“Keturunan Jenderal kemudian terbagi menjadi dua cabang, satu bermarga Xiang, sedangkan yang lain bermarga Gu! Namun cabang bermarga Xiang yang berkali-kali menyusup ke Miaojiang untuk mencuri 'Darah Chi You' akhirnya diawasi ketat oleh 'Wu Rui'. Setiap keturunan Xiang yang memasuki Miaojiang langsung menarik perhatian 'Wu Rui', perhatian yang kadang berujung pertumpahan darah. Alhasil, keturunan Xiang dari Jenderal pelan-pelan merosot dan akhirnya melebur ke dalam marga Gu!”
Baru sekarang Shu Yi mengerti, mengapa Yuan Fa yang awalnya bernama Xiang Zhiyong kemudian mengganti namanya menjadi Gu Tianyi. Rupanya ada detail rumit di balik perubahan nama itu.
“Setelah sepuluh tahun kekacauan, semua mulai tenang. Aku kira urusan 'Darah Chi You' tidak akan diangkat lagi. Tapi siapa sangka... mereka malah kembali...”
Catatan berhenti tiba-tiba di situ. Shu Yi menutup buku catatan itu perlahan. Saat menutupnya, bayangan muncul di otaknya: Ayah Yan Hua yang sedang membungkuk di meja menulis sesuatu di buku catatan, tiba-tiba terkejut mendengar suara aneh. Buru-buru dia menyimpan buku itu ke dalam tas kertas minyak dan menyembunyikannya di lemari.
Shu Yi memasukkan catatan ke dalam tasnya, lalu mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya sambil bergumam, "Kenapa bisa hilang?" Fu Lin yang berdiri di samping bertanya, "Tuan, apa isi buku catatan itu?" Shu Yi menatapnya, "Beberapa legenda tentang 'Darah Chi You'." Fu Lin penasaran, "Boleh saya lihat?" Shu Yi menggelengkan kepala, menggenggam tasnya sambil berkata, "Kamu tunggu di sini, saya ada urusan."
Ia keluar rumah dan melihat Xie Yi masih berjaga di halaman. "Xie Yi, saya akan pergi sebentar," ujarnya. Xie Yi segera bertanya, "Tuan, perlu bantuan?" Shu Yi kembali menggeleng.
Shu Yi sendiri kembali ke hutan kecil itu. Setelah memastikan sekeliling sepi, dengan cepat ia mengeluarkan buku catatan dari tas, merobek beberapa halaman berisi tulisan, lalu membakarnya dengan pemantik. Baru setelah menginjak-injak abunya hingga hancur, ia merasa lega. Entah mengapa ia melakukan ini, tapi ia tahu ini membuat hatinya lebih tenang.
Saat kembali ke kediaman, kedua orang tua keluarga Shang sudah pulang.
Shang Ziman melihat kedatangan Shu Yi dan bertanya, "Tuan Shu, dari mana?" Shu Yi tersenyum, "Hanya berjalan-jalan di hutan belakang!" Shang Ziman berkata tenang, "Entah daya tarik apa di hutan itu. Baru sebentar kami di sini, sudah dua kali saya lihat Tuan kesana!" Sejujurnya, firasat Shang Ziman cukup akurat.
Shu Yi mengerutkan alisnya: "Lagipula sedang tidak ada kerjaan, jalan-jalan saja!" Shang Ziman tertawa: "Jalan-jalan biasa perlu membawa tas?" Sebelum Shu Yi sempat menjawab, Shang Zizai melototi Shang Ziman: "Lao Wu, bagaimana bisa kamu bicara seperti ini pada Tuan Shu? Tidak tahu aturan!"
Shang Zizai tersenyum pada Shu Yi: "Tuan Shu, jangan diambil hati. Lao Wu memang temperamennya begitu, mudah gelisah dan cerewet." Shu Yi berkata tenang: "Tidak apa." Ia mengeluarkan rokok dan menyerahkan pada Shang Zizai dan Shang Ziman: "Apa ada temuan selama kalian keluar tadi?" Shang Zizai juga menjadi serius: "Kami menyelidiki di pemerintah desa, kabar tentang 《Lukisan Kabur Pegunungan Miao》 masih belum ada, tapi ada temuan lain."
Shu Yi bertanya: "Temuan apa?"
Shang Zizai menjawab: "Kami menemukan lokasi rahasia di pinggang gunung puncak barat. Ada gua kapur, meski pintu masuknya disembunyikan, tetap ketahuan oleh Lao Wu. Setelah memeriksanya, kami menemukan barang-barang berharga tersimpan di dalam - antik, kaligrafi, lukisan. Karya seninya dibungkus rapi dengan kertas tahan air berminyak. Oh ya, ada juga alat ritual dan uang tunai."
Shu Yi berbisik: "Kemungkinan ada orang yang datang kali ini menemukan gua itu dan menganggapnya sebagai ruang penyimpanan alami." Shang Zizai menggelengkan kepala: "Tempat itu dipenuhi aura licik. Ngomong-ngomong, kami juga mencium bau menyengat seperti aroma pembakaran mayat di krematorium. Lalu aku memeriksa sekeliling dan menemukan sisa abu di sudut gua. Setelah kuperiksa dengan teliti dan kucium, aku pasti itu abu dari daging dan tulang manusia yang terbakar."
Shu Yi terdiam sejenak: "Kau maksud ada yang membakar mayat di gua?" Shang Zizai tersenyum kecut: "Secara logika iya, tapi membakar mayat harus pakai api kan? Selain abu tulang-daging, sama sekali tidak ada sisa abu lain. Tuan Shu, tanpa kayu bakar, bagaimana mungkin manusia bisa terbakar sempurna sampai tak tersisa sedikit pun serpihan tulang sebesar kacang? Meski pakai bahan bakar pun efeknya tidak akan seperti ini." Shu Yi juga penasaran: "Menurutmu?"
Shang Zizai menggeleng: "Aku juga tidak tahu, mungkin penilaianku salah."
Sudut mulut Shang Ziman berkedut, tapi akhirnya dia diam saja. Shang Zizai yang memperhatikan ini tidak bisa bertanya lebih lanjut di hadapan Shu Yi. Shu Yi berdiri: "Ajak aku melihat!" Shang Zizai mengangguk: "Baik, saya antar Tuan."
Shang Ziman buru-buru berkata: "Kakak Ketiga, aku tidak ikut."
Shang Zizai berkata tenang: "Kalau kau lelah, istirahatlah yang cukup."
Xie Yi dan Fu Lin juga ikut mendampingi, hanya menyisakan Shang Ziman sendirian. Melihat Shu Yi dan yang lain sudah menjauh, Shang Ziman mengeluarkan telepon dari sakunya dan memencet nomor.
"Shu Yi sudah memegang tiga lukisan. Kita harus sabar menunggu sampai dia menemukan dua lainnya baru bertindak." Shang Ziman berbisik. Suara wanita terdengar dari receiver: "Hm, ini tidak bisa dipaksakan. Tapi kudengar Kakak Ketigamu berseteru denganmu dalam hal ini? Bukankah kalian dekat? Pastikan bisa merebutnya ke pihak kita."
Shang Ziman menghela napas: "Mungkin sulit. Kakak Ketigaku sangat patuh pada prinsip. Dia bilang akan menjalankan perintah Kakek tanpa kompromi. Bahkan dia memperingatkanku, jika berani berniat apapun pada 'Darah Chi You', dia akan mengulitiku hidup-hidup!"
Wanita itu mendengus dingin: "Lalu kau? Takut hanya karena ancamannya?" Shang Ziman menjawab serba salah: "Bukan begitu. Aku berusaha menghindarinya agar dia tidak tahu." Wanita itu menjawab dingin: "Shang Lao Wu, kau pikir bisa menyembunyikan api dengan kertas?" Shang Ziman juga tahu Shang Zizai pasti akan mengetahuinya, hanya masalah waktu saja. Hatinya terus resah karena ini.
Shang Ziman bertanya: "Lalu apa saranmu?" Wanita itu berkata: "Jika benar sampai titik dimana kakakmu ingin mencabut nyawamu, apa yang akan kau lakukan?" Shang Zizai terdiam. Sejujurnya, di lubuk hati dia memang gentar menghadapi kakak ketiganya ini. Jika benar harus berhadapan, jelas dia bukan tandingan Shang Zizai.
Wanita itu berbisik: "Shang Laowu, saat itu benar-benar tiba, bukan kau yang membunuhnya, dialah yang akan membunuhmu. Pikirkan baik-baik! Daripada tertekan nanti, lebih baik rebut inisiatif sekarang. Seperti kata peribahasa, serang lebih dulu sebelum diserang!" Shang Ziman berkata: "Tapi dia tetap Kakak Ketigaku, kami saudara satu ibu!"
Wanita itu tertawa: "Saudara? Kau menganggapnya saudara, tapi dia? Tahukah kau mengapa dia begitu patuh pada ayahmu? Jangan bilang karena bakti, itu karena dia akan menjadi tuan kastil Gutun berikutnya." Alis Shang Ziman berkerut, Shang Zizai pernah berkata tidak berminat jadi penguasa Gutun. Dengan ragu ia berkata: "Tidak mungkin!"
Wanita itu melanjutkan: "Percaya atau tidak terserahmu. Kau juga tahu dia sudah memperingatkanmu, siapa yang memberinya wewenang ini? Selain ayahmu, siapa lagi yang akan memberinya hak untuk menghadapi adik kandungnya sendiri? Pikirkanlah, di hati ayahmu, Shang Ziman sebenarnya apa nilaimu?"
Wanita itu menutup telepon, meninggalkan Shang Ziman dengan wajah getir. Wajahnya sangat masam, pucat, lalu membiru. Tiba-tiba sorot mata kejam terpancar: "Kakak Ketiga, kau tak berperi kemanusiaan, jangan salahkan saudaramu ini tak berprikeadilan!" Gumam Shang Ziman.
"Aku pernah ke Dufeng sebelumnya, tapi tak pernah menemukan gua kapur," kata Shu Yi.
Shang Zizai tersenyum: "Aku juga tidak menyadarinya, adik kelima yang jeli. Karena pintu masuknya berada di belakang gunung bagian pinggang, di bawahnya sangat curam, biasanya orang tidak akan pergi ke sana." Shu Yi bertanya: "Lalu bagaimana kalian bisa menemukannya?" Shang Zizai menjawab dengan malu: "Saat itu Ziman ingin buang air kecil, karena sisi gunung ini menghadap ke jalan setapak, dia berkeliling ke belakang dan baru menemukannya."
Tak lama kemudian, keempat orang itu telah tiba di kaki Gunung Dufeng. Xie Yi menunjuk ke arah bayangan manusia di jalan gunung tak jauh di depan: "Wah, selain kita ternyata ada orang yang naik gunung?" Shu Yi juga melihatnya, dia berkata: "Ayo, naik dan lihat siapa itu!"
Shu Yi dan Shang Zizai mendekati belakang orang itu terlebih dahulu. Orang itu mendengar keributan di belakang, refleks berbalik.
Ini adalah pria paruh baya sekitar 40 tahun berambut panjang sepanjang bahu, berkacamata, mengenakan pakaian kasual. Yang paling unik adalah mantel merahnya yang memiliki banyak saku penuh terisi. Di pundaknya terdapat tas ransel, di dada tergantung kamera Nikon DSLR high-end. Di atas tas ransel tergeletak tas kecil sepanjang satu meter yang tidak terlalu tebal. Shu Yi tahu itu pasti tripod kamera.
Shu Yi tersenyum: "Tuan pasti seorang penggemar fotografi? Xi Xiang adalah tempat yang sangat indah dengan banyak pemandangan cantik yang layak Anda abadikan!" Pria itu menjawab: "Kamu benar, ini sudah ketiga kalinya aku ke Xi Xiang. Setiap kali sensasinya berbeda."
Lalu lelaki itu mengeluarkan kotak kartu nama dari tubuhnya, tersenyum sambil menyerahkan kepada Shu Yi dan Shang Zizai: "Nama saya Shen Jingwu, wartawan bagian suplemen Harian Kota Lin." Shu Yi menerima kartu nama: "Ternyata wartawan koran provinsi, senang bertemu! Senang bertemu!" Saat itu Xie Yi dan Fu Lin juga sudah menyusul, Shen Jingwu tersenyum berkata: "Dua teman muda ini juga bersama kalian?"
Shu Yi mengangguk: "Kami satu rombongan."
Shen Jingwu buru-buru menyerahkan kartu nama lagi.
Mereka bersama-sama berjalan menuju gunung. Shen Jingwu berkata: "Apakah kalian juga datang ke Xi Xiang untuk berwisata?" Shang Zizai menjawab: "Benar, meski beberapa daerah di luar Xi Xiang sudah menjadi kawasan wisata, tapi hanya dengan masuk lebih dalam kita bisa menikmati keindahan Pegunungan Miao dan kearifan alam keluarga Miao."
