Shu Yi menunjuk Jin Dahai yang tergantung: "Lepaskan dia, aku akan menyerahkan diri." Dari kejauhan, sosok itu memandang Shu Yi dengan ekspresi wajah yang rumit. Memaksa Shu Yi bertarung habis-habisan berisiko tinggi. Meski membawa cukup banyak pasukan, peluang menang tetap tidak pasti. Hasil akhir dimana kedua pihak terluka parah atau bahkan hancur bersama jelas tidak diinginkannya.
Maka usulan Shu Yi bagaikan umpan yang sangat menggoda baginya.
Tapi kemampuan Shu Yi yang luar biasa sudah jelas terlihat. Shu Yi pasti akan memintanya untuk membebaskan Jin Dahai terlebih dahulu. Begitu dia membebaskan Jin Dahai, dia tidak punya cara lagi untuk mengendalikan Shu Yi. Meski usulan Shu Yi sangat menggoda, dia tidak berani mengambil risiko ini.
Ekspresinya berubah beberapa kali, akhirnya dia tertawa terbahak-bahak: "Shu Yi, menurutmu apakah sekarang kau punya kualifikasi untuk bernegosiasi denganku?" Shu Yi memandang dengan penuh amarah, tidak berbicara lagi. Dia mengangkat pisau dan melesat ke arah tembok pemain di depannya.
Xiao Hui dan Biksu sudah bertemu. Xiao Hui ingin langsung menerobos masuk, tapi Biksu masih khawatir: "Ini mungkin akan membuat Kakak Shu terpuruk." Xiao Hui membentak: "Kamu masih belum mengerti? Bahkan jika kita tidak masuk, Kakak Shu sudah dalam bahaya! Selama dia bertahan, kita punya kesempatan. Aku juga tidak tahu kenapa Kakak Shu tidak menyadari ini adalah jebakannya!"
Biksu masih ragu: "Kakak Jin masih di tangan mereka. Jika kita nekat masuk, mereka yang terpojok mungkin akan menyakiti Kakak Jin. Nanti Tuan akan marah pada kita." Xiao Hui mengerutkan alis: "Kok kamu begitu sih? Aku tidak peduli! Kalau takut dimarahi, tidak takutkah kamu kalau dia sampai tewas?"
Begitu selesai bicara, Xiao Hui menghantam pintu dan melesat masuk. Biksu tertegun sejenak, lalu ikut menerobos ke dalam!
Xiao Hui baru saja melesat ke Jalan, beberapa bayangan hitam langsung muncul dari kegelapan. Xiao Hui mendengus rendah: "Yang menghalangiku mati!" Kedua tangannya seperti pisau, langsung menyerang sosok berbaju hitam yang paling depan! Tangan kirinya berubah menjadi cakar, mencekik tenggorokan orang itu dengan kuat, hingga tenggorokannya terputus.
Biksu terdiam membeku. Meski ia tahu kelincahan Xiao Hui tak biasa, tapi tak menyangka Xiao Hui memiliki tekad sekejam ini, seluruh tubuhnya memancarkan aura pembunuh! Xiao Hui tak membawa senjata, senjatanya adalah kedua tangannya. Kekuatannya tak terlalu besar, tapi gerakannya sangat cepat, membuat orang silau. Caranya membuat biksu terkejut, sama sekali tak menyisakan tawanan, ini seperti pembantaian. Dalam hati biksu berdoa: "Amitabha!"
Xiao Hui berkata: "Biksu, bunuh! Jangan tinggalkan tawanan, jangan beri mereka kesempatan membocorkan informasi." Biksu menghela napas, lalu ikut melesat maju.
Sambil bicara, Xiao Hui sudah menghabisi dua orang. Beberapa penjaga pintu ini kemampuannya jauh di bawah orang dalam. Dengan kemampuan tim Xiao Hui dan biksu, tentu mereka tak sanggup menghalau. Xiao Hui benar - saat mereka menyadari penyusup ini sangat tangguh, seseorang langsung mengangkat radio komunikasi ingin memberi tahu ke dalam. Baru saja radio itu diangkat, hidung pria itu sudah dihantam pukulan maut biksu. Matanya berkunang-kunang.
Pukulan kedua biksu kembali datang, kali ini langsung dari rahang bawahnya mengarah ke atas. Orang itu menggigit setengah lidahnya sendiri, darah menyembur keluar. Biksu segera menghindar ke samping agar tak terciprat darah, namun karena menghindar ini, Xiao Hui yang menjadi korban, wajahnya kebanjiran darah si orang itu. Xiao Hui melangkah mendekat, kedua tangannya mencengkeram tengkorak orang itu. "Krak!" Suara tulang patah, dengan tenaga penuh dia memutar kepala, orang terakhir yang menjaga pintu utama pun ambruk.
Xiao Hui dan biksu melesat menuruni anak tangga. Xiao Hui berkata: "Biksu, kau yang jadi garda depan di area terbuka. Aku akan berusaha menyelamatkan Kakak Jin." Usai bicara, Xiao Hui menyelinap masuk ke dalam kegelapan.
Biksu terus melaju ke depan, muncul tiga sosok berbaju hitam. Ketiganya menghadang di depan biksu, tanpa bicara langsung mengangkat tiga bilah katana Jepang. Biksu merapatkan kedua telapak tangan: "Amitabha!" Sebelum suaranya habis, kedua tangan biksu menyambar pedang orang kiri dan kanan. Begitu berhasil mencengkeram pergelangan tangan keduanya, tubuhnya tiba-tiba terjengkang ke belakang sambil mengangkat kaki menendang gagang pedang orang tengah. Dua pedang kiri-kanan secara ajaib berpindah ke tangan biksu, sementara pedang orang tengah melayang tinggi menancap di atap.
Biksu sama sekali tak menghiraukan keterkejutan ketiganya. Tubuhnya kembali tegak, dua pedang di tangannya menyapu leher orang kiri dan kanan secara bersamaan. Kepalanya menghantam keras kepala orang tengah. Si tengah mana bisa menahan "kepala besi" biksu? Dengan erangan pendek, dia pun ambruk. Biksu membalikkan pedangnya, menusukkannya tepat ke jantung orang itu.
Dalam waktu belasan detik, biksu itu telah membunuh ketiga orang tersebut. Ia menghela napas dan berkata lagi: "Amitabha!" Larangan membunuh kembali dilanggar. Tapi ia tidak terpaku pada soal membunuh atau tidak. Seperti kata pepatah: Niat membunuh jangan dimiliki, tekad menegakkan keadilan jangan padam. Ajaran Buddha pun memiliki metafora "singa mengaum".
Biksu itu melanjutkan perjalanan dan melihat Shu Yi!
Shu Yi sudah sangat lemah. Ia bertahan dengan susah payah sementara luka baru bertambah di tubuhnya. Biksu itu melesat ke sisi Shu Yi dan menghadang di depannya. Melihat kedatangan biksu, mata Shu Yi berkunang-kunang lalu ia terjatuh pingsan.
Kemunculan biksu itu membuat pria yang berdiri di samping Jin Dahai terkejut. Pisau di tangannya sudah terhunus, langsung ditempelkan ke leher Jin Dahai: "Berhenti! Atau aku bunuh dia!"
Biksu tertegun sejenak, gerakan tangannya melambat. Pada saat perlambatan itu, tujuh delapan bilah pisau menyambarnya. Biksu terpaksa mengayunkan pisau untuk menghalangi. Ia takut Shu Yi akan disakiti mereka.
Pisau pria itu menembus lengan Jin Dahai: "Sepertinya kau mau dia mati!" Jin Dahai melototi pria itu, mata nyaris meneteskan darah. Bahkan ia menggerakkan tubuhnya sengaja menghantam pisau. Pria itu berteriak: "Cari mati!" Mengangkat pisau lalu menebaskan ke leher Jin Dahai!
Dia sudah putus asa. Kemunculan biksu membuatnya merasakan krisis. Karena biksu sudah datang, kemungkinan akan ada lebih banyak bala bantuan datang. Aksi nyatanya pun akan gagal. Dalam instruksi yang diterimanya terdapat perintah: begitu Shu Yi membawa orang, langsung bunuh sandera di tangan lalu minggat.
Dia sama sekali tidak mau menjadi tawanan Shu Yi dan kawan-kawan. Maka tanpa pikir panjang, dia langsung menyerang Jin Dahai. Dia ingin membunuh Jin Dahai lalu berusaha kabur. Dia percaya diri bahwa beberapa orang itu setidaknya bisa menghalangi biksu sebentar, sehingga dia punya kesempatan untuk pergi. Tapi dia salah. Dia hanya melihat biksu, tapi tidak melihat Xiao Hui!
Saat dia mengangkat pisau, Xiao Hui menghindar seperti hantu dan muncul di depannya. Baru saja pisau terangkat, siku langsung terkena pukulan keras hingga pisau terjatuh! Hatinya kaget, tak menyangka gadis lemah di depannya ternyata saingan berat. Dia cepat mengambil keputusan: kabur!
Siluet tubuhnya menghindar mundur dua meter, berbalik hendak lari. Xiao Hui yang masih muda dan bersemangat mana mau membiarkannya lolos? Xiao Hui melayang mengejar ke belakangnya lalu memukul punggungnya. Pria itu sama sekali tidak mau berurusan dengan Xiao Hui, terus melanjutkan pelarian. Xiao Hui berteriak: "Lihat pisau!" Pria itu kaget, buru-buru menghindar ke samping. Tapi ini jebakan. Karena menghindar, kecepatannya otomatis melambat. Ketika menoleh melihat Xiao Hui, mana ada pisau di tangan gadis itu?
Tapi Xiao Hui benar-benar memiliki pisau, telapak tangannya adalah pisau itu, dengan keras memotong leher pria itu. Melihat tak bisa kabur, pria itu terpaksa menghadapi Xiao Hui. Sebenarnya kemampuan bertarungnya cukup baik, bahkan kekuatannya melebihi Xiao Hui. Namun Xiao Hui unggul dalam kelincahan dan kecepatan.
Pria itu menghujani pukulan maut ke kepala Xiao Hui. Xiao Hui menjatuhkan diri berlutut, tubuhnya merebah ke belakang, kedua tangannya mencengkeram pergelangan kaki pria itu lalu menarik keras. Pria itu terjatuh ke belakang. Dengan tangan menahan tanah, Xiao Hui melompat tinggi, mengubah posisi di udara, lalu terjun cepat. Sekarang sebuah belati muncul di tangannya, menusuk tepat ke jantung pria itu.
Zhu Yi yang baru saja menerobos masuk bersama anak buahnya berteriak: "Tinggalkan tawanan!" saat melihat Xiao Hui hendak memberi pukulan pamungkas. Tapi peringatannya terlambat, gerakan Xiao Hui terlalu cepat - bahkan korban sendiri tak melihat bagaimana belati itu menusuk dadanya.
Wajah Zhu Yi pahit. Xiao Hui dan biksu sama sekali tidak menyisakan seorang tawanan pun. Saat Xiao Hui membebaskan Jin Dahai dari kepungan, sang biksu telah melancarkan jurus pamungkasnya. Delapan orang yang menghadangnya tak berkutik di bawah dua belatinya. Ia patuh pada pesan Xiao Hui: jangan tinggalkan satu nyawa pun.
Saudara-saudara Mo segera naik dan menurunkan Jin Dahai. Barulah Jin Dahai bisa bergerak, lalu melesat menghampiri Shu Yi. Memandang tubuh Shu Yi yang penuh luka dan tak sadarkan diri, air mata mengalir dari matanya. Sejak saat inilah, Jin Dahai benar-benar memberikan pengakuan di lubuk hatinya pada Shu Yi.
Zhu Yi berkata pelan: "Bawa Shu Yi ke rumah sakit dulu! Mo Dong, suruh orang-orang yang Direktur Li kirim untuk bubar. Meski bergegas, tetap saja kita terlambat." Xiao Hui dan Biksu juga mendekati Zhu Yi. Zhu Yi memandang mereka: "Kalian ini... ah, bagaimana harus kuucapkan? Terutama kamu, Biksu, sifat membunuhmu terlalu berlebihan!" Biksu memandang Xiao Hui dengan malu. Xiao Hui membela: "Guru, jangan marahi dia. Ini perintahku. Aku takut mereka melukai Kakak Shu!"
Zhu Yi menggelengkan kepala: "Sudahlah. Memarahi kalian juga percuma. Pergilah. Serahkan sisa pekerjaan pada Li Gang. Kalian terlalu brutal. 25 orang, tak satupun kalian lepaskan!" Xiao Hui melirik ke atas: "Itu bukan salah kami! Siapa tahu kapan kalian bisa sampai di sini!"
Setelah sadar, kata pertama Shu Yi adalah bertanya: Di mana Kakak Jin? Jin Dahai segera mendekati tempat tidur Shu Yi: "Pak Shu, saya... saya telah merepotkan kalian!" Shu Yi tersenyum: "Kakak Jin, syukurlah kamu baik-baik saja, Hmm..." Shu Yi batuk dua kali, Mu Qi'er berkata dengan perih: "Jangan bicara lagi, dokter mengatakan semua luka lamamu terbuka kembali, ditambah banyak luka baru. Sepertinya kamu harus rawat inap lagi 10-15 hari di sini."
Zhu Yi mendekat: "Kamu terlalu impulsif. Sebenarnya kita bisa merencanakan cara penyelamatan yang lebih baik, mengapa harus mempertaruhkan nyawa?" Shu Yi menjawab dengan susah payah: "Setidaknya cara ini membuat hatiku tenang!" Zhu Yi berkata: "Istirahatlah dulu. Setelah kejadian ini, mungkin mereka tidak akan melakukan aksi besar lagi. Sayang, seharusnya kita bisa menemukan titik lemah dari kelompok ini. Tapi Xiao Hui sama sekali tidak menyisakan tawanan untukku, harus menyelidiki perlahan-lahan."
Zhu Yi pergi. Memandang punggungnya yang menjauh, Xiao Hui berkata nakal: "Siapa suruh mereka tidak waspada? Sudah kukatakan sebelumnya, yang menghadangku pasti mati!" Dia mengangkat kepala dengan ekspresi sombong.
