Shu Yi melemparkan pemantik api. Gu Feng meraihnya. Shu Yi berkata tenang: "Kamu bisa melihat?" Gu Feng tersenyum kecut sambil menggeleng: "Seandainya aku bisa melihat, takkan terkepung oleh Gu Tian Yi. Aku ini orang buta sejak lahir, tapi Langit Maha Adil. Karena tak pernah melihat, pendengaranku luar biasa tajam."
Shu Yi mengangguk: "Wajar saja. Tadi saat menyerahkan rokok, aku tak bersuara kan?" Gu Feng berbisik: "Tapi suara gesekan kotak rokok saat Anda mengeluarkannya terdengar. Yang perlu kuhitung hanya apakah Anda menggunakan tangan kiri atau kanan, tinggi duduk dan panjang lengan Anda. Setelah mengeluarkan rokok, bunyi kotak yang Anda lemparkan ke meja teh di sebelah kananku membuktikan rokok itu diberikan dengan tangan kanan."
“Saat kau berbicara di pintu tadi, aku sudah bisa memperkirakan tinggi badanmu. Setelah kau menyuruhku duduk di sofa, berdasarkan ketinggian sofa aku mudah mengetahui tinggi dudukmu. Untuk mengukur panjang lengan, saat aku mengulurkan tangan, secara refleks kau menyesuaikan gerakan memberikan rokok. Asalkan kau tidak sengaja mencoba-coba, aku bisa mudah menangkap rokok yang kau berikan.”
Shu Yi tak bisa menyembunyikan kekagumannya pada Gu Feng. Pola pikir pria ini sangat detail, yang lebih utama otaknya bekerja cepat. Meski memiliki kekurangan fisik, dia mengkompensasinya dengan kecerdikan. Hal yang sederhana bagi orang biasa, membutuhkan latihan intensif dan strategi rumit baginya.
“Awalnya kupikir kau sedang berpura-pura,” bisik Shu Yi. Gu Feng tersenyum: “Karena penampilanku tidak seperti tunanetra?” Shu Yi mengangguk: “Ya. Mata tunanetra biasanya hampa tanpa aura spiritual, tidak seberenergik milikmu yang seolah memancarkan vitalitas.”
Gu Feng menghela napas: “Kau tak tahu bagaimana aku dihina dan diejek sejak kecil. Kuputuskan untuk menjadi seperti orang normal. Meski mata ini hanya hiasan, aku latih terus untuk memaksimalkan fungsinya. Setiap ada suara, aku 'tatap' sumbernya dengan intens. Aku berlatih keras agar orang tak menyadari kebutaan ini!”
Shu Yi berkata dengan tenang: "Seorang tunanetra dengan kelincahan yang hebat!"
Tubuh Gu Feng bergetar halus: "Pak Shu benar-benar memiliki tatapan tajam bagai belati." Shu Yi berkata: "Katakan, ada keperluan apa mencariku?" Gu Feng menjawab: "Saya harap Pak Shu bisa membantu saya, Gu Tian Yi ingin membunuhku!" Shu Yi bertanya: "Mengapa dia ingin membunuhmu?" Gu Feng menjelaskan: "Karena saya melanggar keinginannya, telah membunuh Zhang Song!"
Pernyataan Gu Feng ini tidak mengejutkan Shu Yi, mereka sudah lama mencurigai kematian Zhang Song terkait dengan Gu Feng.
Shu Yi menyalakan sebatang rokok sendiri: "Apa yang sebenarnya terjadi, jelaskan dengan detail."
Gu Feng berkata: "Asal-usul saya sudah kalian ketahui, saya juga tahu kalian sudah menemui kedua guru saya." Shu Yi mengangguk: "Mereka menyebutkan masih marah padamu!" Ekspresi Gu Feng menjadi muram: "Saya telah mengkhianati mereka, sekarang jelas mereka benar. Selama ini saya selalu berharap bisa sukses, berharap bisa berkontribusi, tidak lagi direndahkan orang. Karena itu saat Gu Tian Yi mendatangi saya, semangat saya langsung berkobar."
"Bahkan pernah terpikir semua penderitaan setengah hidup ini tidak sia-sia, ilmu seumur hidup akhirnya bisa digunakan. Saya bahkan berniat membujuk kedua guru untuk bersama-sama mengabdi pada negara. Tapi mereka menolak, tidak hanya menolak, mereka juga menasihati saya untuk tidak pergi. Menurut mereka ini bukan kesempatan, melainkan ujian takdir bagi saya."
Shu Yi berkata: "Mengabdi pada negara adalah hal positif, tapi harus punya pendirian sendiri. Tidak buta terhadap kekuasaan, kamu paham?"
Gu Feng mengangguk: "Aku mengerti, makanya aku sampai menjadi seperti ini sekarang!" Shu Yi berkata: "Semakin besar wewenang, semakin besar pula tanggung jawab dan kewajiban. Jika digunakan dengan benar, kamu bisa melayani negara dan rakyat secara maksimal. Tapi begitu dikuasai nafsu kekuasaan, daya rusakmu juga akan menjadi yang terbesar! Antara Buddha dan iblis dalam hidup manusia, benar-salah, baik-buruk semuanya ada di genggaman pikiran. Satu pikiran bisa menjadikanmu Buddha, satu pikiran juga bisa menjadikanmu iblis. Masalahnya bukan pada wewenang itu sendiri, tapi pada orang yang memegang wewenang tersebut."
Gu Feng menghela napas: "Saya benar-benar tercerahkan!"
Shu Yi berkata: "Lanjutkan." Gu Feng kemudian melanjutkan: "Aku bergabung dengan 'Biro Penelitian Fenomena Non-Alam', tapi anehnya aku tidak pernah benar-benar datang ke kantor biro itu, sekali pun tidak. Begitu juga dengan beberapa anggota kelompokku yang kondisinya mirip dengan aku. Menurut penjelasan Gu Tian Yi, kami langsung dipimpin olehnya. Bahkan di dalam biro pun identitas kami merupakan rahasia tertinggi. Tugas kami adalah menghukum oknum nakal di internal."
"Awalnya kami semua sangat antusias. Kami mengira ini bukti kepercayaan biro kepada kami, juga bentuk perhatian khusus dari Direktur Gu. Tapi perlahan, aku sadar masalahnya tidak sesederhana itu. Ternyata kami hanyalah 'prajurit elit' pribadi Gu Tian Yi. Orang-orang di biro sama sekali tidak tahu keberadaan departemen kami dan kelompok orang ini."
Shu Yi tahu Gu Feng mungkin tidak berbohong. Bahkan Long Feiyang dan Meng Jing yang dekat dengan Gu Tian Yi dan Che Rui pun tidak tahu keberadaan mereka. Rupanya ini adalah pasukan pengawal pribadi yang dipelihara Gu Tian Yi sendiri. Shu Yi bertanya: "Berapa orang di kelompokmu?" Gu Feng menjawab: "Total delapan orang! Hong Sheng adalah salah satunya."
Shu Yi berkata: "Wajar saja kamu bisa menemukanku, kamu terus memantau Hong Sheng?" Gu Feng menggelengkan kepala: "Aku tidak memantau dia, aku kabur, hanya kebetulan menemukannya!" Shu Yi bertanya pelan: "Kamu tidak bisa melihat, bagaimana menemukannya?" Gu Feng berkata dengan tenang: "Pak Shu, jika saat ini kamu menyamar di kerumunan orang, aku tetap bisa menemukanmu."
Gu Feng seolah bisa melihat keterkejutan Shu Yi, dia menjelaskan: "Indra penciumanku sama tajamnya dengan pendengaran."
Baru sekarang Shu Yi merasa lega.
Gu Feng berkata: "Karena itu aku selalu menganggap diri sebagai orang normal, meski dalam menghadapi situasi tertentu harus lebih teliti dibanding orang lain."
Shu Yi berkata: "Lagi-lagi melenceng, lanjutkan!"
Gu Feng merenung sejenak: "Meski kusadari ada yang tidak beres, tapi keadaan sudah seperti ini. Aku tak punya pilihan lain, meski ragu tetap kujalankan tugas dengan sungguh-sungguh. Sampai suatu hari dia tiba-tiba memberi perintah untuk menyingkirkan Mo Dong."
Shu Yi bertanya: "Apakah Gu Tian Yi tidak tahu kalian saudara seperguruan?" Gu Feng menjawab: "Tentu tidak. Bagi dia, Mo Dong hanya pion di garis terluar. Mo Dong sama sekali tidak pernah menunjukkan kemampuannya. Dia pion awal dalam strategi Gu Tian Yi di Qianzhou, waktu itu hanya dikerahkan untuk mengumpulkan informasi dan urusan logistik. Sebagai imbalannya, Mo Dong dijadikan Kepala Polisi."
Shu Yi bertanya: "Mengapa mereka membunuh Mo Dong?" Gu Feng menjawab: "Mo Dong terlalu dekat denganmu, dia khawatir Mo Dong akan mengkhianatinya!" Shu Yi berkata: "Awalnya seharusnya kau yang dikirim untuk membunuh Mo Dong, bukan?" Gu Feng tersenyum kecut: "Benar! Tapi mana mungkin aku membunuh adik seperguruanku sendiri? Jadi aku pergi berkeliling ke Xi Xiang, lalu memberitahu Gu Tian Yi bahwa tidak ada kesempatan. Meski dia tidak percaya, saat itu dia tidak berkata apa-apa."
"Lalu siapa yang akhirnya membunuh Mo Dong? Apakah benar 'Heart Fiend' dan 'Bu Yidao'?" tanya Shu Yi.
Gu Feng mengangguk: "Mereka berdua." Shu Yi bertanya: "Apakah mereka juga orangnya Gu Tian Yi?" Gu Feng menggeleng: "Bukan. Mereka satu kelompok dengan orang Keluarga Shang. Hubungan Shang Zizai dan Shang Ziman sangat erat dengan mereka!" Shu Yi mengerutkan alis: "Ada hubungan antara Shang Zizai dan Gu Tian Yi?"
Gu Feng menyeringai: "Benar! Kemampuan Shang Zizai menciptakan gejolak besar di Keluarga Shang bukan hanya karena posisinya. Tanpa dana besar yang disediakan Gu Tian Yi, menurutmu dia bisa merangkul begitu banyak pengikut di Keluarga Shang? Wewenang finansial keluarga itu sepenuhnya berada di tangan para tetua kuno."
Shu Yi berkata: "Berarti Gu Tian Yi membunuh Mo Dong melalui tangan orang Keluarga Shang!" Gu Feng menghela napas: "Ya. Sebenarnya sebelumnya sudah kuberi peringatan pada Mo Dong, tapi dia sendiri tidak menyadarinya." Shu Yi bertanya: "Mengapa kau membunuh Zhang Song?" Gu Feng tertawa: "Yang kubunuh bukan hanya Zhang Song, tapi juga 'Heart Fiend' dan 'Bu Yidao'!"
Shu Yi terdiam sejenak: "Oh?" Gu Feng menjawab: "Sebenarnya awalnya aku hanya mau membunuh 'Heart Fiend' dan 'Bu Yidao'. Sebagai kakak kelas, kematian Mo Dong cukup membuatku sedih. Meski aku tak pernah sekalipun bersentuhan dengannya, aku teringat dua guruku. Guru sudah sangat kecewa padaku, semua harapan mereka tertumpah pada Mo Dong. Dengan membunuhnya, mereka memutuskan kenangan Guru. Aku akan membalas dendam untuk Mo Dong, demi kedua guruku!"
Kedua tangan Gu Feng menggenggam erat: "Malam itu 'Bu Yidao' dipukul hingga terluka oleh Si Gila Kedua. Kebetulan Zhang Song sedang di Xi Xiang, Gu Tian Yi menyuruhnya merawat lukanya. Kutasihati Zhang Song untuk tidak ikut campur, tapi dia tak mau mendengarku! Malah mengataiku dengan kata-kata kasar, akhirnya dia bersekongkol dengan kedua itu mau jadi lawanku!"
Shu Yi bertanya: "Kau sendiri yang membunuh ketiganya?"
Gu Feng tersenyum sombong: "Kau tak bisa membayangkan kekuatan 'penyiksaan jiwa'!" Shu Yi menyambung: "Menurutmu mana yang lebih kuat antara 'penyiksaan jiwa' dan ilusi?" Gu Feng berbisik: "Bagaimana menjelaskannya? Masing-masing punya kelebihan. Tentu jika bisa meleburkan keduanya, kekuatannya akan lebih dahsyat!"
Shu Yi bertanya: "Seberapa dalam pemahamanmu tentang penciptaan ilusi?"
Gu Feng meraih kotak rokok yang dilempar Shu Yi di atas meja dengan akurat, mengeluarkan sebatang. Shu Yi berkata: "Ingatanmu bagus!" Gu Feng berkata dengan tenang: "Untuk menjadi seperti sekarang, pengorbananku jauh lebih banyak daripada orang lain!" Ia menyalakan rokok: "Pak Shu, sebenarnya Anda ingin bertanya apakah saya juga bisa menciptakan ilusi, kan?" Shu Yi mengangguk, kemudian menyadari Gu Feng tak bisa melihat, ia membalas "Hm."
Gu Feng berbisik: "Saya tidak bisa, tapi saya mampu membuat 'penyiksaan jiwa' saya menunjukkan kekuatan dahsyat! Dalam 'penyiksaan jiwa' saya, saya adalah Raja Akhirat dari Sepuluh Aula, nasib mereka semua berada dalam genggaman telapak tangan saya, seperti kata pepatah tua, 'Jika Raja Akhirat memutuskan kematiannya pada jam tiga, siapa berani menahannya sampai jam lima!'"
