertegun: "Apa?" Tiba-tiba dia tersadar maksud Zhen Nanfang. Dengan wajah memerah, dia membela diri: "Jangan berpikir macam-macam, tidak seperti yang kau bayangkan."
Yang Jie turun tangan langsung untuk membarbekyu bagi para pakar, Lisa membantu di sampingnya. Tak lama, aroma harum menyambar hidung, selera makan semua orang pun tergugah. Telepon Yang Jie berdering. Ia menyerahkan barang di tangannya ke Lisa, berjalan ke samping untuk menerima telepon, lalu berkata pada Zhen Nanfang: "Nanfang, ayo ikut Kakak menjemput Kak Yan." Zhen Nanfang mengangguk patuh, mengikuti langkah Yang Jie menuju pinggir jalan raya.
Jiang Yan ternyata datang dengan taksi. Begitu turun, ia langsung merajuk pada Zhen Nanfang: "Kakak selalu mengkhawatirkanmu, tapi kamu tak pernah menelepon." Zhen Nanfang memasang wajah masam: "Kak Jiang, kamu tahu sendiri, akhir-akhir ini aku sibuk sekali." Jiang Yan menunggu sopir mengembalikan uang kembalian, lalu menyambit lengan Zhen Nanfang: "Urusan Xiao Hui juga sudah kudengar. Jangan terlalu sedih, kurasa dia pasti baik-baik saja."
Yang Jie menyela dari samping: "Jiang Yan, timingmu tepat sekali. Kami baru saja mulai barbekyu. Kamu beruntung." Jiang Yan tertawa: "Ah, masakanmu? Rasanya pasti biasa saja."
Meski berkata begitu, keahlian memasak Yang Jie sungguh luar biasa. Daging yang telah direndam bumbu semalaman meresap sempurna, bahkan Jiang Yan pun memujinya habis-habisan. Semua menikmati hidangan dengan lahap, termasuk Yang Jie sendiri. Saat ini, mana tampak ia seperti bos besar perusahaan?
Menyantap barbekyu sambil menyesap bir di tengah keindahan alam, sungguh menyenangkan.
Feng Yixi tiba-tiba membuka mulut: "Kepala Yan, situasi seperti ini, haruskah kita menambah semarak?" Yan Feng meletakkan botol bir, tertawa: "Apa? Mau adu jurus denganku? Aku tidak berani melawanmu, tulang tua ini mana sanggup menahan gemblengan pemuda sepertimu?" Feng Yixi menjawab: "Ini cuma latihan sparring, sampai titik tertentu saja. Tenang, aku bisa mengontrol kekuatan, tidak akan merusak rangka tuamu."
Mendengar ini, Yan Feng tak terima: "Wah, rupanya kau sungguh menganggapku senior. Baiklah, ayo kita bertarung! Aku tak percaya omongan 'Ombak belakang Sungai Panjang mendorong ombak depan, ombak depan mati terdampar di pantai!'"
Yan Feng berdiri. Semua bertepuk tangan: "Bagus! Ada pertunjukan menarik!" Tang Rui juga berteriak: "Pelatih Feng, jangan sampai mempermalukan!" Feng Yixi melotot padanya: "Menang-kalah biasa dalam perang, mana ada masalah malu? Lagipula Kepala Yan bukan orang luar, kalah dari keluarga sendiri tidaklah memalukan."
Keduanya menuju area terbuka, bersiap siaga. Yan Feng berkata: "Xiao Feng, kau yang pertama keluarkan jurus!" Feng Yixi menolak: "Tidak boleh. Yang senior seharusnya menyerang duluan." Zhen Nanfang berkomentar datar: "Dua orang ini, jika terus berlarut-larut dalam basa-basi, langit akan gelap. Mulailah! Ini kan cuma pertunjukan akting, jangan menghilangkan semangat semua orang."
Yan Feng tersenyum: "Baik, kalau Xiao Zhen sudah bicara, lebih baik aku patuh!" Belum habis bicara, Yan Feng menendang ke arah kaki Feng Yixi. Feng Yixi tak mau kalah, melompat menghindar tepat saat serangan Yan Feng datang. Kepalan tangan kanannya menyambar langsung ke wajah Yan Feng. Dengan gerakan menangkis dan menggeser kedua telapak tangan, Yan Feng berhasil menetralisir kekuatan pukulan itu. Feng Yixi kaget, saat tubuhnya mulai terjun bebas, Yan Feng dengan lihai mencengkeram pergelangan tangannya lalu menarik kuat-kuat. Feng Yixi oleng, nyaris terjatuh sebelum berhasil stabil dengan berguling ke kiri.
"Empat ons menggerakkan seribu kati!" teriak Feng Yixi kaget.
