Meski keterampilan Fei Yibiao bagus, mobil mereka jauh kalah dibanding orang itu. Akhirnya, mobil belakang berhasil menyalip. Beberapa kali tabrakan keras membuat penumpang di dalam kepala pusing dan mata berkunang-kunang, oleng tak karuan.
Fei Yibiao membiarkan mobil lawan melewati mereka. Saat pantat mobil lawan baru muncul, dia menginjak gas sekuat-kuatnya menghantam bagian belakang mobil tersebut. Segera memundurkan mobil, mengayunkan ekor mobil dengan keras, langsung masuk ke sebuah gang. Masuk gigi depan, gas full. Mobil melintasi jalan, meluncur cepat ke ujung lain gang. Tapi tak disangka, ini ternyata jalan buntu.
Mobil itu juga berhenti, persis menghadang mulut gang. Mobil Fei Yibiao kini tak mungkin kabur. Empat lelaki berjas hitam turun. Pemimpin kelompok berkata: “Kalian tak bisa lari lagi. Serahkan wanita itu, mungkin kami pertimbangkan membiarkan kalian pergi.”
Fei Yibiao juga menunjukkan semangat yang besar, ia mendengus dingin: "Mimpi, bahkan jika aku mati takkan kubiarkan Fengfeng pergi denganmu." Xiao Feng memandang Fei Yibiao dengan penuh rasa terima kasih, sementara Fei Yibiao menggenggam erat kedua tangan gadis itu sebelum turun dari mobil. Meski Jin Dahai mengkhawatirkan Xie Yi, saat ini ia harus fokus membantu Fei Yibiao mengusir musuh. Namun masih ada tawanan di mobil, yaitu pembunuh bayaran yang melukai Xie Yi. Jin Dahai menyabetkan telapak tangannya ke belakang, orang itu langsung pingsan tanpa sempat berteriak.
Jin Dahai ikut turun dari mobil. Xiao Feng hendak menyusul, tapi Fei Yibiao berkata: "Xiao Feng, kamu tetap di mobil saja." Xiao Feng tidak turun, ia berbisik: "Brother Biao, kalian... berhati-hatilah!"
Tangan Jin Dahai meraih pistol yang tersembunyi di balik jaket. Ia tahu keempat lawan mereka pasti ahli, kemungkinan besar ia dan Fei Yibiao sulit keluar dari kesulitan ini.
Tiba-tiba Fei Yibiao mengaum keras dan menyergap ke depan! Gang sempit ini membuat Jin Dahai tak bisa sembarangan menembak meski sudah mengeluarkan pistol. Akhirnya ia menyimpan senjatanya dan ikut menerjang.
Meski berasal dari keluarga Fei, Fei Yibiao yang lama berkecimpung di dunia hitam tidak menguasai banyak ilmu bela diri keluarga. Gayanya bertarung ala bajingan pasar ini mungkin efektif melawan orang biasa, tapi menghadapi empat ahli dengan kelincahan luar biasa jelas bukan tandingan. Baru maju beberapa langkah, tubuhnya sudah keburu dihujani pukulan berat. Untung Jin Dahai datang tepat waktu membantu meredakan tekanan.
Jin Dahai memang kelincahannya jauh di bawah keempat orang itu, tapi dia bertipe kekuatan, kecepatannya juga luar biasa. Kecepatan dan kekuatan menutupi kekurangannya dalam keterampilan, untuk sementara dia dan Fei Yibiao masih bisa bertahan. Tapi Jin Dahai sendiri tahu, kemampuan tim lawan sangat kuat, dirinya mungkin tidak bisa bertahan lama. Entah kapan Xiao Sheng dan biksu bisa tiba, atau bisakah mereka menemukannya?
Keempat orang itu tak menyangka Jin Dahai ternyata seekor banteng liar yang luar biasa kuatnya. Mereka juga tak ingin berlama-lama dengan Jin Dahai. Pemimpin kelompok itu mengeluarkan pisau pendek sepanjang sekitar 30 cm dari tubuhnya, lalu ketiga orang lainnya juga menunjukkan senjata mereka.
Xiao Feng yang duduk di mobil melihat keadaan ini hatinya putus asa. Meski tak paham bela diri, dia bisa melihat bahwa dalam pertarungan tangan kosong pun Jin Dahai dan Fei Yibiao sudah kalah. Kini lawan bahkan mengeluarkan pisau pendek. Dia tak bisa diam lagi, ingin turun dari mobil. Tiba-tiba sebuah tangan menariknya.
Hatinya berdebar, menunduk melihat - itu Xie Yi. Tatapan Xie Yi sudah sayu, tapi kesadarannya masih terjaga. Xie Yi meraba-raba pistol dari tubuhnya dan menyerahkannya ke Xiao Feng: "Ambil... tembakkan ke langit!" Dengan susah payah Xie Yi membuka pengaman pistol, lalu menyerahkan senjata itu ke tangan Xiao Feng.
Xiao Feng turun dari mobil, mengangkat pistol dan menembak ke langit. Dentuman tembakan itu membuat semua yang sedang bertarung kaget. Seorang lelaki berjas hitam lebih dulu sadar, melompati Fei Yibiao dan bersiap merebut senjata, membunuh Xiao Feng!
Fei Yibiao mana mungkin membiarkannya berhasil. Dalam kepanikan, ia merangkul erat lelaki itu dari belakang. Lelaki itu membalas dengan menusukkan pisau ke rusuk Fei Yibiao. Tiga lelaki berjas hitam lainnya semakin gencar menyerang Jin Dahai. Jin Dahai hampir tak bisa bertahan. Beberapa kali ia berusaha meraih senjata, tapi lawan sama sekali tak memberinya kesempatan. Ia hanya bisa mengertakkan gigi menahan serangan, tubuhnya terkena beberapa luka pisau meski hanya luka luar.
Fei Yibiao merangkul lelaki yang hendak menyerang Xiaofeng, ditusuk dua kali. Ia berteriak keras: "Tembak, Xiaofeng! Cepat tembak!" Xiaofeng menggenggam erat senjata dengan kedua tangan mengarah ke lelaki itu, tapi moncong senjata terus bergetar. Ia takut menembak. Fei Yibiao dan lelaki itu berdempetan erat. Xiaofeng khawatir akan melukai Fei Yibiao. Wajahnya pucat pasi karena cemas dan ketakutan. Lelaki itu mengancam: "Jika tak segera buang senjata, aku tusuk dia sampai mati!" Pisau diangkatnya, hendak menusuk Fei Yibiao lagi dari belakang!
Xiaofeng menjerit: "Berhenti!" Tangannya melemas, senjata jatuh ke lantai! Fei Yibiao tak menyangka Xiaofeng mau meletakkan senjata demi dirinya. Hatinya tersentuh, tapi lebih banyak kekhawatiran: "Xiaofeng, ambil lagi! Meski kau letakkan senjata, dia tetap takkan membiarkan kita pergi."
Senyum putus asa mengembang di wajah Xiaofeng: "Kakak Biao, meski harus mati, jika bisa mati bersamamu, aku sudah merasa sangat berbahagia dan puas!"
"Jin Dahai menjerit dalam hati, dia tahu dirinya sudah tidak bisa bertahan lagi. Jika nafas terakhir ini kendor, mungkin dia tak akan punya keberanian dan kemampuan untuk terus melawan!"
Tepat di saat itu, bayangan putih menyelinap dari ujung gang dan mendarat tepat di depan Xiaofeng. Xiaofeng melihat percikan darah yang masih hangat menciprati wajahnya.
"Lepaskan dia, dia sudah mati!" Suara lembut itu terdengar oleh Fei Yibiao. Bayangan putih itu langsung melesat ke arah Jin Dahai, seorang jas hitam lagi ambruk. Fei Yibiao tersadar, melepaskan mayat jas hitam yang dipegangnya dengan wajah bersemangat: "Kak Fan!" Teriaknya sebelum akhirnya ambruk kelelahan. Tubuhnya sudah kehabisan tenaga, hanya bertahan karena keinginan terakhir melindungi Xiaofeng.
Xiaofeng bergegas merangkul Fei Yibiao: "Brother Biao!"
Kehadiran Fei Yifan langsung meringankan tekanan Jin Dahai. Jin Dahai kembali bersemangat, menghajar jas hitam dengan gigih. Tiga jas hitam yang masih hidup melihat situasi memburuk, salah satu berteriak: "Mundur!" Ketiganya berusaha kabur. Fei Yifan menyeringai: "Mau lari? Tidak semudah itu!" Menyaksikan teknik pembunuhan Fei Yifan, Jin Dahai berteriak: "Teman, tangkap hidup-hidup!"
Fei Yifan mengejar sambil melirik Jin Dahai: "Kamu siapa?" Jin Dahai menjawab: "Dari Seksi Sembilan Biro Kelima Kementerian Keamanan Negara!" Fei Yifan tersenyum: "Bagus!" Setelah berkata demikian, Fei Yifan langsung mengejar ketiga orang itu. Meski teknik belakang Fei Yifan hebat, sebenarnya tiga orang ini bisa menghadangnya jika bekerja sama. Namun ketiganya sudah diliputi ketakutan, dan mereka sadar misi mereka semakin sulit untuk diselesaikan. "Selama gunung tetap hijau, tak perlu khawatir kayu habis," akhirnya mereka memutuskan untuk kabur.
Jin Dahai tertegun di tempat. Ia belum memahami makna kata "bagus" yang diucapkan Fei Yifan sebelum pergi. Ia menggelengkan kepala, lalu berbalik dan mengambil pistol yang dilempar Xiao Feng ke tanah, kemudian kembali ke sisi Xie Yi. Xie Yi sudah tak sadarkan diri. Meski Jin Dahai telah mengikat erat luka Xie Yi dengan kain, darah masih terus merembes keluar.
"Xie Yi, bertahan sebentar lagi! Xiao Sheng dan yang lain akan segera sampai!" Jin Dahai berteriak dalam hati.
Fei Yifan kembali dengan membawa seorang lelaki berjas hitam yang masih hidup, meski seluruh tubuhnya berlumuran darah. Dengan tenang Fei berkata: "Satu mati, satu kabur, tinggal ini yang tersisa." Ia melemparkan pria itu ke tanah lalu berkata pada Jin Dahai: "Ayo semua naik mobil, kita bawa mereka ke rumah sakit dulu." Fei Yifan sendiri duduk di kursi pengemudi, menghidupkan mesin dan melaju kencang ke rumah sakit. Tentu saja mobil yang mereka gunakan sekarang adalah mobil mewah milik pria berjas hitam itu - mobil bagus yang dikemudikan Fei Yifan dengan kecepatan tinggi!
Xiao Sheng dan biksu tiba di rumah sakit. Xie Yi sedang dalam pertolongan pertama. Meski Fei Yibiao juga terluka, kondisinya tidak parah. Cukup dengan penanganan sederhana pada lukanya lalu dibalut. Namun Xie Yi, meski hanya terlihat satu luka pisau, nyaris tidak bisa diselamatkan karena kehabisan darah. Dokter mengatakan, jika terlambat setengah jam lagi, hanya bisa mengurus pemakaman.
Xie Yi tidak mati. Ini membuat semua orang legah.
Ximen Wuwang menerima telepon dari Xiao Sheng. Ia berkata: "Begini saja, pulangkan dulu si pembunuh dan Nona Xiaofeng. Rumah sakit mungkin tidak aman." Xiao Sheng agak serba salah: "Pembunuh mudah, tapi Nona Xiaofeng mungkin menolak. Katanya ingin menjaga lelaki itu." Ximen Wuwang menjawab: "Baiklah, bawa dulu si pembunuh. Biksu tetap di rumah sakit untuk menjaga Xie Yi! Beri tahu mereka, saya akan segera ke sana."
Shu Yi menerima telepon dari Ximen Wuwang. Ia mendengarkan detail kejadian dengan saksama - meski Ximen Wuwang sendiri hanya mendapat info sepintas dari Jin Dahai. Setelah mendengar semuanya, Shu Yi berkata: "Hm, berhati-hatilah." Ximen Wuwang menambahkan: "Fei Yifan tampaknya ramah pada kami. Apakah ini karena martabat Anda, Pak Shu?" Shu Yi menjawab datar: "Kami pernah bertemu sekilas. Mungkin ia masih ingat ikatan lama."
"Menutup telepon, suasana hati Shu Yi terasa berat. Awalnya ia berencana menginap di Yanjing, namun kini ia mengubah keputusan. Mendengar kabar Xie Yi mengalami koma akibat cedera parah, kekhawatiran mendalam menyelimuti hatinya. Ia memutuskan menemui Yan Zheng untuk berpamitan. Bersembunyi terus bukanlah solusi - ia harus pergi ke Anxi."
"Sudah mantap dengan keputusan? Tidak takut mereka menjadikanmu bahan pertimbangan lagi?" Yan Zheng menatap Shu Yi sambil berbisik. Shu Yi menjawab tegas: "Sekarang semua masalah sudah terpampang di meja. Kurasa nilai gunaku bagi mereka sudah tidak banyak lagi." Yan Zheng bertanya: "Bagaimana dengan Tua Hua? Ikut serta?" Shu Yi tersenyum kecut: "Bagaimana kalau tidak? Tinggalkan untuk kalian?" Yan Zheng cepat-cepat menggeleng: "Lupakan, lebih baik bawa saja dia. Aku khawatir sifatnya yang meledak-ledak bisa menghancurkan markasku!"
"Siapa yang membicarakan keburukanku di belakang?" Suara parau terdengar malas dari belakang Yan Zheng. Jelas itu Hua Wei.
