Di Tunpu, Kakek Shang sedang berdiri di depan meja kerja besar membentangkan kertas Xuan sambil memegang kuas kaligrafi menulis karakter "". Shu Yi menyilangkan tangan di sampingnya: "'Tao mengalir alami'! Tulisan Lao Bao Zhu sangat bagus, penuh kekuatan, goresan kuas yang sempurna, benar-benar alami!"
Kakek Shang tersenyum lalu meletakkan kuasnya. Fu Lin menyerahkan handuk basah, ia membersihkan tangannya: "Si gadis Lin, bagaimana? Aku tidak membohongimu kan, Tuan Shu pasti baik-baik saja." Fu Lin tersenyum: "Tuan Shu benar-benar hebat, datang dan pergi tanpa jejak, bahkan bisa memasuki Puri Kuno kami seperti daerah tak bertuan!"
Wajah Shu Yi memerah: "Apakah Nona Fu sedang memujiku atau mencaciku?"
Fu Lin baru menyadari ucapannya bermasalah. Memuji kemampuan Shu Yi berarti merendahkan pertahanan Puri Kuno, juga secara implisit menyiratkan kritikan. Ia buru-buru menjelaskan: "Tuan Shu, saya... saya tidak bermaksud begitu."
Saat itu, Shang San Taiye masuk ke dalam: "Kakak!" Ia menatap Shu Yi sejenak: "Tuan Shu!" Shu Yi segera membalas salam: "San Taiye!" Barulah Shang San Taiye melanjutkan: "Empat Biksu Pelindung Shaolin telah tiba di aula penerimaan tamu. Shang Ziran dan Shang Zizai sedang menanganinya sendirian. Tampaknya negosiasi gagal, Cihui si tua itu marah besar dan mengancam akan mengambil tindakan keras sebelum pukul satu dini hari jika keluarga Shang tidak menyerahkan Shen Chi."
Shang Laotaiye menghela napas: "Wakil Kedua, Ziran adalah anakmu." Shang San Taiye menggigit bibirnya: "Kakak, tenang saja. Di mataku hanya ada Puri Kuno dan keluarga Shang, tak ada istilah anak!" Shang Laotaiye mengangguk: "Bagus! Mereka mengepung Tunpu sekarang karena takut kami para tua-tua ini keluar. Zizai itu terlalu banyak pertimbangan! Menggunakan keturunan generasi Xuan dan Zhong untuk menjebak kami - dia tahu persis kami tak tega bertindak keras pada cucu-cucu kita sendiri."
Shang Zizai memang memerintahkan keturunan generasi ketiga, keempat, bahkan kelima keluarga Shang untuk menjaga Tunpu. Perintah mutlaknya: jangan biarkan siapa pun keluar. Terhadap mereka, Zizai lebih banyak memakai bujukan, tentu juga ancaman. Keturunan ini jarang bertemu leluhur mereka, ikatan emosional dengan Shang Laotaiye pun tipis. Yang terpenting, para pemuda ini sering berkeliaran di luar desa, terlalu banyak terpengaruh dunia luar. Jiwa mereka gelisah, cara bertindak kejam tak berperikemanusiaan - pantas disebut tak punya hati nurani.
Jika Shang Zizai dan kawan-kawannya tidak melakukan ini, maka bagi generasi muda Puri Kuno, Kakek Shang memang merupakan figur otoritas yang masih ada. Namun sekarang Shang Ziran dan Shang Zizai memimpin tantangan terhadap otoritas Kakek Shang, generasi muda yang tak tahu diri ini tentu tidak lagi takut pada pria tua lusuh berusia 80-90 tahun yang sudah di ujung tanduk.
Ironisnya, Kakek Shang dan beberapa tetua lainnya tidak bisa benar-benar serius melawan generasi muda ini. Jika mereka nekat menerobos keluar, mau tak mau harus bertindak cepat untuk membunuh satu sebagai contoh. Tapi ini semua hanya anak-anak yang belum dewasa, mereka hanyalah senjata yang diarahkan ke mana pun sesuai keinginan orang yang memegangnya.
Shu Yi berbisik: "Sebenarnya kalian bisa keluar tanpa melukai siapapun, pasti bisa dilakukan."
Kakek Shang diam. Tetua Ketiga menatap Shu Yi: "Apa kamu pikir bisa masuk sembunyi-sembunyi, lalu keluar dengan cara sama?" Shu Yi memang bermaksud demikian.
Tetua Ketiga Shang tersenyum: "Pak Shu, sebenarnya kamu bisa masuk karena mereka sengaja membiarkanmu. Shang Zizai sudah menemukanmu sejak kamu memasuki bagian dalam puri. Dia tidak menghalangimu karena dia membutuhkan kehadiranmu di Puri Kuno!" Shu Yi terdiam sejenak, selama ini dia mengira keberhasilannya menyusup tadi malam murni karena kelincahannya.
Tetua Ketiga Shang melanjutkan: "Pak Shu, bukan berarti kemampuanmu buruk. Dalam kondisi normal kamu pasti bisa masuk diam-diam seperti hantu. Tapi situasi sekarang khusus, bisa dikatakan sejak kamu mendekati Puri Kuno, setiap gerakanmu sudah diawasi." Shu Yi menghela napas: "Ternyata aku meremehkan kekuatan pertahanan Puri Kuno."
Ia menatap Kakek Shang: "Shaolin seharusnya akan mulai bertindak malam ini, nanti kalian juga harus keluar, menghadapi generasi muda kalian, apa yang akan kalian lakukan?" Kakek Shang menjawab: "Kami tidak akan melukai mereka, mereka pun tidak bisa melukai kami, tenang saja. Yang terpenting sekarang adalah situasi Wakil Keempat, entah apakah dia bisa menemukan barang itu atau tidak."
Di sebuah pondok pertanian 10 li sebelah barat Puri Kuno, Gu Tian Yi dan Che Rui duduk di meja delapan dewa yang compang-camping. Gu Tian Yi berkata: "Orang-orang Shaolin sudah datang, apakah kita masih harus mengambil risiko ini?" Che Rui berkata dengan tenang: "Aku tidak peduli apakah kamu dan anak buahmu bergerak atau tidak, janjiku pada Shu Yi pasti akan kutepati."
Gu Tian Yi melanjutkan: "Aku tidak bilang mundur, hanya ingin mengingatkan bahwa kita tidak perlu jadi bahan peluru di garis depan. Biarkan biksu Shaolin yang berhadapan langsung dengan Puri Kuno. Saat kekacauan terjadi, kita bisa menyelamatkan Biksu Shen Chi dan menyelesaikan misi. Tapi selain kita dan biksu Shaolin, setidaknya ada dua kelompok lain di luar Puri Kuno. Sebaiknya kita selidiki apakah mereka kawan atau lawan."
Che Rui menyahut: "Tak peduli kawan atau lawan, kita lakukan sesuai rencanamu - hanya menyelamatkan korban lalu mundur!" Sebenarnya Che Rui juga enggan bertarung habis-habisan. Pertama, ini urusan dunia luar yang tidak ada hubungannya dengan mereka. Kedua, jika bukan karena Shu Yi, mustahil dia berani melawan kekuatan sebesar Puri Kuno.
Langit perlahan gelap, waktu terus bergulir detik demi detik.
Saat malam menyelimuti Puri Kuno, kegelisahan mulai menggerogoti hati banyak orang.
Semua orang tahu bahwa negosiasi antara Puri Kuno dan Shaolin pagi itu berakhir dengan ketidakpuasan. Bahkan Shaolin mengeluarkan ancaman: Jika Keluarga Shang belum melepaskan Shen Chi sebelum lewat pukul satu dini hari, kemungkinan besar Shaolin akan menggunakan cara kekerasan.
"Kakak kelas, benarkah kita akan menerobos Puri Kuno dengan paksa?" Ci'en bertanya pelan.
Cihui tidak menjawab. Bahkan matanya sama sekali tidak terbuka. Tangan kirinya memutar butiran tasbih sambil berbisik mantra Buddha.
Beberapa saat kemudian, Cihui akhirnya berkata dengan tenang: "Terobos!"
Cibei menyela: "Kakak, menurutmu apakah benar Shu Yi yang menyuruh mereka melakukan ini?" Cihui menggeleng: "Tidak tahu. Tapi aku merasa aneh. Kali ini tak satu pun generasi tua Shang muncul. Meskipun Kakek Shang benar-benar sakit, biasanya Taiye ketiga dan keempat selalu mewakili urusan puri. Kenapa sekarang juga hilang?"
Cibei tampak bingung: "Apa istimewanya? Mungkin hubungan persaudaraan mereka dengan Kakek Shang terlalu erat. Mengetahui kakek sakit parah, wajar jika mereka menemaninya di sisi tempat tidur."
Cihui tersenyum tipis: "Kau percaya omong kosong itu? Tulang-tulang Kakeg Shang tidak mungkin tiba-tiba sakit. Pasti mereka dikarantina lunak. Asal kita nekat masuk, pasti akan bertemu." Cibei yang lebih berbelas kasih bertanya: "Harus pakai kekerasan?" Cihui menjawab: "Tentu saja benar. Tapi jangan sampai ada yang mati!"
Waktu hampir habis. Shang Zizai masih belum menelepon Cihui. Tampaknya mereka benar-benar bertekad tidak mau melepaskan sandera.
Ci Hui berkata: "Ci Ken, kumpulkan semua murid Shaolin!"
Ci Hui memimpin rombongan Shaolin kembali mendekati Puri Kuno. Begitu mendekati gerbang utama, dua peleton pemuda bertelanjang dada dengan wajah diolesi asap hitam menghadang jalan mereka: "Berhenti!"
Ci Hui sama sekali tidak menghentikan langkahnya. Delapan murid generasi Shen di belakangnya langsung menerjang dan bertarung dengan para lelaki bertelanjang dada itu.
Shen Nu dan ketujuh rekannya bagaikan harimau turun gunung. Meski berhadapan dengan 15-20 petarung Puri Kuno, mereka sama sekali tidak gentar. Bahkan terlihat jelas mereka mendominasi pertarungan.
Keempat tetua Damoyuan yakni Ci Hui, Ci En, Ci Bei, dan Ci Ken terus menerobos masuk. Ci Hui berjalan di depan, sementara tiga lainnya berbaris rapi di belakangnya. Beberapa penjaga nekat menghadang, namun Ci Hui hanya perlu mengibaskan lengan bajunya untuk melemparkan mereka ke samping. Ternyata gerakan mengibas yang sama, tapi Ci Hui jauh lebih mumpuni dibanding Shen Nu cs.
Di tempat gelap luar puri, Gu Tian Yi berkata pada Che Rui: "Sudah saatnya bertindak?" Che Rui menggeleng: "Ini baru permulaan. Lagipula pasukan Shaolin terlalu sedikit. Kita belum tahu apakah mereka bisa menerobos masuk. Tunggu dulu!"
Sementara di sudut yang jauh dari posisi Gu Tian Yi, belasan bayangan manusia melompat ke tembok kota Puri Kuno atas perintah seorang tua. Tak lama kemudian, 20-30 sosok berbaju hitam lainnya juga melompati tembok tinggi dan menyusup masuk ke puri.
Shang Zizai berdiri di atas benteng tinggi Puri Kuno, ia melambaikan tangan. Seorang pria paruh baya melangkah maju. Shang Zizai bertanya: "Penyergap sudah dilengkapi dengan peralatan tempur, kan?" Pria paruh baya itu menjawab: "Dua penyergap sudah berada di posisi! Sudah kuperintahkan target mereka adalah Ci Hui, urusan lain bukan tanggung jawab mereka."
Shang Zizai mengangguk: "Bagus, sisanya biarkan para penembak bawahaanmu yang menangani!"
Pria paruh baya itu menambahkan: "Paman Ketiga, apakah kita perlu menarik sebagian personel dari Tunpu? Tidak perlu 20 penembak di sana kan?" Shang Zizai menggeleng: "Tidak boleh ditarik! Tanpa banyak penembak, kau pikir kita bisa membendung ayah?" Pria itu berkata: "Tapi baru saja dapat kabar, ada dua kelompok masuk lagi. Kuatir personel kita tidak cukup!"
Shang Zizai menyeringai dingin: "Selain 20 penembak itu, kau masih punya minimal 30 orang. Untuk menghadapi biksu Shaolin lainnya, 10 penembak saja lebih dari cukup. Bukannya masih ada Paman Kedelapan dan petarung kunonya yang membantu? Total cuma 12 biksu, dua penyergap, sepuluh penembak - bagi rata satu lawan satu pun masih sisa!"
Lelaki itu terdiam.
Telepon Shang Zizai berdering. Ia mengangkatnya - peneleponnya Shang Ziran.
"Bagaimana situasi di sana?" tanya Shang Zizai pelan. Shang Ziran terdengar panik: "Di sini ketemu lawan tangguh!" Shang Zizai berkata tenang: "Bertahan! Asal berhasil menghabisi biksu Shaolin, kita langsung mundur! Tinggalkan Puri Kuno ini, tak perlu lagi kembali ke tempat hantu sialan ini."
Shang Ziran berkata: "Baiklah, aku akan perintahkan mereka bertahan mati-matian. Kelompok ini sangat hebat, dan semua menggunakan senjata tajam tradisional!" Shang Zizai tertegun sejenak: "Jumlah mereka banyak?" Shang Ziran menjawab: "Tidak, sekitar sepuluh orang. Tapi keterampilan bela diri mereka benar-benar misterius! Pemimpinnya seorang kakek membawa dua pisau dapur, terlihat gila-gilaan, tapi serangannya akurat dan mematikan. Dia memukul orang dengan bagian belakang pisau - lebih dari sepuluh anak buahku sudah tumbang kena pukulannya!"
Wajah Shang Zizai berubah masam: "Kepung mereka!" Shang Ziran bertanya pelan: "Kau tahu siapa mereka?"
Shang Zizai berbisik dua kata: "'Wu Rui'."
