Sebenarnya otak Shu Yi saat ini juga seperti bubur, tidak jauh lebih baik dari Mu Qi'er.
Apa tujuan Jiang Yan dan Yang Jie memutar begitu jauh untuk mendekati dirinya? Urusan Jiang Yan dan Lin Yang seharusnya tidak palsu, Shu Yi telah memastikan hal ini dari Jiang Xuyun. Tentu saja, bahkan Zeng Guoqing juga mengetahui hal ini. Menurut Zeng Guoqing, tidak sedikit orang di kantor polisi yang tahu tentang ini.
Shu Yi perlahan menyusun benang merah dalam hatinya: Bayin, Yan Feng, Yang Jie. Pasti ada hubungan di antara mereka bertiga. Namun status ketiganya sangat berbeda, terutama Bayin dan Yang Jing yang berada di kedua ujung benang - satu berasal dari lapisan bawah masyarakat, sementara yang lain adalah CEO perusahaan go public, elit kelas atas. Mungkinkah mereka memiliki persimpangan? Tidak mungkin.
Tampaknya kunci masalahnya terletak pada Yan Feng. Dialah penghubung antara Bayin dan Yang Jie.
Sampai di hotel, Shu Yi langsung menuju ke kamarnya.
Mu Qi'er datang ke kamar Zhen Nanfang dan teman-temannya. Tanpa basa-basi, dia langsung berkata: "Nanfang, bawa Lin Yang menemui Shu Yi. Dia mau berbicara secara pribadi dengan Lin Yang." Ekspresi Jiang Yan menunjukkan keterkejutan. Dia tidak tahu mengapa Shu Yi ingin bertemu Lin Yang sendirian, tapi tidak berani bertanya. Untungnya Mu Qi'er menghampiri dan duduk di sebelahnya: "Tenang, hanya ingin menanyakan kondisinya sekarang." Jiang Yan mengangguk: "Oh."
Zhen Nanfang membawa Lin Yang ke kamar Shu Yi. Shu Yi sudah menyiapkan teh: "Duduk!" Suara Shu Yi datar, kehilangan kehangatan yang terlihat saat makan malam. Zhen Nanfang hendak ikut duduk, tapi Shu Yi menatapnya: "Temani Nona Jiang, aku ingin ngobrol secara pribadi dengan Lin Yang." Zhen Nanfang pun pergi, menutup pintu pelan.
Setelah Lin Yang duduk, Shu Yi menuangkan teh untuknya: "Santai saja, aku cuma mau tahu kondisimu saat ini." Lin Yang menerima cangkir itu, menyesap tehnya. Entah mengapa, dia merasa cemas di hadapan Shu Yi.
Shu Yi bertanya: "Sudah berapa lama kalian kenal?" Lin Yang menjawab: "Lebih dari tiga tahun, hampir empat." Shu Yi tersenyum: "Lama mulai pacaran?" "Hampir setahun," jawab Lin Yang. Shu Yi mengeluarkan rokok, menawarkan pada Lin Yang yang menggeleng: "Terima kasih, saya tidak merokok."
Shu Yi menyalakan rokoknya sendiri, lalu melempar kotak rokok dan pemantik ke meja teh.
"Katanya kamu guru kimia?" Shu Yi menghembuskan asap rokok. Lin Yang mengangguk: "Ya, mengajar di SMP 9."
Shu Yi berkata: "Apakah kamu bersedia pergi ke Shandu?" Lin Yang menjawab: "Aku bersedia, tapi aku berharap bisa tetap menjadi guru. Aku tahu kemampuan diri sendiri, kalau benar-benar masuk kepolisian, aku tidak tahu bisa melakukan apa. Aku tidak mau jadi beban yang hanya makan gaji buta, nanti ditertawakan orang."
Shu Yi mendengar ini tersenyum: "Oh? Tahukah kamu betapa sulitnya upaya Jiang Yan untuk memasukkamu ke kepolisian?" Lin Yang mengerutkan alis: "Aku tahu, tapi aku tidak ingin dia melakukan ini. Justru tindakannya memberikanku tekanan besar." Shu Yi mengangguk: "Coba jelaskan pemikiranmu." Lin Yang berkata: "Menurutku hubungan dua orang adalah urusan kita sendiri. Jika dia benar-benar tulus ingin bersamaku, semua hal lain akan menjadi tidak penting."
Shu Yi diam memandangnya. Lin Yang menghela napas melanjutkan: "Sebenarnya aku sudah mempersiapkan diri untuk putus dengan Jiang Yan, hanya saja belum tahu cara mengatakannya." Mata Shu Yi tiba-tiba bersinar. Pernyataan Lin Yang ini sama sekali di luar perkiraannya. Ia mengira malam ini Lin Yang akan lebih mempermasalahkan urusan mutasi kerjanya, tidak menyangka sejak awal percakapan Lin Yang terus memberinya kejutan.
Shu Yi bertanya: "Putus? Mengapa? Menurutku Jiang Yan sangat baik padamu." Lin Yang tersenyum kecut: "Seperti katamu, dia sangat baik padaku. Tapi aku selalu merasa kadang aku sama sekali tidak memahaminya. Setelah sekian lama bersama, aku tetap tidak bisa mengerti wanita seperti apa sebenarnya dia ini."
Shu Yi mengangguk: "Perasaan seperti itu wajar, sebenarnya dunia batin manusia sangat kompleks. Setiap orang memiliki sisi yang tidak diketahui orang lain, termasuk kamu juga. Aku pikir mungkin kamu terlalu banyak berpikir, tekanan pikiranmu terlalu besar." Lin Yang menggelengkan kepala: "Sebenarnya meski kami bilang sudah pacaran tiga tahun, waktu benar-benar bersama tidak banyak. Aku di ibu kota provinsi, dia di kabupaten, jarang bertemu. Lebih sering hanya teleponan. Jujur saja, aktivitas sehari-hari masing-masing pun tidak saling tahu."
Shu Yi berkata: "Lin Yang, komentarmu pasti ada maksud tersirat ya? Apa kamu menemukan sesuatu?" Lin Yang menjawab: "Tidak, aku bicara seperti ini bukan karena menemukan sesuatu, ini murni perasaan hatiku saja." Shu Yi berkata datar: "Kamu tahu hal paling berharga antara dua orang yang saling mencinta?"
Lin Yang menjawab: "Tahu, saling memahami, toleran, dan percaya." Shu Yi mengangguk: "Benar. Tapi kamu mulai meragukan perasaan kalian. Jika benar Jiang Yan punya masalah, apakah dia masih akan segigih ini mengurus masalah transfermu? Sebelum datang ke kami, pasti dia sudah berusaha keras juga kan?"
Lin Yang berpikir sejenak sebelum berkata: "Sebenarnya alasan aku ingin putus juga karena hal ini."
“Lin Yang sendiri menuangkan teh hingga penuh, lalu menghabiskannya dalam sekali teguk: ‘Permintaan ayahnya ini sudah diajukan sejak sekitar setahun yang lalu. Aku tahu kamu tidak percaya, tapi aku sangat menghargai perasaan yang terjalin antara kami. Seperti yang kamu katakan, meskipun waktu kami benar-benar bersama tidak banyak, dia selalu membuatku merasakan perhatiannya. Jadi ketika ayahnya pertama kali mengajukan permintaan ini, aku langsung bilang padanya—kalau benar-benar tidak ada jalan lain, aku akan berusaha mencari acara untuk menarik pergerakan. Transfer lokasi tugas sebenarnya bukan tidak ada kemungkinan sama sekali.’”
“Dia malah menghiburku sambil berkata tidak masalah. Selama dia sendiri punya tekad untuk bersamaku, tidak ada yang bisa menghalangi kami. Untuk pihak ayahnya, dia akan melakukan pekerjaan dengan baik. Hanya memintaku memberi sedikit waktu. Kemudian aku dua kali lagi membahas urusan transfer ini. Aku tahu Yang Jie punya jalan yang tepat, bahkan pernah menemui Yang Jie secara langsung untuk minta bantuan. Yang Jie juga setuju. Tapi siapa sangka setelah Jiang Yan mengetahuinya, dia langsung mencelaku. Bertanya berani-beraninya aku merepotkan temannya. Dia bilang urusan transfer tidak perlu dipertimbangkan—beri waktu enam bulan, pasti bisa membuat ayahnya menerimaku.’”
Emosi Lin Yang mulai sedikit bergejolak: "Pak Shu, jujur saja, saya sama sekali tidak mau pindah profesi. Tahukah Anda betapa besar tekad yang harus saya kumpulkan untuk melakukan ini? Meski waktu itu dimarahi, saya tidak menyalahkannya. Sebaliknya, hati saya dipenuhi rasa syukur. Saya rasa dia benar-benar memikirkan kepentingan saya, tahu saya tidak mau meninggalkan pekerjaan sebagai guru. Tapi siapa sangka, beberapa hari lalu dia tiba-tiba berubah lagi. Dia bilang ayahnya masih belum melunak, dan dia tidak punya cara lain. Jadi dia ingin saya pertimbangkan lagi urusan mutasi ini."
Shu Yi menuangkan teh lagi untuknya: "Hanya karena ini, kamu mau putus?" Lin Yang menjawab: "Saya merasa sama sekali tidak mengerti apa yang dia pikirkan atau lakukan. Memikirkan ini semua, saya jadi takut!" Shu Yi bertanya lembut: "Sekarang dalam sebulan kalian bisa bertemu berapa kali?" Lin Yang tersenyum kecut: "Jika saya bilang kami sudah sekitar tiga bulan tidak bertemu, percayakah Anda?"
Alis Shu Yi berkerut. Sepasang kekasih yang terpisah jarak, meski tidak tinggal di tempat sama, jaraknya juga tidak terlalu jauh. Tiga bulan tidak bertemu memang terlalu lama. Shu Yi berkata: "Biasanya kamu yang lebih sering mengunjunginya, atau dia yang lebih sering datang ke sini?"
Lin Yang menjawab: "Dulu kami minimal bisa bertemu dua kali sebulan, entah dia yang naik ke sini atau saya yang turun ke sana. Tapi tiga bulan terakhir ini dia tidak pernah datang. Saat saya telepon untuk janjian, dia selalu bilang pekerjaannya sedang sangat sibuk, mungkin tidak ada waktu untuk saya, minta saya menunggu lagi. Selain itu, dulu kami hampir setiap malam saling menelepon. Tapi belakangan ini, saat saya telepon di malam hari, HP-nya sering mati."
Shu Yi berkata: "Dia tidak memberimu penjelasan penyebabnya?" Lin Yang menghela napas: "Dia menjelaskan, katanya karena terlalu lelah bekerja, dia istirahat lebih awal jadi mematikan telepon." Shu Yi bertanya: "Situasi mati telepon seperti ini sudah berapa kali kamu alami?" Lin Yang menjawab: "Setidaknya tiga empat kali."
Shu Yi menyalakan rokok baru: "Kamu sudah memutuskan untuk putus dengannya?" Lin Yang mengangguk.
Shu Yi melanjutkan: "Asmara masa lalu ini benar-benar bisa kamu lepaskan?" Lin Yang memicingkan matanya: "Sebenarnya kalau dipikir-pikir perlahan, kami hampir tidak punya masa lalu." Shu Yi bertanya: "Lin Yang, apakah kamu sudah punya wanita lain?" Lin Yang terkejut, menatap Shu Yi sambil mengusap dahinya dengan tangan kiri: "Mana mungkin, aku bukan orang seperti itu." Shu Yi berkata datar: "Kamu adalah orang seperti itu, bahkan merasa bersalah atas pengkhianatanmu sendiri."
Lin Yang menggigit bibirnya.
Shu Yi berkata: "Baiklah, ini urusan pribadimu, aku tidak berhak ikut campur. Karena sudah kamu putuskan, bicaralah baik-baik dengannya, berpisah dengan baik." Setelah mengatakan itu, Shu Yi mengangkat tangannya: "Pergilah."
Melihat Lin Yang kembali, Jiang Yan buru-buru berdiri: "Lin Yang, bagaimana?" Lin Yang memandang Zhen Nanfang dan dua orang lainnya, lalu berkata datar pada Jiang Yan: "Ayo kita pulang dulu, bicara di jalan."
Tak lama setelah keduanya pergi, Shu Yi datang.
Zhen Nanfang menunggu Shu Yi duduk, lalu bertanya: "Lao Shu, gimana? Akhirnya kamu setuju bantu mereka nggak? Kayaknya emosi Lin Yang nggak beres, apa kamu menolak?" Shu Yi menatap Zhen Nanfang: "Perlu semangat segitu?" Zhen Nanfang canggung tersenyum: "Soalnya penasaran aja."
Shu Yi berkata pelan: "Lin Yang bilang ke aku, dia mau putus sama Jiang Yan." Kali ini bukan cuma Zhen Nanfang, bahkan Mu Qi'er dan Feng Yixi kaget: "Kenapa?" Shu Yi lalu mengulang dialog mereka. Zhen Nanfang memicingkan mata setelah mendengar, berpikir lama baru bilang: "Nggak nyangka hasil akhirnya kayak gini." Tapi Shu Yi berkata: "Menurutku Lin Yang masih menyembunyikan sesuatu, dan itulah alasan sebenarnya dia nekat putus sama Jiang Yan."
Mu Qi'er bingung bertanya: "Bukannya dia udah ngaku punya selingkuhan?" Shu Yi menggelengkan kepala: "Cuma spekulasi. Waktu aku sebut soal wanita lain, ekspresi bersalahnya memang ada. Tapi ada kemungkinan rasa bersalahnya bukan ke Jiang Yan, tapi ke aku!" Zhen Nanfang protes: "Masa sih? Baru pertama kali ketemu, mana mungkin dia berbuat salah ke kamu."
