Yan Hua akhirnya minggir: "Silakan masuk!" Mu Qi'er masuk ke dalam rumah, Yan Hua menutup pintu rapat-rapat lalu duduk di sofa: "Ayo, sebenarnya apa yang terjadi?" Mu Qi'er menceritakan semua kejadian saat menemani Wei Chunrou ke sekolah. Yan Hua menuangkan sendiri secangkir air dan meminumnya beberapa teguk: "Kalau mau minum ambil sendiri, jangan suruh aku melayanimu. Aku takut tidak bisa menahan diri untuk meracunimu."
Mu Qi'er juga menuangkan secangkir air, menyangga cangkir itu sambil berbisik: "Maaf, aku terlalu ceroboh." Yan Hua memicingkan matanya, seolah sedang memikirkan sesuatu. Mu Qi'er bertanya pelan: "Kudengar kau sudah menangani si brengsek yang mengganggunya..." Yan Hua melirik Mu Qi'er: "Nie Lan yang memberitahumu, ya?" Mu Qi'er menjawab: "Mungkin kau terlalu impulsif."
Yan Hua menatap Mu Qi'er: "Sudah berapa lama kau mengenal Shu Yi?" Mu Qi'er berpikir sejenak: "Lebih dari tiga tahun." Yan Hua berkata: "Bisa ceritakan bagaimana kalian bertemu?" Mu Qi'er menjawab: "Tentu, tidak ada yang perlu disembunyikan." Kemudian Mu Qi'er mulai menceritakan perkenalannya dengan Shu Yi secara rinci, meski bagian-bagian rahasia sama sekali tidak disinggung. Meski begitu, Yan Hua tetap mendengarkan dengan penuh minat.
Mengetahui Mu Qi'er telah melewati begitu banyak hal bersama Shu Yi, bahkan melalui cobaan hidup dan mati, Yan Hua tiba-tiba merasa kecewa. Setelah Mu Qi'er selesai bicara, Yan Hua menghela napas dalam-dalam dan berbisik, "Sepertinya hubungan kalian berdua sangat erat." Mu Qi'er mengangkat cangkirnya dan meneguk air: "Kamu menyukai dia?"
Yan Hua tertegun sejenak, sama sekali tidak menyangka Mu Qi'er akan seblakangan terus terang.
Tangan Yan Hua gemetar, air dalam cangkirnya tumpah.
Mu Qi'er menaruh cangkir di meja, menyandarkan tubuh ke belakang, memutar lehernya dengan santai, ekspresinya tenang seolah tak ada yang terjadi.
Yan Hua melihat jam: "Kenapa Chun Rou belum kembali?" Mu Qi'er menjawab: "Haruskah aku mencari lagi?" Yan Hua mengangguk, Mu Qi'er pun beranjak pergi untuk memeriksa sekolah sekali lagi.
Setelah Mu Qi'er pergi, Yan Hua masih duduk termenung di sofa.
Dari lubuk hati, dia iri pada Mu Qi'er. Sungguh dia berharap dialah yang mengalami pasang surut hidup-mati bersama Shu Yi. Sebenarnya dia tidak punya prasangka buruk pada Mu Qi'er, meski perasaannya pada Shu Yi membuatnya canggung bahkan cemburu saat berhadapan, tapi sama sekali tak terpikir untuk berbuat jahat. Dia paham, menyakiti Mu Qi'er berarti melukai Shu Yi.
Pintu terbuka. Yan Hua menoleh dan melihat Wei Chun Rou kembali.
“Chunrou, kamu tadi pergi ke mana?” Wei Chunrou tersenyum sambil berkata: “Kakak Yan Hua, kenapa sudah bangun? Semalam tidak tidur semalaman, sebaiknya istirahat lebih banyak.” Yan Hua tersenyum tipis: “Tidak apa, setelah tidur sebanyak ini sudah jauh lebih baik. Kamu menghilang ke mana? Nona Mu pergi mencarimu lagi.”
Wei Chunrou tertegun sejenak: “Hah? Aku tadi ada di sekolah! Kukira dia ada urusan mendesak sampai harus pergi duluan!” Yan Hua bertanya: “Bukannya kamu yang pergi duluan? Dia pulang duluan karena tidak bisa menemukanmu.” Wei Chunrou meneguk air: “Masa sih? Aku lihat dia sedang mengobrol dengan para pria itu, lalu berdiri di samping menunggunya. Kebetulan bertemu dua teman sekampung dari akademi musik, kami pun mengobrol sebentar. Saat aku menoleh kembali ke arahnya, dia sudah menghilang.”
Sorot dingin melintas di mata Yan Hua.
Wei Chunrou tidak duduk, malah bertanya: “Kakak, sudah makan belum?” Yan Hua menggeleng. Wei Chunrou tersenyum: “Tunggu sebentar, aku akan membuatkan untukmu!” Tanpa menunggu Yan Hua membuka mulut, Wei Chunrou langsung masuk ke dapur.
Yan Hua tidak berkata-kata, mengambil kembali cangkir teh di meja. Hatinya terasa sesak. Pasti salah satu dari Mu Qi'er dan Wei Chunrou yang berbohong. Tapi mengapa? Meski ini bukan masalah besar, Yan Hua harus tetap waspada. Dia tidak ingin orang di sekitarnya mendekatinya dengan tujuan dan motivasi tersembunyi. Sejak kematian Nenek, Yan Hua merasa dirinya terjerat dalam sebuah pertandingan besar. Dia juga sangat paham, ada satu orang lain yang terlibat langsung dalam pertandingan ini - Shu Yi!
Percakapan tadi dengan Mu Qi'er membuatnya mulai menyukai wanita itu. Seorang yang bisa hidup dan mati bersama Shu Yi pastinya bukan penjahat. Meski Yan Hua tidak berpendidikan tinggi, dia sangat peduli - dan yang dipedulikannya adalah Shu Yi.
Tapi perkataan Wei Chunrou jelas-jelas menunjukkan bahwa Mu Qi'er sedang berbohong. Yan Hua tidak bisa mentolerir permainan dua wajah Mu Qi'er. Jika benar demikian, Mu Qi'er sama sekali tidak pantas bersama Shu Yi.
Namun intuisi mengatakan padanya bahwa Mu Qi'er tidak seperti pembohong. Lagipula ini hal sepele, tak perlu dibohongi. Jika Mu Qi'er tidak mau bertanggung jawab atas keamanan Wei Chunrou, ngapain dia repot-repot menemani ke sekolah bahkan sampai bolak-balik?
Memikirkan ini, Yan Hua melirik ke arah dapur.
Di lubuk hatinya sudah ada jawaban: Ucapan Wei Chunrou tadi yang terkesan santun itu pasti ada maksud tersembunyi. Meski Yan Hua sangat tidak ingin mencurigai Wei Chunrou - toh gadis itu sudah mengalami begitu banyak masalah karena dirinya.
Yan Hua berdiri dan mendekati pintu dapur: "Chunrou, perlu bantuan tangan?"
Wei Chunrou berkata: "Tidak perlu, aku bisa sendiri. Kak, kalau kamu tidak sibuk, temani aku ngobrol saja." Yan Hua tersenyum mengangguk: "Baiklah." Wei Chunrou melanjutkan: "Kak, aku bisa lihat kamu suka pada Kakak Shu itu kan?" Wajah Yan Hua memerah sedikit: "Si gadis kecil, ngomong apa sembarangan!" Wei Chunrou tertawa: "Jangan meremehkan orang, penglihatanku cukup tajam untuk hal ini. Ah, entah si Kakak Mu pakai cara apa sampai bisa diperlakukan istimewa begitu oleh Kakak Shu!"
Hati Yan Hua berdebar. Wei Chunrou kembali mengarahkan topik pembicaraan ke Mu Qi'er. Apakah ini kebetulan belaka?
Yan Hua berkata dengan tenang: "Kakak Mu itu baik, cantik jelita, berbudaya, penampilannya mirip bidadari." Wei Chunrou mendengus: "Kak Yan Hua, jangan bilang begitu. Kamu juga cantik kok, tidak kalah darinya. Soal berbudaya? Itu kan cuma soal bisa baca tulis lebih banyak? Kak, meskipun aku mahasiswa, tapi di hadapanmu aku justru lebih mengagumimu."
Yan Hua hanya tersenyum, tidak melanjutkan percakapan.
Wei Chunrou bersikeras: "Kak, kalau aku jadi kamu, tidak akan menerima kekalahan begitu saja. Apa dasarnya? Kita ini apa kurang dari mereka? Mereka baru kenal berapa lama? Kak sudah menyukainya selama dua belas tahun." Yan Hua menyadari sikap Wei Chunrou seolah kembali ke kepribadiannya yang dulu, semakin cerewet dalam berbicara.
Dua hari terakhir Wei Chunrou terus-menerus murung, peristiwa itu merupakan pukulan berat baginya. Tapi di wajah Yan Hua kini tak terlihat lagi jejak luka sedikitpun. Yan Hua berkata: "Apa yang bisa dilakukan?" Wei Chunrou mengerutkan alis dengan ekspresi polos: "Kakak, bukankah kamu 'Ratu Gu'? Menurut novel yang kubaca, gadis Miaojiang bisa menaruh 'Gu Cinta'. Dengan ini, bukankah Kakak Shu akan sepenuhnya milikmu?"
Hati Yan Hua berdebar, tapi ekspresinya tetap tenang: "Bagaimana bisa? Orang yang kena 'Gu Cinta' hanya akan jadi mayat hidup. Maukah kau dengan lelaki seperti itu?" Wei Chunrou menjulurkan lidah: "Jangan, Kak Yan Hua. Aku hanya sembarangan bicara. Jangan taruh ini ke Kakak Shu."
Yan Hua berkata dengan tenang: "Tenang, aku tidak akan." Wei Chunrou tampak lega: "Bagus. Tapi Kak Yan Hua, bisakah kau buat Kakak Mu meninggalkan Kakak Shu? Tapi jangan sampai menyakiti Kakak Mu ya..." Dia mengangkat kepala sambil berpikir: "Sebaiknya buat Kakak Mu melupakan Kakak Shu!"
Yan Hua tersenyum: "Sudahlah, si gadis, urusan ini jangan kau ikut campur. Asmara tidak bisa dipaksakan. Lagipula, kalaupun aku benar-benar membuat Mu Qi'er meninggalkan Shu Yi, Shu Yi tetap tidak mungkin bersamaku." Mengingat ini, Yan Hua menghela napas: "Ini sama saja menyakiti Shu Yi. Aku takkan melakukan hal yang tidak disukainya."
Wei Chunrou menghela napas: "Aku akhirnya mengerti, Kakak Yan Hua. Kau lebih mencintai Kakak Shu daripada siapapun."
Wei Chunrou mengeluarkan mi. Setelah makan, dia mengaku ingin tidur siang dan kembali ke kamar. Yan Hua juga pulang ke kamarnya, tapi sama sekali tidak mengantuk. Ekspresi Wei Chunrou hari ini terasa tak wajar. Dia terlalu memperhatikan hubungan antara dirinya, Shu Yi, dan Mu Qi'er. Setiap ucapannya seperti menyiratkan hasutan agar Yan Hua merebut asmara Shu Yi dan Mu Qi'er!
Ini jelas-jelas provokasi telanjang dari Wei Chunrou. Mengapa dia melakukan ini? Yan Hua tak bisa menemukan jawabannya. Wei Chunrou bahkan tak peduli nasib akhir orang yang mengganggunya, malah sibuk mengurusi asmara orang lain. Tanpa sengaja, Yan Hua melirik jam. Mu Qi'er sudah pergi empat puluh menit tapi belum kembali, bahkan tak ada satu telepon pun. Ada perasaan tidak beres yang menggelitiknya, tapi entah di mana letak ketidakberesan itu.
Dia lari ke ruang tamu dan menelepon Mu Qi'er. Teleponnya mati.
Yan Hua melirik kamar Wei Chunrou yang berpintu tertutup, setelah berpikir sebentar ia meninggalkan rumah dan memutuskan pergi ke sekolah mencari Mu Qi'er.
Baru sampai di gerbang kompleks perumahan, ia melihat Mu Qi'er yang terlihat kerepotan dengan napas tersengal-sengal. Yan Hua melangkah mendekat: "Kenapa lama sekali? Teleponmu tidak diangkat!" Mu Qi'er tersenyum kecut: "Jangan ditanya, baru keluar sekolah langsung dihadang perampok. Tas sempat direbut, tapi akhirnya berhasil merebut kembali."
Yan Hua mengerutkan alis: "Penjahatnya tertangkap?" Mu Qi'er menggeleng: "Tidak. Saat kukejar, dia kabur naik sepeda motor. Untung barang berhasil kuselamatkan, cuma waktunya jadi molor." Yan Hua berkata: "Belum makan?" Mu Qi'er menggeleng: "Xiao Wei sudah pulang?" Yan Hua menjawab: "Sudah. Makanlah dulu di luar saja!"
Mu Qi'er memesan semangkok pangsit dan makan pelan-pelan. Yan Hua duduk diam di sampingnya sambil termenung. Tanpa sadar ia menghubungkan peristiwa perampokan Mu Qi'er dengan hasutan Wei Chunrou. Secara logika, dua hari terakhir Mu Qi'er seharusnya terus menemani Wei Chunrou, sehingga Wei Chunrou tidak punya kesempatan berbicara sendiri dengannya. Memisahkan Mu Qi'er pasti untuk memberi kesempatan Wei Chunrou menghasutnya melawan Mu Qi'er. Yan Hua menghela napas, bahkan mulai meragukan keaslian insiden yang menimpa Wei Chunrou.
