Zeng Guoqing mendengar ucapan Shu Yi, dalam hatinya bergumam: Dirinya ternyata masih belum bisa menahan diri. Andai dia yang berada di posisi itu, mungkin sudah menyetujui syarat Hu Gu. Kini setelah direnungkan, ternyata benar seperti yang dikatakan Shu Yi.
Shu Yi makan dengan lahap, namun Mu Qi'er sepertinya kurang terbiasa. Dia hanya menyantap sedikit, kebanyakan lauk pendamping, jarang mengambil daging. Shu Yi bertanya lembut: "Apa rasanya tidak enak?" Mu Qi'er tersenyum tipis: "Menurutku dagingnya terlalu kasar, nyangkut di gigi." Shu Yi tertawa: "Iya, aku juga merasa begitu. Sebenarnya tidak sebagus yang diceritakan legenda. Tapi mencoba hal baru juga baik, setidaknya kita tahu rasanya seperti apa."
Mu Qi'er mengangguk lalu meletakkan sumpitnya: "Aku sudah kenyang."
Shu Yi menambah semangkuk nasi lagi, terlihat jelas dia benar-benar lapar. Zeng Guoqing yang mentraktir, wajar saja dia harus menemani minum. Tapi dia juga tidak banyak makan, malah menghabiskan satu botol bir.
Setelah makan, Zeng Guoqing bertanya: "Sekarang mau ke mana?" Shu Yi menjawab: "Aku mau mengunjungi Jiang Yan dulu." Zeng Guoqing bertanya lagi: "Bagaimana dengan Hu Gu?" Shu Yi berkata: "Nanti saja, malam kita temui dia." Zeng Guoqing mengiyakan: "Baik, aku akan mengantarmu."
Shu Yi menolak: "Tidak perlu, kamu urus tugasmu saja. Rumah sakit tidak jauh dari sini, habis makan malam, aku dan Qi'er bisa jalan kaki." Zeng Guoqing menjawab: "Boleh juga. Aku memang masih ada urusan. Kalau begitu makan malam bersama ya?" Shu Yi menggeleng: "Masih makan? Aku sudah kenyang. Begitu saja, setelah makan malam jemput aku di gedung penerimaan tamu." Zeng Guoqing tertawa: "Baiklah, aku juga tidak mau terlalu sungkan."
Zeng Guoqing mengendarai mobil kembali ke kantor polisi, sementara Shu Yi dan Mu Qi'er menyusuri jalan setapak di tepi sungai menuju rumah sakit kabupaten.
Shu Yi teringat sesuatu. Ia batuk ringan. Mu Qi'er menoleh padanya: "Katakan saja kalau ada yang mau dibicarakan, batuk-batuk gitu." Shu Yi berkata: "Itu, waktu di ibu kota provinsi kemarin kan kamu tahu, Yang Jie ada perasaan tertentu padaku." Mu Qi'er mengangguk, tetap berjalan perlahan tanpa bicara.
Shu Yi melanjutkan: "Untuk memutuskan harapannya, kubilang padanya kalau aku sudah punya pacar." Mu Qi'er membalas "Hm", tetap diam. Shu Yi meliriknya: "Kamu tidak mau tanya siapa pacar yang kumaksud?" Mu Qi'er berbisik lembut: "Oh, siapa?" Shu Yi tersenyum pasrah: "Rupanya kamu sama sekali tidak ingin tahu." Mu Qi'er menjawab: "Kalau mau ku tahu, kau pasti akan bicara. Kalau tidak, bertanya pun percuma."
Shu Yi berhenti melangkah: "Kukatakan pada mereka, kaulah pacarku." Saat itu Mu Qi'er sudah berada 2-3 langkah di depannya. Mendengar ucapan Shu Yi, langkahnya terhenti. Napasnya agak tersengal-sengal, wajahnya memerah sedikit. Ia menarik nafas dalam-dalam, tetap membelakangi Shu Yi, dan berkata datar: "Kau memanfaatkanku sebagai perisai." Shu Yi sebenarnya juga cemas: "Boleh kan?" Mu Qi'er berbisik pelan: "Sudah terlanjur kau katakan, masih bisa kutolak?"
Shu Yi berkata: "Bagaimana jika aku ingin lebih dari sekadar perisai?" Mu Qi'er berbalik perlahan: "Lalu apa yang kau inginkan?" Shu Yi menatapnya, melangkah mendekat dan berhenti dalam jarak kurang dari 30 sentimeter darinya. Matanya menatap mata gadis itu, bibirnya menggigit lembaran bawah bibir sejenak sebelum mengucapkan pelan: "Aku ingin ini nyata." Wajah Mu Qi'er memerah, namun tak menghindar dari tatapan membara Shu Yi: "Kau serius?"
Shu Yi mengangguk: "Ya." Mu Qi'er menghela napas panjang, aroma seperti anggrek yang tercium membuat jiwa Shu Yi bergetar. Mu Qi'er melanjutkan: "Pertimbangkan matang-matang, ini urusan serius." Shu Yi kembali mengangguk tegas. Mu Qi'er tak berkata lagi, tangannya meraih tangan Shu Yi: "Ayo pergi."
Genggaman Shu Yi pada tangan lembut Mu Qi'er memancarkan rasa manis tak terperi, sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia berusaha mengingat kegagalan cintanya di masa lalu, tentang Qin Xue - wanita yang ia puja bertahun-tahun namun tak pernah menjadi miliknya. Tiba-tiba ia sadar, bayangan wajah Qin Xue nyaris tak bisa dikenali lagi, dan kisah cinta sepihak itu terasa seperti kehidupan lampau.
Genggaman Shu Yi menguat pada tangan lembut itu. Ia berharap bisa terus menggandeng tangan ini selamanya.
Keduanya tidak memiliki percakapan berlebih, bahkan tidak ada kata-kata manis, apalagi janji, hanya berjalan dalam keheningan. Hampir sampai di rumah sakit, Mu Qi'er melepaskan tangan Shu Yi dengan lembut. Dia harus mempertimbangkan status Shu Yi, tidak ingin membuatnya malu karena dirinya.
Shu Yi berkata pelan: "Sebenarnya kamu tidak perlu seperti ini." Mu Qi'er tersenyum samar: "Masih ada hari esok, hari ini aku sudah sangat bahagia." Shu Yi mengangguk: "Aku juga." Mu Qi'er melanjutkan: "Ayo kita masuk."
Di dalam kamar pasien, Yang Jie sedang menghibur Luo Yuan yang tersenyum lebar, sementara Zhen Nanfang menemani Jiang Xuyun berbincang. Xiao Hui dan Ouyang Ruoxue juga sedang berbicara halus dengan Jiang Yan. Saat Shu Yi dan Mu Qi'er masuk, ekspresi masing-masing orang berbeda. Jiang Xuyun tersenyum: "Pak Shu, kapan pulang?" Shu Yi menjawab dengan senyuman: "Baru sampai."
Shu Yi melirik ke tempat tidur pasien Jiang Yan: "Bagaimana kondisi Nona Jiang?" Jiang Xuyun menjawab: "Sudah jauh membaik, sekarang sudah bisa bicara dan makan makanan cair." Shu Yi mengangguk, lalu mendekati Luo Yuan: "Nyonya rumah, sekarang sudah tenang?" Luo Yuan tersipu malu: "Masalah Xiao Yan merepotkan Pak Shu." Shu Yi berkata: "Apa yang Nyonya katakan? Sejak datang ke Shandu, saya selalu mendapat perawatan dari Pak Jiang. Jika begitu, saya juga harus berterima kasih pada Pak Jiang."
Semua orang tertawa mendengarnya.
Yang Jie melangkah mendekat, menatap Mu Qi'er: "Nona Mu, sudah beberapa hari tidak bertemu, semakin gemilang." Mu Qi'er tersenyum tipis: "Manajer Yang bercanda. Di hadapan Manajer Yang, Qi'er hanyalah butiran beras, mana ada gemilangnya." Shu Yi tidak menyadari bahwa Mu Qi'er sebenarnya juga cukup pandai berbicara.
Yang Jie menarik tangan Mu Qi'er: "Apakah kata-kata Nona Mu ini bukan tamparan bagiku? Gaunmu sangat cantik, di mana membelinya?" Kemudian mereka mulai mengobrol tentang topik wanita. Meski Mu Qi'er tidak terlalu menyukai basa-basi, dia tetap berpartisipasi dengan kombinasi.
Shu Yi mendekati tempat tidur pasien, menatap Jiang Yan yang membuka mata lebar-lebar: "Sudah membaik?" Suara Shu Yi penuh kelembutan dan daya tarik. Wajah Jiang Yan sedikit memerah sambil mengangguk: "Jauh lebih baik." Ouyang Ruoxue bangkit dari kursinya dan memberikan tempat duduk kepada Shu Yi. Setelah berterima kasih, Shu Yi duduk di sisi tempat tidur Jiang Yan. Ia menoleh ke arah Yang Jie yang terlihat sedang berdiskusi akrab dengan Mu Qi'er tanpa memperhatikan mereka.
Ouyang Ruoxue yang paham situasi pun mengundurkan diri secara diam-diam dan bergabung dalam obrolan Yang Jie dan Mu Qi'er.
Zhen Nanfang sibuk menemani orang tua Jiang Yan mengobrol santai.
Shu Yi menatap Jiang Yan, berkata pelan: "Percakapan kita terakhir belum selesai karena kamu mengalami masalah. Kapan kita bisa melanjutkan topik itu?" Tatapan Jiang Yan beralih ke arah Yang Jie, lalu dia menjawab lembut: "Jika Bapak merasa perlu, silakan tentukan waktunya." Shu Yi mengangguk sambil tersenyum: "Lihat, aku buru-buru datang sampai lupa membawa bunga dan buah." Suaranya sengaja dikeraskan saat mengucapkan ini. Jiang Yan paham maksudnya: "Tak apa, kedatangan Pak Shu saja sudah membuat saya tersanjung."
Shu Yi menanyakan kondisi kesehatannya lebih detail, kemudian menyuruhnya beristirahat baik-baik sebelum akhirnya berdiri.
"Kenapa, Pak Shu? Baru datang sudah mau pergi?" Mata tajam Yang Jie langsung menyadari gerakan Shu Yi yang menjauh dari tempat tidur.
Shu Yi terkekeh: "Menyetir seharian membuatku cukup lelah. Ingin istirahat dulu, nanti malam masih ada urusan. Besok saya akan kembali menjenguk Nona Jiang." Jiang Xuyun menimpali: "Pergilah istirahat. Lihat badanmu yang kurus kering karena kelelahan belakangan ini." Shu Yi mengelus pipinya sendiri sambil tertawa: "Benarkah? Kok saya tidak merasakannya?" Yang Jie menyela: "Apa? Masih ada urusan malam ini? Katanya mau makan malam bersama!"
Shu Yi berkata: "Sepertinya tidak sanggup makan lagi. Kami belum makan siang, baru saja makan daging kuda setelah tiba di sini. Begini saja, besok malam kita makan bersama, aku yang traktir." Jiang Xuyun menyahut: "Ah, mana bisa Bapak yang mentraktir. Ini kan memalukan aku sebagai tuan tanah? Besok aku yang jadi tuan rumah, sebagai ucapan terima kasih atas perhatian dan bantuan kalian kepada Xiao Yan." Shu Yi tidak menolak: "Baik, sudah sepakat begitu."
Kemudian ia memberi salam dan membawa Mu Qi'er pergi.
Luo Yuan memandang punggung mereka yang menjauh: "Pak Shu dan Nona Mu memang sangat cocok, pria berbakat dan wanita cantik." Ucapan ini membuat raut wajah Yang Jie di sampingnya berubah sedikit. Jiang Xuyun yang sudah berpengalaman menangkap emosi tidak baik dari Yang Jie. Ia menepuk lengan istrinya: "Urusan Pak Shu, buat apa kau ikut campur."
Tiba-tiba telepon Zhen Nanfang berdering. Ia terkejut melihat nomor Shu Yi. Ia mengangkat telepon: "Hoi, siapa ya?" Zhen Nanfang cukup waspada. Ia tahu pasti ada sesuatu yang ingin disampaikan Shu Yi, hanya saja tadi banyak orang sehingga tidak bisa berbicara langsung. Shu Yi puas dengan reaksi Zhen Nanfang: "Setelah Yang Jie pergi, hubungi aku. Aku perlu bicara dengan Jiang Yan."
Zhen Nanfang menjawab: "Oh, begitu? Oke, akan kulaksanakan sesuai instruksi Bapak." Usai berkata demikian, ia langsung menutup telepon.
Shu Yi menggenggam HP sambil tersenyum menggelengkan kepala, Mu Qi'er bertanya: "Ada apa?" Shu Yi berkata perlahan: "Zhen Nanfang ini semakin menjadi orang yang licik." Mu Qi'er berkata datar: "Inilah yang disebut dekat dengan tinta hitam akan menjadi hitam!"
Keduanya kembali ke gedung penerimaan tamu, Shu Yi tidak langsung tidur melainkan duduk di sofa sambil menghisap rokok berturut-turut.
Melihat asap rokok memenuhi ruangan, Mu Qi'er tidak berkata apa-apa. Dia membuka jendela, menyeduhkan teh untuk Shu Yi, lalu duduk di sofa dan memandanginya dalam keheningan. Dia tahu pasti Shu Yi sedang memikirkan urusan penting, sehingga tidak berani mengganggu.
Shu Yi mengangkat cangkir teh dan meneguknya, baru menyadari Mu Qi'er sedang menatapnya. Dia tersenyum: "Ada apa?" Mu Qi'er menggeleng menunjukkan tidak ada masalah. Shu Yi memicingkan mata dan berkata pelan: "Qi'er, kemarin saat bertemu Yang Jie, apakah kamu merasa ada yang tidak beres?" Mu Qi'er mengangguk: "Ya, dia tidak seperti orang yang baru kehilangan ayah. Aku tidak merasakan kesedihannya." Shu Yi berkata: "Benar, inilah yang kurasakan saat menemuinya hari ini, sangat berbeda dengan Yang Jie yang dulu kukenal."
Mu Qi'er berkata: "Menurutmu dia palsu?" Shu Yi tertawa: "Mana mungkin ada banyak duplikat? Tapi aku mulai curiga kesedihan yang ditunjukkannya di hadapanku itu palsu." Mu Qi'er bertanya: "Tapi bukannya kau bilang Yang Tianming sangat menyayanginya? Bahkan saat sekarat masih mengkhawatirkan keselamatannya."
"Shu Yi menghela napas: 'Yang Tianming baik padanya, tidak berarti dia juga akan baik pada Yang Tianming. Aku bahkan curiga apakah perasaannya yang katanya sangat dalam terhadap Yang Tianming, sementara hampir tidak punya asmara dengan Chi Hong itu benar, atau justru sengaja dibalikkan untuk menciptakan kabut asap.'"
"Mengapa?"
