Yan Jinhao memeriksa HP Yan Jinyuan sebentar lalu menyimpannya di saku.
Ia menyetir mobil menuju arah rumah.
Yan Jinhao menyadari sebuah mobil terus mengikuti dirinya. Ia tahu itu regu kepolisian yang ditugasi mengawasi kakaknya. Dengan senyum tipis, ia menginjak gas hingga mobil melesat kencang.
Polisi di mobil belakang tertegun sejenak. Mereka sudah beberapa hari mengikuti Yan Jinyuan, tapi tidak pernah melihat Yan Jinyuan menyetir mobil secepat ini. Salah satu polisi bertanya pelan: "Kakak Chen, apakah dia sudah menyadari kita?" Polisi bernama Kakak Chen menggelengkan kepala, dia juga tidak tahu apakah benar demikian.
Kakak Chen menjawab: "Bahkan kalau dia sudah tahu kita mengikutinya, seharusnya dia tidak perlu ngebut seperti ini. Perketat jarak, pasti ada kondisi khusus."
Yan Jinhao tiba di rumah dengan cepat. Begitu mobilnya berhenti, dua polisi yang mengikutinya tiba-tiba muncul.
"Tuan, kami mencurigai Anda melakukan balapan liar. Harap menunjukkan SIM dan surat izin berkendara Anda." Yan Jinhao mengambil berbagai dokumen yang sudah lama dibuang Yan Jinyuan di kotak kecil. Setelah memeriksa, dia menyerahkan SIM dan surat izin ke polisi. Polisi melirik lalu mengembalikan: "Baik, jangan terulang lagi. Lain kali nyetir pelan-pelan, jaga keselamatan."
Yan Jinhao cepat-cepat mengangguk: "Baik, terima kasih, terima kasih banyak."
Setelah polisi pergi, Yan Jinhao menghela napas panjang. Di lubuk hati, dia sangat cemas takut polisi menemukan bahwa dirinya sebenarnya bukan Yan Jinyuan.
Yan Jinhao mengeluarkan kunci dan membuka pintu, masuk ke dalam rumah.
Qi Hong sedang sibuk di dapur. Mendengar suara pintu tertutup, dia keluar dari dapur. Melihat Yan Jinhao, dia terkejut. Jika seorang Ibu kandung pun tidak bisa membedakan anaknya sendiri, itu benar-benar sebuah kekalahan.
Saat dia hendak bersuara, Yan Jinhao mengangkat jari telunjuknya memberi isyarat agar diam.
Qi Hong baru menyembunyikan rasa terkejutnya dengan susah payah.
Yan Jinhao segera memeriksa seluruh rumah. Setelah memastikan tidak ada alat penyadap yang dipasang, hanya perangkat komunikasi yang dimonitor, barulah ia lega: "Ibu, ini aku, Xiao Hao." Qi Hong langsung merangkul Yan Jinhao: "Akhirnya kau pulang! Tahukah kau, belakangan ini Ayah dan Ibu sangat khawatir!"
Yan Jinhao berkata dengan rasa bersalah: "Maaf telah membuat Ibu dan Ayah cemas." Qi Hong baru teringat: "Bagaimana kau bisa kembali? Mereka terus mengawasi rumah kita, ingin menangkapmu!" Yan Jinhao berbisik: "Tidak apa, aku dan Kakak sudah bertukar identitas. Kusuruh dia bersembunyi di tempat temanku. Beberapa hari ini aku akan berpura-pura menjadi Kakak untuk menyelidiki suatu hal."
Qi Hong khawatir: "Lalu bukankah Kakakmu dalam Bahaya?" Yan Jinhao menggeleng: "Tidak, tak ada yang tahu keberadaannya. Temanku akan merawatnya dengan baik." Qi Hong berkata: "Dua hari lagi keluarga calon kakak iparmu akan datang. Lihatlah keadaan rumah kita sekarang!"
Yan Jinhao menjawab: "Ini memang masalah. Ibu, coba bicarakan dengan mereka untuk menunda pertemuan. Kondisi keluarga kita sekarang memang tidak memungkinkan." Qi Hong mengangguk: "Baik, nanti Ibu akan menelepon mereka."
Yan Jinhao bertanya lagi: "Ayah? Sudah pergi ke perusahaan?"
Qi Hong menggelengkan kepala: "Dia pergi menemui teman lama untuk melihat apakah bisa memperlancar hubungan, membantu melakukan sesuatu untukmu." Yan Jinhao menjawab: "Percuma, selama tidak bisa menangkap pelakunya, namaku takkan bisa dibersihkan."
Qi Hong buru-buru bertanya: "Bagaimana cara menangkap pelakunya?" Yan Jinhao menghela napas: "Ini sulit dijelaskan, butuh sedikit keberuntungan. Semoga nasibku baik!" Tiba-tiba telepon Yan Jinyuan berdering. Yan Jinhao mengeluarkannya dan melirik, alisnya berkerut. Akhirnya ia menerima panggilan: "Kapten Lin, ada perlu apa?"
Suara kedua bersaudara ini sangat mirip. Lin Yue tentu tak bisa membedakan, sementara Yan Jinhao berusaha meniru gaya bicara kakaknya. Lin Yue berbisik: "Aku sudah dengar kabar tentang adikmu. Ya ampun, tak kusangka terjadi hal seperti ini. Jinyuan, bagaimana kalau kita makan bersama? Meski mungkin tak bisa banyak membantu, tambahan orang untuk cari solusi pasti lebih baik, setuju?"
Yan Jinhao berkata: "Baiklah, jam berapa dan di mana?" Lin Yue berpikir sejenak: "Tujuh tiga puluh, restoran Yu Hu Chun." Setelah menutup telepon, Yan Jinhao berkata pada Qi Hong: "Bu, aku mau keluar sebentar. Lin Yue mengajak kakak makan." Qi Hong tidak punya kesan baik pada Lin Yue: "Sejak dia bercerai dan kembali ke Gunung Yu, tiap dua tiga hari sekali datang cari kakakmu. Menurutmu apakah dia masih punya niat untuk balikan dengan kakakmu?"
Yan Jinhao menggelengkan kepala: "Aku tidak tahu ini!" Qi Hong berkata: "Jangan pergi, Kakakmu kan sebentar lagi menikah dengan Meiling. Jangan-jangan kalau kau bertindak sembarangan malah membuat urusan jadi tambah rumit, itu tidak baik. Keluarga Yan kita tidak boleh mengkhianati Meiling." Yan Jinhao menjawab: "Ibu, tenang saja, aku tidak akan sembarangan bicara. Tapi aku memang harus menemui dia. Menurutku semua kejadian ini pasti ada bayangannya."
Qi Hong berteriak "Hah": "Maksudmu..." Belum selesai bicara, Yan Jinhao menyela: "Ibu, jangan ikut campur. Semakin sedikit Ibu tahu semakin baik. Lagipula ini masih sekedar spekulasi. Aku cuma mau memastikan apakah tebakanku benar atau salah!" Qi Hong buru-buru berkata: "Kalau begitu segera pergi! Ingat, berhati-hatilah!"
Yan Jinhao tersenyum sambil berkata: "Hm, tenang saja. Ngomong-ngomong, usahakan jangan meneleponku. Kalau terpaksa harus telepon, ingat baik-baik: sekarang aku adalah Jinyuan. Jangan sampai salah sebut, nanti masalahnya bisa gawat!" Qi Hong cemberut: "Kalau begitu lebih baik tidak usah telepon. Kau harus cepat pulang ya!"
Kedai minuman "Yuhuchun" tidak terletak di tepi Danau Giok. Nama itu berasal dari baris puisi "Liang Zhou Ci": "Kerabat di Luoyang jika bertanya, sebongkah hati dingin bersemayam di Danau Giok." Pemilik kedai ini juga seorang yang berbudaya. Di dalamnya tergantung banyak kaligrafi dan lukisan. Tentu saja karya-karya kuno itu semua palsu, kalau tidak pasti sudah lama dijarah habis.
Lin Yue memilih posisi di dekat jendela lalu duduk. Pertama-tama memesan cerek teh, lalu menatap taman harum di lantai bawah sambil menyesap teh perlahan-lahan.
Yan Jinhao terlambat beberapa menit. Ia mendekati Lin Yue dengan senyum tipis: "Maaf, macet parah." Lin Yue tersenyum: "Memang sistem transportasi Gunung Yu seperti ini, selalu macet saat jam sibuk pergi/pulang kantor." Yan Jinhao duduk di hadapannya: "Sudah lama menunggu?" Lin Yue menjawab: "Tidak juga. Ngomong-ngomong, belum memesan menu. Kami menunggumu!"
Yan Jinhao tersenyum: "Kamu saja yang pilih. Aku ke toilet dulu." Lin Yue berkata: "Baiklah, akan kupilihkan menu favoritmu." Yan Jinhao mengangguk lalu bergegas menuju kamar mandi.
Bertemu Lin Yue merupakan tindakan berisiko tinggi. Lin Yue cukup memahami preferensi Jinyuan, bahkan mungkin memperhatikan kebiasaan-kebiasaannya. Oleh karena itu, sangat mungkin identitas palsunya terbongkar di hadapannya.
Namun ia harus datang. Intuisinya mengatakan Lin Yue mencurigakan. Meski belum memiliki bukti konkret, ia sudah menetapkan Lin Yue sebagai tersangka utama.
Proses pemesanan menu bagi Yan Jinhao adalah sinyal terselubung. Ucapan Lin Yue terkesan seperti tahap pengintaian. Tapi pertukaran identitas dengan kakaknya baru terjadi hari ini. Mustahil Lin Yue langsung mengetahuinya. Mungkin ini hanya persepsi berlebihan darinya.
Saat kembali ke meja, Lin Yue sudah selesai memesan. Mengenai selera Jinyuan, Yan Jinhao cukup paham. Melihat menu yang dipilih kebanyakan adalah favorit kakaknya, barulah ia lega.
Lin Yue tidak memesan minuman beralkohol, melainkan dua kaleng minuman ringan: "Aku tahu akhir-akhir ini urusan rumahmu banyak, jadi tak akan kusarankan minum alkohol. Mari kita minum ini saja!" Yan Jinhao mengangguk: "Hm."
Lin Yue akhirnya menghela napas: "Setelah membaca berita, aku tetap tak percaya adikmu yang melakukan ini. Pasti ada kesalahan identifikasi!" Yan Jinhao menyeringai: "Sebenarnya aku juga ragu, tapi kepolisian sudah menetapkannya sebagai buronan kelas berat. Kurasa kali ini bahaya mengintainya."
Lin Yue berkata: "Orang berbudi pasti dilindungi Tuhan. Selama belum akhir, selalu ada harapan. Setuju?" Yan Jinhao tersenyum kecut: "Meski tahu ini cuma hiburan, tetap kuhargai niatmu." Lin Yue mengangkat minumannya: "Mari bersulang untuk keselamatan adikmu!"
Gelas mereka bersentuhan. Yan Jinhao meneguk minumannya.
Di otaknya, Yan Jinhao menggeledah informasi tentang Lin Yue yang pernah disebut sang kakak. Ia harus mengambil inisiatif bertanya, atau aktingnya akan tercium.
"Bagaimana progres akuisisi itu?" Yan Jinhao bertanya dengan lembut.
Lin Yue menggeleng: "Keluarga You bilang belum sempat mempertimbangkan. Mungkin harus menunggu lebih lama lagi. Toh sudah bertahun-tahun kutunggu, tak masalah menambah beberapa bulan."
Yan Jinhao berkata: "Benar, keluarga You mengalami perubahan seperti ini, untuk sementara semua orang tidak punya perasaan untuk mengurus urusan-urusan ini. Kamu harus sabar menunggu sebentar." Yan Jinhao menjepit sayuran dengan sumpit: "Oh, ngomong-ngomong, dua kali sebelumnya kamu selalu mengajakku ke bar kecil itu. Apa kamu kenal pemilik wanitanya?"
Lin Yue menjawab: "Hm, aku tinggal tidak jauh dari rumahnya. Kalau bilang kenal sih tidak juga, aku cuma sering mampir ke bar itu. Lama-lama jadi bisa mengobrol beberapa kalimat." Yan Jinhao berkata tenang: "Kenapa kamu memilih tinggal di tempat seperti itu? Aku ingat kamu punya suite di pusat kota kan?" Lin Yue menjelaskan: "Rumah itu sudah kusewakan sejak aku tidak di Gunung Yu. Karena masa sewanya belum habis, untuk sementara aku harus menyewa tempat tinggal dulu."
Yan Jinhao mengangguk: "Sebenarnya menurutku menyewa di kota lebih praktis. Lagipula kamu kan tidak kekurangan uang!" Lin Yue tersenyum: "Ini bukan masalah uang. Tinggal di pinggiran kota sebenarnya cukup nyaman. Yang paling kusuka adalah udara di sini sangat segar. Dari kota ke sini harus melewati Hutan Jin Hai, setelah melewati hutan, kualitas udara benar-benar berbeda jauh dengan dalam kota!"
Yan Jinhao tahu itu benar. Setelah melewati Hutan Jin Hai seperti masuk ke ruang oksigen alami, udaranya jauh lebih baik dibandingkan kota.
