Pertanyaan Xiao Man benar-benar membuat Yan Jinhao bingung. Sebelumnya dia selalu merasa kakaknya berada dalam bahaya, fokusnya hanya menyelamatkan Yan Jinyuan. Tapi sekarang mendengar kabar Yan Jinyuan sudah selamat, dia malah merasa hampa.
Yan Jinhao menggelengkan kepala, menatap Xiao Man: "Menurutmu? Apa yang harus kulakukan?" Xiao Man tahu ingatan Yan Jinhao sudah hilang. Ia menghela napas, sejujurnya dalam hati tidak ingin Yan Jinhao mengingat masa lalu. Dia paham, begitu ingatan Yan Jinhao pulih, hubungan antar mereka semua akan berubah.
Xiao Man menjawab: "Sebenarnya menurutku kamu harus pulang." Yan Jinhao mengerutkan alis: "Pulang?" Xiao Man mengangguk: "Ya, pulang. Kembali ke rumahmu sendiri, berkumpul dengan orang tua dan kakakmu." Yan Jinhao tersenyum kecut: "Apa kau tidak tahu aku sedang dalam daftar pencarian pihak kepolisian?"
Xiaoman menggigit bibirnya: "Tahu, tapi aku juga tahu orang-orang Badan Intelijen juga sedang mencarimu. Menurutku mereka seharusnya tidak akan berbuat apa-apa padamu." Yan Jinhao bertanya bingung: "Bagaimana kamu bisa tahu sebanyak ini?" Xiaoman menjawab: "Jangan banyak tanya."
Xiaoman menyalakan rokok, dengan elegan menghembuskan lingkaran asap: "Kau tahu mengapa kepolisian selama ini tidak menangkapmu? Sebenarnya jika mereka benar-benar serius berusaha, kau sudah lama tertangkap." Yan Jinhao juga mulai curiga: "Maksudmu polisi sengaja tidak menangkapku?"
Xiaoman tersenyum sambil berkata: "Bisa dibilang begitu. Dan aku juga yakin, kau selama ini terus diawasi oleh mereka." Yan Jinhao bertanya: "Maksudmu polisi?" Xiaoman menggeleng: "Selain polisi, sepertinya ada pihak lain yang sangat tertarik padamu."
Yan Jinhao duduk mendekati Xiaoman. Ia bisa mencium aroma khas wanita yang samar dari tubuh Xiaoman. Matanya menatap wajah Xiaoman lama-lama: "Mengapa kamu membantuku?" Wajah Xiaoman sedikit memerah: "Haruskah ada alasan khusus?" Nafas Yan Jinhao tersengal: "Aku ingin tahu alasannya." Xiaoman berbisik: "Bagaimana jika kukatakan aku menyukaimu, apa kau percaya?"
Detak jantung Yan Jinhao berdegup kencang. Tiba-tiba Xiaoman berdiri sambil tertawa: "Lihat saja kau ketakutan! Aku hanya bercanda. Aku cuma kasihan melihat keadaanmu, jadi ingin membantumu." Hati Yan Jinhao merasa kecewa. Meski tahu ucapan Xiaoman tidak tulus, ia teringat status Xiaoman yang berseberangan dengannya - andai ia benar-benar polisi.
Xiao Man berkata: "Aku sudah siap meninggalkan keluarga Shao."
Yan Jinhao selama beberapa hari ini juga sudah mulai memahami beberapa hal, Ia berkata: "Meninggalkan mereka mungkin lebih baik, sepertinya keluarga Shao memang tidak cocok untukmu." Xiao Man menjawab: "Aku tidak mau lagi membantu mereka melakukan hal-hal seperti ini."
"Karena aku?" Yan Jinhao bertanya pelan. Xiao Man menatapnya sambil mengangguk: "Kurasa begitu!" Ia mendekat ke sisi Yan Jinhao. Yan Jinhao tidak menghindar, namun di lubuk hati merasa sangat cemas. Xiao Man melanjutkan: "Jika suatu hari nanti kau tahu kita adalah musuh, apakah kau akan membenciku?"
Yan Jinhao berpikir sejenak lalu berkata: "Benarkah kita musuh?" Xiao Man menggigit bibir sambil menggeleng: "Aku tidak tahu. Tapi Xiaoshi benar-benar ingin membunuhmu." Yan Jinhao membela diri: "Aku tidak membunuh Lin Yue." Xiao Man tersenyum pasrah: "Aku tahu. Aku percaya padamu. Tapi kepercayaanku tidak berarti, yang penting keluarga Shao percaya."
Yan Jinhao mengerutkan alis: "Ngomong-ngomong, dulu kau pernah bilang keluarga Shao punya pengaruh besar di Jiangnan, juga termasuk konglomerat terkemuka bahkan di Asia Tenggara. Tapi kenapa Shao Xiaoshi malah kabur ke Gunung Yu? Katanya dia cuma jadi Wakil Direktur di perusahaan kecil?"
Xiao Man berkata: "Kamu benar-benar tidak mengingat apa-apa." Yan Jinhao tersenyum: "Kau pikir aku membohongimu?" Xiao Man melanjutkan: "Kalau begitu, apa kamu masih ingat keluarga You, You Bin sang patriark dan kedua putrinya?" Pertanyaan Xiao Man seolah membangkitkan sesuatu dalam ingatan Yan Jinhao, tapi tidak sepenuhnya nyata. Tiba-tiba Yan Jinhao berseru: "Sepertiku teringat sesuatu! Benar, 'Man Jiang Hong'! Di rumah keluarga You ada sebuah gulungan kaligrafi karya Yue Fei berjudul 'Man Jiang Hong'."
Yan Jinhao merasakan sakit kepala yang hebat, sensasinya seperti ada orang mengaduk-aduk otaknya. Xiao Man memandang ekspresi kesakitan itu dengan cemas, lalu merangkulnya: "Ada apa denganmu?" Yan Jinhao mengerang: "Kepalaku... Sangat sakit!" Xiao Man mendekap kepala pria itu ke dadanya: "Sudah, jangan dipikirkan. Ini karena kamu terlalu banyak berpikir. Berhentilah, nanti sakitnya akan reda."
Kini Xiao Man yakin: Dia benar-benar mulai jatuh cinta pada lelaki ini. Padahal seharusnya tidak - mereka berasal dari dua dunia yang berbeda. Tapi sekarang, Xiao Man sudah tidak peduli lagi.
Perlahan sakit kepala Yan Jinhao mulai mereda.
Merasa napasnya mulai teratur, Xiao Man mengangkat kepala pria itu: "Sudah baikan?" Yan Jinhao malah berkata tanpa relevansi: "Wanginya..." Seketika pipi Xiao Man memerah sampai ke pangkal telinga: "Dasar jahat! Di situasi seperti ini masih bisa berpikir macam-macam."
Yan Jinhao tersenyum tipis: "Aku ingin bertanya, Lin Yue, apakah Shao Xiaoshi muncul di samping You Yali hanya untuk mendapatkan gulungan kaligrafi itu?" Xiao Man menatap kedua mata Yan Jinhao yang kini terlihat lebih jernih. Alisnya berkerut: "Apa kamu sudah mengingat semuanya?"
Yan Jinhao menjawab: "Tidak, seharusnya tidak semuanya, tapi banyak urusan yang perlahan mulai kuingat." Xiao Man menunjukkan senyuman: "Kalau aku? Apa kamu masih punya ingatan?" Yan Jinhao menggenggam tangannya: "Kumohon, aku memang mulai mengingat beberapa hal, tapi bukan berarti ingatan sekarangku hilang."
Xiao Man membiarkan tangannya tergenggam: "Kalau kau seperti ini, aku akan sangat sedih." Yan Jinhao tertegun sejenak. Xiao Man juga menggenggam tangan pria itu: "Aku senang kau menarikku seperti ini. Ini membuatku berpikir seolah aku sudah memiliki sesuatu. Tapi saat kau melepaskannya nanti, aku akan merasa kehilangan segalanya."
Suara Xiao Man sangat lembut, hampir hanya terdengar oleh dirinya sendiri. Tapi Yan Jinhao mendengarnya dengan jelas. Ia berkata: "Aku bisa merasakan bahwa kau benar-benar tulus padaku. Itu sudah cukup. Sebenarnya, saat kita bersama, selalu ada bahaya yang kubawa. Jika mereka tahu kau membantuku dan memperlakukan ku seperti ini, pasti mereka tidak akan melepaskanmu."
Di mata Xiao Man samar terlihat air mata. Yan Jinhao berkata: "Karena kamu sudah memutuskan untuk meninggalkan keluarga Shao, jangan kembali lagi. Apa pun yang pernah kamu lakukan dulu, aku tidak peduli. Setidaknya kamu belum benar-benar menyakiti siapapun, kan?" Xiao Man menghela napas panjang lalu berdiri: "Aku harus pergi!"
Yan Jinhao merangkulnya: "Bukannya kamu bilang mau meninggalkan mereka? Kalau begitu jangan pergi, ya?" Xiao Man tersenyum: "Kenapa? Kamu mau aku ikut kabur bersamamu?" Yan Jinhao menjawab: "Kita tidak perlu kabur. Seperti katamu, Badan Intelijen sedang mencariku sekarang. Mungkin mereka tidak akan berbuat apa-apa. Bagaimana kalau kamu temani aku menyerahkan diri?"
Xiao Man terdiam sejenak. Dia belum pernah terpikir untuk menyerahkan diri, apalagi Yan Jinhao akan menerimanya.
Menatap lelaki di hadapannya, akhirnya dia menghela napas: "Saat ini belum bisa. Setidaknya untuk sekarang aku belum siap. Beri aku waktu, ya?" Yan Jinhao bertanya: "Mengapa?" Xiao Man tersenyum: "Bahkan jika kita mau menyerahkan diri, kita harus punya bukti komitmen dong!"
Mata Yan Jinhao melotot: "Bukti komitmen?" Xiao Man mengangguk: "Dengan menyerahkan diri untuk menebus kesalahan, kita harus menunjukkan ketulusan." Yan Jinhao bertanya: "Lalu apa yang mau kamu jadikan bukti komitmen?" Xiao Man berkata tenang: "Sebuah kebenaran yang mereka butuhkan, dan juga yang kamu butuhkan."
Yan Jinhao menjawab: "Maksudmu kebenaran tentang Kakak Wu yang dibunuh dan aku yang dijebak?" Xiao Man mengangguk: "Kau memang tidak terlalu bodoh, tapi sepertinya kau sudah mengingat banyak hal." Yan Jinhao berkata: "Sebenarnya kenapa tidak langsung kau ceritakan semua yang kau tahu? Mengapa harus pulang?"
Xiao Man juga merangkulnya: "Karena masih ada satu barang yang mereka inginkan, harus kuambil." Yan Jinhao bertanya: "Apa itu?" Xiao Man menjelaskan: "Gulungan 《Man Jiang Hong》 yang mereka ambil dari rumah Kakak Wu."
Yan Jinhao melepaskannya: "Aku akan menemanimu pergi." Xiao Man menggeleng: "Tidak, kau tidak boleh ikut. Mereka belum mencurigaiku sekarang. Di sana selain Xiao Shi, merekalah yang paling patuh padaku. Jadi lebih aman jika aku pergi sendiri. Tenang, aku akan baik-baik saja. Jika lancar, besok pagi aku akan kembali. Nanti kita bersama-sama menemui petugas Badan Intelijen. Aku akan membersihkan namamu, akan kukatakan langsung bahwa kau bukan pembunuh. Semua ini cuma permainan yang mereka buat untuk menjeratmu."
Setelah berkata demikian, Xiao Man pergi dengan tegas.
Yan Jinhao tidak berhasil menahannya. Ia tahu mustahil menghentikan wanita ini. Begitu mengambil keputusan, Xiao Man pasti akan bertindak, persis seperti perasaannya terhadap dirinya. Meski tak lama berinteraksi, Yan Jinhao seolah sudah sangat memahami Xiao Man.
Ini adalah wanita keras kepala dengan sedikit kesombongan, namun di saat-saat tertentu memancarkan kepolosan dan keteguhan yang tak tergoyahkan.
Yan Jinhao berjalan ke dekat jendela. Dua menit kemudian, ia melihat punggung Xiao Man yang menjauh. Seolah merasakan tatapannya, gadis itu menoleh dan menunjukkan senyuman sebelum melambaikan tangan ke arahnya.
Dada Yan Jinhao terasa seperti tersumbat sesuatu, ada kepahitan tak terungkap yang mengganjal. Sebuah kecemasan samar merayap di hatinya - lambaian tangan perpisahan Xiao Man itu terasa seperti perpisahan terakhir baginya. Ia menghela napas panjang sambil berkata "Cih!" pada dirinya sendiri, menepis pemikiran absurd itu.
Xiao Man keluar dari kompleks perumahan dan berusaha menghentikan taksi di pinggir jalan raya untuk pulang.
Gadis itu masih larut dalam kebahagiaannya. Penerimaan Yan Jinhao yang tak terduga membuat senyum merekah di wajahnya. Tiba-tiba, sebuah mobil van Chang'an melaju kencang dari samping dan menghantam tubuhnya. Badannya terhempas jauh, darah berhamburan bagai bunga di udara, namun senyuman bahagia tetap melekat di bibirnya yang pucat...
