“Ada apa yang terjadi?” tanya Yang Jie. Zhen Nanfang menceritakan kejadiannya, tentu saja dia menghilangkan kecurigaan Xiao Du atas hal ini. Yang Jie berkata: “Bagaimana kalau saya yang periksa?” Zhen Nanfang menggelengkan kepala: “Kakak Jiang lebih membutuhkanmu di sini, biar saya saja yang pergi. Nanti saya akan telepon kalau ada perkembangan.” Kemudian dia berpamitan pada Jiang Xuyun dan pergi bersama Feng Yixi.
Tang Rui yang melihat Zhen Nanfang kembali begitu cepat bertanya: “Kenapa turunnya cepat sekali?” Zhen Nanfang menjawab: “Sekolah Yun Jiaxiu, Cui Ying bermasalah.” Tang Rui segera menyalakan mobil: “Cui Ying? Adik tiri seibu Lin Yang itu?” Zhen Nanfang membenarkan: “Ya, dia berkelahi dengan teman sekelas. Konfliknya cukup serius sampai melukai lawannya.”
Tang Rui bertanya: “Kenapa?” Zhen Nanfang mengangkat bahu: “Kita akan tahu setelah sampai di sana.”
Sekolah Cui Ying tidak jauh dari Rumah Sakit Provinsi, hanya dua puluh menit berkendara. Lingkungan sekolahnya cukup bagus, terletak di samping Menara Jiaxiu yang indah di Kota Lin, tepi Sungai Nanming. Mobil tidak bisa masuk ke area sekolah sehingga harus parkir di pinggir jalan. Ketiganya berjalan kaki memasuki gerbang sekolah.
"Menemukan kantor wali kelas Cui Ying, mengetuk pintu, dari dalam terdengar suara lembut seorang wanita: “Silakan masuk.” Zhen Nanfang membuka pintu, ketiganya masuk dan melihat seorang wanita berusia sekitar empat puluhan, tinggi badan tidak sampai 1,5 meter, agak gemuk. Rambutnya pendek tapi terlihat energik, mengenakan kacamata, memegang pulpen merah sambil membungkuk di meja kerja mengoreksi tugas. Tiga meja kerja lainnya kosong, kemungkinan staf lain sedang mengajar di jam ini."
Zhen Nanfang tersenyum dan bertanya: "Halo, saya wali murid Cui Ying." Barulah wanita itu mengangkat kepala, meletakkan pulpen, dan menatap mereka: "Silakan duduk." Dia berdiri, menunjuk beberapa kursi kayu di dekat dinding, lalu berbalik menuju dispenser air. Dia menuangkan tiga cangkir air dan meletakkannya di meja dekat ketiga orang tersebut.
"Saya wali kelas Cui Ying, nama saya Hou Jing." Mata wanita itu menyapu ketiga orang sekilas: "Kemarin seorang polisi mengantarkan Cui Ying ke sekolah, meninggalkan nomor telepon. Sorenya seorang wanita yang menjemputnya, juga meninggalkan kontak. Hari ini saat saya menghubungi Xiao Du, yang datang malah kalian bertiga. Saya ingin tahu apakah ada masalah lagi di rumah Cui Ying?"
Zhen Nanfang tersenyum dan berkata: "Sebelum saya menjawab pertanyaanmu, bisakah kamu menjawab satu pertanyaan saya terlebih dahulu?" Hou Jing tertegun sejenak, tapi segera mengangguk lembut. Zhen Nanfang bertanya: "Xiao Du dan wanita itu sama-sama meninggalkan nomor telepon, mengapa kamu hanya menelepon Xiao Du?" Hou Jing menjawab "Oh": "Cui Ying yang menyuruhku menelepon, aku merasa dia sepertinya agak bertolak belakang dengan wanita itu."
Zhen Nanfang kemudian menjelaskan: "Kakak Cui Ying sudah meninggal, tapi kami belum memberitahunya karena khawatir dia belum bisa menerima." Ekspresi Hou Jing menjadi muram: "Cui Ying benar-benar anak yang bernasib getir. Orang tuanya sudah tiada, akhirnya punya kakak untuk saling mengandalkan, tapi malah mengalami hal seperti ini." Dia menatap Zhen Nanfang: "Kalian juga polisi, kan?" Zhen Nanfang menjawab: "Bisa dibilang begitu."
Hou Jing memandang Zhen Nanfang: "Jujur saja, aku kurang percaya karena kamu terlalu muda." Zhen Nanfang tertawa: "Ini tidak aneh. Usia terkadang tidak bisa menjelaskan segalanya." Sambil memberi kode pada Tang Rui, Tang Rui mengeluarkan dokumen dan menyerahkannya. Hou Jing menerima dan melihatnya dengan terkejut: "Badan Intelijen?" Zhen Nanfang mengangguk. Sebagai intelektual, Hou Jing memang tidak sepenuhnya memahami pernak-pernik dalam hal ini, tapi dia tahu ada beberapa hal yang tidak pantas ditanyakan.
Zhen Nanfang baru bertanya: "Apa sebenarnya yang terjadi dengan pertikaian Cui Ying dan teman sekelasnya?" Mendengar nama Cui Ying, Hou Jing mulai rileks, ia merapikan poni di dahinya: "Sebenarnya ini hal sepele. Cui Ying biasanya tidak pulang saat makan siang karena alasan khusus di keluarganya, jadi dia selalu makan di kantin karyawan sekolah, baru pulang setelah sekolah sore."
"Saat istirahat siang, dia mengeluarkan HP dan asyik memainkannya. Menurut prosedur, siswa dilarang membawa HP ke kelas. Kebetulan nasibnya sial, ada anak nakal di kelas yang datang sangat pagi. Melihatnya bermain HP, si anak langsung merebut paksa. Watak Cui Ying yang lembut, bahkan bicara pun selalu pelan, membuatnya hanya bisa membuntuti si anak untuk minta HP-nya kembali. Tapi mana mungkin dia bisa mengalahkan si bocah itu."
"Setelah bermain sebentar, si anak melemparkan HP itu ke meja. HP-nya tidak rusak, tapi setelah diperiksa Cui Ying, video bersama kakaknya yang direkam di HP ternyata sudah dihapus. Saat itu kami tidak ada di tempat. Menurut si anak, tiba-tiba Cui Ying seperti orang gila: mencengkeram si bocah, menghantamkan HP ke kepalanya berulang kali, lalu mencakar dan menendang. Si anak nakal yang biasa mengganggu teman ini justru ketakutan melihat performansi Cui Ying, sampai lupa melawan. Akhirnya kepala si bocah pecah, wajah dan lehernya penuh bekas cakaran kuku yang dalam."
Hou Jing berbicara sampai di sini, dia menatap Zhen Nanfang: "Aku curiga apakah dia juga merasakan bahwa kakaknya sudah mengalami masalah? Kalau tidak, seharusnya dia tidak bereaksi berlebihan seperti ini. Awalnya aku ingin menegurnya dengan tegas, tapi baru saja mengucapkan dua kalimat, dia langsung menangis seperti orang yang tertimpa kesedihan. Aku jadi tidak tega melanjutkan, lalu menyuruhnya tenang dulu mengikuti kelas, kemudian menelepon kalian."
Zhen Nanfang mengangguk: "Terima kasih, Guru Hou. Ngomong-ngomong, setelah pelajaran ini selesai, aku ingin membawa Cui Ying pulang dulu, bolehkah?" Hou Jing menjawab: "Bagus juga, hari ini emosinya sangat tidak stabil. Biarlah dia istirahat di rumah." Zhen Nanfang kemudian bertanya tentang performansi Cui Ying di sekolah sehari-hari. Hou Jing memberikan penilaian yang sangat tinggi: patuh, lembut, baik hati, punya simpati, rajin belajar, dan peringkatnya bisa masuk lima besar di seluruh tingkat usia.
Hou Jing mengatakan mungkin karena perubahan kecil dalam keluarga setahun terakhir, Cui Ying menjadi lebih dewasa dari usianya, tapi juga lebih pendiam dibandingkan teman sebayanya, kurang semangat muda. Hou Jing menambahkan: "Jika memungkinkan, saranku kalian sebaiknya membawanya ke psikolog untuk konseling psikologis. Setelah mengalami begitu banyak peristiwa menyedihkan, aku sangat mengkhawatirkan bayang-bayang trauma yang mungkin tertinggal di hatinya."
Zhen Nanfang menjawab: "Baiklah, tenang saja. Kami akan melakukannya."
Setelah sesi latihan, Hou Jing membawa Cui Ying ke kantor. Ketika melihat Zhen Nanfang dan yang lain, Cui Ying tidak menunjukkan keheranan yang seharusnya, hanya bertanya lembut: "Apakah Kakak Xiao Du yang menyuruh kalian datang?" Zhen Nanfang tersenyum: "Iya, kami semua teman Xiao Du. Kami datang untuk menjemputmu pulang. Xiao Du sedang sibuk sekarang, nanti malam akan datang menemuimu."
Cui Ying hanya mengangguk, lalu menatap Hou Jing. Hou Jing tersenyum: "Cui Ying, kamu istirahat dulu saja di rumah. Jika ada masalah, ingat untuk menghubungi guru lewat telepon." Setelah berkata demikian, Hou Jing mengambil sebuah HP dari laci dan menyerahkannya pada Cui Ying. Cui Ying menerima HP itu, lalu berkata pada Zhen Nanfang: "Ayo pergi." Dia berjalan mendahului ke pintu, tiba-tiba berhenti, lalu menoleh: "Guru, sampai jumpa!" Hou Jing tersenyum menjawab: "Sampai jumpa!" Zhen Nanfang dan dua rekannya juga berpamitan pada Hou Jing sebelum menyusul Cui Ying.
Cui Ying tetap diam sepanjang perjalanan. Baru setelah tiba di rumahnya, dia berkata pada Zhen Nanfang dan yang lain: "Silakan duduk sesuka hati." Menuangkan tiga cangkir air, baru kemudian duduk sendiri di sofa: "Apakah kalian juga polisi?" Zhen Nanfang menjawab: "Kami bukan polisi." Cui Ying membalas: "Bohong! Kalian semua polisi. Aku bisa lihat dari plat mobil yang kalian pakai - itu plat dinas kepolisian!"
Zhen Nanfang tersenyum: "Oh? Kamu tahu ini?" Cui Ying mendengus: "Kakak Du pernah bilang, plat nomor awalan nol adalah plat polisi." Zhen Nanfang mengangguk, tampaknya meski masih muda, Cui Ying cukup cerdik. Dia berkata: "Benar, kami semua polisi. Hubungan kami dengan Xiao Du bukan sekadar teman, tapi juga rekan-rekan seprofesi."
Mendengar perkataan Zhen Nanfang, Cui Ying menggigit bibirnya, mata berkaca-kaca: "Katakanlah, apakah kakakku mengalami masalah?" Tang Rui bertanya: "Mengapa kamu berpikir begitu?" Cui Ying menjawab: "Kalau kakak tidak kenapa-kenapa, mengapa dia tidak pulang? Kalau kakak baik-baik saja, mengapa yang berurusan denganku selalu polisi?"
Zhen Nanfang berkata lembut: "Kakakmu memang mengalami masalah. Tapi sebelum memberitahumu, lebih baik kamu mempersiapkan mental terlebih dahulu." Cui Ying mengangguk tegar: "Aku sudah siap." Zhen Nanfang melanjutkan: "Kakakmu telah meninggal, terjadi nanti malam kemarin." Meski sebelumnya mengaku siap, mendengar hasil akhir ini, Cui Ying akhirnya menangis tersedu-sedu.
Zhen Nanfang duduk di sampingnya, dia mengulurkan tangan dan menepuk punggung Cui Ying dengan lembut: "Menangislah, kalau hati sedih menangis sekeras-kerasnya." Tapi begitu mendengar kata-katanya, Cui Ying malah berhenti menangis. Dia bertanya: "Apakah kakakku dibunuh?" Zhen Nanfang agak kesulitan. Menjelaskan penyebab kematian Lin Yang kepada gadis 12 tahun ini benar-benar tidak mudah. Setelah berpikir sejenak, dia akhirnya mengangguk.
Cui Ying menggigit bibirnya, menahan kesedihan: "Kapan Kakak Xiao Du akan datang?" Zhen Nanfang melirik jamnya: "Seharusnya sebentar lagi. Mau aku telepon dia?" Cui Ying diam membisu, duduk termangu. Zhen Nanfang menghela napas dan menelepon Xiao Du. Xiao Du bilang sedang dalam perjalanan dan akan tiba dalam sekitar dua puluh menit.
Setelah menutup telepon, Zhen Nanfang memberi tahu Cui Ying bahwa Xiao Du akan tiba dalam dua puluh menit. Ekspresi Cui Ying tetap datar. Zhen Nanfang bertanya: "Bisakah kamu menjawab satu pertanyaanku?" Cui Ying mengangguk perlahan. Zhen Nanfang bertanya: "Mengapa kamu menyuruh guru menelepon Xiao Du, bukan Kakak Yang Jie?" Cui Ying berbisik pelan: "Aku tidak percaya dia." Zhen Nanfang bertanya lagi: "Mengapa?" Cui Ying menjawab: "Tidak percaya ya tidak percara, tidak ada alasannya."
Zhen Nanfang tersenyum kecut: "Bukannya tadi malam kamu bersama Kakak Yang Jie? Apa dia tidak baik padamu?" Cui Ying memandangnya dengan waspada: "Apa kamu dekat dengannya?" Zhen Nanfang tertegun sejenak: "Bisa dibilang begitu."
Cui Ying kembali diam, namun jelas-jelas menjaga jarak dari Zhen Nanfang karena dia perlahan bergeser ke ujung sofa yang lain. Alis Zhen Nanfang berkerut, jangan-jangan tadi malam Yang Jie mengatakan atau melakukan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Tampaknya jawaban baru bisa didapat setelah Xiao Du datang.
