Shu Yi berkata dengan tenang: "Ayahmu memang sudah mati, semua orang di Xi Xiang tahu ini. Tapi mereka tidak tahu nenekmu berasal dari Keluarga Yan Xiangxi. Anggota Keluarga Yan tidak hanya mahir menghajar mayat dan merawat hantu, tapi juga tahu cara menghidupkan mayat dan membuat perjanjian gelap dengan orang mati! Jika kamu bisa 'menghidupkan mayat', mengapa ayahmu tidak bisa?" Kalimat ini dilontarkan Shu Yi secara spontan, baru saja terpikir kemungkinan ini olehnya. Tapi dia tidak menyangka Meng Jing malah terlihat lega.
Shu Yi sadar tebakannya salah, atau tepatnya setengah salah. Pasti itu ayah Yan Yun, tapi bukan mayat yang dihidupkan, melainkan benar-benar masih hidup! Tapi bagaimana mungkin?
Kunci masalahnya terletak pada Yan Yun, yang sekarang adalah Meng Jing.
Tampaknya Meng Jing tidak mau membuka mulut. Shu Yi semakin yakin dengan penilaiannya sendiri.
Meng Jing tetap membisu. Diamnya menjadi benteng untuk menjaga rahasianya.
Shu Yi menghela napas: "Ingatkah 12 tahun lalu, saat aku masih tinggal di rumahmu? Kamu selalu bilang ingin punya kakak seperti aku yang menyayangi kalian bersaudara. Waktu itu aku bilang, jika kamu mau, aku akan menjadi kakak kandungmu dan Yan Hua. Bahkan jika suatu hari aku harus pergi dari Xi Xiang, selama kalian mengalami kesulitan atau butuh bantuan, katakan saja pada Kakak Shu. Kakak Shu pasti akan membantu sekuat tenaga."
Mata Meng Jing mulai memerah perlahan.
Shu Yi melanjutkan: "Aku pernah meninggalkan nomor telepon untuk kalian, tapi dalam dua belas tahun ini, baik kamu maupun Yan Hua tidak pernah meneleponku. Tentu ini juga salahku. Setelah itu aku beberapa kali datang ke Qianzhou, tapi karena terlalu sibuk dan waktu terbatas, tidak sempat ke Xi Xiang. Seandainya bisa menyempatkan diri datang sekali, mungkin tidak akan seperti sekarang ini."
Meng Jing akhirnya membuka mulut: "Tidak, ini bukan salahmu! Semua ini sudah takdir, semata-mata takdir!"
Shu Yi berkata: "Aku tidak percaya takdir! Nasibku ditentukan oleh diriku sendiri, bukan Tuhan!" Meng Jing menatap Shu Yi sementara air matanya mulai menetes.
Shu Yi mengambil tisu di meja dan menyodorkannya: "Sekarang kamu tidak percaya lagi pada Kakak Shu?" Meng Jing menggeleng. Shu Yi menatap matanya: "Jika kamu benar-benar tidak mau memberitahuku, Kakak tidak akan memaksamu. Tapi Kakak berharap kamu pahami satu hal: Aku selamanya akan menjadi Kakak Shumu. Dulu, sekarang, maupun nanti. Kapan pun juga, Kakak Shu tidak akan melakukan hal yang menyakiti kamu atau keluargamu."
Shu Yi berdiri: "Yang perlu kukatakan sudah selesai. Renungkan baik-baik!" Shu Yi meninggalkan kamar Meng Jing, menutup pintu dengan lembut.
Permainan kartu di ruang tamu sudah berakhir. Long Feiyang berdiri di koridor. Melihat Shu Yi keluar, ia mendekat dengan cemas: "Pak Shu, dia... apa tidak apa-apa?" Shu Yi menggeleng: "Tidak apa-apa." Long Feiyang menyodorkan sebatang rokok: "Pak Shu, boleh saya ngobrol dengan Anda?" Shu Yi menjawab: "Tentu. Ayo kita jalan-jalan sebentar!"
Keduanya meninggalkan rumah keluarga Mo, menyusuri jalan setapak menuju hutan pinus kecil.
“Pak Shu, saya tahu dia yang sekarang bukan Meng Jing, tapi entah mengapa saya masih bisa tertular emosinya. Saat dia senang, saya ikut merasakan kegembiraan. Saat dia sedih, hati saya juga tidak enak.” Long Feiyang berbisik. Wajahnya memerah saat mengucapkan ini. Meski hutan itu gelap, dia tetap khawatir Shu Yi melihat pipinya yang merah membara.
Shu Yi menjawab: "Kau jelas tahu Meng Jing sekarang bukan dirinya yang dulu. Apa kau tidak keberatan?"
Long Feiyang menghela napas: "Awalnya kupikir aku akan sangat mempermasalahkan ini, terutama setelah tahu kebangkitannya ternyata 'menghidupkan mayat' dengan sihir. Hati ini dipenuhi kekecewaan. Tapi saat dia muncul di kafe, menyuruh kita pergi dan bertarung sendirian melawan Hong Sheng, baru kusadari betapa kuatnya kekhawatiranku. Takut terjadi sesuatu padanya. Saat itulah aku tahu, aku benar-benar tidak peduli."
Shu Yi tersenyum: "Baru setelah kehilangan kita belajar menghargai. Kupikir dia pasti merasakan hal yang sama."
Long Feiyang menatap arah Shu Yi. Meski hanya melihat bayangan samar, dia bisa merasakan senyum hangat di wajah Shu Yi. Long Feiyang bertanya: "Apakah...apakah dia akan menerimaku?" Shu Yi bertanya dengan tenang: "Apakah dia pernah menolakmu?" Long Feiyang terdiam sejenak: "Ah, itu sih tidak pernah."
Shu Yi mengeluarkan rokok, menyalakannya, cahaya api pemantik menerangi separuh wajahnya: "Nah itu dia, untuk membuatnya sepenuhnya menerimamu, sama seperti kamu sepenuhnya menerimanya, butuh waktu." Long Feiyang batuk dua kali: "Aku tahu, Yan Yun... dia punya perasaan terhadap Pak Shu." Shu Yi menjawab: "Kamu sendiri yang bilang itu Yan Yun. Yan Yun sudah mati, bahkan Xu Yan juga sudah mati. Yang sekarang bersamamu adalah Meng Jing, hanya Meng Jing!"
Setelah lama, Long Feiyang baru berkata: "Aku mengerti, terima kasih Pak Shu!" Shu Yi tersenyum: "Terima kasih untuk apa? Sebenarnya ini urusan kalian berdua. Kamu lelaki, harus lebih banyak mengambil inisiatif." Long Feiyang juga tersenyum: "Aku pasti akan berusaha. Hanya saja... kadang aku merasa dia seperti menyimpan terlalu banyak beban. Aku... aku sulit memasuki dunia mentalnya."
Shu Yi bertanya: "Kalau kamu? Apakah kamu tidak punya rahasiamu sendiri?"
Long Feiyang berpikir sejenak: "Seharusnya tidak ada. Jika dia mau tahu tentang urusanku, akan kuceritakan semuanya tanpa ada yang kusembunyikan."
Shu Yi menggelengkan kepala: "Dia berbeda denganmu. Dia telah melalui terlalu banyak, bahkan banyak pengalaman yang tak bisa kau bayangkan. Sebagai contoh, penderitaan yang dia tanggung selama sepuluh tahun ini, sanggupkah kau rasakan? Penderitaannya membuatnya pasti menyimpan banyak rahasia. Jika kau sudah siap menerima dia, kau harus belajar menerima segala tentangnya, bahkan kemungkinan dia menyembunyikan rahasia karena alasan tertentu. Ingat satu hal: jika dia tak memberitahumu rahasianya, mungkin ada banyak penyebab, tapi pasti bukan karena dia tak mencintaimu!"
Hati Long Feiyang seperti tersiram air dingin: "Aku mengerti, Pak Shu. Sekarang aku tahu apa yang harus kulakukan!"
Shu Yi berkata dengan tenang: "Cintailah dengan sungguh-sungguh. Tak perlu alasan, juga tak perlu bernegosiasi."
Mereka berputar selama lebih dari setengah jam sebelum kembali. Saat masuk kamar, Shen Jingwu sedang duduk di tempat tidur sambil merokok. Melihat Shu Yi masuk, dia berkata: "Kenapa? Ditarik si bocah itu jadi konsultan emosional?" Shu Yi tertawa: "Bagaimana kau tahu?" Shen Jingwu menjawab: "Dari tadi main kartu dia tidak fokus. Apa susahnya menebak? Dia orang jujur, tak bisa menyembunyikan perasaan. Selain Nona Meng, apa lagi yang bisa membuatnya gelisah?"
Shu Yi mengangguk, lalu duduk di tepi tempat tidurnya: "Tak pernah kubayangkan, pria tangguh seperti dia punya kelembutan seperti ini." Setelah menghabiskan rokoknya, Shen Jingwu bertanya pelan: "Tadi kau buru-buru naik, apa ada urusan dengan Nona Meng?" Shu Yi menatap Shen Jingwu: "Kau memang jeli!"
Shen Jingwu tertawa: "Bisa membuat Pak Shu begitu tidak tenang, seharusnya bukan urusan sepele kan?"
Shu Yi berpikir sejenak akhirnya mengungkapkan kebingungannya. Setelah mendengar, alis Shen Jingwu berkerut: "Kau curiga ayah Yan Yun dan Yan Hua sebenarnya tidak mati? Dan dialah yang mewakili Gu Tian Yi mengatur jebakan di Qianzhou, mengelola rombongan Pengguna kemampuan khusus bergaya kuno itu?" Shu Yi menjawab: "Hm, setidaknya reaksinya memberitahuku bahwa spekulasiku tidak salah."
Shen Jingwu berkata: "Mengapa dia tidak mau memberitahumu kebenaran? Setidaknya dia harus mengerti, kau tidak akan menyakiti dia maupun keluarganya sedikitpun." Shu Yi diam membisu, pertanyaan ini juga membuatnya tak bisa menemukan jawaban.
Shen Jingwu melanjutkan: "Begini, akan kusuruh orang menyelidiki penyebab kematian ayah mereka dulu, proses penguburan dan pemakaman, mungkin bisa menemukan petunjuk." Shu Yi menggelengkan tangan: "Jangan, ini justru akan membuatnya antipati, bahkan memicu konflik tidak perlu. Aku akan pelan-pelan meyakinkannya. Jika tidak berhasil, biarkan Yan Hua juga menasihatinya!"
Shen Jingwu mengangguk setuju: "Baiklah. Tapi tadi aku terpikir kemungkinan lain."
Shu Yi bertanya: "Oh? Kemungkinan apa?" Shen Jingwu tersenyum: "Yan Yun sudah lama tertarik padamu. Dia menyembunyikan kebenaran, mungkin bukan untuk melindungi ayah khayalanmu, tapi justru melindungi dirimu! Jika begitu, hipotesismu tentang ayahnya yang masih hidup jadi tidak berlaku!"
“Coba kamu pikir, jika orang misterius itu cukup kuat, sampai dia merasa kekuatan kita takkan bisa melawan duel fisik, maka dia lebih rela kamu salah paham padanya daripada membiarkanmu mengambil risiko. Kamu setuju, kan?”
Shu Yi terdiam membeku. Perkataan Shen Jingwu memang masuk akal. Sudut pandang Shen Jingwu dalam melihat urusan berbeda dengan dirinya. Spekulasi Shu Yi seolah dibumbui banyak subjektivitas. Bahkan karena itu, dia sempat menganggap Yan Yun tak lagi mempercayainya, yang membuat hati Shu Yi secara tak terasa juga sedih.
Mendengar perkataan Shen Jingwu saat ini, dia merasa ucapan Shen Jingwu seharusnya lebih mendekati kebenaran. Saudari Yan Yun selalu sangat baik hati, dan perasaan mereka padanya tak terkesan palsu. Saat dia bertanya tadi, ekspresi wajah Yan Yun menunjukkan kesedihan. Ternyata dia benar-benar salah paham. Memainkan kartu asmara tadi terhadapnya praktis menjadi bentuk lain dari menyakiti.
Bukan mereka yang tak percaya padanya, tapi dirinya sendiri telah kehilangan kepercayaan paling dasar padanya! Memposisikan diri, perasaan "tak dipercaya" yang sempat dirasakan Shu Yi tadi, kini justru dia alami juga terhadap Meng Jing. Hati Shu Yi dipenuhi kepahitan. Dia menyadari dirinya telah berubah: menjadi tak paham asmara, agak ambisius, demi mencapai tujuan hingga tak lagi mempedulikan perasaan orang lain.
Shu Yi berdiri: “Aku akan mencarinya!” Shen Jingwu mengangguk: “Silakan.”
Shu Yi mengetuk pintu, yang membukakan adalah Fu Lin: "Tuan Shu, ada perlu apa?" Shu Yi bertanya: "Saya mencari Meng Jing." Fu Lin berkata: "Kakak Meng? Dia sudah keluar. Saat saya kembali ke kamar, saya perhatikan emosinya tidak baik, jadi saya bertanya beberapa kali. Dia tidak menjawab, hanya menutup pintu dengan lembut lalu pergi."
Shu Yi bertanya: "Sudah berapa lama dia pergi?"
Fu Lin melirik jamnya: "Sekitar setengah jam lebih. Saya tanya mau ke mana, dia bilang ingin menyendiri, tidak menyebut lokasi spesifik." Shu Yi tidak berkata lagi, berbalik dan pergi.
Setelah keluar dari keluarga Mo, Shu Yi berdiri di depan pintu sejenak merenung, lalu menghilang dalam kegelapan malam.
